عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ

"Kamu harus selalu jujur, maka sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebaikan…"

Jujur dalam arti sempit adalah sesuainya ucapan lisan dengan kenyataan. Dan dalam pengertian yang lebih umum adalah sesuainya lahir dan batin. Maka orang yang jujur bersama Allah SWT. dan bersama manusia adalah yang sesuai lahir dan batinnya. Karena itulah, orang munafik disebutkan sebagai kebalikan orang yang jujur, sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Quran :

لِّيَجْزِيَ اللهُ الصَّادِقِينَ بِصِدْقِهِمْ وَيُعَذِّبَ الْمُنَافِقِينَ

"Supaya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar itu karena kebenarannya, dan menyiksa orang munafik..." (QS. Al-Ahzab : 24)

مِّنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَاعَاهَدُوا اللهَ عَلَيْهِ

"Di antara orang-orang mu'min itu ada orang-orang yang menepati apa yang mereka janjikan kepada Allah;" (QS. Al-Ahzab : 23)

Dan kejujuran itu sendiri dengan berbagai pengertiannya membutuhkan keikhlasan kepada Allah SWT. dan mengamalkan perjanjian yang diletakkan oleh Allah SWT. di pundak setiap muslim, sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Quran :

وَأَخَذْنَا مِنْهُم مِّيثَاقًا غَلِيظًا . لِّيَسْئَلَ الصَّادِقِينَ عَن صِدْقِهِمْ

"Dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh, agar Dia menanyakan kepada orang-orang yang benar tentang kebenaran mereka…" (QS. Al-Ahzab : 7-8)

Maka apabila orang-orang yang benar (jujur) akan ditanya, maka bagaimana pertanyaan dan hisab bagi orang-orang yang berdusta dan munafik ?

Jujur termasuk akhlak utama yang terbagi menjadi beberapa bagian. Al-Harits al-Muhasibi rahimahullah berkata: "Ketahuilah (semoga Allah SWT. memberi rahmat kepadamu) sesungguhnya jujur dan ikhlas adalah pondasi segala sesuatu. Maka dari sifat jujur, tercabang beberapa sifat, seperti: sabar, qana'ah, zuhud, dan ridha. Dan dari sifat ikhlas tercabanglah beberapa sifat, seperti: yakin, khauf (takut), mahabbah (cinta), ijlal (membesarkan), haya` (malu), dan ta'dzim (pengagungan). Jujur terdiri dari tiga bagian yang tidak sempurna kecuali dengannya ada : 1) Kejujuran hati dengan iman secara benar, 2) Niat yang benar dalam perbuatan, 3) Kata-kata yang benar dalam ucapan." (Risalah al-Murtarsyidin hal. 170)

Dan tatkala kejujuran mempunyai ikatan kuat dengan iman, maka Rasulullah SAW. memaafkan (memakluminya) terjadinya sifat yang tidak terpuji dari seorang mukmin, namun beliau menolak bahwa seorang mukmin terjerumus dalam kebohongan, karena sangat jauhnya hal itu dari seorang mukmin. Para sahabat pernah bertanya :

يَارَسُوْلَ اللهِ, أَيَكُوْنُ الْمُؤْمِنُ جَبَّانًا؟ قَالَ: نَعَمْ. فَقِيْلَ لَهُ: أَيَكُوْنُ الْمُؤْمِنُ بَخِيْلاً؟ قَالَ: نَعَمْ. قِيْلَ لَهُ: أَيَكُوْنُ الْمُؤْمِنُ كَذَّابًا؟ قَالَ: لاَ

"Ya Rasulullah, apakah orang beriman ada yang penakut ?' Beliau menjawab,'Ya.' Maka ada yang bertanya kepada beliau, 'Apakah orang beriman ada yang bakhil (pelit, kikir).' Beliau menjawab, 'Ya.' Ada lagi yang bertanya, 'Apakah ada orang beriman yang pendusta?' Beliau menjawab, 'Tidak." (HR. Malik dalam al-Muwaththa` 2/990 secara mursal dalam ucapan…dan ia termasuk hadits hasan mursal (Jami' al-Ushul 10/598, hadits no. 8183))

Dasar pada lisan adalah memelihara dan menjaga, karena ketergelincirannya sangat banyak dan kejahatannya tak terhingga. Maka waspada darinya dan berhati-hati dalam menggunakan lisan adalah lebih taqwa dan lebih wara'. Maka apabila engkau menemukan seseorang yang tidak perduli terhadap omongannya dan banyak bicara, maka ketahuilah sesungguhnya ia berada di atas bahaya besar. Rasulullah SAW. bersabda :

كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ

"Cukuplah seseorang dipandang berdusta bahwa ia membicarakan semua yang didengarnya." (HR. Muslim dan Abu Daud (Jami' al-Ushul 10/600, no. 8189))

Karena banyak bicara merupakan tempat terjerumus dalam kebohongan dengan menceritakan sesuatu yang tidak pernah terjadi, saat ia tidak mendapatkan pembicaraan, atau dengan mengutip berita seseorang yang pendusta (sedangkan dia mengetahui), maka ia termasuk salah seorang pembohong.

Setiap akhlak yang baik, bisa diusahakan dengan membiasakannya dan bersungguh-sungguh menekuninya, serta berusaha mengamalkannya, sehingga pelakunya mencapai kedudukan yang tinggi, naik dari tingkatan pertama kepada yang lebih tinggi darinya dengan akhlaknya yang baik. Karena itulah, Rasulullah SAW. bersabda :

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ. وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيْقًا

"Kamu harus selalu bersifat jujur, maka sesungguhnya kejujuran menunjukkan kepada kebaikan, dan sesungguhnya kebaikan membawa ke surga. Dan senantiasa seseorang bersifat jujur dan menjaqa kejujuran, sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai orang yang jujur."

وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُوْرِ وَإِنَّ الْفُجُوْرَ يَهْدِيْ إِلَى النَّارِ, وَمَايَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا

"Jauhilah kebohongan, maka sesungguhnya kebohongan membawa kepada kefasikan, dan sesungguhnya kefasikan membawa ke neraka. Senantiasa seseorang berbohong, dan mencari-cari kebohongan, sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai pembohong." (HR. al-Bukhari, Muslim, al-Muwaththa`, Abu Daud, dan at-Tirmidzi, dan ini adalah lafazhnya (Jami' al-Ushul 6/442, hadits no. 4641))

Di antara pengaruh kejujuran adalah teguhnya pendirian, kuatnya hati, dan jelasnya persoalan, yang memberikan ketenangan kepada pendengar. Dan di antara tanda dusta adalah ragu-ragu, gagap, bingung, dan bertentangan, yang membuat pendengar merasa ragu dan tidak tenang. Dan karena itulah sebagaimana disebutkan dalam hadits Rasulullah SAW. :

فَإِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِيْنَةٌ وَالْكَذِبَ رِيْبَةٌ

"Maka sesungguhnya jujur adalah ketenangan dan bohong adalah keraguan." (HR. at-Tirmidzi dengan lafazhnya, dan isnadnya shahih (Jami' al-Ushul 6/442 no.4642))

Kesudahan jujur adalah kebaikan sekalipun yang berbicara menduga terjadi keburukan, sebagaimana firman Allah SWT. :

فَلَوْ صَدَقُوا اللهَ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ

"Tetapi jikalau mereka benar (imannya) tehadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka." (QS. Muhammad : 21)

Dan dalam cerita taubatnya Ka'ab bin Malik RA., Ka'ab RA. berkata kepada Rasulullah SAW. setelah turunnya ayat yang menjelaskan bahwa Allah SWT. menerima taubat 3 (tiga) orang yang ketinggalan dalam perang Tabuk : "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah SWT. menyelamatkan aku dengan kejujuran, dan sesungguhnya termasuk taubatku bahwa aku tidak akan berbicara kecuali yang benar selama hidupku." Dan ia berkata pula: "Maka demi Allah, Allah tidak pernah memberikan nikmat kepadaku selamanya, setelah memberikan petunjuk Islam kepadaku, yang lebih besar dalam diriku daripada kejujuranku kepada Rasulullah, bahwa aku tidak berbohong kepadanya, lalu (kalau aku berbohong) aku menjadi binasa sebagaimana binasanya orang-orang yang berdusta…" (Shahih al-Bukhari, kitab al-Maghazi (peperangan), bab ke-79, no. 4418))

Ibnu al-Jauzi rahimahullah meriwayatkan dalam manaqib (riwayat hidup) Imam Ahmad, sesungguhnya dikatakan kepadanya : "Bagaimana engkau bisa selamat dari pedang khalifah al-Mu'tashim dan cambuk khalifah al-Qatsiq ?" Maka ia menjawab, "Jikalau kebenaran diletakkan di atas luka, niscaya luka itu menjadi sembuh." (Dari hasyiyah Risalah al-Mustarsyidin, tahqiq Syaikh Abu Ghuddah hal. 72) Dan pada hari kiamat, dikatakan kepada manusia :

هَذَا يَوْمُ يَنفَعُ الصَّادِقِينَ صِدْقُهُمْ

"Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka...." (QS. Al-Maidah : 119)

Kejujuran membawa pelakunya bersikap berani, karena ia kokoh tidak lentur, dan karena ia berpegang teguh tidak ragu-ragu. Karena itu disebutkan dalam salah satu definisi jujur adalah : berkata benar di tempat yang membinasakan. (Tahzhib Madarijus salikin hal. 399) Dan al-Junaidi rahimahullah mengungkapkan hal itu dengan ucapannya : "Hakekat jujur adalah bahwa engkau jujur di tempat yang tidak bisa menyelamatkan engkau darinya kecuali bohong." (Tahdzhib Madarijus salikin hal. 401)

Berapa banyak orang yang suka membual menjadi celaka dalam membuat-buat pembicaraan untuk menarik perhatian, dan dalam membuat cerita untuk membuat orang-orang tertawa. Lalu mereka kembali dengan perasaan senang dan ia kembali dengan dosa berbohong. Maka ia menjadi binasa, sebagaimana disebutkan dalam hadits :

وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ بِاْلحَدِيْثِ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ, فَيَكْذِب, وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ.

"Celaka bagi orang yang berbicara untuk membuat orang-orang tertawa, lalu ia berbohong, celakalah baginya, celakalah baginya." (HR. Abu Daud dan at-Tirmidzi, isnadnya hasan (Jami' al-Ushul 10/599 no.8186))

Sesungguhnya dusta yang paling berat dan paling besar dosanya adalah berbohong kepada Allah dan dan Rasul-Nya, ia menyandarkan kepada agama Allah yang bukan darinya, dan mengaku dalam syari'at yang dia tidak mengetahui, membuat nash-nash yang tidak ada dasarnya (ia melakukan hal itu karena menghendaki kebaikan atau keburukan), hal itu merupakan dusta yang sangat jahat terhadap agama Allah.

إِنَّ كَذِبًا عَلَيَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ, فَمَنْ كَذبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

"Sesungguhnya berdusta terhadapku bukan seperti berdusta terhadap orang lain, maka barangsiapa yang berdusta secara sengaja terhadapku, maka hendaklah ia menyiapkan tempatnya di neraka." (HR. al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi (Jami' al-Ushul 10/611. no.8206))

Karena alasan itulah, sebagian sahabat merasa khawatir meriwayatkan hadits Rasulullah SAW. terlalu banyak, karena takut terjatuh dalam kesalahan yang tidak disengaja, berarti mereka menyandarkan kepada Rasulullah SAW. yang tidak pernah beliau katakan. Dan termasuk hal itu adalah Anas bin Malik RA. ketika ia berkata: 'Sesungguhnya menghalangi aku meriwayatkan hadits terlalu banyak, sesungguhnya Nabi SAW. bersabda :

مَنْ تَعَمَّدَ عَلَىَّ كَذِبًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

"Barangsiapa yang sengaja berbohong kepadaku, maka hendaklah ia menyiapkan tempatnya di neraka." (HR. Muslim dan at-Tirmidzi (Jami' al-Ushul 10/610, no. 8204))

Dan termasuk perkara yang menunjukkan tambahan kehati-hatian mereka dalam mengutip hadits Rasulullah SAW. bahwa mereka tidak menambah dan tidak mengurangi. Pendirian itulah yang diriwayatkan oleh Muslim, ketika Busyair al-'Adawi meriwayatkan hadits di hadapan Ibnu Abbas, dan Ibnu Abbas tidak memperdulikannya, tidak memperhatikannya dan tidak memandang kepadanya. Maka Busyair berkata, "Wahai Ibnu Abbas, kenapa engkau tidak mendengarkan pembicaraanku, aku menceritakan kepada engkau tentang Rasulullah SAW. dan engkau tidak mendengarkan ? Ibnu Abbas berkata, "Sesungguhnya kami, apabila mendengar seseorang berkata, 'Rasulullah SAW. bersabda,"pandangan kami langsung serius dan kami memperhatikannya dengan pendengarannya. Maka tatkala manusia menaiki kesusahan dan kemudahan (menganggap enteng persoalan hadits, wallau a'lam), kami tidak mengambil dari manusia kecuali yang kami kenal." (HR. Muslim dalam Muqaddimah ash-Shahih hal 13 (Jami' al-Ushul 10/612 no. 8208))

Maksudnya, tatkala manusia berbicara dalam perkara-perkara yang susah dan mudah, tidak perduli, dan tidak berhati-hati dari terjatuh dalam kesalahan, kami menjadi berhati-hati mengambil ilmu dari manapun jua.

Hendaklah berhati-hati orang-orang yang terburu-buru dalam berfatwa tanpa ilmu dari berbohong terhadap agama Allah. Hendaklah merasa takut orang-orang yang menyebarkan hadits-hadits munkar dan maudhu' dari keikutsertaan berbohong terhadap Rasulullah SAW. Sungguh ucapan seseorang : aku tidak tahu (sekalipun berat terhadap nafsunya) lebih mudah baginya daripada berbohong kepada Rasulullah SAW.

Dan supaya semua hidupmu menjadi benar, dihasyar (digiring pada hari kiamat) bersama orang-orang jujur, maka jadikanlah tempat masukmu benar dan tempat keluarmu benar, jadikanlah lisanmu lisan yang benar. Semoga Allah SWT. memberikan rizqi kepadamu langkah yang benar dan tempat yang benar. Maka jujur adalah ketegasan dan keterusterangan dan berpaling darinya adalah penyimpangan, dan keadaan orang yang beriman adalah jujur, dan :

إِنَّمَا يَفْتَرِي الْكَذِبَ الَّذِينَ لا َيُؤْمِنُونَ بِئَايَاتِ اللهِ وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْكَاذِبُونَ

"Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta." (QS. An-Nahl : 105)

KESIMPULAN :
  1. Sekurang-kurang benar adalah benar lisan, dan yang lebih umum darinya adalah benar bersama Allah SWT. secara lahir batin.
  2. Tidak ada kejujuran kecuali dengan ikhlas.
  3. Kejujuran terkait dengan iman.
  4. Orang yang membicarakan segala yang didengar terkadang jauh dari kebenaran.
  5. Jujur bisa diperoleh dengan usaha.
  6. Di antara pengaruh jujur adalah ketenangan dan teguhnya hati.
  7. Jujur adalah keselamatan, sekalipun yang berbicara menduga adanya keburukan.
  8. Orang yang jujur adalah berani dan orang yang bohong tergagap.
  9. Bohong terbesar adalah bohong terhadap Allah dan Rasul-Nya.
  10. Para sahabat sangat berhati-hati dalam meriwayatkan hadits, karena khawatir terjatuh dalam kebohongan.
[Ditulis oleh : MAHMUD MUHAMMAD AL-KHAZANDAR, diterjemahkan oleh TEAM INDONESIA Murajaah : EKO HARYANTO ABU ZIYAD; Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah 1429 – 2008; islamhouse.com]
Suatu masa dalam kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab, terjadilah Tahun Abu, dimana masyarakat Arab mengalami masa paceklik yang berat. Hujan tidak lagi turun. Pepohonan mengering, tidak terhitung hewan yang mati mengenaskan. Sehingga tanah tempat berpijak hampir menghitam seperti abu.

Putus asa mendera di mana-mana. Saat itu Umar bin Khattab sang pemimpin menampilkan kepribadian yang sebenar-benar pemimpin. Keadaan rakyat diperhatikannya saksama. Tanggung jawabnya dijalankan sepenuh hati. Setiap hari ia menginstruksikan aparatnya menyembelih onta-onta potong dan menyebarkan pengumuman kepada seluruh rakyat. Berbondong-bondong rakyat datang untuk makan. Semakin pedih hatinya. Saat itu, kecemasan menjadi kian tebal. Dengan hati gentar, lidah kelunya berujar, “Ya Allah, jangan sampai umat Muhammad menemui kehancuran di tangan ini.

Umar menabukan makan daging, minyak samin, dan susu untuk perutnya sendiri. Bukan apa-apa, ia khawatir makanan untuk rakyatnya berkurang. Ia, si pemberani itu, hanya menyantap sedikit roti dengan minyak zaitun. Akibatnya, perutnya terasa panas dan kepada pembantunya ia berkata “Kurangilah panas minyak itu dengan api.” Minyak pun dimasak, namun perutnya kian bertambah panas dan berbunyi nyaring. Jika sudah demikian, ditabuh perutnya dengan jemari seraya berkata, “Berkeronconglah sesukamu, dan kau akan tetap menjumpai minyak, sampai rakyatku bisa kenyang dan hidup dengan wajar.

Hampir setiap malam Umar bin Khattab melakukan perjalanan diam-diam. Ditemani salah seorang sahabatnya, ia masuk keluar kampung. Ini ia lakukan untuk mengetahui kehidupan rakyatnya. Umar khawatir jika ada hak-hak mereka yang belum ditunaikan oleh aparat pemerintahannya.

Malam itu pun, bersama Aslam, Khalifah Umar bin Khattab berada di suatu kampung terpencil. Kampung itu berada di tengah-tengah gurun yang sepi. Saat itu Khalifah terperanjat. Dari kejauhan tampak sebuah kemah yang sudah rombeng, sayup terdengar seorang gadis kecil sedang menangis berkepanjangan. Umar bin Khattab dan Aslam bergegas mendekati kemah itu, untuk segera mengetahui siapa penghuninya sekiranya membutuhkan pertolongan mendesak.

Setelah dekat, Umar melihat seorang perempuan tua tengah menjerangkan panci di atas tungku api. Asap mengepul-ngepul dari panci itu, sementara si ibu terus saja mengaduk-aduk isi panci dengan sebuah sendok kayu yang panjang.

Assalamu’alaikum, Umar memberi salam.

Mendengar salam Umar, ibu itu mendongakan kepala seraya menjawab salam Umar. Tapi setelah itu, ia kembali pada pekerjaannya mengaduk-aduk isi panci.

Siapakah gerangan yang menangis di dalam itu ?” tanya Umar.

Dengan sedikit tak peduli, ibu itu menjawab, “Anakku….

Apakah ia sakit ?

Tidak,” jawab si ibu lagi. “Ia kelaparan.

Umar dan Aslam tertegun. Mereka masih tetap duduk di depan kemah sampai lebih dari satu jam. Gadis kecil itu masih terus menangis. Sedangkan ibunya terus mengaduk-aduk isi pancinya.

Umar tidak habis pikir, apa yang sedang dimasak oleh ibu tua itu ? Sudah begitu lama tapi belum juga matang. Karena tak tahan, akhirnya Umar berkata, “Apa yang sedang kau masak, hai Ibu ? Kenapa tidak matang-matang juga masakanmu itu ?

Ibu itu menoleh dan menjawab, “Hmmm, kau lihatlah sendiri !

Umar dan Aslam segera menjenguk ke dalam panci tersebut. Alangkah kagetnya ketika mereka melihat apa yang ada di dalam panci tersebut. Sambil masih terbelalak tak percaya, Umar berteriak, “Apakah kau memasak batu ?

Perempuan itu menjawab dengan menganggukkan kepala.

Buat apa ?

Dengan suara lirih, perempuan itu kembali bersuara menjawab pertanyaan Umar, “Aku memasak batu-btu ini untuk menghibur anakku. Inilah kejahatan Khalifah Umar bin Khattab. Ia tidak mau melihat ke bawah, apakah kebutuhan rakyatnya sudah terpenuhi belum. Lihatlah aku. Aku seorang janda. Sejak dari pagi tadi, aku dan anakku belum makan apa-apa. Jadi anakku pun kusuruh berpuasa, dengan harapan ketika waktu berbuka kami mendapat rejeki. Namun ternyata tidak. Sesudah magrib tiba, makanan belum ada juga. Anakku terpaksa tidur dengan perut yang kosong. Aku mengumpulkan batu-batu kecil, memasukkannya ke dalam panci dan kuisi air. Lalu batu-batu itu kumasak untuk membohongi anakku, dengan harapan ia akan tertidur lelap sampai pagi. Ternyata tidak. Mungkin karena lapar, sebentar-sebentar ia bangun dan menangis minta makan.

Ibu itu diam sejenak. Kemudian ia melanjutkan, “Namun apa dayaku ? Sungguh Umar bin Khattab tidak pantas jadi pemimpin. Ia tidak mampu menjamin kebutuhan rakyatnya.

Mendengar penuturan si Ibu seperti itu, Aslam akan menegur perempuan itu. Namun Umar sempat mencegah. Dengan air mata berlinang ia bangkit dan mengajak Aslam cepat-cepat pulang ke Madinah. Tanpa istirahat lagi, Umar segera memikul gandum di punggungnya, untuk diberikan kepada janda tua yang sengsara itu.

Karena Umar bin Khattab terlihat keletihan, Aslam berkata, “Wahai Amirul Mukminin, biarlah aku saya yang memikul karung itu….

Dengan wajah merah padam, Umar menjawab, “Aslam, jangan jerumuskan aku ke dalam neraka. Engkau akan menggantikan aku memikul beban ini, apakah kau kira engkau akan mau memikul beban di pundakku ini di hari pembalasan kelak ?

Aslam tertunduk. Ia masih berdiri mematung, ketika tersuruk-suruk Khalifah Umar bin Khattab berjuang memikul karung gandum itu. Angin berhembus. Membelai tanah Arab yang dilanda paceklik.

[Naskah disalin dari http://www.dakwatuna.com/2007/umar-dan-ibu-pemasak-batu ]

Ya Allah, berikan kepada kami pemimpin dari hamba-MU yang soleh dan taat kepada-MU. yang selalu mementingkan saudara-saudaranya yang kesusahan.
NASIHAT SPRITUAL
HAZRAT MAULANA SYAIKH ABDUL QADIR AL-JILANI

Pertentanganmu dengan (aturan) Allah SWT., akan mengusirmu dan menghilangkan dirimu dari Allah. Kembalilah pada dirimu dari sikap penentanganmu sebelum engkau dihantam, dihinakan dan dinistakan oleh ular-ular bencana dan kalajengking cobaan. Betapa pedihnya rasa cobaan, apalagi jika engkau terpedaya. Karena itu kamu jangan bergembira dengan yang engkau miliki, karena apa yang ada di tangan kamu pasti sirna.

Allah Ta’ala berfirman : “
Sehingga ketika mereka bergembira atas apa yang mereka dapatkan, tiba-tiba Kami mengambil mereka seketika…

Meraih anugerah keuntungan dari Allah Ta’ala harus ditempuh dengan kesabaran. Karena itu Allah menguatkan berkali-kali tentang sabar itu. Kefakiran (rasa butuh kepada Allah) dan kesabaran tidak akan pernah bertemu kecuali bagi kewajiban orang beriman.Sedangkan para pecinta yang senantiasa mendapat cobaan, lalu mereka menjadi sabar, terlimpahi ilham untuk berbuat kebaikan beriringan dengan cobaan dan ujiannya, senantiasa bersabar atas sesuatu yang yang baru terjadi dari Allah Ta’ala.

Kalau bukan karena kesabaran, anda semua tidak akan pernah bertemu denganku. Aku telah membuat jebakan untuk memburu burung, dari satu malam ke malam berikutnya, yang membuatku terus terjaga dan membuatku sunyi dari orang ketika di siang hari dengan mata yang terpejam. Seorang lelaki yang terikat oleh jaring-jaring jebakan, dan itu pun dilakukan demi kemaslahatan anda semua, sementara anda semua tidak mengerti. Kalau bukan demi berselaras dengan Allah Ta’ala, bagaimana mungkin orang berakal mau bergaul dengan penduduk negeri yang telah dibutakan hatinya oleh riya’, kemunafikan dan kezaliman, bercampurbaurnya syubhat dan keharaman ?

Betapa banyak nikmat-nikmat Allah telah dikufuri, sementara terjadi kolusi luarbiasa untuk menciptakan kefasikan dan penyimpangan. Betapa banyak orang lumpuh di rumahnya sendiri, orang zindiq dalam kedai minumnya, orang jujur di atas kursinya. Kalau bukan karena sebuah aturan, niscaya aku bicara tentang hal-hal yang ada di rumah-rumah kalian. Namun bagiku ada fondasi yang harus kubangun. Aku punya murid-murid yang butuh pendidikan. Seandainya tersingkap sebagian apa yang ada dalam diriku, itu bisa menjadi penyebab berpisahnya diriku dengan diri kalian semua, lalu terlempar dalam jejak-jejak yang menghancurkan. Karena itu tutuplah pintu-pintu kemakhlukan (dari hatimu) dan bukalah pintu-pintu antara dirimu dengan Allah. Akuilah dosa-dosamu, mohonlah maaf kepada-Nya atas keteledoranmu selama ini. Yakinlah, bahwa sesungguhnya tidak ada yang bisa membahayakan, memberikan manfaat, yang memberikan anugerah, tidak ada yang bisa mencegah, kecuali Allah Ta’ala semata. Dengan demikian, kebutaan mata hatimu akan sirna, lalu mata hati terbuka bergerak, hingga membuka mata kepalamu.

Wahai anak-anakku…. Persoalan sesungguhnya bukan memakai pakaian kumal atau pun makanan kasar. Persoalan sesungguhnya adalah kezuhudan dalam hatimu. Awal mula yang dipakai oleh shiddiqun adalah pakaian wol dalam hatinya, lalu terefleksi kesederhanaan itu dalam lahiriyahnya. Ia memakai pakaian itu dalam rahasia batinnya, lalu dalam hatinya, kemudian untuk menutup nafsunya, lalu fisiknya.

Ketika secara keseluruhan dirinya menggunakan pakaian sederhana, maka tibalah tangan-tangan lembut dan kinasih serta tangan anugerah, sampai akhirnya berubah drastis dalam tragedi ini. Ia copot baju hitamnya dan diganti dengan baju kegembiraan pesta, ia ganti penderitaan dengan kenikmatan, ia ganti dendam dengan keceriaan, ia rubah ketakutan dengan rasa aman, ia rubah rasa jauh menuju rasa dekat, rasa fakir menuju rasa cukup.

Wahai anak-anakku, raihlah bagian dengan tangan zuhud, bukan dengan tangan ambisi pribadi. Orang yang makan dengan menangis, berbeda dengan orang yang makan dengan tertawa. Makanlah bagian itu, dan hatimu bersama Allah Ta’ala. Anda akan selamat dari keburukannya. Jika engkau makan dari resep dokter atau ahli kesehatan tentu itu lebih baik daripada anda makan sendiri, tanpa anda tahu asal usulnya makanan itu, sehingga, menyebabkan hatimu keras jauh dari amanah, sementara anda benar-benar kehilangan rahmat. Hilang pula amanah syariah di sisimu, karena kalian telah meninggalkan dan mengkhianatinya. Sungguh celaka, jika amanah kalian sia-siakan.

Jagalah mahkotamu itu bersama Tuhanmu Azza wa Jalla. Waspadalah atas ancaman-Nya, karena siksa-Nya begitu dahsyat. Siksa itu bisa merebut rasa amanmu, rasa sehat afiatmu, foya-foya dan sukacitamu. Taatlah kepada-Nya, karena Dia adalah Tuhan langit dan bumi. Jagalah nikmatNya dengan syukur. Terimalah perintah dan larangan-Nya dengan patuh dan taat. Terimalah kesukaran dari-Nya dengan kesabaranmu, dan terimalah dengan syukurmu atas kemudahan-Nya. Karena demikian adalah perilaku pendahulumu, dari para Nabi, para Rasul dan orang-orang yang saleh, yang senantiasa bersyukur atas nikmat dan bersabar atas cobaan.

Tegaslah terhadap kemaksiatan. Terimalah ketaaatan. Jagalah aturan-Nya, dan ketika datang kemudahan bersyukurlah. Sebaliknya jika yang datang kesukaran bertobatlah dari dosa-dosamu, lalu debatlah, lawanlah hawa nafsumu. Karena Allah tak pernah menzalimi Maka dari itu ingatlah maut dan resiko sesudah maut. Ingatlah Tuhan Yang Maha Agung dan Luhur, hisab dan pengawasan-Nya padamu.

Bangunlah, sampai kapan kamu semua tidur terlelap, sampai kapan kamu terlempar dalam kebodohan dan keluar masuk dalam kebatilan ? Bergelimang dengan nafsu, hawa, dan kebiasan-kebiasaan. Kenapa ? Kenapa tidak mendidiknya demi ibadah kepada Allah dan mengikuti aturan hukumNya. Padahal ibadah itu meninggalkan kebiasan-kebiasaan nafsu, kenapa tidak mendidik dirimu dengan adab Qur’an dan sunnah ?

Anak-anak muridku…. Jangan bergaul dengan banyak orang disertai kebutaan hati, ketololan disertai kealpaan dan kelelapan. Bergaulah dengan mereka, dengan matahati, ilmu dan keterjagaan jiwa. Jika anda temukan hal yang terpuji dari mereka, ikutilah, dan jika ada yang menyeretmu pada keburukan, jauhilah dan tolak. Engkau berada dalam alpa total, alpa dari Allah Azza wa Jalla. Makanya, anda harus bangkit, disiplin dengan masjid, memperbanyak sholawat kepada Rasulullah SAW. Rasulullah Muhammad SAW. bersabda : "
Seandainya neraka turun dari langit, tak ada yang selamat kecuali ahli masjid." Jika kalian semua menunaikan shalat, totalkan shalatmu hanya kepada Allah Ta’ala, dan karena itu Rasulullah SAW. bersabda : "Yang paling dekat bagi hamba pada Tuhannya, apabila hamba sedang bersujud."

Duh.. celaka kalian. Kenapa kalian sering membuat ulah dan mencari-cari keringanan ? Orang yang mencari-cari takwil demi seleranya sesungguhnya terpedaya. Padahal jika kita merengkuh ‘azimah (prinsip), dan kita bergantung pada Ijma’, sementara amal kita ikhlas, maka kita pun akan bersih bersama Allah Ta’ala. Lalu bagaimana bisa terjadi jika anda malah merekayasa azimah, mencari jalan kemudahan nafsu, lalu para pemegang teguh azimah sirna ? Inilah zaman rukhsoh, bukan zaman ‘azimah. Inilah zaman riya’ dan kemunafikan, dimana harta didapat dengan cara tidak benar. Betapa banyak orang yang shalat, puasa, zakat, haji, dan berbuat baik untuk makhluk, bukan untuk Khaliq. Dan mayoritas yang memenuhi alam semesta ini adalah demi kepentingan sesama makhluk, bukan demi Khaliq.

Kalian semua telah mati jiwa, menghidupkan nafsu dan hawa nafsu untuk dunia. Padahal hidupnya hati ketika keluar dari kepentingan makhluk dan teguh bersama Allah Azza wa Jalla. Hidupnya hati dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah Azza wa Jalla. Hidupnya hati dengan sabar atas Qodlo, Qodar dan ujian-Nya.

Wahai anak muridku… Serahkan dirimu kepada-Nya dalam soal kepastian-Nya. Bangunlah bersama-Nya dalam soal itu. Perkara itu butuh fondasi, lalu butuh bangunan, dan dawamkan setiap waktu, siang dan malammu. Karena itu, waspadalah. Tafakkurlah dalam masalah hatimu. Jika engkau melihat kebajikan, bersyukurlah. Jika engkau melihat keburukan bertobatlah. Dengan tafakkur ini agamamu akan hidup dan matilah syetanmu. Karena itu dikatakan, tafakkur sejam lebih baik dibanding bangun sepanjang malam.

Wahai ummat Muhammad, bersyukurlah kepada Allah Ta’ala yang telah menerima amalmu yang sedikit dengan menyandarkan kepada amal pendahulumu. Sebab kalian semua adalah yang terakhir di dunia, tetapi yang pertama di hari kiamat. Jika kalian benar, maka tak ada yang lebih benar menandingi kalian. Kalian semua adalah para pemuka dan pemimpin, sedangkan umat lain adalah rakyat. Tetapi jika sepanjang anda masih duduk di rumah nafsumu dan watakmu, sulit untuk menjadi benar. Jika sepanjang anda bangkit bersama makhluk dan terpaku terhadap apa yang ada di tangan mereka, dengan menarik mereka melalui riya’ dan kemunafikan anda, sungguh tetap tidak benar bagi anda. Sepanjang anda masih ambisi dunia, sepanjang hati anda masih bersiteguh pada selain Allah, tidak ada yang dibenarkan.

Ya Allah berilah kami rizki, untuk senantiasa di sisi-Mu. Tuhan, berikanlah kami kebajikan di dunia, dan kebajikan di akhirat, dan lindungilah kami dari siksa neraka.

[Diambil dari kitab "Fath ar Rabbani" oleh Hazrat Maulana Syaikh Abdul Qadir al Jilani serta dari : http://tarekatqodiriyah.wordpress.com/nasihat-sultan-auliya-syyaikh-abdul-qodir-al-jilani-qsa/]
Satu diantara budak muslim adalah Zunairah, budak Abu Jahl. Karena keyakinannya itulah dia diinterogasi Abu Jahl. "Benarkah kamu telah menganut agama Islam ?" tanya Abu Jahl. "Benar. Aku percaya pada seruan Muhammad, karena itu aku mengikutinya" Jawab Zunairah.

Untuk menggoyahkan keyakinan budaknya, Abu Jahl bertanya pada kawan-kawannya."Hai kawan-kawan, apakah kalian juga mengikuti seruan Muhammad ?"

"Tidaaak" jawab mereka serempak.

"Nah, sekira apa yang dibawa Muhammad itu baik, tentu mereka akan lebih dulu mengikutinya" kata Abu Jahl melecehkan budaknya.

Maka dipukullah Zunairah itu secara keji hingga matanya luka parah dan akhirnya menjadi buta. Melihat mata budaknya menjadi buta, Abu Jahl membujuknya.

"Matamu menjadi buta itu akibat kau masuk Islam. Coba kau tinggalkan agama Muhammad itu, matamu akan sembuh kembali" katanya.

Betapa sakit hati Zunairah mendengar olok-olokan itu."Kalian semua adalah pembohong, tak bermoral. Lata dan Uzza yang kalian sembah itu tak akan bisa berbuat apa-apa. Apalagi memberi manfaat dan madlarat," katanya.

Mendengar itu, Abu Jahl semakin naik pitam.

Maka dipukullah budak itu sekeras-kerasnya dan berkata, "Wahai Zunairah. Ingatlah kepada Lata dan Uzza. Itu berhala sembahan kita sejak nenek moyang kita. Tak takutkah jika mereka nanti murka kepadamu ? Tinggalkan segera agama Muhammad yang melecehkan kita." Kata Abu Jahl.

"Wahai Abu Jahl. Sebenarnya Latta dan Uzza itu buta. Lebih buta daripada mataku yang buta akibat siksaanmu ini. Meski mataku buta, Allah tak akan sulit mengembalikannya menjadi terang, tidak seperti tuhanmu Latta dan Uzza itu" kata Zunairah.

Berkat kekuasaan Allah esoknya mata Zunairah yang buta akibat siksaan Abu Jahl itu kembali sembuh seperti sedia kala. Abu Jahl yang menyaksikannya menjadi terheran-heran. Namun dasar orang tak beriman, dia malah berkata "Ini pasti karena sihir Muhammad" katanya sembari kembali menyiksa budaknya. Untunglah datang Abu Bakar yang lalu memerdekakan Zunairah setelah memberi tebusan kepada Abu Jahl.

Wallahu A'lam Bish-Shawab.

[Dari Buletin Da'wah "AL-FATIHAH" Edisi 271 Tahun ke-7 (2010 M / 1431 H)]
Kita sesungguhnya patut bersyukur jika di tengah semakin tingginya individualisme masyarakat, di tengah gencarnya arus hedonisme dunia, ternyata "memberi" masih berada dalam daftar aktivitas kita sehari-hari. Entah sekedar memberikan salam atau memberikan sebagian harta benda. Akan tetapi, mungkin kita tak pernah mengukur bagaimana derajat pemberian kita. Dengan kata lain, mungkin kita terlupa bahwa ternyata kita seringkali hanya sekedar memberi, memberikan apa yang sudah tidak lagi kita inginkan, memberikan apa yang sudah tak lagi kita butuhkan. Sungguh terpaut jauh dengan kualitas pemberian oleh para sahabat pendahulu Islam.

Dahulu Fatimah RA. rela memberikan kalung yang dimilikinya kepada seorang fakir yang datang kepadanya. Kita tentu juga tidak asing lagi bagaimana QS. Al-Hasyr : 9 yang melukiskan kemuliaan kaum Anshar yang dengan senang hati memberikan pertolongan terbaik kepada kaum Muhajirin. Bercermin pada kehidupan para sahabat, betapa kita melihat untaian kisah indah mereka yang bisa menjadi para pemberi kaliber dunia, yang bukan saja bisa memberi di saat senggang dan sempit, tetapi juga bisa memberikan bagian terbaik dari diri mereka.

Sungguh besar kemuliaan yang terpancar dari pemberian mereka. Memberikan yang terbaik adalah manifestasi keikhiasan dan pengorbanan. Memberikan yang terbaik berarti juga wujud keyakinan kita kepada janji Allah dalam QS. Al-Baqarah : 272 bahwa tak akan pernah dirugikan sedikitpun orang yang menginfaqkan hartanya di jalan Allah. Memberikan yang terbaik pun berarti mensyukuri nikmat Allah SWT. serta mengoptimalkan segala kemampuan dan potensi diri untuk bisa memberikan manfaat buat orang lain. Dan tentu, memberikan yang terbaik adalah bukti nyata cinta seorang muslim kepada saudaranya. Lihatlah, betapa semua keutamaan ini tercermin dalam kualitas pemberian yang begitu tinggi.

Sementara bagi kita agaknya jerat-jerat kehidupan dunia mungkin masih begitu kuat membekap sehingga kita lebih sering memberi sekedarnya, memberikan seperlunya. Sepertinya, logika akhirat para sahabat itu masih di luar rasio kita sehingga teramat susah bagi
kita untuk bisa meniru perilaku generasi terbaik itu. Akan tetapi, bukanlah hal yang mustahil bagi kita untuk bisa mengambil sedikit dari keteladanan para sahabat, sehingga bisa mempersembahkan setiap hal terbaik yang ada dalam diri kita.
Bukanlah mustahil jika suatu saat kita tak lagi sibuk mencari-cari uang recehan tatkala ada pengemis meminta, sementara berlembar-lembar ribuan masih terselip di dompet kita. Semoga kita bukanlah orang yang sibuk membongkar pakaian usang di pojok lemari ketika banjir melanda saudara kita. semoga kita bukanlah orang yang hanya membagi makanan kepada tetangga saat makanan bersisa. Semoga kita bukan lagi termasuk orang yang menjawab salam seadanya, bukan lagi termasuk orang yang berkata seadanya tanpa hendak berpikir mendalam ketika ada seseorang meminta pendapat kita. Sungguh patut kita renungkan perkataan Fudhail bin Iyadh yang mengatakan sudah selayaknyalah kita bersyukur ketika masih ada seseorang yang meminta kepada kita, ketika kita masih bisa memberikan manfaat buat orang lain. Ataukah memang sesungguhnya kita termasuk orang yang tidak pernah bersyukur ?

Wallahu A'lam Bish-Shawab.

[Dari Buletin Da'wah "AL-FATIHAH" Edisi 271 Tahun ke-7 (2010 M / 1431 H)]
Amanat menurut tata bahasa berarti al-wafa (memenuhi) dan wa-di'ah (titipan). Namun, hakikat dari makna amanat menurut syariat agama adalah segala hukum yang ditetapkan Allah (yang telah disampaikan oleh para Nabi dan Rasul).

Memegang atau memikul amanat berarti menaati segala hukum yang telah dibuat Allah dan lenyapnya amanat berarti tidak ditaatinya hukum Allah (baik satu, sebagian, atau semuanya) oleh pemegang amanat.

Ada 3 (tiga) amanat yang utama dari Allah SWT. kepada manusia, yaitu :
  1. Amanat ilmu. Orang yang mempunyai ilmu memiliki tanggung jawab berkaitan dengan ilmunya. Ilmu merupakan amanat dari Allah SWT. yang harus disebarkan dan diajarkan kepada orang yang membutuhkannya. Orang yang belum mempunyai ilmu memiliki kewajiban untuk mencarinya. Wajib untuk dimiliki oleh semua orang, sebab tanpa ilmu, mudah dibodohi oleh orang zalim yang mempunyai keinginan menjajah dan memeras kepada orang bodoh. Selayaknya orang yang pintar, dengan kepintarannya jangan digunakan untuk membodohi orang lain. Namun sebaliknya, untuk digunakan membimbing, mengarahkan, memimpin agar hidupnya selamat. Fungsi ilmu bukan untuk mengkhianati, memfitnah, menzalimi sesama manusia, tetapi merupakan cahaya yang harus dipakai untuk menerangi diri sendiri dan orang lain dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Apabila ilmu digunakan tidak semestinya, pasti bakal jadi senjata makan tuan, akan celaka oleh imunya sendiri. Padahal, seharusnya ilmu gunanya untuk keselamatan diri dan masyarakat luas.
  2. Amanat harta. Harta merupakan satu amanat dari Allah dan merapakan satu alat yang ampuh untuk menciptakan kesejahteraan, keselamatan, dan kebahagiaan semua orang. Perbedaan si kaya dan si miskin jangan terlalu jauh. Harta yang hanya terkumpul di tempat orang kaya akan mengakibatkan keadaan yang tidak aman. Orang yang membutuhkannya sewaktu-waktu akan mengambilnya dengan berbagai cara, bahkan dengan cara tidak halal sekalipun, baik dengan jalan merampas, merampok, mencuri, mencopet, menipu, memalsukan data, maupun menodong. Inilah sebagai salah satu pangkal ketidakamanan. Mendapatkan harta dengan cara yang halal, demikian juga mengeluarkannya. Kalau tidak demikian, akan menyebabkan masalah yang rumit dan sulit untuk dipecahkan. Akibat mendapatkan harta dengan jalan tidak halal, secara tidak langsung akan menyebabkan keresahan dan kerusakan masyarakat. Kaum Muslimin diibaratkan "kal jasadil wahid", seperti satu anggota tubuh, akan terasa oleh semua orang.
  3. Amanat kekuasaan. Kekuasaan merapakan amanat dari Allah SWT. yang diberikan kepada manusia. Seseorang, lembaga, badan, apa pun itu namanya yang sedang berkuasa, selayaknya melindungi dan mengayomi rakyatnya. Undang-undang dibuat untuk menyejahterakan rakyatnya, bukan sebaliknya merugikan dan menyengsarakan rakyat. Hal itu dilakukan hanya demi keuntungan pribadi, kelompok, atau golongannya. Rakyat kembali yang diperas. Harus diingat bahwa ada siang, pasti ada malam, ada gembira juga ada duka, ada senang ada susah. Kalau sekarang sedang senang karena sedang berkuasa, tetapi besok atau lusa, siapa tahu dicabut kekuasannya oleh Yang Mahakuasa, yaitu oleh Allah SWT. Allah SWT berfirman dalam Al-Quran yang artinya, "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia, supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS. An-Nisa : 58) Ayat ini diwahyukan ketika penaklukan Kota Mekah. Pada waktu itu, Rasulullah Muhammad SAW. meminta Utsman bin Thalhah sebagai pemegang kunci Kabah untuk menyerahkan kunci-kunci itu kepadanya. Utsman pun menyerahkan kunci-kunci itu dengan sambil berkata, "Ini amanat untukmu." Kemudian Rasulullah SAW. membuka pintu Kabah dan mengeluarkan semua berhala yang ada di dalam rumah Allah SWT. itu. Pada waktu itu, Abbas RA. (paman Rasulullah) dan Ali RA. meminta agar kunci-kunci itu disimpan oleh keluarga Rasulullah SAW. Namun, Rasulullah SAW. tidak memberikannya. Sebagaimana diriwayatkan oleh Umar RA., Rasulullah SAW. keluar dari Baitullah membacakan ayat 58 Surah An-Nisaa. Beliau mengembalikan kunci-kunci itu kepada Utsman bin Thalhah. Hal ini mengejutkan Utsman, mengingat Rasulullah SAW. sebagai penakluk bisa tetap menyimpan kunci itu selamanya. Utsman menjadi begitu tergerak hatinya oleh perilaku Nabi Muhammad SAW. dan serta merta memeluk Islam. Dari ayat tersebut juga, amanat dan adil begitu berdekatan. Karena orang yang tidak amanah berarti telah berbuat dzalim. Demikian pula orang yang tidak berlaku adil, berarti telah berbuat dzalim. Sedangkan orang-orang yang dzalim tidak akan mendapatkan pertolongan dari siapa pun ketika mendapatkan azab. Sebagaimana firman Allah SWT. dalam Al-Quran surat Ali Imran yang artinya, "Ya Tuhan kami, sesungguhnya barang siapa yang Engkau masukkan ke dalam neraka, maka sungguh telah Engkau hinakan ia, dan tidak ada bagi orang-orang yang dzalim seorang penolong pun." (QS. Ali Imran : 192) Orang yang mendzalimi orang lain tidak akan tenteram hidupnya. Sebaliknya, orang yang didzalimi jeritannya akan didengar dan doanya akan diijabah oleh Allah SWT. Sebagaimana sabda Rasulullah Muhammad SAW. yang artinya, "Tiga golongan yang tidak akan ditolak doanya. Satu, orang yang sedang berpuasa hingga buka puasanya. Kedua, pemimpin yang adil. Ketiga, orang yang didzalimi, doanya akan diangkat oleh Allah di atas mega dan akan dibukakan pintu-pintu langit. Allah berfirman, "Demi keagungan-Ku, pasti Aku akan menolong kepadamu walaupun agak lama (di awal atau akhir)."
Semoga kita diberi kekuatan oleh Allah SWT. untuk melaksanakan tugas berupa amanat dari-Nya. Amin.***

[Ditulis Oleh : ASEP JUANDA, Ketua DKM At-Taqwa di Kecamatan Cihampelas, Kab. Bandung Barat, tulisan ini disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Hari Jumat (Pon) 26 Maret 2010 pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]
Rahman dan rahim adalah dua kata yang berasal dari satu akar kata rahmat yang berarti kasih sayang. Dalam terjemahan bahasa Indonesia, ar-Rahman diartikan dengan Maha Pengasih dan ar-Rahim diartikan menjadi Maha Penyayang. Penyebutan kata ar-Rahman sendiri dalam Al-Quran, sebanyak 57 kali, sementara ar-Rahim sebanyak 114 kali.

Akan tetapi, dalam beberapa hal terdapat perbedaan karakter antara ar-Rahman dan ar-Ra-him. Dalam struktur tata bahasa Arab, kata rahman itu satu wazan (pola) dengan akar kata fa'lan, dan ini menunjukkan kepada sifat yang sementara. Seperti kata athsyan dalam bahasa Arab yang berarti haus, atau kata gadhban yang berarti marah. Seseorang ketika haus atau marah, berarti itu insidental (sementara) dan tidak selamanya.

Sementara kata rahim, itu satu wazan dengan akar kata failun, yang berarti tetapnya sifat atau keadaan sesuatu. Seseorang disebut tawilun yang berarti tinggi karena memang tinggi badannya, misalnya mencapai 175 sentimeter. Atau, seseorang disebut kabirun karena memang dia besar badannya. Atau, seseorang disebut jamilun karena seseorang itu ganteng. Dalam sebuah ungkapan disebutkan, "Sesungguhnya Allah itu adalah Rahman ad-dunya dan Rahim al-akhirat" Allah SWT disebut ar-Rahman, itu berarti kasih sayang yang ada sekarang di dunia itu sifatnya sementara dan diberikan kepada seluruh makhluk, baik itu hewan, tumbuhan, maupun kepada jin dan manusia yang Muslim atau non-Muslim.

Sementara ar-Rahim Allah, yaitu kasih sayang Allah yang bersifat kekal dan abadi akan kita dapatkan nanti di akhirat dan hanya diberikan kepada orang Mukmin, tidak kepada yang lainnya. Dalam hadis riwayat Muslim disebutkan, "Sesungguhnya Allah memiliki 100 (seratus) rahmat, di antaranya 1 (satu) rahmat yang dengannya setiap makhluk saling menyayangi, dengannya pula binatang-binatang buas menyayangi anaknya, dan ada rahmat lainnya sebanyak 99 (sembilan puluh sembilan) yang akan diberikan nanti di hari kiamat."

Oleh karena itu, jika rahmat Allah yang berjumlah satu di dunia itu dicari dan dibutuhkan semua orang dan makhluk lainnya, dengan tidak mengenal lelah, di mana dan kapan pun akan dicarinya. Andai satu kali gagal, senantiasa dicobanya berulang-ulang tanpa putus asa. Akan tetapi, kenapa untuk meraih rahmat yang berjumlah 99 (sembilan puluh sembilan), manusia kurang memperhatikan, dan tidak sungguh-sungguh dalam mencarinya. Bahkan, justru dikalahkan dengan pencarian 1 (satu) rahmat. Sungguh bodoh orang yang meninggalkan keuntungan yang jumlahnya 99 (sembilan puluh sembilan) persen dan memburu keuntungan yang hanya 1 (satu) persen.

Rasulullah Muhammad SAW. bersabda, "Sejelek-jeleknya kedudukan manusia di sisi Allah pada hari kiamat, ialah orang yang mengorbankan akhiratnya untuk memburu dunia yang lainnya." Maka dengan membaca bismillah, hendaklah juga terbayang dalam benak kita, akan kebutuhan rahmat Allah yang begitu besar sekaligus kita memprogramkannya untuk meraih rahmat Allah yang 99 (sembilan puluh sembilan) persen itu.

Kalau kita memiliki semangat untuk melaksanakan shalat wajib di awal waktu, rela meninggalkan pasar atau toko untuk sementara waktu, rajin melakukan ibadah sunat selain yang fardhu, ada kepeduliankepada orang miskin, rela menyisihkan sebagian harta untuk membantu mereka, tekun mencari ilmu tidak ragu meninggalkan perkara haram walau sangat menggiurkan, itu pertanda bahwa kita akan meraih rahmat Allah yang 99 persen.

Sebaliknya, jika kita masih lalai melakukan shalat, tidak merasa terpanggil dengan adzan sebagai undangan langsung dari Allah, tidak tertarik untuk membaca Al-Quran, jarang menghadiri pengajian karena kesibukan duniawi, siang malam hanya memikirkan urusan dunia, tidak perduli halal atau haram, itu semua adalah indikasi kita tidak tertarik untuk menggapai rahmat Allah yang 99 (sembilan puluh sembilan) persen. Kita lebih terlena memilih kehidupan dunia dan meninggalkan kehidupan akhirat.

Allah telah menetapkan kasih sayang terhadap diri-Nya, "Katakanlah, kepunyaan siapakah apa yang ada di langit dan di bumi. Katakanlah, kepunyaan Allah. Dia telah menetapkan atas Diri-Nya kasih sayang. Dia sungguh akan menghimpun kamu pada hari kiamat yang tidak ada keraguan padanya. Orang-orang yang meragukan dirinya mereka itu tidak beriman." (QS. Al-An'am : 12)

Jika Allah bermaksud untuk membinasakan manusia dengan mencabut rahmat Allah di dunia, hal itu sangatlah mudah bagi Allah karena Dia-lah Penguasa langit dan bumi.

Jika gunung es yang ada di kutub utara dan selatan mencair karena suhu bumi meningkat disebabkan lapisan ozon banyak yang bolong, permukaan laut diperkirakan akan bertambah sekitar 70 (tujuh puluh) meter. Tidak terbayang akan berapa banyak kota yang terendam air laut ? Apabila suhu bumi meningkat 50-60 derajat Celsius atau suhu bumi menurun 20-30 derajat Celsius di bawah nol, bagaimana beratnya kehidupan ini ? Atau, jika oksigen berkurang atau hilang, manusia hanya mampu bertahan hidup selama lima menit. Itu semua sangatiah mudah bagi Allah untuk melakukannya.

Jika air hujan turun dengan rasa asin karena berasal dari air laut yang mengandung garam, akan seperti apa kehidupan di dunia ini. Allah berfirman, "Kalau Kami kehendaki, niscaya Kami jadikan dia asin, mengapakah kamu tidak bersyukur ?" (QS. Al-Waqi'ah : 70)

Atau, kekeringan yang pernah dirasakan oleh sebagian benua di dunia. Allah berfirman, "Katakanlah, terangkanlah kepada-Ku jika sumber air kamu menjadi kering. Maka siapakah yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu ?" (QS. Al-Mulk : 30)

Banyak kejadian tenggelamnya kapal di laut atau pesawat yang jatuh dari udara. Semua itu adalah hal yang mudah bagi Allah. Firman-Nya, "Dan jika Kami menghendaki niscaya Kami tenggelamkan mereka, tiadalah bagi mereka penolong dan tidak pula mereka diselamatkan. Tetapi (kami selamatkan mereka) karena rahmat yang besar dari Kami dan untuk memberikan kesenangan hidup sampai kepada suatu ketika." (QS. Yasin : 43-44)

Manusia harus sadar diri bahwa benda-benda yang ada di langit semuanya tertahan untuk tidak jatuh ke bumi dengan izin Allah. Firman Allah, "Apakah kamu tiada melihat bahwasanya Allah menundukkan bagimu apa yang ada di bumi dan bahtera yang berlayar di lautan dengan perintah-Nya. Dan Dia menahan (benda-benda) langit jatuh ke bumi; melainkan dengan izin-Nya ? Sesungguhnya, Allah benar-benar Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia." (QS. Al-Hajj : 65)

Apakah manusia masih harus menunggu banyak kejadian alam untuk sadar diri bahwa Allah SWT. itu adalah Arhamar-Rahimin (Maha Pengasih Maha Penyayang) ?***

[Ditulis Oleh KH. ACENG ZAKARIA, Ketua Bidang Tarbiyyah PP. Persis dan Pimpinan Pondok Pesantren Persis 99 Rancabango Garut serta disalin dari Harian "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Pahing) 25 Maret 2010 pada kolom "CIKARACAK"]
Dari Sahabat JABIR BIN ABDILLAH AL-ANSHARI RA. pada suatu ketika pernah mendengar RASULULLAH MUHAMMAD SAW. bersabda bahwa Malaikat JIBRIL AS. memberikan 7 (tujuh) pesan berharga sebagai berikut :
  1. Hendaklah berbuat baik kepada tetangga, sampai dikira tetangga dapat menjadi ahli waris.
  2. Hendaklah memperlakukan istri tercinta sebaik mungkin, sampai dikira sangat haram menceraikan istri.
  3. Hendaklah sebaik mungkin memperlakukan para budak. sampai dikira suatu waktu mereka harus dibebaskan.
  4. Hendaklah selalu melakukan siwak (gosok gigi), sampai dikira siwak berhukum wajib dilakukan.
  5. Hendaklah selalu melaksanakan shalat berjama'ah, sampai dikira bahwa Allah tidak akan menerima shalat kalau tidak dilaksanakan secara berjama'ah.
  6. Hendaklah selalu melaksanakan shalat Tahajud, sampai dikira tak ada waktu tidur di malam hari.
  7. Hendaklah senantiasa berdzikir kepada Allah SWT., sampai dikira tidak ada lagi ucapan yang bermanfaat selain harus selalu berdzikir kepada Allah SWT. hingga akhir hayat.
Bismillahirrahmanirrahim......

Kalau tiada orang yang mau mendengar kalam bicara dakwahmu. Teruskanlah menyampaikan, karena seluruh alam memahaminya. Malah seluruh alam akan gembira mendengar dan menyahut kalam-kalam yang mengagungkan Tuhan.

Aku sering terpaku, jika ucapan seseorang yang kuanggap layak diteladani, kadangkala banyak yang tak selaras dengan perbuatannya.
Tidak sepadan dengan tingkah lakunya.
Ia memberi nasehat, tapi ia mengabaikannya.
Ia menganjurkan untuk bersikap bijak dan berperangai baik, tapi ia menghardik.
Ia bilang mencela orang itu tidak dibenarkan, tapi ia begitu lancar mengumpat orang lain yang tidak ia sukai sikap dan perbuatannya.

Aku selalu belajar dari apa yang ku saksikan, apa yang ku baca, dan apa yang ku dengar.
Aku selalu mengambil jarak jika berhadapan dengan orang yang selalu menyalahkan, orang yang selalu merasa benar.
Aku tak ingin menjauhi suara orang yang dibenci. Aku tak ingin menjauhi suara orang yang diabaikan. Tapi aku mendengar semuanya.
Suara mereka adalah cermin dari sebuah perjalanan.

Orang bijak selalu bersikap lemah lembut, tapi punya sikap.
Orang bijak lebih banyak memberi, tanpa pernah mau meminta.
Pantang Meminta dan Pantang Menolak.
Orang bijak selalu disenangi oleh siapapun, tapi punya keyakinan.
Orang bijak mampu merayu, tapi tanpa menyakiti.
Orang bijak mampu mengajak, tanpa pernah sedikitpun memaksa.
Dan sungguh aku hanya bisa akrab dengan orang seperti itu....
NASIHAT SPRITUAL
ASY-SYAIKH MAULANA SYAIKH ABDUL QADIR ALJILANI

Allah Azza wa-Jalla Ta’ala telah memberi penjelasan tentang 2 (dua) Perjuangan : Perjuangan Dzahir dan Perjuangan Batin.

Jihad Batin adalah perjuangan melawan hawa nafsu, watak nalurinya, setan serta taubat dari kemaksiatan, dosa-dosa, dan meninggalkan hal-hal yang menyenangkan yang diharamkan. Sedangkan Jihad Lahir adalah Jihad melawan orang-orang kafir yang kontra terhadap Allah dan Rasul-Nya, melalui senjata dan berperang.

Jihad Batin itu lebih sulit dibanding Jihad Lahir, karena Jihad Batin itu dilakukan terus menerus dan menjadi keharusan. Bagaimana tidak lebih sulit ? Sebab Jihad Batin berarti memutuskan segala kecenderungan nafsu yang dilarang, menjauhinya, dan menjalankan seluruh perintah Allah serta menjauhi larangan-Nya.

Siapa pun yang bisa meraih perjuangan lahir batin berarti ia mendapatkan kemenangan dunia dan akhirat. Luka-luka yang menimpa jasad syuhada’, seperti luka ditangan anda, tak berasa. Sedangkan mati di tangan Mujahid yang melawan nafsunya, yang bertobat dari dosanya, seperti minuman dingin di mata orang yang haus dahaga.

Wahai kaum Sufi, tak ada yang membebanimu, kecuali Allah akan memberikanmu sesuatu yang lebih baik dibanding bebanmu. Setiap saat mestinya punya makna khusus di hatimu untuk Allah, baik berkait dengan perintah maupun larangan-Nya. Berbeda dengan kebanyakan makhluk dan orang-orang munafik yang menjadi musuh-musuh Allah Azza wa-Jalla, karena kebodohan dirinya terhadap kebenaran dan sikap bermusuhannya terhadap Allah Ta’ala, mereka masuk ke neraka.

Bagaimana mereka tidak masuk neraka ? Sedangkan mereka di dunia kontra terhadap Allah Ta’ala, mengikuti keselarasan nafsunya, egonya, tradisinya, setan-setannya, mendahulukan kepentingan dunianya dibanding akhiratnya.

Bagaimana tidak masuk neraka ? Mereka telah mendengarkan ayat-ayat Al-Qur’an, tidak beriman, tidak mengamalkan perintah-Nya dan tidak menjauhi larangan-Nya. Wahai kaumku, berimanlah dengan Qur’an ini, amalkan dan ikhlaslah dalam mengamalkannya, tidak untuk diteriakkan, dan jangan sampai kalian munafik dalam amaliahmu, jangan sampai mencari pujian dari makhluk dan mencari balas budi mereka.

Sedikit sekali orang yang beriman dan Qur’an diamalkan benar-benar demi Wajah Allah. Karenanya betapa minoritasnya kaum muhklisin, dan betapa banyaknya kaum munafik. Bahkan betapa kalian ini sangat malas dalam ketaatan kepada Allah Azza wa-Jalla, justru kalian lebih semangat taat kepada musuhmu, yaitu setan yang dirajam.

Kaum Sufi senantiasa berharap, dalam detik-detiknya tidak lepas dari tugas-tugas Allah azza wa-Jalla. Mereka benar-benar mengetahui bahwa kesabaran terhadap tugas dan ketentuan-Nya serta takdir-Nya, itu merupakan limpahan kebajikan dunia akhirat, yang berarti berselaras dengan kehendak dan tindakan-Nya, kadang ia bersabar, kadang pula ia bersyukur, kadang dalam nuansa dekat dan kadang merasa jauh, kadang dalam kesibukan yang penat kadang pula dalam rasa ringan, kadang dalam limpahan kekayaan dan kadang dalam kemiskinan, kadang sehat kadang sakit. Seluruhnya tidak lepas dari kebersamaannya dengan Allah Azza wa-Jalla. Itulah yang paling penting bagi mereka, harapan bagi kesalamatan mereka dan keselamatan makhluk lain ketika bersama Sang Khaliq Azza wa-Jalla, dan mereka terus menerus memohon kepada-Nya bagi kemaslahatan manusia. Anak-anak sekalian.

Jadilah kalian ini selalu berpijak pada yang benar, maka kalian akan cemerlang. Jika kalian benar dalam hukum, kalian fasih dalam pengetahuan. Jika kalian benar dalam batin, akan fasih dalam lahir. Seluruh keselamatan ada dalam ketaatan, yaitu menjalankan perintah dan menjauhi larangan, bersabar atas seluruh ketentuan-Nya. Siapa yang memohon ijabah dari Allah maka Allah Ta’ala akan mengijabahi, siapa yang taat pada-Nya maka seluruh makhluk pun taat kepadanya.

Wahai jamaahku. Terimalah dariku, aku yang menasehatimu. Aku mendampingimu, dan mendampingi apa yang yang diberlakukan oleh Allah kepadaku dan kepadamu. Jangan sampai kalian mencurigaiku, karena aku hanya ingin kebahagiaanmu sebagaimana kebahagiaanku. Rasulullah SAW. bersabda : "Orang beriman tidak akan sempurna keimanannya sampai ia berhasrat agar saudaranya muslim mendapatkan apa yang didapatkannya." Inilah sabda junjungan dan panutan kita, yang membimbing kita dan mensyafaati kita. Seorang pemuka para Nabi dan Rasul, para shiddiqin, dari masa Adam as, sampai hari kiamat kelak. Betapa kesempurnaan iman telah terhalang oleh kehendak orang yang tidak mencintai saudaranya yang muslim sebagaimana mencintai dirinya sendiri.

Bila anda mencintai diri anda, anda akan memakai pakaian terbaik, makanan paling lezat, tempat tinggal paling elok, harta yang banyak, kenapa anda tidak bersikap seperti itu untuk sahabat anda yang muslim. Berarti anda sungguh pendusta, jika anda mengaku telah sempurna iman anda.

Wahai orang yang mau berfikir, lihatlah tetanggamu miskin, sedangkan anda punya harta. Mereka wajib menerima zakat anda, bahkan setiap hari anda memetik laba anda, bahkan sangat berlebih dari sekadar kecukupan sehari-hari, lalu anda menghalangi untuk memberikan harta anda, sementara mereka pun si miskin itu tetap rela dengan kekuarangannya. Namun karena hawa nafsumu, setanmu ada di belakangmu, yang membuat anda sulit berbuat baik, sedangkan ambisi anda terus bergolak untuk harta dunia anda, iman dan ketaqwaan sangat minim, sungguh anda telah melakukan kemusyrikan melalui harta dan sesama makhluk. Sementara tak ada kebajikan pada dirimu.

Siapa saja yang banyak kesenangannya pada dunia, ambisinya liar sampai lupa maut, lupa kelak bertemu Allah, tidak bisa membedakan yang halal dan yang haram, sesungguhnya orang itu telah serupa dengan orang-orang kafir. Mereka katakan : "Tidak ada kecuali kehidupan dunia, dimana kami mati dan hidup. Tak ada yang menghancurkan kami kecuali sang waktu." (QS. Al-Jatsiyah : 24) Seakan-akan anda ini seperti bagian dari mereka, hanya saja anda menggunakan baju Islam, dan anda telah mengalirkan darah anda dengan dua syahadat, anda ikut shalat, puasa, hanya sebagai tradisi kebiasaan, bukan sebagai ibadah. Tampaknya dimata khalayak anda orang yang bertaqwa, sedangkan hatimu pengecut, dan itu sama sekali tidak berguna.

Wahai kaum Sufi, sungguh mana berguna bagimu, lapar dan dahaga di siang hari, sedang di malam hari anda memakan barang haram. Puasa di siang hari, maksiat di malam hari. Anda mencegah untuk minum di siang hari lalu anda berbuka dengan darah kaum muslimin. Diantara kalian puasa di siang hari, fasik di malam harinya. Rasulullah SAW. bersabda : "Ummatku tidak akan hina sepanjang memuliakan bulan Ramadlan." (HR. Muslim)

Mengagungkan bulan Ramadlan itu dengan ketaqwaan, dan berpuasa hanya untuk Allah Ta’ala disertai menjaga batas syariat. Anak-anak sekalian. Berpuasalah. Dan ketika berbuka, bagilah bukamu dengan kaum miskin. Jangan anda makan sendiri, jika anda makan sendiri, dikawatirkan anda tertimpa kesulitan dan kemiskinan.Wahai kaumku: Anda semua kenyang sementara tetangga anda lapar, sedangkan anda mengaku sebagai orang beriman. Imanmu tidak sah, ketika makanan berlimpah sedangkan ada sang miskin sedang di pintumu lalu anda menolaknya. Dalam sekejap tersebar berita anda, dan sekejab pula anda bisa jatuh miskin, anda pun ditolak dimana-mana ketika meminta.

Sungguh perhatikan ! Semestinya anda himpun 2 (dua) hal apa yang ada di tanganmu dan sekaligus tangan lain memberikan. Tawadlu’ (rendah hati) ketika anda bangkit, dan memberikan harta di satu sisi. Nabi kita Sayyidina Muhammad SAW., memberi orang yang meminta dengan tangannya, dan beliau juga memerah sendiri air susu onta, memerah susu kambing, dan menjahit bajunya. Bagaimana kalian mengaku mengikuti jejaknya, sedangkan anda anda justru kontra dengan beliau baik dalam tindakan, ucapan dan perbuatan ? Anda membuat pengakuan tanpa bukti ? Kalau anda Yahudi sejati mestinya sangat patuh pada Taurat yang benar, begitu juga kalau anda muslim sejati mestinya memenuhi syarat-syarat ke-Islaman anda, jika tidak jangan mengaku-aku sebagai muslim sejati. Mestinya anda memenuhi syarat ke-Islaman, hakikat ke-Islaman, yaitu menyerahkan sepenuhnya dirimu di hadapan Allah Azza wa-Jalla. Pedulilah kepada makhluk, sampai akhirnya Allah peduli padamu. "Cintailah orang yang ada di muka bumi, sampai mencintaimu yang di langit." Sepanjang dirimu tegak dengan dirimu, kamu tidak akan sampai ke maqom ini.

Sepanjang kamu masih memelihara hasrat dan kesenangannya kamu pasti berada dalam tali ikatannya, dan mencegahmu untuk sampai kepada Allah. Karena kamu hanya sampai pada bagian ego nafsumu dengan kehancurannya. Hak nafsu itu adalah kesenangan berpesta, berpakaian, minum dan tempat yang nyaman di dalamnya, bagiannya adalah kelezatan dan syahwat. Maka ambillah dengan tangan syariat. Sepanjang anda mengambil itu menurut kadar dan kepastian dari Allah Azza wa-Jalla, maka boleh anda makan. Duduklah di pintu syariat dan berbaktilah, anda akan bahagia. Allah SWT. telah berfirman : "Apa yang datang dari Rasul, maka ambillah dan apa yang dilarang darinya, hindarilah." (QS. Al-Hasyr : 7)

Terimalah dengan riang dan ringan, dan benamkan dirimu padanya. Jika banyak yang anda dapat dari kepastian-Nya, sebagaimana ilmu-Nya, maka disanalah anda berada. Jika anda menerima dengan gampang, anda tidak akan hancur, bahkan tak akan pernah luput dari anugerah pemberian-Nya.

Hasan al Bashri berkata, "Cukuplah bagi orang beriman, sekadar makanan ringan, cukuplah kurma jelek dan seteguk air." Orang beriman itu makan untuk kekuatan tubuh, orang munafik makan untuk menikmati makanan. Orang beriman mengkonsumi makanan karena ia butuh kekuatan melintasi jalan menuju tempat, dimana tempat itu justru seluruh kebutuhannya tercukupi, karenanya ia makan hanya sekadar kuat saja. Sedang orang munafik memang tidak punya tempat, tidak punya tujuan hidup. Betapa banyak hari-hari dan bulanmu teledor. Usiamu kalian potong tanpa manfaat. Aku melihat kalian tidak teledor dengan duniamu, sementara kalian teledor dengan agamamu. Berbaliklah, kalian akan berpijak pada kebenaran. Dunia tidak akan abadi bagi siapa pun, begitu pula bagimu. Apakah kalian masih punya harapan hidup bersama Allah Azza wa-Jalla ?

Oh betapa minimnya pikiranmu. Betapa banyak orang menumpuk dunianya, membangun dunianya, sementara di satu sisi ia merobohkan bangunan akhiratnya, dengan mengumpulkan dunia dan membuang agamanya. Benar-benar dramatik terjadi antara dirinya dan Allah Azza wa-Jalla, ia malah mendendam kepada Tuhannya dan lebih ridlo kepada makhluk-Nya. Kalau dia tahu bakal mati dalam waktu dekat, hadir di hadapan-Nya, ia pun juga dihisab atas seluruh perbuatannya, maka tidak ada yang banyak dari jumlah amalnya.

Dari Luqmanul Hakim RA., berkata pada putranya, : "Wahai anakku, sebagaimana engkau sakit, kalian tidak tahu bagaimana tiba-tibanya penyakit. Demikian pula kalian mati dan kalian tidak tahu bagaimana anda nanti mati. Aku peringatkan pada kalian dan aku hindarkan kalian. Tapi kalian tidak pernah perhatikan, tidak pernah menghindari. Kalian malah lenyap dari kebaikan sibuk dengan dunia. Sebentar lagi anda tua, dan dunia tidak ada gunanya, bahkan semua yang anda kumpulkan jadi bebanmu. Anak-anak sekalian, semestinya kalian menanggung tugas dan memutuskan kejahatan. Kalimat kejahatan akan bercabang, jika kalian bicara, lalu saling bersahut, datang pula kalimat sepadannya, lalu hadir keburukan diantara kalian. Hanya sedikit makhluk yang mengajak ke pintu Allah Azza wa-Jalla, dan mereka ini sebagai bukti dan argument kebenaran atas mereka. Jika khalayak tidak menerima, maka kaum mukmin akan meraihnya sebagai nikmat, tapi derita bagi kaum munafik, mereka ini adalah musuh-musuh Allah Azza wa-Jalla."

Ya Allah semoga Engkau berikan kebajikan bersama Tauhid, dan sirnakan kami dari makhluk dan selain Diri-Mu secara total.

Wahai orang yang bertauhid, wahai orang yang masih musyrik, sesungguhnya di tangan para makhluk itu tak berarti apa-apa. Sebuah kemuliaan di mata penguasa, para raja, orang-orang kaya, semua itu hakikatnya di tangan Allah SWT. Hati mereka berada di Tangan-Nya, terserah Dia membolak balikkannya. "Tak ada sesuatu pun yang menyamai-Nya, dan Dia Maha Mendengar dan Melihat." (QS. Asy-Syuuro : 11)

Jangan manjakan dirimu, ia bisa memakan jiwamu, seperti orang yang mendidik anjing dan memanjakannya, suatu ketika lengah anjing itu akan memangsanya pula. Jangan kau andalkan senjata nafsumu dan jangan pula mengasah ketajamannya, karena akan mengenai dirimu di wadah kehancuran ketika nafsu mengkhianatimu. Potonglah isi nafsu dan jangan melewati syahwatnya.

Ya Allah tolonglah kami atas nafsu-nafsu kami. Ya Tuhan berikanlah kami kebajikan di dunia dan kebajikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka.

[Disalin dari : http://tarekatqodiriyah.wordpress.com/nasihat-sultan-auliya-syyaikh-abdul-qodir-al-jilani-qsa/]
"Labbaik Allahumma labbaik. Labbaika laa syarika laka labbaik. Innal hamda wanni'mata laka walmulk. Laa syarika lak." Bacaan talbiah tersebut tak henti-hentinya diucapkan jemaah haji maupun umrah. Bahkan saat manasik pun, bacaan itu bergema seakan-akan menembus batas langit. Sungguh sebuah bacaan yang menggetarkan hati bagi orang yang mengucapkan maupun mendengarnya.

Merujuk kepada Zainurrofieq (penulis buku "Mukjizat Ka'bah"), terdapat 4 (empat) inti yang bergerak menuju gelombang kekuatan jiwa sebagai berikut :
  1. Tauhid karena bacaan yang sangat kental dalam talbiah adalah kalimat tauhid "Laa syarikalak" (tidak ada sekutu bagi-Mu). Allah SWT. menginginkan bagi para tamu Allah yang hadir dalam "undangan-Nya", untuk sama-sekali mengosongkan hati dari sifat syirik atau menyekutukan-Nya. Manusia datang untuk melaksanakan ibadah umrah maupun haji bukan dengan tujuan mencari gengsi, merasa gagah, sekadar berwisata, apalagi mengambil barang-barang yang dianggapnya keramat. Haji dan umrah mutlak untuk menghambakan diri kepada Allah yang telah memerintahkan pelaksanaan haji maupun umrah.
  2. Talbiah bermakna syukur, yakni dalam kalimat "Innal Hamda" (sesungguhnya segala puji milik Allah). Kalimat ini mengindikasikan ungkapan terima kasih atau syukur hanyalah diperuntukkan kepada Allah Rabbul Izzati. Nikmat itu termasuk dapat melaksanakan ibadah umrah maupun haji. Dengan ungkapan talbiah itu, Allah menginginkan agar siapa pun yang melaksanakan ibadah umrah dan haji, mengingat bahwa semua kenikmatan itu hanyalah dari Allah SWT. Dalam haji maupun umrah, Allah menginginkan kita untuk sejenak berpindah dari rumah "materialistik" menuju rumah Allah (Baitullah). Menumbuhkan rasa syukur adalah kunci menuju ketenangan dan kebahagian hidup yang berlimpah. Tidak ada istilah kekurangan ketika kita melaksanakan syukur dengan mengeluarkan rezeki di jalan Allah.
  3. Sabar karena dalam menjalani ibadah haji maupun umrah mengajarkan kaum Muslimin untuk bersabar. Hal ini terindikasikan dari kalimat "wanni'mata" (dan kenikmatan). Allah mengingatkan manusia sering lupa kala mendapatkan kenikmatan. Manusia selalu memiliki kecenderungan untuk lupa diri, dengan selalu merasa mendapatkan sedikit nikmat, atau justru merasa tinggi karena lebih dari orang lain. Dalam menjalani ibadah haji atau umrah, kita akan dihadapkan kepada banyak ujian dan persoalan yang bisa mengganggu kemurnian dan kekhusyukan ibadah. Bisa jadi rencana yang matang malah menjadi hancur karena hati kita kurang sabar. Kita menjadi cepat marah atau cepat tersinggung akibat harus antre lama atau terpaksa shalat di bawah terik sinar matahari. Demikian pula ketika harus berdesak-desakkan ketika melaksanakan tawaf, sai maupun salat wajib sekalipun. Meski ibadah umrah tidak sepadat saat musim haji, tetap harus berdesak-desakkan karena jutaan manusia berkumpul dalam satu tempat, baik di Masjidil Haram maupun Masjid Nabawi.
  4. Makna talbiah adalah tawakal yang terwakili dalam kalimat "wal mulk" (dan seluruh kerajaan atau kekuasaan). Pelajaran yang harus kita petik adalah rasa ketergantungan manusia terhadap Allah SWT. di tanah suci harus ditingkatkan. Bahkan, tak jarang kita hanya bisa pasrah kepada Allah, misalnya ketika tergencet saat akan mencium Hajar Aswad. Ketika menghadap Ka'bah, tidak ada alasan bagi siapa pun untuk merasa dirinya lebih berkuasa dari orang lain. Semua harus benar-benar tunduk dan patuh hanya kepada Allah SWT. Diharapkan ketika sabar dan tawakal terbina selama haji ataupun umrah akan menjadi "oleh-oleh" utama yang harus diterapkan ketika berada di tanah air. Jangan sampai kita mendekat kepada Allah ketika sedang suka, tetapi saat duka langsung menjauh.
Dengan demikian, talbiah yang kita dengungkan tidak menjadi sebuah untaian kalimat bagus yang kosong dari makna. Karena sesungguhnya, talbiah itu adalah modal dasar menuju pemahaman dari untaian ibadah haji dan umrah, tentu untuk menggapai makna talbiah tersebut. Namun, kita haras tetap berusaha karena pelatihan sesungguhnya adalah ketika lepas dari pelatihan itu sendiri. Haji maupun umrah adalah pelatihan terbaik.

Untuk menggapai 4 (empat) nilai tersebut di atas, seorang jemaah haji maupun umrah selayaknya mempersiapkan jauh-jauh hari sebelum keberangkatan, baik persiapan fisik dan lebih utama lagi persiapan batin. Ada beberapa persiapan batin, yaitu tetapkan niat dan tujuan haji maupun umrah semata-mata karena Allah SWT. Selain itu, kita harus meninggalkan rafats (ucapan kotor atau tidak berguna), fusuq (maksiat, keluar dari ketaatan kepada Allah), dan jidal atau berbantahan dan bertengkar. Di lain pihak, perbanyak rendah hati, lemah lembut, mengutamakan kebaikan, berbaik sangka, dan tabah dalam menghadapi perbuatan yang tidak menyenangkan dan menyakitkan.

Semoga ibadah umrah yang akan kita kerjakan menjadi pelatihan berharga untuk menghadapi kehidupan di dunia dan akhirat. Amin.***

[Ditulis oleh : H.D. SODIK MUDJAHID, pendiri Biro Perjalanan Haji Plus dan Umrah "Qiblat Tour" dan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) "Qiblat Darul Hikam", serta disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Selasa (Kliwon) 23 Maret 2010 pada kolom "UMRAH & HAJI"]