MEMPERKUAT FONDASI TAKWA

Kehidupan manusia akan tegak kokoh, lancar, dan sukses, selamat lahir dan batin serta dunia dan akhirat, jika berada di atas dasar takwa. Melaksanakan perintah Allah SWT., sekaligus menjauhi larangan-Nya.

Sehebat apa pun kehidupan manusia, berlimpah harta benda, tidak akan berarti apa-apa jika hanya mengandalkan kekuatan material yang bertumpu kepada hal-hal yang bersifat kalkulatif spekulatif, tanpa memiliki nilai mental spittual, berupa ketunduk patuhan kepada Allah SWT. Tidak akan memiliki kekuatan apa pun. Ibarat bangunan berdiri di atas jurang menganga.

Firman Allah SWT.,
أَفَمَنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَىٰ تَقْوَىٰ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٍ خَيْرٌ أَمْ مَنْ أَسَّسَ بُنْيَانَهُ عَلَىٰ شَفَا جُرُفٍ هَارٍ فَانْهَارَ بِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
لَا يَزَالُ بُنْيَانُهُمُ الَّذِي بَنَوْا رِيبَةً فِي قُلُوبِهِمْ إِلَّا أَنْ تَقَطَّعَ قُلُوبُهُمْ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
"Apakah orang-orang yang mendirikan bangunan di atas dasar takwa kepada Allah dan keridhaan-Nya itu, yang baik ? Atau orang-orang yang mendirikan bangunan di tepi jurang runtuh, lalu bangunan itu jatuh bersamanya ke dalam neraka Jahanam ? Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang zalim. Bangunan-bangunan yang mereka dirikan itu senantiasa menjadi pangkal keraguan dalam hati mereka, kecuali bila hati mereka telah hancur (tak punya kesempatan bertobat). Dan Allah Maha Mengetahui serta Maha Bijaksana" (QS. at Taubah : 109 - 110)

Dari ayat di atas dapat diambil sebuah gambaran jelas mengenai 2 (dua) keadaan yang bertolak belakang, untuk menjadi pilihan hidup manusia di dunia sekarang ini.

Pertama, bangunan yang didirikan di atas fondasi iman dan takwa, sangat kokoh serta mendapat ridha Allah SWT. Bangunan yang akan tahan terhadap segala ancaman. Tidak akan roboh begitu saja. Para ulama pejuang kebenaran, menamakan bangunan tersebut al bina'ul Islam (bangunan Islam) yang tegak menjulang, indah serta multifungsi, di atas ketakwaan dan keimanan. Fondasinya adalah tauhid (asasul Islam). Mengaku akan keesaan Allah dan hanya menyembah kepada-Nya, juga mengaku bahwa Muhammad utusan Allah. Tiang-tiangnya adalah mahdloh (ritual) atau arkanul Islam, berupa syahadat (persaksian ketauhidan), shalat, zakat, shaum, dan haji ke Baitullah bagi setiap orang yang mampu melaksanakannya. Kemudian, dihiasi dengan keindahan ahlakul karimah (kemuliaan ahlak).

Bangunan yang sudah lengkap sempurna itu semakin lengkap sempurna setelah digunakan, dioperasionalkan sesuai fungsi dan perannya melalui praktik muamalah (kegiatan nyata sehari-hari di masyarakat), yang dapat dikategorikan ibadah ghair mahdloh, non-ritual. Mencakup berbagai bidang kemasyarakatan, ekonomi, politik, kebudayaan, pertahanan, keamanan, dan lain-lain.

Agar bangunan indah dan multifungsi itu, aman dari berbagai gangguan, diaktifkanlah al muayyidat, perlindungan internal dan eksternal. Perlindungan internal adalah amar ma'ruf nahyi munkar, mengajak kepada hal yang baik dan benar, mencegah dari perbuatan munkar. Sementara perlindungan eksternal, untuk menangkis serangan musuh yang akan merusak "bangunan Islam". Digerakkanlah Jihad fi Sabilillah, baik jihadul qital (perang), maupun jihadul amal (kerja keras meningkatan kemajuan).

Setiap orang yang berada dalam bangunan Islam, beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. akan mendapat berbagai keuntungan berpahala besar. Untuk pribadi-pribadi Muslim Mu'min Muttaqien, akan selalu mendapat pertolongan dalam menghadapi problem kehidupan. Akan selalu mendapat jalan keluar yang mudah dan tepat (yaj'al lahu mahroja), mendapat rezeki yang tidak tersangkakan kedatangan dan jumlahnya (yarzuqhu min khaittsu la yahtasib), serta mendapat kecukupan dalam segala kebutuhannya (fahuwa hasbuhu), sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya (QS. ath Thalaq : 3).

Seandainya pribadi-pribadi semacam itu, serempak bersatu padu dalam sebuah ikatan kemasyarakatan, kebangsaan, dan kebernegaraan, pasti akan menjadi komunitas yang saling kasih mengasihi (marhamah), jauh dari huru-hara, kekerasan, permusuhan. Tenang, tenteram menghuni sebuah negeri yang indah permai, penuh limpahan ampunan Allah SWT. Baldatun thayyibatun wa Robbun Gajur (QS. Saba : 15). Penuh limpahan berkah dari langit dan bumi (QS. al A'raaf : 96).

Kedua, bangunan yang didirikan di pinggir jurang, tanpa pondasi apa pun, kecuali ramuan bahan-bahan yang terdiri dari sikap dan paham penuh kesombongan. Adigung adiguna. Tidak mengakui kekuasaan Allah SWT. karena penghuni bangunan itu beranggapan, kehidupan mereka bebas merdeka. Hanya punya hak, tanpa mengingat kewajiban apa pun kepada Allah SWT. yang menciptakan mereka. Tidak mau menerima aturan dan hukum Allah yang mereka anggap abstrak, kontraproduktif, dan tidak sesuai dengan hak asasi manusia rumusan mereka sendiri. Setiap peringatan dari Allah dan Rasul-Nya dianggap angin lalu. Dicampakkan, dimasukkan ke museum, dijadikan fosil kuno, karena tidak berperan dan berfungsi sebagai sarana membereskan problema-problema duniawi. Menurut mereka, urusan duniawi harus menggunakan aturan-aturan dan hukum manusia yang mereka buat.

Kondisi semacam itulah yang dibeberkan Allah SWT.,
فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّىٰ إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ
"Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami membukakan pintu semua pintu kesenangan untuk mereka sehingga apabila mereka bergembira ria dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan tiba-tiba, maka ketika itu terdiam berputus asa" (QS. al An'am : 44)

Mengacu kepada uraian di atas, kini kita mampu mengukur keadaan diri sendiri. Di posisi mana kita berada sekarang ? Pada posisi pertama, dalam naungan bangunan Islam yang tegak menjulang di atas dasar keimanan dan ketakwaan ? Atau pada posisi kedua, menghuni bangunan di pinggir jurang yang sewaktu-waktu roboh tanpa daya ?

Jika sudah ada pada posisi pertama, Alhamdulillah. Tinggal kita meningkatkan keimanan dan ketakwaan, agar benar-benar mendapat berkah nyata bagi kehidupan di dunia dan akhirat. Bergelimang rahmat karunia Allah dan mendapat ridha-Nya. Jika masih ada pada posisi kedua, segeralah sadar. Segeralah memohon ampun atas segala dosa yang telah diperbuat Pintu tobat masih luas terbuka, sebelum ajal datang menjelang.***

[Ditulis Oleh H. USEP ROMLI H.M., guru mengaji di Desa Cibiuk, Garut serta pembimbing Haji dan Umrah Megacitra/KBIH Mega Arafah Kota Bandung, tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi hari Jumat (Kliwon) 7 Mei 2010 pada kolom "RENUNGAN JUMAT"]