RAMADHAN, WAHANA PENINGKATAN PRESTASI

Dengan izin Allah SWT., kita dapat bertemu kembali dengan bulan Ramadhan pada tahun ini. Ramadhan yang penuh berkah dan rahmat terkadang ditanggapi dengan "berat hati" oleh sebagian umat Muslim, termasuk apa-ratur pemerintah. Kondisi tubuh yang lebih lemah ketika berpuasa menjadi justifikasi manakala terjadi penurunan kualitas pelayanan publik.

Bila menilik pada sejarah peradaban Islam, ramadhan justru menyimpan pelbagai catatan prestasi besar bagi umat Islam, baik pada masa Rasulullah maupun pada masa kekhalifahan. Perang Badar, Perang Zallaqah, ataupun Perang ‘Ain Jalut terjadi pada bulan ramadhan. Fathu Makkah, masuknya Islam di Yaman dan Spanyol untuk pertama kali juga terjadi pada bulan ramadhan.

Ada baiknya kita menyimak kembali Al-Quran surat ar-Ra’d : 11,

إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
"...Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka sendiri mengubah keadaannya..."

Ayat ini menegaskan betapa manusia harus berupaya untuk berprestasi, memelihara, serta memperkokoh prestasi yang telah dicapainya dengan cara tidak berbuat aniaya.

Ibadah shaum ramadhan yang dijalani dari tahun ke tahun merupakan siklus perjalanan hidup manusia menuju tingkat kehidupan yang lebih baik dan bermutu sesuai dengan standar yang digariskan oleh Allah SWT.

Putaran waktu dari tahun ke tahun bukanlah proses mengulang apa yang dilakukan sebelumnya sebagai suatu rutinitas, melainkan proses perkembangan menuju kondisi kehidupan yang lebih bermutu.

Ibadah saum ramadhan merupakan proses pendidikan yang mendorong umat Islam untuk berprestasi lebih baik dan bermutu. Prestasi adalah hasil kinerja yang dicapai melalui proses.

Suatu hasil tidak bisa dilepaskan dari bagaimana proses hasil itu diperoleh. Suatu prestasi bermutu mesti dicapai dengan cara-cara dan proses yang bermutu pula; dan kebermutuan proses itu bersandar pada standar-standar yang digariskan Allah SWT.

Dewasa ini, umat Islam, khususnya di Indonesia, sedang berada di tengah pusaran besar transformasi sosial yang menuntut suatu bentuk pemahaman segar terhadap semangat zaman (zeitgeist) yang sedang dihadapi. Kegagalan dalam menangkap semangat zaman seperti ini akan mengarah pada suatu sikap intoleran yang terkadang mengarah kepada gesekan-gesekan sosial di dalam masyarakat.

Sesungguhnya krisis yang menimpa manusia berawal dari ketidakberdayaan manusia untuk menahan diri dari suatu larangan, dan bahkan kemudian jatuh pada larangan tersebut. Penghentian krisis kemanusiaan harus dimulai dari akar permasalahan ini.

Dalam konteks inilah saum dapat diejawantahkan sebagai perintah Allah agar manusia berlatih dan mendidik diri supaya mampu mengendalikan diri.

Oleh karena itu, mari kita jadikan setiap ramadhan yang datang sebagai momentum untuk berlatih dan belajar menahan diri dari pelanggaran-pelanggaran yang disyariatkan oleh Islam yang humanis dan universal. Wallahualam.***

[Ditulis Oleh: Ir. H.M. ITOC TOCHIJA, MM., Wali Kota Cimahi. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Kliwon) 20 Agustus 2010 dari kolom "RAMADAN KARIM"]

0 comments: