Jarang dalam suatu rumah tangga menjadi hancur berantakan yang disebabkan oleh kekurangan harta dan fasilitas hidup. Pada umumnya, kehancuran rumah tangga berpangkal dari sangat kurangnya pemahaman tentang agama para anggota rumah tangga tersebut, antara ayah, ibu, dan anak-anak serta anggota rumah tangga lainnya, sehingga jauh dari akhlakul karimah. Antara suami dan istri tidak lagi saling menghargai. Anak-anak mereka tidak lagi taat dan menghormati orang tua, sehingga terciptalah suatu iklim yang buruk, yang menimbulkan kesenjangan dan menjurus kepada hancurnya rumah tangga.

Sejak 14 abad lalu, Rasulullah SAW. telah mengingatkan umatnya, "Bila Allah menginginkan kebaikan suatu rumah tangga, maka (pengisi rumah tangga tersebut) diberi pemahaman dalam masalah agama." (HR. Daruquthni)

Berdasarkan peringatan Rasulullah SAW. tersebut, jelaslah bahwa pangkal kebaikan suatu rumah tangga sangat bergantung kepada pemahaman dan ketaatan terhadap aturan-aturan agama, bukan hanya pada harta yang berlimpah, gelar, dan kedudukan. Akan tetapi, tidak berarti bahwa harta dan kedudukan tidak penting bagi kehidupan. Kita diperintahkan untuk bekerja keras mencari harta, ilmu, pengaruh, kedudukan, pasangan hidup, dan keturunan. Asalkan semua yang kita usahakan itu, dalam mencari rida Allah SWT. dan berada dalam koridor nilai-nilai kebenaran. Bagaimanapun, harta merupakan sarana mutlak untuk kesempurnaan beragama. Tidak mungkin kita dapat beribadah tanpa memiliki harta. Akan tetapi, semua itu harus diperoleh dari jalan yang halal dan dibelanjakan di jalan yang diridai Allah.

Peranan kaum ibu sangat penting bahkan dominan untuk menanamkan nilai-nilai agama dalam kehidupan rumah tangga. Tidak dapat diragukan, ibu adalah inti di tengah keluarga dan masyarakat. Dia adalah pemberi pengaruh yang amat kuat pada diri anak-anak, baik dengan perkataan, keteladanan, cinta, dan kasih sayang. Anak-anak senantiasa meniru ibunya. Jika ibu menegakkan hukum-hukum Allah dan Rasul-Nya serta menaatinya, berpegang pada akhlak-akhlak Islam yang terpuji, anak tentu akan tumbuh dengan memiliki akhlak-akhlak terpuji pula. Sebaliknya, jika akhlak ibu buruk, tidak menegakkan hukum-hukum Allah dan buruk pergaulannya, anak cenderung akan tumbuh dengan memiliki sifat-sifat buruk. Namun, semua itu harus ditunjang oleh kaum bapak, malahan harus jadi pelopor menegakkan agama Allah, sebagai pembimbing wanita (istri). Ingat, kedua orang tua akan dimintai pertanggungjawabannya sebagai kepala rumah tangga oleh Allah SWT., di yaumil akhir nanti.

Peranan kaum ibu menjadi sokoguru kehidupan rumah tangga. Setiap ibu wajib menanamkan kecintaan, sekaligus rasa takut kepada Allah serta merasakan pengawasan-Nya setiap saat ke dalam hati anak, agar pendidikan spiritual, pertumbuhan iman, dan akhlak yang utama benar-benar merasuk ke dalam hati sanubarinya. Teladan yang baik merupakan landasan fundamental dalam membentuk karakter anak, baik dalam segi agama maupun akhlak.

Membiasakan anak untuk mengerjakan berbagai macam ibadah. Ibadah pertama yang wajib dikerjakan anak sejak usia dini adalah shalat lima waktu. Sebagaimana perintah Rasulullah SAW., "Suruhlah anak kalian mengerjakan shalat, sedang mereka berumur tujuh tahun dan pukullah (sekadar untuk penegakan disiplin) mereka karena shalat ini, sedangkan mereka berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah tempat tidur mereka (antara anak laki-laki dan perempuan)." (HR. Abu Daud dan Al Hakim)

Shalat merupakan ibadah yang pertama kali dihisab di akhirat kelak. Allah menyediakan tempat di neraka Saqar bagi orang yang meninggalkan shalat (QS. Al-Mudatstsir (74) : 41-43). Apabila diamalkan berdasarkan ketentuannya, sesuai dengan yang dicontohkan Rasul, shalat merupakan ibadah yang berfungsi mencegah perbuatan keji dan mungkar (QS. Al Ankabut [29] : 45). Salah satu faktor keberhasilan orang tua dalam mendidik anaknya dengan pendidikan Islam yang benar ialah membiasakan anak laki-lakinya shalat berjemaah di masjid.

Selanjutnya melatih anak menunaikan shaum Ramadhan, bergantung kepada kesehatan dan kemampuannya, ketika dia berumur lima, tujuh, atau sepuluh tahun. Maka setelah mencapai usia balig, anak sudah siap rohani dan jasmaninya untuk menunaikan salat dan saum. Selain itu, biasakanlah anak gemar menuntut ilmu agama, karena hukumnya wajib. Belajar menghafal, memahami Al-Qur'an dan Hadits Nabi yang syahih, dan mengamalkannya. Dengan mempelajarinya, anak mengetahui tata cara shalat yang benar sesuai dengan contoh dan petunjuk Nabi. Begitu pun tata cara shaum, dan ibadah-ibadah lainnya. Sekolahkanlah anak di lingkungan yang kondusif.

Pembinaan sektor akhlak, antara lain jauhkan dari hidup mewah dan hura-hura. Tidak berkata-kata buruk. Biasakanlah bersikap tawadu dan hormat kepada orang lain. Taat pada orang tua, guru, ustaz serta siapa pun yang lebih tua usianya. Jauhkan dari dusta, karena dusta merupakan kunci kejahatan, memberi peluang bagi berbagai macam keburukan.

Kunci sukses peranan kaum ibu lainnya dalam pembinaan akhlak, ialah membiasakan anak putrinya berpakaian berjilbab yang sesuai dengan syariat, firman Allah SWT. (QS. An-Nur [24] : 31).

Pakaian wanita beriman harus senantiasa mencerminkan jiwa yang takwa kepada Allah SWT., mencerminkan pribadi Muslim sehingga mampu menjadi sarana pencegahan terhadap aksi kaum pria, mencerminkan pribadi kewanitaan yang berbudi pekerti sehingga tidak membangkitkan syahwat kaum pria, sebagai penutup aurat, penutup bagian tubuh yang malu bila dilihat, juga penutup bagian yang dapat merangsang kaum pria.

Semoga kita senantiasa mendapat rahmat serta lindungan Allah Yang Maha Kuasa. Amin.
***

[Ditulis Oleh H. EDDY SOPANDI, peserta majelis taklim di beberapa masjid, antara lain Al Furqon UPI, Istiqomah, Viaduct, Salman ITB. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Pon) 31 Desember 2010 ada kolom "RENUNGAN JUMAT"]
Safar merupakan bulan kedua dalam kalender Islam atau kalender Hijriah. Safar artinya kosong atau kuning. Dinamakan demikian karena pada bulan kedua ini dahulu semua laki-laki bangsa Arab meninggalkan rumah, ada yang pergi perang, berniaga, atau mengembara sehingga rumah-rumah kosong ditinggal kaum laki-laki.

Dalam menyikapi kehadiran Safar, di kalangan umat Islam masih ada yang terpengaruh tradisi paganisme jahiliah yakni menganggap sial waktu-waktu tertentu. Termasuk menganggap bahwa Safar merupakan bulan sial, bulan nahas, bulan diturunkannya bencana, dan bulan yang harus diwaspadai keberadaannya. Masyarakat Arab jahiliah menganggap Safar sebagai bulan penuh kesialan (Shahih Bukhori No. 2380 dan Abu Dawud No. 3915). Sehingga pada bulan ini mereka dilarang mengadakan hajatan atau pekerjaan-pekerjaan penting lainnya karena akan mendatangkan bencana atau kegagalan. Untuk menolak kesialan di bulan ini, mereka melakukan ritual tolak bala dengan cara memanjatkan doa dan mandi di pantai, sungai, atau tempat-tempat keramat tertentu.

Sikap dan perbuatan seperti itu tidak sesuai dengan ajaran Islam dan bertentangan dengan misi yang dibawa Nabi dan Rasul, yakni berdakwah kepada tauhid. Rasulullah SAW. bersabda, "Tidak ada penularan penyakit (dengan sendirinya), tidak ada thiyarah, tidak ada kesialan karena burung hantu, dan tidak ada kesialan pada bulan Safar." (HR. Bukhori, Muslim, Abu Dawud, dan Ahmad)

Sebagai seorang Muslim sudah sepantasnya mengikis kepercayaan terhadap kesialan pada bulan Safar ini karena bertentangan dengan akidah dan tauhid. Orang yang menganggap Safar adalah bulan sial sama dengan mencela waktu. Rasulullah SAW. bersabda, "Beranggapan sial termasuk kesyirikan (beliau menyebutnya tiga kali)." Lalu beliau bersabda, "Tidak ada di antara kita yang selamat dari beranggapan sial. Menghilangkan anggapan sial tersebut adalah dengan bertawakal." (HR. Abu Dawud)

Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyah rahimahullahu berkata dalam kitab Zaadul Ma’aad (II/354-255), "Memaki masa (waktu) termasuk perbuatan syirik. Sebab, ia memaki masa karena anggapannya bahwa masa dapat memberi manfaat dan mudarat. Di samping anggapan bahwa masa itu zalim karena telah merugikan orang yang tidak pantas dirugikan, memberi orang yang tidak pantas diberi, mengangkat derajat orang yang tidak pantas diangkat derajatnya, menahan orang yang tidak pantas ditahan haknya."

Selanjutnya beliau berkata, "Padahal, hakikatnya Allah yang menciptakan masa itu, Dialah yang memberi dan menahan yang mengangkat dan menurunkan yang memuliakan dan menghinakan, masa sama sekali tidak punya kuasa atas hal tersebut. Jadi, memaki masa sama halnya dengan mencaci Allah. Oleh karena itu, (dia) dianggap telah menyakiti Allah SWT dalam kitab ash-Shahihain, dari hadis Abu Hurairah RA., Rasulullah SAW. bersabda, "Allah Ta’ala berfirman, ’Anak Adam telah menyakiti-Ku, ia memaki masa, padahal Aku-lah (yang menciptakan) masa’."

Sikap yang harus kita tumbuhkan dalam mengisi Safar ini, antara lain :

Pertama, meyakini bahwa Safar sama dengan bulan-bulan lainnya yang telah Allah SWT. jadikan sebagai kesempatan untuk melakukan amal-amal yang bermanfaat. Menganggap Safar sebagai bulan pembawa sial merupakan perbuatan haram dan syirik karena tidak ada yang mampu memberikan manfaat dan menimpakan mudarat kecuali Allah SWT., sebagaimana firmannya,
وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ ۖ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلَا رَادَّ لِفَضْلِهِ ۚ يُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ ۚ وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
"Jika Allah menimpakan sesuatu kemudaratan kepadamu, tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, tak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS Yunus :107)

Kedua, bila musibah menimpa kepada diri kita di bulan ini, harus diyakini semua itu merupakan ketetapan Allah SWT. yang penuh dengan keadilan dan hikmah-Nya. Allah SWT. berfirman,
قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلَانَا ۚ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
"Katakanlah, ’Sekali-kali tidak akan menimpa kami, melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal." (QS. At-Taubah : 51)

Ketiga, jika kita membatalkan pekerjaan atau hajatan pada bulan ini, alasannya bukan karena Safar, melainkan karena alasan logis yang tidak bertentangan dengan nilai ketauhidan. Rasulullah SAW. bersabda, "Barangsiapa yang keperluannya tidak dilaksanakan disebabkan berbuat thiyarah, sungguh ia telah berbuat kesyirikan. Para sahabat bertanya, ’Bagaimanakah cara menghilangkan anggapan (thiyarah) seperti itu ?’ Beliau bersabda, ’Hendaklah engkau mengucapkan (doa), Ya Allah, tidak ada kebaikan kecuali itu datang dari Engkau, tidak ada kejelekan kecuali itu adalah ketetapan dari Engkau, dan tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar selain Engkau’." (HR. Ahmad dan Ath-Thabrani)

Keempat, menumbuhkan sikap tawakal kepada Allah SWT. yang disertai usaha dan amal yang tidak bertentangan dengan syariat. Allah SWT. berfirman,
وَلِلَّهِ غَيْبُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَإِلَيْهِ يُرْجَعُ الْأَمْرُ كُلُّهُ فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ ۚ وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
"Dan kepunyaan Allah-lah apa yang gaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya-lah dikembalikan urusan-urusan semuanya, sembahlah Dia dan bertawakallah kepada-Nya. Dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan." (QS. Huud : 123)

Kelima, meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. dengan melakukan berbagai ketaatan, baik dalam melaksanakan perintah-Nya maupun menjauhi larangannya. Dengan ketakwaan, akan menjadi sarana untuk mendapatkan kebahagiaan, keselamatan, dan mampu membedakan yang benar dan batil (furqan).

Akhirnya, marilah kita perkuat fondasi tauhid dengan ilmu dan amal dan bermohon kepada Allah SWT. agar membimbing dan melindungi diri kita dari perbuatan syirik yang akan menelantarkan kita di dunia maupun akhirat.

Wallahu’alam bishawab. ***

[Ditulis Oleh H. MOCH. HISYAM, Ketua DKM Al-Hikmah RW 07 Sarijadi Bandung, anggota Komisi Pendidikan dan Dakwah MUI Kel. Sarijadi, Kec. Sukasari, Kota Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Pahing) 30 Desember 2010 pada kolom "CIKARACAK"]
وَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah : 216)

Alkisah di negeri India ada seorang raja yang disenangi rakyat, terutama oleh rakyat jelata. Sang raja tersebut memiliki seorang perdana menteri yang setia menemani raja ke mana pun sang raja pergi. Ada satu ungkapan yang selalu terlontar dari mulut sang perdana menteri ketika berbincang dengan sang raja. Ia selalu berucap, "Apa pun yang terjadi, ini adalah yang terbaik bagi kita."

Ketika musim hujan tiba, sang raja resah karena hujan turun terus-menerus. Akan tetapi, Perdana Menteri berkomentar, "Wahai Tuanku, hujan ini adalah yang terbaik bagi kita. Karena dengan air yang banyak melimpah di musim hujan ini, rakyat kita bisa bercocok tanam. Sawah-sawah kita akan semakin subur sebab air mengaliri seluruh area pertanian. Rakyat kita pun bisa mandi dan minum sepuasnya." Raja membenarkan pernyataan menterinya itu.


Pada suatu hari, mereka berencana untuk berburu. Semua anggota rombongan mempersiapkan segala perlengkapan untuk berburu. Akan tetapi di luar dugaan, sang raja yang hendak makan apel pada waktu itu, jari tangannya teriris sampai putus. Darah pun keluar tanpa henti dari tangan raja. Apa yang disampaikan Perdana Menteri, "Rajaku yang baik, apa yang terjadi pada yang mulia, itu adalah yang terbaik bagi raja." Mendengar hal itu, kali ini raja naik darah dan tidak dapat mengontrol lagi emosinya. Akhirnya, sang menteri dijebloskan ke penjara. Di dalam penjara, ia berkata kepada sang raja, "Ketahuilah wahai rajaku, penjara ini adalah yang terbaik bagiku." Rupanya raja tidak peduli lagi dengan apa yang dikatakan menterinya itu.


Enam hari setelah kejadian itu, sang raja ingin sekali berburu. Akhirnya ia pergi sendirian. Sesaat ketika hari berangsur gelap, raja melihat seekor kelinci hutan. Dengan rasa senang ia mengejar kelinci itu hingga masuk ke hutan. Tanpa disadari, raja yang dalam kebingungan terjerembap ke dalam perangkap binatang. Spontan ia berteriak minta tolong. Akan tetapi, teriakan raja sama sekali tidak mendapat jawaban.


Di tengah keputusasaan, sang raja melihat segerombolan manusia tanpa busana yang muncul secara tiba-tiba. Rupanya mereka adalah kelompok manusia kanibal. Manusia-manusia kanibal itu langsung menangkap raja sebagai buruan untuk santapan lezat mereka. Raja pun sangat ketakutan, tetapi apalah daya, ia sudah pasrah pada nasibnya untuk dijadikan santapan.


Sebelum raja disembelih, sang ketua adat memeriksa apakah buruan mereka benar-benar sempurna. Sementara yang lain menyiapkan upacara dan pesta. Akan tetapi, ketua adat kaget ketika menemukan cacat pada tangan sebab ibu jari sang raja terputus. Lalu ketua adat segera mengumumkan bahwa mereka tidak akan memakan daging "buruan" yang cacat dan pesta dibatalkan. Dengan terpaksa, sang raja pun dilepaskan.


Raja sangat senang dan langsung berlari secepat kilat menuju istananya. Ia langsung ke penjara bawah tanah menemui perdana menteri. Ia kemudian memeluknya itu dan berkata, "Wahai menteriku, barulah aku tahu, mengapa kau selalu mengucapkan bahwa apa yang terjadi pada kita itu adalah yang terbaik. Saya bersyukur karena tangan saya putus, saya dibebaskan dari manusia kanibal dan aku sudah memenjarakanmu di sini, maafkan saya." Dengan tenang, menteri berkata, "Saya merasa penjara tempat yang terbaik bagiku sebab jika tidak di sini, mungkin saya sudah dimakan manusia kanibal karena menemani tuanku berburu. Mungkin mereka akan melepaskan raja dari tangannya, tetapi tidak denganku karena tubuhku tiada punya cacat."


Sebenarnya, melihat kebaikan dalam segala hal merupakan ungkapan yang biasa. Dalam kehidupan sehari-hari, orang sering berkata, "Pasti ada kebaikan (hikmah) di balik kejadian ini," atau, "Ini merupakan berkah dari Allah." Kenyataannya, kemampuan melihat kebaikan dalam setiap kejadian merupakan kualitas moral yang penting, yang timbul dari keyakinan yang tulus akan Allah dan pendekatan tentang kehidupan yang disebabkan oleh keimanan. Pada akhirnya, pemahaman akan kebenaran ini menjadi sangat penting dalam menuntun seseorang tidak hanya untuk mencapai keberkahan hidup di dunia dan akhirat. Akan tetapi, juga untuk menemukan kedamaian dan kebahagiaan yang tak akan berakhir.


Tanda pemahaman yang benar akan arti iman adalah tidak adanya kekecewaan akan apa pun yang terjadi dalam kehidupan ini. Sebaliknya, jika seseorang gagal melihat kebaikan dalam setiap peristiwa yang terjadi dan terperangkap dalam ketakutan, kekhawatiran, keputusasaan, kesedihan, dan sentimentalisme, ini menunjukkan kurangnya kemurnian iman. Kebingungan ini harus segera dienyahkan dan kesenangan yang berasal dari keyakinan yang teguh harus diterima sebagai bagian hidup yang penting. Orang yang beriman mengetahui bahwa peristiwa yang pada awalnya terlihat tidak menyenangkan, termasuk hal-hal yang disebabkan oleh tindakannya yang salah, pada akhirnya akan bermanfaat baginya.


Ia belajar dari kesalahannya dan mencari cara untuk memperbaikinya. Bagaimanapun, jika ia jatuh dalam kesalahan yang sama, ia ingat bahwa semuanya memiliki maksud tertentu, dan mudah saja memutuskan untuk lebih berhati-hati dalam kesempatan mendatang. Bahkan, jika hal yang sama terjadi puluhan kali lagi, seorang Muslim harus ingat bahwa pada akhirnya peristiwa tersebut adalah untuk kebaikan dan menjadi hak Allah yang kekal.


Kebenaran ini juga dinyatakan secara panjang lebar oleh Nabi saw., "
Aku mengagumi seorang Mukmin karena selalu ada kebaikan dalam setiap urusannya. Jika ia mendapatkan kesenangan, ia bersyukur (kepada Allah) sehingga di dalamnya ada kebaikan. Jika ditimpa musibah, ia berserah diri (dan menjalankannya dengan sabar) bahwa di dalamnya ada kebaikan pula." (HR. Muslim)

Hanya dalam kesadaran bahwa Allah menciptakan segalanya untuk tujuan yang baik sajalah hati seseorang akan menemukan kedamaian. Adalah sebuah keberkahan yang besar bagi orang-orang beriman bila ia memiliki pemahaman akan kenyataan ini. Seseorang yang jauh dari Islam akan menderita dalam kesengsaraan yang berkelanjutan. Ia terus-menerus hidup dalam ketakutan dan kekhawatiran. Di sisi lain, orang beriman menyadari dan menghargai kenyataan bahwa ada tujuan-tujuan Ilahiah di balik ciptaan dan kehendak Allah.


Jika seseorang menyadari adanya kebaikan dalam setiap hal, dia hanya akan menemukan karunia dan maksud Ilahiah yang tersembunyi di dalam semua kejadian rumit yang saling berhubungan. Walau ia mungkin memiliki banyak hal yang mesti diperhatikannya setiap hari, seseorang yang memiliki iman kuat, yang dituntun oleh kearifan dan hati nurani, tidak akan membiarkan dirinya dihasut oleh tipu muslihat setan. Tak peduli bagaimanapun, kapan pun, atau di mana pun peristiwa itu terjadi, ia tidak akan pernah lupa bahwa pasti ada kebaikan di baliknya.***

[Ditulis oleh USEP SAEFUROHMAN, Koordinator Kajian Ilmu Muslim Muda (KIMM) Kabupaten Bandung, pegiat Kajian Islam Ilmiah Pemuda Yayasan Pesantren Islam Pacet Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Legi) 24 Desember 2010 pada kolom "RENUNGAN JUMAT"]

Dalam beberapa hari terakhir ini, pemberitaan media massa diramaikan dengan terjadinya cuaca ekstrem di Benua Eropa karena turunnya salju tebal sehingga banyak penerbangan pesawat dibatalkan, perjalanan kereta api tertunda, bahkan jalan-jalan ditutup. Bahkan, Australia yang sedang musim panas juga turun salju sehingga membuat khawatir pemerintah dan masyarakatnya.

Demikian pula di Indonesia yang hampir dalam setahun terus diguyur hujan. Tiada pekan tanpa hujan. Dampaknya, sejumlah daerah mengalami banjir bandang yang merugikan harta benda bahkan nyawa manusia pun melayang.

Pertanyaannya, mengapa alam berubah drastis seperti ini ? Siapa pun tak bisa memungkiri alam semesta merupakan ciptaan Allah untuk kemaslahatan umat manusia. (QS. Al Baqarah : 117) Tentu sebagai makhluk , pasti alam semesta akan rusak dan musnah. (QS. Al Baqarah : 88)

Perlu diingat, Allah menciptakan alam semesta ini dengan teratur dan seimbang (QS. Al Mulk : 3-4) dan terikat dengan ketentuan-ketentuan yang pasti, seperti adanya orbit, musim, dan sejenisnya. (QS. Al Furqon : 2) Dengan keteraturan alam seperti itu, manusia bisa mempelajari dan memahami perilaku alam. (QS. Al Jatsiyah : 13)

Keunikan lainnya yang kerap tidak diperhatikan manusia adalah seluruh alam raya ini patuh kepada ketentuan-ketentuan Allah SWT. (QS. Ali Imran : 83 dan QS. Al Isra : 44) Allah juga menciptakan makhluknya dengan berpasang-pasangan, seperti siang-malam, matahari-bulan, dan lain-lain. (QS. Addzariat : 49)

Tentu Allah menciptakan alam semesta dengan tujuan yang jelas, yakni untuk membuktikan kebesaran dan kemahaperkasaan-Nya. Alam juga disiapkan Allah untuk kesejahteraan dan kebahagiaan manusia (QS. Lukman : 20), seperti lautan, sungai, bahkan pergantian siang dan malam, semuanya untuk manusia. (QS. Ibrahim : 32-33)

Tujuan lain penciptaan alam adalah sebagai medan ujian bagi umat manusia. (QS. Hud : 7 dan QS. Al Mulk : 2) Manusia diuji untuk menjaga, memelihara, dan memanfaatkan alam untuk keperluan manusia, bukan sebaliknya, merusak apalagi menghancurkan alam. Manusia memiliki "kekuasaan" untuk menjaga maupun merusak alam karena manusia sebagai khalifah di bumi. (QS. Al An’am : 156)

Kaum Muslimin yang mempunyai misi rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil-alamin) termasuk lingkungan harus menebarkan kasih sayang kepada seluruh alam. Allah memberikan kemampuan kepada manusia untuk memelihara alam semesta dan memanfaatkan untuk kebaikan manusia itu sendiri karena alam rusak, manusia pun akan sengsara.

Terjadinya kerusakan di daratan dan di lautan, termasuk pemanasan global maupun iklim yang tak menentu, dikarenakan ulah manusia sendiri. Padahal, ajaran Islam memiliki kaitan amat erat dengan kewajiban menjaga, memelihara, dan menyelamatkan alam beserta isinya. Oleh karena itu, merusak pohon-pohon termasuk perbuatan dosa dan maksiat kepada Allah. Sebaliknya, upaya menjaga dan memelihara alam dan lingkungan termasuk bagian dari ibadah dan amal saleh kepada Allah.

Seorang Muslim tidak boleh membuat derita bagi dirinya dan orang lain malah harus menebarkan keselamatan, ketenangan, kedamaian, dan ketenteraman sebagai bagian dari sedekah. Bukankah menyingkirkan duri saja di tengah jalan yang akan mencelakakan orang lain adalah ibadah ?

Demikian pula dengan menanam pohon lindung termasuk wakaf sebagai salah satu investasi abadi yang pahalanya akan terus mengalir, meski orang itu sudah meninggal dunia. Islam juga mengajarkan orang yang terbaik adalah mereka yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain.

Perbuatan yang menyia-nyiakan air hujan termasuk dosa (mubazir). Allah menurunkan hujan agar dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia sebanyak-banyaknya. Untuk itu, ketika akan mendirikan bangunan harus diingat untuk membuat bangunan yang ramah lingkungan dengan menyediakan resapan air, agar air hujan tidak terbuang ke sungai maupun jalan yang menyebabkan banjir.

Berkaitan dengan Tahun Baru Islam 1 Muharram 1432 H dan tahun baru Masehi 2011, sudah seharusnya kaum Muslimin memegang prinsip hari esok harus lebih baik daripada hari ini dan saat ini harus lebih baik daripada kemarin. Setiap Muslim harus khawatir, jangan sampai melahirkan generasi yang lebih lemah daripada generasi dirinya, termasuk meninggalkan lingkungan alam yang lebih buruk kepada generasi penerus.

Setiap Muslim tidak boleh meninggalkan bom waktu yang dapat membahayakan generasi yang akan datang, termasuk meninggalkan kerusakan alam. Anak dan cucu harus menderita kekurangan oksigen, air, maupun lingkungan alam yang tak ramah akibat perbutan kita saat ini.

Ciri negara, wilayah, maupun daerah yang ideal ialah masyarakat yang sejahtera dan aman atau bebas dari rasa lapar dan rasa takut. (QS. Alquraisy) Dalam kalimat lain, Allah menyebut negara itu sebagai "baldatun thayyibatun wa Rabbun ghafur", negara makmur dan sejahtera dengan limpahan ampunan Allah. (QS. Saba) Salah satu cirinya adalah tanaman-tanamannya tumbuh dengan subur. (QS. Al’Araf : 58)

Mari kita selamatkan alam yang berarti menyelamatkan umat manusia !***

[Ditulis oleh KH. MIFTAH FARIDL, Ketua Umum MUI Kota Bandung, dosen ITB, Ketua Yayasan Unisba, dan pembimbing Haji Plus dan Umrah Safari Suci. Disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi 23 Desember 2010 pada kolom "CIKARACAK"]
Menjelang tanggal 22 Desember 2010 sebagaimana dikenal di Indonesia sebagai “HARI IBU” yang diperingati sebagai bentuk penghormatan pada sosok ibu. Karena setiap manusia yang terlahir ke dunia ini tak bisa dilepaskan dari peran Ibu dan Ayah. Maka sudah sewajarnya apabila diajarkan pada setiap muslim ataupun seluruh umat manusia untuk senantiasa menghormati orang tua (terutama ibu). Teringat pada sebuah Hadits Rasulullah SAW.

Dari Abu Hurairah RA. berkata : “Ada seseorang yang datang menghadap Rasulullah dan bertanya, “Ya Rasulullah, siapakah orang yang lebih berhak dengan kebaikanku ?” Jawab Rasulullah, “Ibumu.” Ia bertanya lagi, “Lalu siapa ?” Jawabnya, “Ibumu.” Ia bertanya lagi, “Lalu siapa ?” Jawabnya, “Ibumu.” Ia bertanya lagi, “Lalu siapa ?” Jawabnya, “Ayahmu.” (HR. Bukhari, Muslim, dan Ibnu Majah)

Pengulangan kata “IBU” sampai 3 (tiga) kali menunjukkan bahwa ibu lebih berhak atas anaknya dengan bagian yang lebih lengkap, seperti al-bir (kebajikan), ihsan (pelayanan).

Ibnu Al-Baththal mengatakan : “Bahwa ibu memiliki tiga kali hak lebih banyak daripada ayahnya.” Karena kata ‘ayah’ dalam hadits disebutkan sekali sedangkan kata ‘ibu’ diulang sampai tiga kali. Hal ini bisa dipahami dari kerepotan ketika hamil, melahirkan, menyusui. Tiga hal ini hanya bisa dikerjakan oleh ibu, dengan berbagai penderitaannya, kemudian ayah menyertainya dalam tarbiyah, pembinaan, dan pengasuhan.

Hal itu diisyaratkan pula dalam firman Allah SWT. :

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada ibu- bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun (selambat-lambat waktu menyapih ialah setelah anak berumur dua tahun), bersyukurlah kepada Ku dan kepada ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kamu kembali.” (QS. Luqman : 14)

Allah SWT. menyamakan keduanya dalam berwasiat, namun mengkhususkan pada ibu dengan tiga hal yang telah disebutkan di atas.

Imam Ahmad dan Bukhari meriwayatkan dalam Al-Adabul Mufrad, demikian juga Ibnu Majah, Al Hakim, dan menshahihkannya dari Al-Miqdam bin Ma’di Kariba, bahwa Rasulullah SAW. bersabda : “Sesunguhnya Allah SWT. telah berwasiat kepada kalian tentang ibu kalian, kemudian berwasiat tentang ibu kalian, kemudian berwasiat tentang ibu kalian, kemudian berwasiat tentang ayah kalian, kemudian berwasiat tentang kerabat dari yang terdekat.

Hal ini memberikan kesan untuk memprioritaskan kerabat yang didekatkan dari sisi kedua orang tua daripada yang didekatkan dengan satu sisi saja. Memprioritaskan kerabat yang ada hubungan mahram daripada yang tidak ada hubungan mahram, kemudian hubungan pernikahan.

Ibnu Baththal menunjukkan bahwa urutan itu tidak memungkinkan memberikan kebaikan sekaligus kepada keseluruhan kerabat.

Dari hadits ini dapat diambil pelajaran tentang ibu yang lebih diprioritaskan dalam berbuat kebaikan dari pada ayah. Hal ini dikuatkan oleh hadits Imam Ahmad, An-Nasa’i, Al-Hakim yang menshahihkannya, dari Aisyah RA. berkata : “Aku bertanya kepada Rasulullah SAW., siapakah manusia yang paling berhak atas seorang wanita ?” Jawabnya, “Suaminya.” “Kalau atas laki-laki ?” Jawabnya, “Ibunya.

Demikian juga pada hadits yang diriwayatkan oleh Al-Hakim dan Abu Daud dari Amr bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya, bahwa ada seorang wanita yang bertanya : “Ya Rasulullah, sesungguhnya anak laki-lakiku ini, perutku pernah menjadi tempatnya, air susuku pernah menjadi minumannya, pangkuanku pernah menjadi pelipurnya. Dan sesungguhnya ayahnya menceraikanku, dan hendak mencabutnya dariku.Rasulullah SAW. bersabda, “Kamu lebih berhak daripada ayahnya, selama kamu belum menikah.”

Maksudnya menikah dengan lelaki lain, bukan ayahnya, maka wanita itu yang meneruskan pengasuhannya, karena ialah yang lebih spesifik dengan anaknya, lebih berhak baginya karena kekhususannya ketika hamil, melahirkan dan menyusui. (Sebagaimana disalin dari : http://www.dakwatuna.com/2008/hak-ibu-atas-anaknya)

Tak cukup kata untuk mengungkap betapa besar jasa kalian pada diriku, Ibu dan Ayah. Teriring doa buat Ibu dan Ayah :

Artinya : “Ya Allah! Ampunilah segala dosaku juga dosa ibu bapaku serta kasihanilah mereka berdua sebagaimana mereka telah memelihara dan mendidikku di masa kecil.”

ALWAYS LOVE YOU, MOMMY 4-EVER AND EVER
SELAMAT HARI IBU


PENDAHULUAN
Manusia adalah salah satu makhluk ciptaan Allah yang diberi kemampuan untuk berfikir, karena telah diberi akal dan hati nurani untuk dapat memilih dan memilah mana yang terbaik untuk dikerjakan bagi dirinya, namun kadang kala manusia mengalami sebuah dilemma menghadapi beberapa pilihan yang terkadang sulit untuk dapat dipilih salah satu diantaranya, karena (keterbatasan) fikiran dan hati nurani. Oleh karena itu, kita sebagai umat islam telah difasilitasi oleh Allah SWT. dengan Shalat Istikharah sebagai suatu rangkaian ibadah sunnah yang dikerjakan untuk meminta petunjuk Allah SWT. oleh mereka yang berada diantara beberapa pilihan dan merasa ragu-ragu untuk memilih. Inilah salah satu keistimewaan ajaran Islam dalam hal memenuhi kebutuhan atau hajat hidup manusia.

Sebelum kita melakukan Shalat Istikharah ini, ada baiknya terlebih dahulu berkonsultasi kepada orang yang berkompeten, semisal ulama, guru atau orang terdekat yang sudah kita kenal dan dapat dipercaya. Lalu kita bisa melakukan Shalat Istikharah tersebut. Jadi, Shalat Istikharah ini dikerjakan untuk memilih satu diantara beberapa pilihan.

WAKTU PENGERJAAN SHALAT ISTIKAHARAH
Shalat Istikharah boleh dilakukan setelah shalat tahiyatul masjid, setelah shalat rawatib, setelah shalat tahajud, setelah shalat Dhuha dan shalat lainnya. Bahkan jika Shalat Istikharah dilakukan dengan niat shalat sunnah rawatib atau shalat sunnah lainnya, lalu berdoa Istikharah setelah itu, maka itu juga dibolehkan.

Artinya di sini, dia mengerjakan shalat rawatib satu niat dengan Shalat Istikharah karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian bertekad untuk melakukan suatu urusan, maka kerjakanlah shalat dua raka’at selain shalat fardhu.

Pada hadits diatas yang penting lakukan shalat dua raka’at apa saja selain shalat wajib. Kemudian menurut sebuah riwayat dari Anas RA., bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan : “Jika engkau menginginkan sebuah perkara, Istikharahlah kepada Rabb-mu sebanyak 7 kali, lalu lihatlah kepada perasaan yang muncul di hati-mu, karena kebaikan — pilihan — itu ada di dalamnya (hati).

TATA CARA SHALAT ISTIKHARAH
Pada dasarnya cara Shalat Istikharah ini sama dengan shalat sunnah lainnya, namun ada beberapa ulama yang menganjurkan untuk membaca Surat Al Kafiruun setelah membaca Surat Al Fatihah di raka’at pertama dan membaca Surat Al Ikhlas setelah membaca Surat Al Fatihah pada raka’at yang kedua (karena tidak ada hadits atau dalil yang menyebutkan secara spesifik tentang hal ini – berarti tidak wajib untuk membaca surat tersebut (Surat Al Kafiruun dan Al Ikhlas) setelah membaca Surat Al Fatihah pada raka’at pertama dan kedua).

Setelah selesai Shalat Istikharah hendaklah membaca doa :

Allahumma inni astakhiruka bi ‘ilmika, wa astaqdiruka bi qudratika, wa as-aluka min fadhlika, fa innaka taqdiru wa laa aqdiru, wa ta’lamu wa laa a’lamu, wa anta ‘allaamul ghuyub. Allahumma fa-in kunta ta’lamu hadzal amro (sebut nama urusan tersebut) khoiron lii fii ‘aajili amrii wa aajilih (aw fii diinii wa ma’aasyi wa ‘aqibati amrii) faqdur lii, wa yassirhu lii, tsumma baarik lii fiihi. Allahumma in kunta ta’lamu annahu syarrun lii fii diini wa ma’aasyi wa ‘aqibati amrii (fii ‘aajili amri wa aajilih) fash-rifnii ‘anhu, waqdur liil khoiro haitsu kaana tsumma rodh-dhinii bih.

Artinya : “Ya Allah, sesungguhnya aku beristikharah pada-Mu dengan ilmu-Mu, aku memohon kepada-Mu kekuatan dengan kekuatan-Mu, aku meminta kepada-Mu dengan kemuliaan-Mu. Sesungguhnya Engkau yang menakdirkan dan aku tidaklah mampu melakukannya. Engkau yang Maha Tahu, sedangkan aku tidak. Engkaulah yang mengetahui perkara yang ghoib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara ini (sebut urusan tersebut) baik bagiku dalam urusanku di dunia dan di akhirat, (atau baik bagi agama, penghidupan, dan akhir urusanku), maka takdirkanlah hal tersebut untukku, mudahkanlah untukku dan berkahilah ia untukku. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara tersebut jelek bagi agama, penghidupan, dan akhir urusanku (baik bagiku dalam urusanku di dunia dan akhirat), maka palingkanlah ia dariku, takdirkanlah yang terbaik bagiku di mana pun itu sehingga aku pun ridho dengannya.

HASIL SHALAT ISTIKHARAH

Intinya hasil Shalat Istikharah kita pasrahkan kepada Allah SWT. Bila kita mantap atas salah satu pilihan yang ada, itu merupakan sebuah jawaban. Atau jika memang yang jadi pilihannya tadi dipersulit, maka berarti pilihan tersebut tidak baik untuk kita. Namun jika memang pilihannya tadi adalah baik untuk kita, pasti akan Allah mudahkan.

[Tulisan ini disalin dari "http://shalatqu.co.cc/shalat-istikharah/" setelah dipoles kemudian diposting kembali pada blog ini.]