PENDIDIKAN KETELADANAN

Keteladanan. Kata itulah yang kini mulai langka dalam dunia pendidikan kita. Pendidikan dipersempit sebatas pengajaran, yakni menyampaikan materi ilmu pengetahuan dari guru kepada anak didiknya.

Padahal, apabila kita cermati dalam Al-Quran, maka hal terpenting dalam pendidikan yang dilakukan Rasulullah SAW. adalah keteladanan. Rasulullah SAW. dalam QS. Al Ahzaab : 21, merupakan contoh terbaik (uswatun hasanah) bagi umatnya. Apalagi guru merupakan bagian dari kaum terdidik (al ulama) sebagai pewaris dan pelanjut kiprah para nabi.

Pentingnya pendidikan yang didasari keteladanan juga diungkapkan cendekiawan Barat, seperti Vernon A. Magnesen. "Kita belajar berdasarkan 10 persen dari apa yang kita baca, 20 persen dari apa yang kita dengar, 50 persen dari apa yang kita lihat dan dengar, 70 persen dari apa yang kita katakan, dan 90 persen dari apa yang kita katakan dan lakukan."

Pakar pendidikan, seperti M. Sobry Sutikno dalam buku Menuju Pendidikan Bermutu (2004) menyatakan, "Pendidikan merupakan proses usaha yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan suatu perabahan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Pendidikan intinya adalah perubahan yang secara sadar dilakukan untuk memperoleh kondisi yang lebih baik daripada sebelumnya."

Tentu perubahan bukanlah hal mudah. Pendidikan bukan sebatas menyampaikan materi-materi pelajaran. Pakar pendidikan Barat, Jully Cheung menyatakan, "Mendidik bukan hanya dengan nasihat, sebab kunci sukses pendidikan adalah dengan memberikan contoh berupa perbuatan yang baik sesuai dengan apa yang dikatakannya. Jangan sampai pendidikan menjadi lain di kata dan lain pula di perbuatan."

Tentu dengan konsep keteladanan membuat makna mengajar bukanlah proses yang sederhana. Maksudnya, rumusan mengajar melingkupi semua kegiatan dan tindakan yang dilakukan guru. Sebagai pengelola pengajaran (manage of learning), guru menjadi figur sentral yang siap membimbing dan membantu para siswa dalam menempuh perjalanan menuju kedewasaannya. Tentu kedewasaan yang utuh dan menyeluruh.

Apabila merujuk kepada hadis Nabi Muhammad SAW., tujuan mendidik ala nabi adalah perubahan menuju akhlak yang mulia. "Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak (hadis)." Demikian pula dalam pendidikan, bermuara pada perubahan akhlak atau perilaku siswa. Tentu perubahan tersebut merupakan produk dan usaha guru melalui kegiatan belajar mengajar.

Soal pendidikan keteladanan ini, Allah SWT. sendiri telah memberikan contoh cara-cara manusia belajar melalui teknik meniru. Kisah Qabil yang belajar dari seekor burung gagak ketika akan menguburkan jenazah saudaranya Habil, seperti yang tertera dalam QS. Al Ma'idah : 31.

Kecenderungan manusia untuk belajar melalui cara meniru menyebabkan aspek keteladan memiliki kedudukan sangat penting. Edi Suardi (1966) menyebutkan, ada 2 (dua) macam keteladanan, yakni sengaja berbuat sesuatu yang dilakukan secara sadar agar ditiru oleh anak-anak didik, dan berperilaku sesuai dengan norma yang ditanamkan sehingga tanpa sadar menjadi teladan bagi anak didik.

Tentu para guru merujuk kepada keteladanan Nabi Muhammad SAW. sehingga bisa memberikan keteladanan kepada anak-anak didiknya. Dari segi kejujuran, Muhammad SAW. sudah dikenal jujur (al Amin), yang disematkan orang-orang Quraisy pada zaman jahiliah. Kejujuran merupakan pokok utama sehingga citra dan kedudukan guru tetap dihormati dan disegani.

Dari segi kecerdasan, Muhammad SAW. saat remaja sudah menunjukkannya ketika menemukan jalan keluar saat terjadi konflik dalam peletakan Hajar Aswad. Muhammad SAW. mengambil kain lalu diletakkan Hajar Aswad di tengah-tengahnya, sedangkan tokoh masyarakat (kepala suku) memegang empat ujung dari kain.

Demikian pula dalam hal keteguhan hati karena mendidik umat, termasuk siswa, membutuhkan waktu lama dan harus dijalani dengan penuh kesabaran. Apalagi dalam hal ibadah, tidak perlu diragukan lagi karena keberhasilan mendidik umat tak bisa dilepaskan dari unsur hidayah dari Allah SWT.

Untuk mencapai tujuan pembelajaran membutuhkan pembiasaan-pembiasaan kepada anak didik yang dimulai dari pemberian keteladanan. Lingkungan sekolah yang asri, sejuk, dan hijau serta bersih tentu akan berdampak luas kepada pembiasaan para siswa agar ikut menjaga keasrian dan kebersihan lingkungannya. Berbeda apabila siswa-siswa tidak dibiasakan menjaga lingkungan sehingga membuang sampah sembarangan ataupun merusak lingkungan sekolah.

Nabi Muhammad SAW. sendiri dalam hadisnya menekankan pentingnya pembiasaan dalam masalah pelaksanaan shalat. "Suruhlah anak-anakmu mengerjakan shalat ketika mereka berusia 7 (tujuh) tahun. Pukullah mereka jika enggan mengerjakan shalat saat usia mereka sudah 10 (sepuluh) tahun dan pisahkan antara mereka ketika tidur."

Wallahu 'alam.***

[Ditulis Oleh H. PUPUH FATHURKAHMAN, sekretaris Senat Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati dan Ketua Yayasan Pesantren Raudhatus Sibyan Sukabumi. Tulisan ini disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Kliwon) 5 Agustus 2010 pada kolom "CIKARACAK"]

0 comments: