SUNATULLAH MUDIK

Sejak kapan tradisi mudik ada di Indonesia ? Sulit untuk ditelusuri. Jelasnya, fenomena mudik sudah terjadi secara turun-temurun dan menjadi tradisi masyarakat Indonesia. Jika kita lihat asal usulnya, dalam buku kumpulan tulisan Nurcholish Madjid (2009), Cendekiawan dan Religiusitas Masyarakat, dikatakan bahwa tradisi mudik (kembali ke asal) sudah menjadi sifat dasar (sunatullah) manusia sejak proses penciptaannya.

Naluri kembali ke asal (mudik) sudah jadi ketentuan Tuhan sejak manusia dalam alam rohani. Sebelum lahir ke dunia, manusia sudah melakukan perjanjian dengan Tuhan. Di alam rohani manusia berjanji akan hidup berbakti kepada Tuhan dan kembali kepada Tuhan. Perjanjian itu diberitakan dalam Al-Quran,

وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ ۖ قَالُوا بَلَىٰ ۛ شَهِدْنَا
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) : "Bukankah Aku ini Tuhanmu ?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (QS. Al`Araf : 172)

Setelah bersaksi siapa Tuhannya, manusia juga berkomitmen untuk kembali kepada Tuhan yang menciptakannya,

غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ
"Ampunilah kami ya Tuhan kami, dan kepada Engkaulah tempat kembali." (QS. Al Baqarah : 285)

Nurcholis Madjid berkesimpulan, berdasarkan persaksian dan komitmen manusia untuk menyembah dan kembali kepada Tuhannya, kembali ke asal (mudik) adalah sunatullah kehidupan manusia. Dalam arti spiritual, kembali ke asal (mudik) untuk menyembah atau menuju Tuhan.

Kembali ke asal (mudik), bukan hanya sunatullah yang terjadi pada manusia, tetapi sudah menjadi sistem kehidupan yang mengatur jagat raya. Dalam kenyataan semua makhluk yang diciptakan-Nya akan kembali kepada pencipta-Nya. Dari mulai binatang melata sampai binatang terbang, dari mulai langit, gunung, laut, dan semesta alam, akan mengalami kehancuran dalam arti kembali (mudik) kepada Sang Pencipta.

Manifestasi pola kembali ke asal dapat kita temukan dalam berbagai aktivitas kehidupan manusia. Dalam sejarah kehidupan Nabi Muhammad SAW., setelah beliau hijrah dari Mekah dan menetap kurang lebih 13 tahun di Madinah, Nabi SAW. beserta kaum Muslimin dengan izin Allah kembali (mudik) ke Mekah. Perasaan senang, cucuran air mata bahagia kaum Muslimin, mewarnai peristiwa itu. Mereka bahagia karena bisa bertemu kembali dengan sanak famili yang sekian lama terpisah, menyambung tali silaturahmi, dan mengakhiri permusuhan. Itulah peristiwa "mudik" besar-besaran umat Islam yang tercatat dalam sejarah Nabi Muhammad SAW. sebagai peristiwa penaklukan Mekah.

Dalam sejarah dunia, orang-orang Eropa secara besar-besaran bermigrasi ke wilayah Timur, berkuasa menjajah ratusan tahun, tetapi setelah negara jajahannya merdeka, mereka kembali ke tempat asalnya (mudik) ke Eropa. Demikian juga, pola kembali ke asal dapat kita temukan dalam kehidupan binatang. Burung, kuda, bison, bermigrasi sejauh ribuan kilometer mencari tempat penghidupan dan pada suatu saat yang telah ditentukan akan kembali ke tempat asalnya.

Kembali ke asal dapat juga kita saksikan dalam siklus kehidupan manusia. Manusia diciptakan dari tanah dan kembali ke tanah. Manusia tumbuh dari anak-anak, dewasa, dan kembali seperti anak-anak. Manusia lahir tidak memiliki apa-apa dan kembali tidak membawa apa-apa. Manusia lahir dari perut ibunya dan di manapun berada ibu selalu menjadi magnet yang menarik setiap orang untuk kembali. Manusia lahir di suatu tempat dan tempat kelahiran selalu menjadi daya tarik untuk kembali.

Tradisi mudik besar-besaran pada hari raya Idulfitri adalah bentuk lain dari manifestasi sunatullah kembali ke asal. Karena sudah menjadi sunatullah (naluri dasar manusia), tradisi mudik pada hari raya Idulfitri sulit dihilangkan dari kehidupan masyarakat Indonesia. Kenyataannya, mudik Lebaran seperti menjadi bagian ritual keagamaan masyarakat Indonesia pada Idulfitri. Suatu kebiasaan jika sudah menyatu dengan sistem kepercayaan suatu masyarakat, akan semakin sulit dipudarkan, sekeras apapun perubahan zaman menerpanya.

Walaupun mudik dikatakan sebagai sunatullah, secara syariah tidak ada keterangan yang menganjurkan manusia untuk mudik dan tidak ada juga keterangan yang melarangnya. Akan tetapi, karena mudik dalam arti kembali ke asal sudah menjadi sunatullah dalam kehidupan manusia, kita hanya bisa mempersiapkan dan mengarahkan agar kegiatan mudik dalam berbagai manifestasinya bisa membawa hikmah dan berkah bagi kehidupan manusia di dunia dan akhirat.

Kita harus ingat, sesungguhnya mudik adalah jika ajal telah menjemput kita. Oleh karena itu, dari itu sebaik-baiknya bekal mudik, bersiap siagalah selalu dengan bekal takwa.

قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ ۚ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ ۚ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ
Katakanlah, "Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?" Maka mereka akan menjawab: "Allah". Maka katakanlah: "Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya) ?" (QS. Yunus : 31).

Oleh karena itu, berbagi rezeki dengan sesama, menyambung tali silaturahmi, mengakhiri permusuhan, dan memohon maaf pada kedua orang tua (jika masih ada), itulah tujuan alternatif mudik. Selamat Lebaran dan selamat mudik semoga kebahagian menyertai kaum Muslimin dan seluruh alam, semoga Allah menjadikan kita orang-orang takwa.***

[Ditulis Oleh TOTO SUHARYA, staf pengajar Universitas Widyatama Bandung, Pengamat Sosial Keagamaan dan Pengurus Orda ICMI Kab. Cianjur. Tulisan disalin dari dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Selasa (Pon) 7 September 2010 pada Kolom "OPINI"]

0 comments: