PERSAHABATAN YANG TULUS

Abu Sulaiman Darami berkata, "Jangan sekali-kali engkau bersahabat kecuali salah satu dari dua macam ini. Pertama, orang yang dapat engkau ajak bersahabat dalam urusan duniamu dengan jujur. Dan, kedua orang yang karena bersahabat dengannya engkau memperoleh kemanfaatan untuk urusan akhiratmu."

Islam sangat menjunjung tinggi persahabatan. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW. : "Tidakkah engkau beriman sehingga engkau mencintai sesama saudaramu sebagaimana engkau mencintai dirimu sendiri." Wujud refleksi cinta bukan hanya dalam sikapnya untuk selalu membela sesama saudaranya, tetapi tampak pula dari tutur katanya yang lemah lembut, caranya bicara yang sangat waspada. Dia takut apabila ada orang lain tersakiti hatinya karena lidahnya, walau dalam bercanda atau senda gurau sekalipun. Lihatlah tanda-tanda persaudaraan itu; ketika kita memberi sesuatu maka dia akan menerimanya dengan rasa haru. Ketika kita dalam kesulitan, dialah orang pertama yang menawarkan diri untuk meringankan beban. Ketika dalam kegelapan, dialah manusia paling merasa bersalah karena merasa tidak memberikan pelita.

Penderitaannya bukanlah karena dirinya lapar atau sakit merintih dalam rasa nyeri. Penderitaan yang dia rasakan adalah ketidak berdayaannya ketika melihat saudaranya kedinginan mengerang kelaparan; menanggung beban hidup berkepanjangan. Kebahagian baginya adalah apabila dia bisa bagaikan cahaya yang menerangi sekitarnya.

Renungkanlah, ketika Rasulullah SAW. menjerit karena sakit yang tak tertahankan tatkala malaikat mencabut nyawa Beliau. "Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku." Tubuh Rasulullah SAW. mulai dingin, kaki dan dada beliau sudah tak bergerak. Bibir beliau bergetar seakan hendak menyampaikan sesuatu. Saydina Ali bin Abi Thalib RA. segera mendekatkan telinga beliau. "Uushikum bishshalati, wa ma malakat aimanukum (peliharalah shalat dan santuni orang-orang lemah diantaramu)." Puteri kesayangan beliau, Sayyidatina Fatimah az-Zahra, menutupkan tangan ke wajahnya, sementara Saydina Ali bin Abi Thalib RA. kembali mendekatkan telinga ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan, "Ummatii, ummatii, ummatii (umatku, umatku, umatku)," bisik Rasulullah SAW.

Begitulah ketulusan cinta Rasullah SAW. kepada kita. Di antara sakaratul maut Beliau, kita sebagai umat yang pertama kali diingatnya. Betapa ikhlasnya perjuangan dan pengorbanan Rasulullah SAW.; hanya berharap dapat memberikan kebaikan yang terbaik bagi kita. Sebagai umatnya, sudahkah kita bisa dengan tulus mengasihi sesama, seperti dicontohkan Beliau ?

Lihatlah sekeliling kita; banyak nian sahabat bahkan kawan-kawan kita yang masih akrab dengan kesulitan hidup bahkan hanya untuk berteduh pun, mereka tak punya tempat yang pantas dan layak. Akankah kita berdiam diri dan menutup mata dengan realitas kehidupan seperti ini...?

Wallahu A'lam Bish-Shawab.

[Disalin dari Buletin Da'wah "AL-FATIHAH" Edisi 270 Tahun ke-7 (2010 M/ 1431 H)]