KONTEMPLASI DIRI UNTUK MENUMBUHKAN SABAR

Selama puasa kita beristirahat dari kegiatan makan minum siang hari dan bergiat mengisi malam dengan qiyamullail (shalat Tarawih), iktikaf, tadarus, dan perbuatan bernilai ibadah. Kita berkesempatan melakukan renungan-renungan, kontemplasi. Hal ini tentu jarang dilakukan pada bulan-bulan lain karena kesibukan duniawi.

Ketika merasakan lapar dan dahaga, dengan niat ibadah lillahi ta’ala, dengan tujuan memperoleh nilai takwa dalam naungan rida Allah SWT., terbukalah segala macam tabir penghalang (hijab) antara kita hamba yang hina dina, makhluk yang dhaif, dengan Allah SWT. Al-khaliqul Adzim.

Maka, beberapa ulama ahli hikmah menganjurkan setiap orang berpuasa, untuk merenung mengoreksi diri masing-masing, dengan terlebih dulu memohon kepada Allah SWT. agar menguatkan keyakinan, jangan sampai mendekat kembali kepada kesesatan,

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً ۚ إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
"Ya Allah, sembahan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan setelah Engkau memberi kami petunjuk dan karunia rahmat-Mu karena sesungguhnya Engkau Maha Pemberi." (QS. Ali Imran : 8)

"Wahai Pembolak-balik hati, teguhkanlah hati kami dalam agama-Mu." (Al-hadits)

Puasa Ramadhan sangat identik dengan sifat sabar. Dengan demikian, bulan Ramadhan digelari "Syahrus Shabri". Bulan kesabaran karena puasa merupakan sarana mendekat (takarrub) kepada Allah SWT. Orang-orang sabar selalu disertai Allah SWT. (QS. Al Baqarah : 153)

Para ulama menguraikan, sabar harus mengisi segala posisi, kondisi, dan situasi kehidupan kita setiap saat.
  1. Dimulai dengan sabar dalam berbuat taat (ash shabru alat tha’ati) kepada Allah SWT. Banyak gangguan, halangan, rintangan sehingga melakukan taat sangat sulit terwujud. Jika tidak disertai sabar menghadapi segala aral melintang itu, mustahil taat dapat dicapai. Berkat kesabaran, raga dan jiwa setahap demi setahap akan mampu menapaki sifat taat dan menjadikan ketaatan kepada Allah SWT. sebagai jalan kehidupan sebagai acuan perilaku sehari-hari.
  2. Kemudian sabar tatkala mendapat musibah (ash shabru anil musibati). Musibah memang tak terpisahkan dari gerak-gerik setiap makhluk hidup. Apalagi bagi manusia yang dituntut berjuang keras menegakkan nilai-nilai kemanusiaan. Berbagai musibah selalu dialami setiap mahluk hidup, dari mulai yang kecil-kecil yang dianggap sepele hingga yang besar-besar yang menyusahkan dan menggemparkan. Termasuk musibah kematian diri sendiri, sanak keluarga, dan lain-lain. Dalam menghadapi musibah, orang sabar selalu mengucapkan "istirja", yaitu bacaan "innalillahi wa inna ilaihi roji’iun." (QS. Al Baqarah : 156) Dari Allah kembali kepada Allah. Rasulullah SAW. menganjurkan, jika mendapat musibah membaca "istirja" diikuti doa "Allohumma ajirni fi musibati wahlufliy khaira minha. (Ya Allah, lindungilah aku dari musibah dan semoga mendapat ganti yang lebih baik dari segala yang hilang akibat musibah.)
  3. Selanjutnya, sabar menghadapi maksiat. Godaan kemaksitan memang sangat kuat dan besar sehingga harus dilawan dengan kesabaran berlipat ganda. Rasulullah SAW. menyatakan "huffatil jannatu bil makarihi wa huffatin naaru bisy syahawati." (Jalan menuju surga banyak ujian, hadangan onak dan duri. Jalan menuju neraka, mulus rata ibarat jalan tol di-hotmix tebal.)
Hal kontradiksi semacam itu, harus dihadapi dengan sabar agar kita tidak terkecoh. ***

[Ditulis Oleh ACENG H.M. FIKRI, S.Ag., Bupati Garut. Tulisan ini disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Minggu (Kliwon) 15 Agustus 2010, dari kolom "Ramadan Karim"]

0 comments: