PESAN INDAH AL-GHAZALI

AL-GHAZALI, seorang ulama terkemuka yang terkenal dengan karya besarnya, Ihya Ulumuddin, memiliki nama lengkap Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Al-Ghazali. Dia lahir di Thus, Khurasan, pada 450 H / 1058 M. Pada masa kecilnya, ia belajar di bawah bimbingan Ahmad Ar-Radzkani.

Selepas itu, ia pergi ke Jurjan dan belajar kepada Imam Abu Nashr Al-Isamili. Dari Jurjan, kembali ke Thus sebelum merantau ke Nishapur. Di kota terakhir itu, ia belajar kepada Abu Al-Ma'ali Al-Juwaini yang mendapat gelar Imam Al-Haramain dan mendampingi gurunya hingga sang guru berpulang pada 478 H / 1085 M. la lalu melanjutkan kelana ilmiahnya ke Al-'Askar.

Enam tahun kemudian, Al-Ghazali memasuki Bagdad untuk mengajar di Perguruan Nizhamiyyah. Empat tahun lamanya ia mengajar di lembaga pendidikan kenamaan tersebut. Melalui jabatannya sebagai mahaguru, namanya berkibar sehingga dipandang sebagai seorang pemikir yang disegani dan ahli hukum yang dikagumi.

Pada 488 H/1O95 M, Al-Ghazali meninggalkan Bagdad dengan memberikan kesan akan pergi ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji. Namun, sejatinya kala itu sedang mengalami krisis dalam rohaniahnya, hingga untuk mengatasinya meninggalkan segala hasil keilmuannya dan ketenaran namanya, lalu memilih hidup berkontemplasi.

Dari Mekah Al-Mukarramah, pada 489 H/1O96 M, Al-Ghazali merantau ke Suriah dan tinggal di Kota Damaskus. Selama menetap di kota terakhir itulah, ia menyusun karya puncaknya, Ihya Ulumuddin. Nah, kepada orang yang melaksanakan umrah dan telah berada di Mekah Al-Mukarramah, Al-Ghazali dalam karya besarnya itu berpesan. "Ketika memasuki Mekah Al-Mukarramah, hendaknya Anda ingat, kini Anda telah tiba dengan aman di Tanah Haram milik Allah SWT. Selain itu, hendaknya di kota itu Anda mengharap, dengan memasuki Kota Suci itu dengan aman, kiranya Anda akan aman pula dari siksa Allah," demikian tulis Al-Ghazali.

Jemaah umrah juga diingatkan agar merasa khawatir karena sejatinya tidak berhak mendekati kota itu. "Dengan memasuki Tanah Haram, membuat diri Anda merugi dan layak menerima celaan. Namun, walau demikian, dalam seluruh waktu Anda, hendaknya harapan Andalah yang lebih kuat. Ini karena kedermawanan Allah ada di mana-mana dan la adalah Zat Yang Maha Penyayang. Lagi pula, kemuliaan Baitullah begitu agung dengan hak peziarah akan dipelihara dan permohonan perlindungan orang yang memohon perlindungan tidak akan disia-siakan."

Kemudian, ketika orang yang bermaksud melaksanakan umrah itu telah berada di lingkungan Masjidil Haram, tokoh yang mendapat sebutan Hujjah Al-Islam itu berpesan, "Selanjutnya, ketika pandangan Anda terarah ke Baitullah, seyogyanya dalam kalbu anda timbul perasaan betapa agungnya Baitullah. Andaikanlah diri Anda saat itu seakan melihat Yang MemiliKi Baitullah karena Anda sangat mengagungkan Baitullah. Hendaknya Anda berharap, kiranya Allah menganugerahkan kepada Anda kesempatan memandang wajah-Nya Yang Maha Mulia, laksana kesempatan yang telah dikaruniakan kepada Anda untuk memandang rumah-Nya yang agung."

Jemaah umrah juga diingatkan agar bersyukur kepada Allah karena telah diantarkan hingga ke peringkat ini dan dimasukkan dalam jemaah yang datang dan menghadap kepada-Nya. Pada saat itu, hendaknya ingat peristiwa dihimpunnya seluruh anak manusia pada hari kiamat kelak.

Kemudian ketika melaksanakan tawaf di Baitullah, hendaknya ingat tawaf adalah shalat hingga hadirkan dalam kalbu keagungan Allah, rasa takut dan rasa harap kepada-Nya, dan seluruh perasaan cinta kepada-Nya. Dengan melaksanakan tawaf, sejatinya mirip para malaikat yang mendekatkan diri kepada Allah dan mengelilingi seputar 'Arasy.

Janganlah berpandangan bahwa tawaf adalah melaksanakan tawaf mengelilingi Kabah dengan tubuh, melainkan tawaf dengan kalbu dan senantiasa ingat kepada Allah. Dengan demikian, kita memulai berpikir dan mengakhirinya karena Allah. Ketika mencium Hajar Aswad, hendaknya yakin sedang menjalin sumpah kesetiaan dengan Allah dan akan mematuhi-Nya.

Manakala kita telah rampung melaksanakan tawaf dan kemudian menuju Bukit Safa untuk melaksanakan sai, Al-Ghazali berpesan. laksanakanlah sai laksana bolak-baliknya seorang hamba di halaman istana seorang raja. Hamba itu datang dan pergi berkali-kali untuk menyatakan ketulusan pengabdiannya dan mendambakan perhatian dengan pandangan kasih sayang, laksana orang yang masuk dan keluar dalam menghadap seorang raja. Sedangkan ia tidak tahu apa yang akan ditetapkan sang raja terhadap dirinya, yakni diterima atau ditolak. Kalau gagal pada kali pertama, maka mengharapkan meraih kasih sayang pada kali kedua.

Tokoh yang melewatkan usia senja di tempat kelahirannya hingga menghadap Yang Maha Pencipta pada Senin, 14 Jumadi Tsani 505 H/19 Desember 1111 M, dengan meninggalkan banyak karya, antara lain, Al-Iqtishad fi Al-I'tiqad, Ayyuha Al-Walad, Al-Munqidz min Al-Dhalal, Maqashid Al-Falasifah, dan Tahafut Al-Falasifah. Al-Ghazali menutup pesannya dengan memberikan pesan indah, "Ketika bolak-balik di antara Bukit Safa dan Bukit Marwah, hendaknya Anda ingat pulang-pergi Anda di antara dua timbangan (al-mizari) pada lapangan sangat luas pada hari kiamat kelak. Hendaknya Bukit Safa Anda umpamakan laksana timbangan kebaikan dan Bukit Marwah laksana timbangan keburukan. Selain itu, hendaklah Anda ingat, bolak-balik Anda di antara dua timbangan itu dengan memandang pada berat dan ringannya, sedangkan pikiran Anda bolak-balik di antara siksaan dan ampunan."

Selamat menjalankan ibadah umrah. Ingatlah pesan Imam Al-Ghazali.***

[Ditulis oleh : AHMAD ROFI' USMANI, pembimbing Haji Plus dan Umrah Khalifah Tour, disalin dari Harian "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Selasa (Pahing) 23 Februari 2010 pada kolom "UMRAH & HAJI"]

0 comments: