WATAK AJARAN ISLAM

Ketika Rasulullah SAW. dan para sahabatnya memasuki kota Makkah Al-Mukarromah untuk membebaskannya dari kaum jahiliyah, mereka menjumpai orang-orang musyrik yang pada saat itu sudah tidak memiliki kekuatan apapun. Mereka berdiri terpaku di sekeliling Ka'bah, sambil berkata, "Wahai Muhammad, dahulu kami adalah orang-orang yang sangat membencimu dan pengikutmu. Sekarang kami berada pada posisi lemah, terserah apa yang akan kamu lakukan kepada kami."

Adalah wajar dan bisa diterima oleh logika peperangan, apabila pada saat itu di mana Rasulullah SAW. memiliki kekuasaan dan kekuatan beliau membuat perhitungan dengan orang kafir Quraisy yang sebelumnya sangat memusuhi Islam. Misalnya dengan membunuh atau memenjarakan mereka, seperti yang dilakukan oleh para raja dan pemimpin pasukan yang menaklukkan suatu kota pada umumnya. Kalau itu yang dilakukan, maka dendam kesumat dan kebencian bisa saja akan termanifestasikan dalam wujud tindakan brutal dan kejam, yang akhirnya darah akan banyak mengalir dan nyawa banyak yang melayang.

Akan tetapi apa yang terjadi ? Rasulullah SAW. justru berkata dengan suara nyaring, gamblang, dan lugas, akan tetapi penuh kasih sayang. Kata beliau, "Antum Thulaqaa. Antum Salamun fil-Ardhi (kalian bebas merdeka. Kalian bebas bergerak di mukabumi)." (Sirah Nabawiyah, 1979)

Karena itu, betapa terperanjatnya orang-orang kafir Quraisy. Mereka mendapatkan Rasulullah SAW. dan para sahabatnya bukanlah orang yang pendendam, tidak mabuk kemenangan dan kekuasaan, dan tidak pula memiliki dendam kesumat yang abadi. Sebaliknya, yang nampak dari wajah Rasulullah SAW. dan para sahabatnya adalah sinar kasih sayang, pemaaf serta penyantun.

Para ahli sejarah mencatat, penaklukkan kota Makkah itu merupakan satu-satunya penaklukkan kota yang, jangankan ada darah manusia yang mengalir karena dibunuh atau dilukai, bahkan darah binatang pun tidak ada yang mengalir. Bandingkan misalnya, dengan penaklukkan Hiroshima dan Nagasaki oleh Amerika dan para sekutunya, yang deritanya masih dirasakan oleh masyarakat setempat sampai hari ini.

Itulah seharusnya yang menjadi kepribadian muslim, dan itu pulalah salah satu watak ajaran Islam yang selalu mendorong umatnya untuk senantiasa menebarkan perdamaian dan kasih sayang. Jika pun terjadi peperangan, maka bukan peperangan yang merusak dan menghancurkan, akan tetapi peperangan untuk tujuan mulia yaitu mempertahankan diri, mempertahankan akidah dan keyakinan, dan agar semua manusia hanya menyembah kepada Allah SWT.

Itulah yang selalu ditunjukkan oleh Rasulullah SAW. dan itu pulalah yang beliau pesankan kepada para sahabat ketika bersiap-siap untuk menyongsong musuh dalam suatu peperangan. Pesan beliau, "Wahai sekalian manusia, bertakwalah kalian kepada Allah SWT. Janganlah kalian mengharapkan bertemu dengan musuh. Namun, jika bertemu, maka tetap tegaklah. Tidak boleh mundur setapakpun." (HR. Bukhari)

Kini, Rasul dan para sahabat yang mulia telah lebih dulu meninggalkan kita. Akankah pesan moral dan perilaku agung nan mulia yang dicontohkan oleh beliau, masih terus kita tiru dan terpatri dalam tindak keseharian kita ?

Wallahu A'lam Bish-Shawab.

[Sumber : REPUBLIKAONLINE]

0 comments: