KUALITAS LISAN

Berbicara itu mudah, tetapi mempertanggungjawabkannya tidak mudah. Orang yang mengenal Allah pasti tidak mudah untuk berbicara. Karena dia tahu bahwa setiap kata-katanya didengar Allah dan akan dipertanggungjawabkan. Allah SWT. berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
"Wahai orang-orang beriman takutlah kalian kepada Allah dan berkatalah dengan kata-kata yang benar." (QS. Al-Ahzab : 70)

Rasulullah SAW. adalah figur teladan yang sangat menjaga kata-katanya. Beliau berbicara, berucap, berdialog, juga berkhotbah di hadapan jemaah dengan akhlak. Demikian tinggi akhlak beliau hingga disebutkan bahwa kualitas akhlak beliau adalah Al-Quran.

Bobot ucapan Rasulullah sangat tinggi, seolah setiap kata yang terucap adalah butir-butir mutiara yang cemerlang. Indah, berharga, bermutu, dan monumental. Ucapan Rasulullah saw. menembus hati, menggugah kesadaran, menghujam dalam jiwa, dan mengubah perilaku orang (atas izin Allah). Bukan saja karena lisan Rasulullah dibimbing Allah dan posisinya sebagai penyampai wahyu, yang ucapan-ucapan darinya menjadi dasar hukum. Lebih dari itu, sejak kecil Rasulullah sudah dikenal sebagai Al-Amin atau orang yang tepercaya, tidak pernah berkata dusta walau sekali saja. Investasi moral ini tentu sangat memengaruhi kualitas ucapannya.

Kualitas diri seseorang memang bisa diukur dari kemampuannya menjaga kata-katanya. Pribadi berkualitas tentu akan berhati-hati dalam menggunakan kata-katanya. Jadi, jika kita ingin mengetahui kualitas diri seseorang, lihat saja dari apa yang sering dikeluarkan oleh mulutnya.

Setiap orang punya potensi yang berbeda-beda dalam berbicara. Ada yang memang sudah bakatnya pendiam atau ada juga yang bakatnya lebih aktif berbicara. Jika bakat aktif berbicara ini disalurkan dan diarahkan kepada sesuatu yang lebih bermanfaat dan dapat meningkatkan kualitas diri kita serta maslahat bagi orang lain, insya Allah akan menjadi kebaikan. Kita tinggal memilih kata-kata yang terbaik dan sertakan niat yang benar, di samping momentumnya pun harus tepat. Tentu sikap kita harus sesuai dengan kata-kata kita. Itu yang akan menguatkan pembicaraan.

Intinya, kita harus mengetahui bahwa sebelum berkata-kata, sesungguhnya kata-kata itu tawanan kita. Akan tetapi, sesudah terlontar dari lisan, justru kitalah yang ditawan oleh kata-kata sendiri. Buktinya, betapa banyak orang yang sengsara, menanggung malu, atau terbebani batinnya gara-gara kata-kata yang salah ucap, yang keluar dari mulutnya sendiri. Begitu banyak contoh nyata dalam kejadian sehari-hari yang bisa membuktikan semua ini.

Siapa pun yang ingin memiliki lisan yang bermutu serta kata-kata yang mengandung kekuatan dahsyat untuk mengubah orang lain menjadi lebih baik, satu hal yang harus direnungkan, yakni bahwa kekuatan terbesar dari kata-kata kita adalah harus membuat orang senantiasa mendapatkan manfaat dari apa pun yang kita ucapkan.

Satu langkah konkret untuk memulai upaya menjaga lisan adalah dengan mulai mengurangi jumlah kata-kata. Makin sedikit bicara, makin tipis peluang kesalahan. Sebaliknya makin banyak bicara, peluang tergelincir lidah semakin lebar. Jika lidah kita telah meluncur tanpa kendali, kehormatan kita seketika akan runtuh. Berbahagialah bagi siapa yang bisa berkata dengan akhlak tinggi. Selalu berkata baik. Jika tidak, cukup diam saja.

Kalau hanya berbicara, padahal kita sendiri tidak tahu akan membawa manfaat atau tidak maka sebaiknya diam saja. Dalam satu hadis, Rasulullah SAW. bersabda, "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah berkata yang baik atau diam." (HR. Bukhari-Muslim)

Kalaupun kita memandang perlu untuk berkata-kata, sebaiknya berikan yang terbaik kepada orang yang mendengarkannya: kata-kata yang paling indah, paling tulus, paling bersih dari segala niat dan motivasi yang tidak lurus. Oleh karena itu, usahakanlah kata-kata yang keluar dari lisan ini kita kemas sedemikian rupa, sehingga membawa manfaat dan maslahat baik bagi diri sendiri maupun bagi jalan hidup serta tumbuhnya motivasi, kehendak, ataupun tekad seseorang.

Walhasil, marilah kita tata lisan. Percayalah, orang yang sanggup memelihara lisannya akan lebih kuat wibawanya daripada orang yang gemar menghambur-hamburkan kata, tetapi kosong makna. Berusahalah senantiasa agar kata-kata yang kita ucapkan benar-benar bersih dari penambahan-penambahan dan rekayasa yang tiada artinya. Ukurlah selalu, di mana, kapan, dan dengan siapa kita berbicara, agar setiap kata yang terucap benar-benar bermutu dan tinggi maknanya.

Saudaraku, sadarilah bahwa lidah ini adalah amanah. Tiap-tiap kata yang terucap darinya kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Jadikan ucapan-ucapan kita adalah modal untuk mengundang keridaan Allah. Jangan jadikan kata-kata itu sebagai sebab datangnya murka dan kebencian-Nya. Jadi, bukan fokus dalam berbicara. Akan tetapi, fokuslah pada keyakinan. Fokus dalam mengamalkan, fokus dalam ikhlas, dan fokus membersihkan hati.

Mudah-mudahan Allah Yang Maha Menyaksikan segalanya, senantiasa menolong kita agar selalu sadar bahwa rahasia kekuatan lisan yang bisa menggugah dan mengubah orang lain itu, berawal dari hati yang tulus ikhlas. Tidak rindu apa pun dari yang kita katakan, kecuali rindu kemuliaan bagi yang mendengarkannya, rindu demi senantiasa mulia dan tegaknya agama Allah, serta rindu agar segala yang kita ucapkan menjadi ladang amal saleh untuk bekal kepulangan kita ke akhirat kelak. Insya Allah !

Semoga Allah SWT. membimbing lisan kita untuk berucap mengikuti keteladanan Rasulullah saw. Ucapan itu keluar dari lisan bagai untaian mutiara yang sarat dengan kebenaran, berharga, bermutu, dan membawa maslahat bagi siapa pun yang mendengarkannya. Amin. Wallahualam.***

[Ditulis oleh KH. ABDULLAH GYMNASTIAR, pimpinan Pondok Pesantren Daarut Tauhid. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Pon) 7 Oktober 2010 pada Kolom "CIKARACAK"]

0 comments: