PETUAH IMAM GHAZALI UNTUK JEMAAH HAJI

Orang yang akan melakukan ibadah haji, sebaiknya bertobat atas segala dosa. Baik dosa kepada Allah SWT. berupa pelanggaran terhadap segala larangan-Nya dan keengganan melaksanakan perintah-Nya, ataupun dosa kepada sesama manusia. Membayar segala utang, mengembalikan segala harta yang diperoleh dengan cara dzalim (korupsi) dan aniaya (merampas hak orang lain). Ongkos dan bekal yang dibawa, harus benar-benar halal dan bersih. Juga mempersiapkan nafkah yang cukup bagi keluarga yang ditinggalkan.

Banyak memberi sedekah kepada orang-orang lemah, fakir dan miskin. Bawaan barang agar disesuaikan dengan batas yang telah ditetapkan dan dijelaskan jumlah sedikit banyaknya barang bawaan itu, agar tidak mengandung unsur manipulasi (Catatan : mungkin pada masa sekarang, disesuaikan dengan ketentuan batas maksimal bagasi, 25 atau 30 kg.)

Carilah kawan seperjalanan yang saleh, yang baik dan menyukai kebaikan,suka memberi pertolongan, suka mengingatkan jika lupa, suka menegur jika ada kesalahan, memotivasi kepada keteguhan dan kesabaran, semata-mata karena Allah.

Sebelum berangkat, berpamitan kepada kawan-kawan, tetangga dan saudara-saudara yang berdekatan. Meminta restu mereka, dan mendoakan yang baik-baik untuk mereka. Ketika meminta diri diharapkan mereka mengucapkan kalimat "Astaudi`ullaha dinaka wa amanatika wa khawatima amalika." Saya serahkan kepada Allah, akan agama dan amanatmu, juga akhir amalanmu. (Hadis riwayat Imam Turmuzi)

Adab-adab batiniah ibadah haji, meliputi niat dan tujuan semata-mata karena Allah. Jadi bukan untuk mencari nafkah, kekayaan, kemasyhuran dan gelar. Melainkan dengan keduniaan (mengeluarkan materi) justru hendak mencapai nilai keakhiratan. Mencukupkan perbekalan agar dapat menampakkan kebaikan budi dan jiwa, memperbanyak sedekah. Mengeluarkan bekal untuk beribadah haji termasuk sabilillah. Yaitu meninggikan agama Allah.

Meninggalkan rafats (ucapan kotor dan tidak berguna), fusuq (maksiat, meninggalkan ketaatan kepada Allah SWT.), dan jidal (berbantahan, bertengkar). Maka orang berhaji harus mengutamakan sifat rendah hati, dan lemah-lembut. Kebaikan budi pekerti bukan hanya menahan diri dari perbuatan yang menyakiti orang lain, tapi juga sabar dan tabah dalam menghadapi perbuatan orang lain yang menyakiti kita.

Ikhlas dalam segala ucapan dan perbuatan. Tidak memperhitungkan segala apa yang telah dikeluarkan untuk menyempurnakan ibadah haji, seperti membayar dam, baik dam nusuk (denda karena melaksanakan haji tamattu`, yang mendahulukan umrah sebelum haji, atau haji qiran, yang menyatukan umrah dan haji, dengan menyembelih seekor kambing) maupun "dam isa`ah" (denda untuk mengganti perbuatan melanggar larangan ihram).

Juga ikhlas dalam menghadapi musibah atau kerugian yang menimpa fisik dan harta. Sebab segala musibah dan kerugian yang diterima secara ikhlas, termasuk kebaikan yang pasti berpahala di sisi Allah SWT.

Orang berhaji yang mampu memenuhi adab lahir dan batin di atas, Insya Allah akan menjadi haji mabrur. Yang diterima oleh Allah SWT. Ciri-ciri haji mabrur, adalah mampu meninggalkan segala laku maksiat sebelum berhaji. Diganti dengan laku taat. Meninggalkan pergaulan yang merusak akhlak dan agama, dengan pergaulan yang membawa kepada kemuliaan akhlak dan kesungguhan menjalankan aturan agama, baik di bidang ibadah ritual, maupun ibadah sosial. Dalam kehidupan sehari-hari, orang yang menjadi haji mabrur, selalu mengingat Allah SWT dalam segala ucapan dan tindakan. ***

[Ditulis oleh H.USEP ROMLI H.M./sumber kitab "IHYA ULUMUDDIN" Tulisan ini disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Pon) 7 Oktober 2010 pada Kolom "GEMA HAJI"]

0 comments: