HIDUP BERSAHAJA TAK PERLU MENGADA-ADA

Konteks kesederhanaan dalam bulan Ramadhan dapat kita misalkan dalam hal makanan, yaitu menanamkan kebiasaan makan dan minum untuk sahur dan berbuka seadanya dan bukan semua ada.

Kiat para salafus shaleh (generasi Islam terdahulu) dalam memaknai bulan Ramadhan seyogianya menjadi sikap sekaligus kiat bersama kaum Muslimin dalam memaknakan keunggulan sayyidus shuhur (bulan Ramadhan).

Dari sekian banyak keutamaan bulan Ramadan, tentu harus kita imbangi pula dengan berbagai refleksi sikap dalam keseharian kita menjalani ritus Ramadhan. Senang, gembira, disertai sikap bersahaja adalah sikap orang beriman menjalani segala bentuk kebaikan bulan yang penuh al barokah (keberkahan) dan al khoir (kebaikan).

Peluang untuk meraih banyak kebaikan dan bonus akan terus terbuka lebar, seperti Rasulullah SAW. selalu menggembirakan para sahabatnya dengan menyatakan, "Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah, Allah SWT turunkan rahmat, magfirah, dan barokahnya, menghapuskan dosa dan mengabulkan doa. Dia menyaksikan perlombaan kalian dan membanggakan kalian di depan para malaikat. Oleh karena itu, perlihatkan kepada Allah kebaikan pada diri kalian karena sesungguhnya orang yang celaka ialah orang yang tidak mendapat rahmat di bulan ini."

Sebagai manifestasi dari realisasi sikap senang, gembira, dan bersahaja dalam menata niat dan mewujudkan ikhlas shaum Ramadan intinya adalah kita harus mampu meminimalisasi ketergantungan dan kedekatan kita kepada pola hidup rakus yang segalanya ada sebagai simbol daya tarik dunia.

Tidak sedikit kaum Muslimin yang justru disibukkan dengan tetek bengek makanan dan minuman, malah tidak jarang kita menyaksikan ijtihad dan penemuan-penemuan baru saat makan dan minum justru tumbuh subur di bulan Ramadhan.

Bukankah Ramadhan mengajak kita untuk berlatih menahan diri tidak makan, tidak minum, dan pada waktu yang sama anggota tubuhnya yang lain pun turut berpuasa, tangannya tidak menyentuh yang haram, kakinya tidak berjalan ke tempat yang haram, matanya tidak melihat hal-hal yang haram.

Konteks kesederhanaan dalam bulan Ramadhan dapat kita misalkan dalam hal makanan, yaitu menanamkan kebiasaan makan dan minum untuk sahur dan berbuka seadanya dan bukan semua ada, serta alakadarnya (bukan artinya di atas kadar yang biasa). Ingat, prinsip makan dan minum dalam agama Islam tidak berlebihan, berhenti makan sebelum kenyang, makanlah makanan bergizi dan sehat, serta pastikan bahwa makanan yang kita makan dalam bulan suci Ramadhan adalah makanan yang halalan thoyiban.***

[Ditulis Oleh DR. H. KARNA SOBAHI, MMPd., Wakil Bupati Majalengka. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Senin (Pon) 23 Agustus 2010 pada kolom "RAMADAN KARIM"]

0 comments: