POTENSI MANUSIA SEBAGAI PENGEMBAN AMANAT


إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ ۖ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا
"Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh" (QS. Al-Ahzab : 72)

Dalam tafsir al-Mishbah, disebutkan : “Thabathaba’i menjawab bahwa kezaliman dan kebodohan walaupun keduanya merupakan sesuatu yang buruk dan mengundang kecaman terhadap pelakunya, tetapi keduanya itu juga merupakan sebab yang menjadikan seseorang dapat memikul amanat (beban Ilahiah) itu, karena sifat kezaliman dan kebodohan, hanya dapat disandang oleh siapa yang dapat menyandang sifat adil dan ilmu.”[Quraish Shihab, Tafsir Mishbah Vol.11, h.334-335].

Sebagai salah satu makhluk ciptaan Allah "manusia" memang memiliki potensi untuk menerima amanah. Hanya saja potensi ini memiliki 2 (dua) sisi, baik dan buruk. Keberadaan 2 (dua) sisi ini pulalah yang menyebabkan manusia memerlukan petunjuk jalan yang akan mengembalikan mereka pada Sang Maha Absolut. Berbeda dengan langit, bumi dan gunung-gunung yang hanya bisa patuh (dalam tafsir al-Mishbah, maksud penolakan makhluk-makhluk tersebut adalah karena ketiadaan potensi untuk menanggung amanah), manusia memiliki kehendak bebas, yang menyebabkan kemungkinan terjadinya banyak kesalahan.

Sesungguhnya Allah SWT. sangat mengenal ciptaan-Nya seperti manusia dan yang lain-lainnya. Potensi apa saja yang dimiliki oleh setiap ciptaan-Nya yang disebut "manusia" itu, sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran :

هَلْ أَتَىٰ عَلَى الْإِنْسَانِ حِينٌ مِنَ الدَّهْرِ لَمْ يَكُنْ شَيْئًا مَذْكُورًا
"Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut ?" (QS. Al-Insan : 1)

إِنَّا خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ أَمْشَاجٍ نَبْتَلِيهِ فَجَعَلْنَاهُ سَمِيعًا بَصِيرًا
"Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat." (QS. Al-Insan : 2)

إِنَّا هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا
"Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir." (QS. Al-Insan : 3)

Mari kita pahami dengan sebaik-baiknya petunjuk-petunjuk Allah dalam Al Quran ini, setelah Allah menginginkan terciptanya manusia dari setetes mani yang bercampur, kemudian Allah menguji kehadiran mereka dengan perintah-perintah dan larangan-larangan-Nya.

Untuk itu Allah mempersiapkan kepada mereka 2 (dua) potensi yakni "
mendengar dan melihat". Melalui 2 (dua) potensi ini seperti yg diteruskan di Ayat ketiga pada surat Al-Insan di atas, bahwa mereka hendaknya memilih jalan yang lurus yang sudah ditunjuki Allah SWT. kepada mereka, agar nantinya Allah menggolongkan mereka ke dalam orang-orang yang bersyukur. Lebih lanjut Allah menjelaskan :

وَاللَّهُ أَخْرَجَكُمْ مِنْ بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ لَا تَعْلَمُونَ شَيْئًا وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ ۙ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
"Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur." (QS. An-Nahl : 78)

Ironis, karena pada kenyataannya banyak manusia yang tidak mampu memanfaatkan potensi-potensi tersebut untuk memahami dan menapaki jalan Allah yang lurus, dan mensyukuri pemberian Allah kepada mereka, sehingga mereka di katakan Allah SWT. kafir.

Dalam surat lain serta memiliki maksud yang hampir sama Allah menjelaskan :

ثُمَّ سَوَّاهُ وَنَفَخَ فِيهِ مِنْ رُوحِهِ ۖ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَالْأَفْئِدَةَ ۚ قَلِيلًا مَا تَشْكُرُونَ
"Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya roh (ciptaan) -Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur." (QS. As-Sajda : 9)

Dengan demikian setiap untuk setiap amanat yang dipikul manusia itu akan dituntut pertanggungjawaban, sebagaimana Allah berfirman dalam Al-Quran :

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya." (QS. Al-Isra : 36)

Apakah tanggung jawab atas potensi itu ?, tidak lain adalah beribadah kepada-Nya. Karena memang tujuan penciptaan manusia adalah semata-mata untuk beribadah kepada-Nya.

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku." (QS. Adh-Dhariyat : 56)

Apabila amanat itu dilaksanakan dengan baik oleh manusia, maka lebih lanjut Allah menerangkan :

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
"Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik." (QS. An-Nur : 55)

Kemudian seperti apa ciri-ciri sosok manusia yang dapat memikul amanah, sebagaimana Allah berfirman :

مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ ۚ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ ۖ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا ۖ سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ۚ ذَٰلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ ۚ وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَىٰ عَلَىٰ سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ ۗ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
"Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka : kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mu'min). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar." (QS. Al-Fath : 29)

Pertanyaan timbul, kenapa manusia masih begitu zalim dan bodoh ? apakah manusia menyadari bahwa sebenarnya dirinya itu bodoh ?

Saya yakin tidak ada orang yang merasa dirinya bodoh. Meski
Socrates pernah berkata, “Satu-satunya yang saya ketahui adalah bahwa saya tidak tahu apa-apa,” bagi saya pernyataan tersebut tidak mengindikasikan bahwa beliau (Socrates) mengakui dirinya sebagai orang bodoh.

Bahkan seseorang yang mengetahui keadaan dirinya, merupakan orang yang cerdas. Bukankah sebelum memahami hal-hal lain, seseorang seharusnya mengenal dirinya terlebih dahulu ?

Mungkin pendekatannya kemudian harus dibalik, siapa saja yang merasa dirinya pintar sebenarnya adalah orang bodoh, sebab :
  1. Ia telah menutup dirinya dengan hijab kesombongan,
  2. Ilmu manusia hanya seperti setetes air di lautan luas.
Dengan pandangan mungkin kebodohan menjadi suatu hal yang sederhana, yaitu tertutupnya / terhalangnya seseorang dari kebenaran. Ketika seseorang merasa dirinya sudah tidak bermasalah padahal keadaan sesungguhnya mengatakan sebaliknya.

Wallahu A'lam Bish-Shawab. Semoga kita termasuk kedalam orang-orang yg pandai bersyukur kepada-Nya, Hasbunallahu wani'mal wakil.

0 comments: