Memasuki bulan Zulhijah 1431 Hijriah, Indonesia kembali didera musibah yang bertubi-tubi. Sudah sepantasnya kita sebagai makhluk menyikapinya dengan senantiasa sabar dan shalat. Firman Allah SWT.,

وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ
"Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk." (QS. Al-Baqarah : 45)

Sabar bukan berarti diam, tetapi sabar merupakan aktivitas positif dengan segenap upaya mempertahankan diri ketika menghadapi masalah atau musibah. Sementara shalat pada hakikatnya adalah doa, yaitu sikap bergantung (interdependensi) kepada
Allah SWT. sebagai pencipta (khalik), pemelihara (rabb), dan penguasa (malik) dari alam semesta dan seisinya. Shalat yang sempurna adalah shalat yang bernilai ritual dan sosial, yaitu nilai-nilai dalam shalat dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Pada dimensi sosial, saat seseorang menghadapi suatu hajat atau suatu kepentingan, dia senantiasa memohon doa dan restu kepada sesamanya. Ini menggambarkan kondisi jiwa yang haus akan perhatian dan kasih sayang sesama. Jika suatu ketika seseorang mengetahui bahwa dia sedang didoakan baik oleh saudaranya maka dipastikan dia akan sangat senang. Sepantasnya, bagi kita untuk membantu saudara kita yang sedang dirundung duka, baik di Mentawai maupun di Jawa Tengah atau di mana pun berada, minimal dalam bentuk doa.


Pantas,
Rasulullah SAW. mengajarkan kepada umatnya untuk menebarkan salam dengan lafaz "assalamualaikum" (semoga keselamatan/kedamaian tetap atas kamu semua). Ajaran yang mulia dengan memuliakan manusia melalui doa. Di dalam Islam, diajarkan bahwa membaca salam itu sunah dan menjawabnya wajib. Ini menunjukkan keharusan untuk mengapresiasi atas kebaikan orang lain dalam bentuk doa.

Islam pun mengajarkan kepada umat
Rasulullah SAW. untuk bersilaturahmi, yang secara hakiki bermakna mengoneksikan kasih sayang. Dampak dari koneksitas itu akan mengaktifasi setiap doa yang dipanjatkan oleh sesama umat Rasulullah. Ajaran Islam senantiasa mengajak umatnya untuk saling mendoakan sesama saudaranya seiman.

Dalam hadis yang diriwayatkan dari
Abu Bakar Ash Shidiq radhiyallohu’anhu dikatakan, "Sesungguhnya doa seseorang kepada saudaranya karena Allah adalah doa yang mustajab (terkabulkan)."

Dari
Shofwan bin ’Abdillah bin Shofwan -- istrinya adalah Ad Darda’ binti Abid Darda’, beliau mengatakan, "Aku tiba di negeri Syam. Kemudian saya bertemu dengan Ummud Darda’ (ibu mertua Shofwan) di rumah. Namun, saya tidak bertemu dengan Abud Darda’ (bapak mertua Shofwan). Ummu Darda’ berkata, ‘Apakah engkau ingin berhaji tahun ini ?’ Shofwan berkata, ’Iya.’" Ummud Darda’ pun mengatakan, "Kalau begitu, doakanlah kebaikan padaku karena Nabi SAW. pernah bersabda, ’Sesungguhnya doa seorang Muslim kepada saudaranya di saat saudaranya tidak mengetahuinya adalah doa yang mustajab (terkabulkan). Di sisi orang yang akan mendoakan saudaranya ini, ada malaikat yang bertugas mengaminkan doanya. Tatkala dia mendoakan saudaranya dengan kebaikan, malaikat tersebut akan berkata, ’Amin.’ Engkau akan mendapatkan semisal dengan saudaramu tadi." Shofwan pun berkata, "Aku pun bertemu Abu Darda’ di pasar, lalu Abu Darda’ mengatakan sebagaimana istrinya tadi. Abu Darda’ mengatakan bahwa dia menukilnya dari Nabi SAW." (sahih). Lihat Ash Shohihah (1399): (Muslim : 48-Kitab Adz Dzikr wad Du’aa’, hal. 88).

Kedua hadis tersebut tampak jelas. Doa dari orang yang tidak diketahui itu mustajab atau terkabulkan. Ini adalah peluang bagi umat Islam khususnya para calon jemaah haji, untuk senantiasa saling mendoakan baik secara langsung maupun tidak langsung. Meminta didoakan dan meminta maaf itu baik, tetapi mendoakan dan memberi maaf secara ikhlas itu jauh lebih baik.


Saat kita bertemu dengan seseorang, ucapkanlah salam dan bersalaman seraya berbisik mendoakan "
barokalloh" (semoga Allah melimpahkan keberkahan padamu). Saat kita berbelanja di warung kecil, doakanlah semoga Allah memberikan rezeki yang melimpah pada pemilik warung. Begitu pun ketika kita diminta untuk mendoakan seseorang yang mempunyai hajat maka jangan ditunggu lagi, segera kita doakan seikhlas mungkin, semoga harapannya terkabul.

Demikian juga untuk saudara kita yang sedang dilanda musibah, kita doakan tanpa harus diminta dan diketahui oleh mereka, kita panjatkan, "
Ya, Allah, semoga Engkau segera mengganti musibah menjadi rahmat-Mu." Amin.

Wallahualam.***


[Ditulis oleh ROHMANUR AZIZ, Ketua DKM Al-Mu’minuun Griya Utama Rancaekek, pengurus DPW Generasi Muda Mathla’ul Anwar Jawa Barat, dosen Fakultas Dakwah & Komunikasi UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Pahing) 5 November 2010 pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]

Sejak Selasa (12/10) lalu, jemaah calon haji (calhaj) Indonesia sebagai bagian dari tiga juta jemaah haji mulai "menyerbu" dua kota suci. Mekah dan Madinah memiliki magnet yang luar biasa sehingga setiap Muslimin selalu merindukan mengunjungi Baitullah.

Sesungguhnya ibadah haji merupakan napak tilas dari perjuangan para nabi, dimulai dari nenek moyang manusia--Nabi Adam--, Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, hingga Rasulullah SAW. Rangkaian ibadah haji seperti tawaf, sai, wukuf di Padang Arafah, dan melempar jumrah di Mina, mengindikasikan "rute" perjuangan nabi-nabi terdahulu.

Perjalanan haji memang tidak semata-mata sebuah perjalanan wisata, tetapi perjalanan yang disyaratkan dengan penuh makna. Bahkan, di luar rangkaian rukun dan wajib haji pun jemaah masih menambahkannya dengan menelusuri jejak-jejak Rasulullah. "Antara rumahku dan mimbarku adalah taman di antara taman-taman surga." Demikian Rasulullah mengisyaratkan satu tempat istimewa yang kini terletak di salah satu sudut Masjid Nabawi, Madinah. Itulah Raudah. Sebuah tempat yang membuat jemaah haji maupun umrah begitu pasrah. Perjuangan pun harus dilalui agar bisa beribadah di atas tanah yang pernah menjadi pusat kehidupan Rasulullah. Raudah mengisyaratkan dan menjadi salah satu tempat dengan doa-doa akan dikabulkan Allah.

Raudah menjadi incaran setiap jemaah haji, sehingga dipadati dan harus berdesak-desakkan untuk mendapatkan satu "kaveling" di dalamnya. Salat sunah, salat wajib, rangkaian doa, zikir, dan membaca ayat demi ayat Alquran, merupakan ibadah yang bisa dilakukan di Raudah. Bukan hanya Raudah. Setiap jejak kaki para nabi pun berupaya diikuti jemaah haji. Meski tenaga mulai terkuras, semangat yang memancarkan spiritualitas tetap terjaga. Mina, Arafah, dan Muzdalifah menjadi saksi-saksi sejarah akan perjuangan para nabi dalam menegakkan kalimat tauhid. "Subhanallah. Walhamdulillah. Walaa ilaaha illallah wallahu akbar." Gema takbir, tahmid, dan tahlil pun terus menggema ketika jemaah haji mengelilingi Kabah yang dikenal sebagai tawaf. Berjalan penuh sesak, berimpitan, bahkan tak jarang bersenggolan menjadi kenikmatan tersendiri bagi jemaah haji. Bahkan, ketika jari-jari kaki terinjak jemaah lain juga tidak ada amarah karena semua pasrah kepada Sang Pencipta alam semesta.

Lautan manusia bergerak dalam arah sama. Tujuh keliling setiap jemaah harus melangkah mengitari bangunan yang dibalut kain kiswah bersulam benang emas tersebut. Seolah-olah kita juga melangkahkan kaki melintasi tempat-tempat bersejarah, seperti Hajar Aswad, Maqam Ibrahim, Hijir Ismail, dan sudut rukun Yamani.

Sesekali berjalan saat tawaf terbersit keinginan kuat untuk mencium batu hitam (Hajar Aswad). Akan tetapi tidak perlu dipaksakan. Nabi Muhammad pun mengisyaratkan mencium Hajar Aswad dengan cara melambaikan tangan.

Tawaf melambangkan sebuah proses perjuangan untuk mencapai tujuan. Ke mana pun dan kapan pun kita pergi, tetap terikat dengan sumbu tauhid (laa ilaah illallah) yang dilambangkan dengan Kabah. Tempat itu lah yang menjadi semacam titik pusat gravitasi kesadaran spiritual umat yang bertauhid.

Hendaknya untuk mencapai cita-cita tetap terikat dengan semangat tauhid. Semakin dekat kepada Baitullah, semakin dekat pula jarak tawaf yang harus ditempuh jemaah haji. Perjuangan pun makin berat. Sebaliknya bila tawaf mengambil jarak lebih jauh apalagi di lantai dua dan tiga, maka semakin luas dan panjang jarak yang harus ditempuh.

Tawaf pun dianjurkan untuk tetap dilaksanakan di luar rangkaian haji. Bahkan, tidak ada salat sunah menghormati masjid (tahiyyatul-masjid) di Masjidilharam karena diganti dengan tawaf. Lebih dari itu, tawaf merupakan ibadah yang tidak bisa dilakukan di masjid-masjid lain.

Selepas tawaf, jemaah haji bergeser menuju ke tempat sai (masna). Lari-lari kecil untuk mengejar dua bukit, Safa dan Marwah. Tak lupa kita menghadapkan wajah ke Kabah lalu berdoa dan bertakbir.

Jemaah haji harus mencontoh perjuangan Siti Hajar yang harus berlari-lari antara dua bukit untuk mencari air kehidupan. Dengan perjuangan keras disertai doa yang kuat, akhirnya Allah mengabulkan dengan membukakan mata air yang terkenal yakni zamzam.

Ketika perjuangan dalam ibadah haji hampir usai, kita pun melakukan tawaf wada. Sebuah tawaf yang wajib dilakukan untuk jemaah haji maupun umrah yang akan meninggalkan Kota Mekah.

Ketika putaran ketujuh atau putaran akhir seraya berbisik lirih kita ucapkan, "Ya Allah, bawa daku kembali mengunjungi rumah-Mu ini."***

[Ditulis Oleh KH. MIFTAH FARIDL, Ketua Umum MUI Kota Bandung, dosen ITB, Ketua Yayasan Unisba, dan Pembimbing Haji Plus dan Umrah Safari Suci. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Legi) 4 November 2010 pada Kolom "CIKARACAK"]
Pada akhirnya, siapa pun ingin bahagia dalam hidup, setidaknya di dunia. Tentu saja, mereka yang meyakini kehidupan sesudah hidup di dunia mengharapkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Sesuai dengan doa, "Rabbana aatinaa fiddunya hasanah wafil aakhirati hasanah wakinaa adzaabannaar."

Namun pada kenyataannya, tidak semua orang bertemu dengan kebahagiaan. Pada dasarnya, mereka yang menilai kebahagiaan dengan materi hanyalah orang-orang yang tertipu, karena segala sesuatu yang ada di dunia ini hanya memiliki harga sesuai dengan kemampuan manusia untuk menghargainya. Manusia juga punya kecenderungan untuk rindu pada sesuatu yang belum ada padanya, sebab segala isi dunia ini indahnya sebelum ada di tangan.

Contohnya Rockefeller, miliuner Amerika yang sepanjang hidupnya mengejar kekayaan. Namun setelah menjadi miliuner, semuanya itu tak lagi berarti. Pada usianya yang sudah 97 tahun, dia hanya ingin agar dicukupkan hidupnya menjadi seratus tahun.

Ternyata harta yang banyak itu tak mampu sekadar untuk membeli kekurangan yang tiga tahun, karena pada tahun itu juga ia wafat. Sesuatu yang belum kita miliki sering disangka menjanjikan kebahagiaan. Namun manusia kerap kali tidak mampu menghargai apa pun yang sudah dimilikinya.

Demikian pula Raja Midas yang bertapa dan memohon kepada dewa agar setiap yang disentuhnya berubah menjadi emas. Dia ingin menjadi yang paling kaya. Permohonannya diperkenankan para dewa. Pulanglah Raja Midas ke istana. Kemudian disentuhnya pagar istana, lalu pagar pun berubah menjadi emas. Disentuhnya pilar istana dan pilar pun menjadi emas. Karena rindu kepada istrinya, dia pun segera menemui isterinya dan ketika dia memeluk isterinya karena rindu, ternyata istrinya pun berubah menjadi patung emas. Raja Midas meraung-raung menyesali diri.

Salah satu gerbang untuk meraih kebahagiaan adalah jika kita mampu meraih hidup yang bermakna. Hidup yang bermakna positif akan membuat manusia bahagia meskipun harus menjalani realitas kehidupan yang berliku. Manusia hidup tidak berdasarkan pada realitas objektif. Namun manusia hidup didasarkan pada penafsiran atas realitas. Misalnya, seorang pebisnis memasang tulisan di dinding kantornya, "Aku pernah bersedih karena kehilangan sepatu, sampai aku bertemu orang yang kehilangan kedua kakinya!"

Pengusaha itu bangkrut dan harus menutup usahanya, lalu dia memutuskan pulang kampung. Saat dia menyeberang jalan di kampungnya, seseorang dengan kursi roda menyapanya dengan sangat akrab dan ekspresif. Saat itu, dia menyadari hidupnya masih bisa bangkit karena dia masih punya dua kaki, dua tangan, dan tubuh yang utuh.

Ada gejala missing style syndrome sehingga setitik derita menjadi seolah raksasa karena perhatian hanya tertuju padanya. Manusia mengabaikan setitik itu yang sesungguhnya berada di tengah belantara bahagia.

Lalu, bagaimana hubungan haji dan kebahagiaan hakiki? Ujian haji kadang tampak sepele, mengutip tausiah Hj. Fatimah Avalpo (Ibu Empet, mubaligah senior di Bandung). Pada dasarnya, haji itu bisa sengsara bisa bahagia, antara lain sangat bergantung pada bagian tubuh yang 5 cm, yaitu bibir kita. Jika bibir banyak digunakan untuk ngomel dan ngedumel, maka kita akan sengsara karena kesulitan yang ditambah omelan akan membuat kesulitan itu makin terasa sulit. Apalagi ketika membandingkan kesulitan kita dengan kesenangan orang lain.

Sebaliknya jika bibir ini digunakan untuk berzikir dan memuji Allah, maka akan lahir ketenangan dan ketenteraman dalam hati kita. Jika hati sudah bersih dan tenteram, maka dunia pun akan berubah. Kesulitan akan dirasa sebagai ujian ketaatan dan kesenangan akan dirasa sebagai sebuah anugerah Allah, yang takkan mampu diraih tanpa pertolongan Allah. Dengan hati yang selalu ingat kepada Allah, ditambah dengan pengetahuan yang cukup tentang manasik dan sejarah serta hikmah haji, maka setiap episode haji akan menjadi jalan kebahagiaan. Tawaf akan sangat membahagiakan, menggoreskan kenangan indah tak terlukiskan, ketika kaki menapak perlahan di tengah hiruk-pikuk sesama hamba yang sama-sama mengejar cinta Ilahi. Apalagi yang berkesempatan mencium Hajar Aswad dan berdoa tepat di multazam. Subhanallah !

Sai akan sangat impresif dan berkesan mendalam apalagi bagi kaum ibu, karena sai napak tilas perjalanan Siti Hajar. Seorang wanita tangguh, istri salehah yang sangat taat pada suami, dan ibu yang sangat penyayang pada anaknya, segera melupakan rasa lelah, sambil tiada berputus asa mengejar rahmat dan karunia Allah.

Buah perjuangan Siti Hajar sangatlah menakjubkan, berupa zamzam yang menjadi sumber pelepas dahaga dan pelepas kerinduan ke tanah suci. Zamzam menjadi oleh-oleh paling dirindukan keluarga dan kerabat. Bahkan meminumnya pun kita berdoa dengan doa yang khusus. "Ya Allah, karuniakan kami ilmu yang bermanfaat, rezeki yang luas, amal yang diterima, kesembuhan dari segala penyakit, dan terhindar dari kepedihan dengan rahmat-Mu wahai yang Mahapengasih di antara yang Pengasih."

Sepulang haji, jemaah mesti bertanya apakah haji saya mabrur ? Ketika Rasulullah SAW. ditanya mengenai tanda-tanda haji mabrur, Rasul yang mulia itu menjawab, "Haji mabrur itu gemar memberi makan orang miskin dan bersikap santun kepada sesama."

Sebelum kita pulang ke tanah air, sesaat ketika kita akan meninggalkan Tanah Suci, Mekah atau Madinah, maka berbesar hatilah wahai saudaraku jemaah haji. Karena Allah sesungguhnya telah mengundang dan memperkenankan kita untuk hadir di rumah-Nya. Kita berbesar hati dan berbaik sangka bahwa kita telah diterima di rumah Allah dan Allah sebagai tuan rumah pastilah memilih siapa yang diperkenankan masuk dan berasyik masyuk di rumah-Nya.

Labbaik Allahumma Labbaik. Labbaika laa syarikalaka Labbaik. Innal Hamda wanni`mata laka wal mulka laa syarikalaka.***

[Ditulis oleh H. BUDI PRAIYITNO, pembimbing Haji Plus dan Umrah Khalifah Tour. Disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Selasa (Wage) 2 November 2010 pada Kolom "UMRAH&HAJI"]
"Baitullah ini adalah salah satu pilarnya agama Islam. Barangsiapa yang berniat menuju ke Baitullah, baik para haji ataupun yang berumrah, maka mereka dijamin oleh Allah SWT. apabila meninggal dunia dalam perjalanan, maka mereka akan ditempatkan di surga dan mereka yang pulang dengan selamat ke negerinya akan membawa pahala serta harta benda (Ghanimah)." (HR. Ibnu Juraih)

Tanpa terasa musim haji akan tiba dan tentunya para calon haji sudah siap mental, spiritual, dan material guna mengamalkan rukun Islam yang hanya diwajibkan sekali saja. Dalam suatu hadits, Rasulullaah SAW bersabda, yang intinya mengingatkan jika kita berada di Masjidil Haram supaya memperbanyak memandang Baitullah. Karena, Allah SWT. memberi rahmat sebanyak 120 rahmat, 60 rahmat bagi orang yang tawaf, 40 rahmat bagi orang yang shalat dan 20 rahmat bagi yang memandang Kabah.

Dalam hadits lain dianjurkan supaya memohon ampun kepada Allah SWT. di Multazam, dengan menyatakan satu per-satu dosa yang pernah dilakukan. Sedangkan dosa-dosa yang kita lupa, supaya mohon kepada Allah SWT. agar diampuni juga.

Dalam doa tawaf, ada 4 (empat) baris yang tertulis yaitu, "Ya Allah Ya Tuhanku, karena imanku kepada-Mu dan membenarkan kitab Al-Quran firman-firman-Mu dan dengan setia memenuhi janji kepada-Mu, serta mengikuti sunah Nabi-Mu...," yang di antara baris-baris itu ada yang sudah sering dipahami masyarakat. Akan tetapi, pada baris lainnya yaitu kalimat "dengan setia memenuhi janji kepada Allah," ini memerlukan penjelasan tentang bagaimana janji itu dan bagaimana diucapkannya.

Ketika Umar Ibnu Khatab RA. menunaikan ibadah haji, beliau minta dipandu oleh Imam Ali bin Abi Talib RA., karena Ali memiliki ilmu-ilmu agama yang lebih luas dibanding Umar. Tatkala selesai tawaf 7 putaran di depan Hajar Aswad, Umar berkata, "Kamu hanyalah batu, tidak akan mendatangkan manfaat dan mudarat, jika aku tidak melihat Rasulullah menciummu, aku tidak sudi menciummu," kata Umar. Ali yang ada di sebelah Umar berucap, "bukan begitu Umar, batu ini akan menjadi saksi bahwa kamu telah memenuhi janjimu kepada Allah yang kamu ucapkan sebelum kamu lahir di bumi", lalu Ali menafsirkan ayat 172-173 dalam surat Al-A'raf, ketika Allah SWT. menciptakan Adam dan Hawa dan semua anak-cucu Adam dan Hawa yang akan lahir di planet bumi ini, mereka telah berjanji bahwa jika mereka lahir di bumi tidak akan mengabdi dan tidak akan mempertuhankan selain Allah SWT. Dengan ucapan Balaa alastu birabbikum ?, "bukankah Aku ini Tuhanmu ?", tanya Allah, lalu mereka menjawab, Balaa, "betul, Engkau adalah Tuhanku." Janji setia itu semua tertulis di dalam Hajar Aswad, Orang yang datang beribadah haji atau umrah dengan mencium Hajar Aswad atau memberi salam, mereka itulah yang setia memenuhi janji mereka yang diucapkan ketika masih berada di alam "Dhar" (bentuk terkecil calon manusia) dan ada juga yang menafsirkan sebagai alam arwah,

Baitullah Alharam Mekah ini namanya juga Bakkah, sebagaimana dapat dilihat dalam Surah Ali-Imran ayat 96-97 yang menginformasikan perihal di tempat tawaf itu berdesakan pria dan wanita. Oleh sebab itu, dalam tawaf laki-laki dan perempuan bersama-sama, bahkan hanya di Masjidil Haram ini saja diperbolehkan laki-laki dan perempuan salat berdampingan, di masjid lain tidak diizinkan.

Dalam hadis lain, Rasululah SAW. bersabda, "apabila kamu masuk masjid, jangan duduk dulu, lakukan shalat dua rakaat yang berarti shalat tahiyatul masjid." Akan tetapi, di Masjidil Haram ini, shalat tahiyatul masjid bukan dua rakaat, tapi tawaf tujuh putaran yaitu Tawaf Ghudum, yang bermakna tawaf datang di Mekah. Bacaan niatnya adalah "Allahumma inni uridu tawafsab'ah aswatin tawafil ghudum lillahi taala, allahu akbar." Tawaf Qudum ini tanpa Sai. Setelah itu, baru melakukan tawaf umrah dan sai umrah.

Rasulullah SAW. juga berpesan, "Tufu bi ahli makkah wa zuru bi ahli madinah", artinya, "tawaflah dengan panduan orang Mekah dan berziarahlah dengan panduan orang Madinah."

Karenanya, jika akan melakukan umrah lebih dari satu kali, supaya keluar dari Mekah dengan memakai pakaian ihram lalu masuk lagi ke Mekah. Jika sulit membaca doa-doa tawaf yang ada di buku panduan Anda, cukuplah membaca doa-doa tasbih seperti berikut ini :
  1. Lailaha illallah Wahdahu la Syarika lahu, Lahul Mulku wa Lahul Hamdu Yuhyi wa Yumitu wa Huwa Hayyun la Yamut Biyadihil Khairu wa Huwa Ala Kuli Syai in Qodir.
    Tasbih para malaikat apabila turun ke bumi dan tawaf. Artinya, "Tiada Tuhan melainkan Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya, seluruh wujud adalah milik-Nya, segala puji hanya untuk-Nya yang maha menghidupkan dan maha mematikan, pada kekuasaan-Nya segala kebajikan dan Dia maha mampu dalam segala hal."
  2. Subhanallah wal Hamdulillah wa La Ilaha Illallah Wallahu Akbar. Tasbih
    Nabi Adam AS.
    Artinya, "Maha suci Allah, segala puji untuk-Nya, tiada Tuhan melaikan Allah, dan Allah Maha besar, Allah yang maha tinggi dan maha agung."
  3. Rabbana Atina Fiddunya Hasanatan wa Fil Akhirati Hasanatan Waqina Azaabannaar wa Ad-Hilnal Jannata Ma'al Abror ya Azizu ya Ghafar ya RabbalAlamin. (
    Nabi Ibfahim AS.
    ) Artinya,"Ya Allah ya Tuhanku, berilah kebaikan-kebaikan kehidupan dunia dan akhirat dan hindarkanlah kami dari adzab siksa dan masukanlah kami ke dalam surga-Mu bersama dengan mereka yang berbakti kepada-Mu. Ya, Tuhan yang maha perkasa dan maha pengampun, ya Tuhan penguasa seluruh alam."
  4. Wa Sallallahu Ala Sayidina Muhammadin wa Alihi Wasalim Wal Hamdulillahi Rabbil Aalamiin.
    Artinya, "Dan shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada panutan kita Nabi Muhammad SAW. serta kepada keluarganya dan sahabat-sahabatnya dan segala puji bagi Allah penguasa seluruh alam."
Semua doa tersebut, hendaknya dibaca dan ditambah serta diakhiri dengan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW.

Bacalah sebanyak mungkin pujian dan doa-doa tersebut selama Anda berada di tanah suci.

[Ditulis oleh HABIB HASYIM serta disalin dari Tabloid "LABBAIK" Edisi 13/Th.I/Oktober 2010/Syawal 1431 H. pada rubrik "PEMBINAAN HAJI"]