PUASA ITU RAHASIA ANTARA HAMBA DAN TUHANNYA

Salah satu hadits menuturkan tentang adanya firman Tuhan (dalam bentuk Hadits Qudsi) : "Semua amal anak Adam (manusia) adalah untuk dirinya kecuali puasa, sebab puasa itu adalah untuk-Ku, dan Akulah yang akan memberinya pahala."

Akhirnya kita sampai juga di bulan Ramadan 1431 H. Bulan yang menurut ajaran agama kita dipenuhi dengan limpahan rahmat, magfirah, dan itqun minannaar. Kasih sayang-Nya, pengampunan-Nya, dan pembebasan dari siksa api neraka-Nya.

Amatlah sayang melewatkan bulan yang penuh keberkahan ini. Tentu kita tidak semata-mata mencari pahala dan keutamaan yang tiga tadi. Substansi dan hakikat paling tinggi dari tiga keutamaan itu adalah bagaimana kita menggapai rida Allah SWT. sehingga kita benar-benar menjadi makhluk-Nya yang muttaqin.

Ali Ahmad al-Jurjawi, seorang tokoh pemikir Islam modern dari Mesir, dalam uraiannya tentang hikmah puasa menyebutkan, puasa adalah sebagian dari sepenting-penting syar`i (manifestasi religiusitas) dan seagung-agung qurbat (amalan mendekatkan diri kepada Tuhan).

Bagaimana tidak, puasa itu adalah rahasia antara seorang hamba dan Tuhannya yang tidak termasuki sikap pamrih. Seseorang yang berpuasa menahan dirinya dari syahwatnya dan kesenangannya. Ia tidak mengharapkan apa-apa kecuali rida Allah taala.

Tidak ada pengawas atas dirinya selain Allah. Hamba itu mengetahui bahwa Allah mengawasinya dalam kerahasiaannya dan dalam keterbukaannya. Ia pun merasa malu kepada Tuhan Yang Maha Agung itu untuk melanggar larangan-larangan-Nya.

Ibadah puasa merupakan ruang kontemplatif yang sengaja Allah SWT. berikan kepada kita selaku umat Muhammad SAW. Pada dasarnya, makna hakiki dari ibadah puasa ini adalah pada upaya untuk menahan diri dari segala hal yang akan merusak dan membatalkan puasa kita itu sendiri.

Menahan diri dari makan, minum, dan hubungan biologis mulai terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Upaya menahan diri seperti itu boleh jadi sifatnya hanya jasadiah.

Namun, yang lebih penting daripada itu semua adalah ibadah puasa ini merupakan wahana untuk menahan diri secara rohani. Menahan diri kita dari segala sesuatu yang menyangkut nonfisik, praktik-praktik kejiwaan yang mencerminkan kualitas pribadi dan rohani kita.

Menahan diri untuk memunculkan penyakit-penyakit hati, berbohong, menghasut, memfitnah, menzalimi orang, iri, dengki, hasud, ria, takabur, sombong, dan perbuatan lainnya yang mengindikasikan kemunafikan.

Marilah kita gapai sabda sang baginda Rasulullah SAW. : "Bagi orang yang berpuasa itu dia akan menemukan dua kebahagiaan, Lishoim farhataani, farhatun indal ifthaar wa farhatun inda liqoi rabbihi. Kebahagiaan ketika berbuka, dan kebahagiaan ketika kelak dia bertemu Tuhannya."

Jangan sampai sebulan kita berpuasa hanya merasakan lapar dan haus semata karena sinyalemen itu pun sudah Rasulullah SAW. katakan, "Betapa banyak orang yang berpuasa yang tidak meraih pahala apa pun kecuali rasa lapar dan dahaga." Dia berpuasa dari makan dan minum serta hubungan biologis, tetapi dia tidak berpuasa dari mempergunjingkan orang, dari menzalimi orang, dari praktik-praktik yang merugikan orang lain.

Semoga ibadah puasa kita membawa kita pada predikat muttaqin. Amin.***

[Ditulis Oleh H.E. HIDAYAT, SH. MH., Wakil Bupati Tasikmalaya. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Sabtu (Wage) 14 Agustus 2010 pada kolom "RAMADAN KARIM"]

0 comments: