وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا
"Dan Demikan (pula) Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) sebagai ummatan wasathan (adil dan pilihan) agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kalian...." (QS. Al-Baqarah : 143)

Ayat di atas menjelaskan bahwa umat Islam adalah umat yang wasathan. Para ulama memaknai ummatan wasathan dengan umat pilihan yang berkeadilan. Imam As-Zamakhsyari dalam kitab Al-Kasysyaf, contohnya menjelaskan bahwa kalimat wasathan bermakna khiyar atau pilihan.

Menurut Imam Ibnu Katsir, ketika umat ini dijadikan sebagai ummatan wasathan, Allah SWT. telah mengkhususkan mereka dengan dengan syariah paling sempurna, jalan yang lurus, dan mahzhab paling jelas. Oleh karena itu, status sebagai umat pilihan hanya dapat disandang apabila mereka menjalankan dan mengemban risalah tersebut.

Dalam ayat lain, Allah SWT. berfirman,

كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
"Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia; melaksanakan amar ma'ruf nahi mun'kar dan beriman kepada Allah." (QS. Ali Imran : 110).

Sebagai agana, Islam mempunyai nilai-nilai mulia dan luhur, seperti bersikap adil, jujur, saling menghargai, saling menghormati, dan moderat. Pertanyaannya adlah, kenapa saat ini masih ada umat Nabi Muhammad SAW. yang justru mereduksi, menciderai, dan mengurangi keluhuran nilai-nilai Islam tersebut.

Di sinilah pentingnya merenungi secara mendalam kandungan ayat Al-Qur'an, sebagaimana dalam pembukaan di atas. Begitu juga penafsiran para ulama yang memaknai istilah wasathan, dalam ayat di atas dengan keadilan dan umat pilihan.

Secara harafiah, wasath berarti tengah atau moderat. Ummatan wasathan berarti umat yang berarti di tengah dan moderat, yakni tidak terlalu ekstrem kanan atau ekstrem kiri.

Namun demikian, sebagai umat moderat yang senantiasa moderat, umat Islam tidak berarti dapat ditarik ke sana ke mari. Hal ini karena patokan moderatisme mereka adalah keadilan dalam bersikap, yang akan menjadikan mereka sebagai umat pilihan. Dalam konteks ini, ada keterkaitan yang sangat erat antara label umat pilihan, moderatisme, dan keadilan. Ibaratnya, umat pilihan adalah wadah. Sedangkan isinya adalah keadilan. Maka umat Islam adalah umat moderat atau umat pilihan, selama mereka membumikan nilai-nilai keadilan. Keadilan yang menjadi ciri utama umat Islam tidak hanya diterapkan dalam konteks internal, melainkan juga dalam konteks hubungan dengan umat agama-agama yang lain.

Oleh karena itu, ayat di atas sesungguhnya terkait erat dengan misi Islam yang menghendaki terciptanya sebuah peradaban manusia yang berkeadilan dan membawa kerahmatan bagi semesta (rahmatan lil alamin) di mana umat manusia menjadi penggerak utama dalam pembentukan peradaban ini.

Identitas umat atau masyarakat terbaik, ideal dan berkeadilan, akan tercermin pada sikap dan tingkah laku umat dalam segala bidang. Proses pembentukannya pendapat secara alamiah yang membutuhkan waktu relatif lama, atau melalui upaya penanaman secara terus menerus, hingga terbentuk dalam waktu relatif singkat.

Oleh karena itu, peradaban berkeadilan yang dicita-citakan Islam seperti dapat dirintis dengan membangun beberapa prinsip yang dapat dijadikan sebagai dasar bagi proses awal pembentukan, serta sebagai landasan untuk membina msyarakat yang terbaik dan berkeadilan.

Wallahu a'lam bish shawab.***
Suatu hari Rasulullah SAW. Kedatangan seorang tamu dirumahnya. Dari penampilan tamu itu bisa langsung ditebak, bahwa ia orang yang sangat miskin. Waktu itu Rasulullah sedang bercakap-cakap dengan tamunya. "Saya sedang dalam kesempitan, ya Rasulullah. Tak ada sesuatu pun yang aku punyai." jelas tamu itu ketika ia dipersilahkan masuk ke dalam rumah oleh Rasulullah SAW. Begitu tamu itu duduk, Rasulullah langsung beranjak ke belakang menemui istrinya.

Kepada istrinya Beliau berkata bahwa ada tamu yang dalam kesusahan datang, "Kita sendiri tidak mempunyai apa-apa yang bisa kita berikan, yang ada hanya air putih saja." Mendengar penjelasan istrinya itu, Rasulullah sedikit kecewa karena ia tak berkesempatan menjamu tamunya yang sedang dalam kesulitan. Rasulullah balik ke ruang tamu menemui para sahabatnya seraya berkata : "Siapa diantara kalian yang bersedia menjamu tamu malam ini ? Ia akan beroleh rahmat Allah SWT." "Saya, ya Rasulullah biarlah tamu itu menginap di rumahku saja." Salah satu diantara para sahabat Nabi itu menawarkan diri, yaitu: Orang Anshar. Orang Anshar itu kemudian pulang. Sesampainya di rumah ia menemui istrinya dan bertanya kepadanya tentang apa yang mereka miliki hari itu, "Ya, istriku, tadi aku menyanggupi tawaran Rasulullah untuk menjamu tamunya yang sedang dalam kesulitan malam ini. Adakah makanan yang dapat kita jamukan untuk tamu kita itu ?" "Sesungguhnya yang kita miliki, cuma nasi untuk anak kita saja. Kalau ini kita sajikan, maka anak kita tidak dapat makanan malam ini." "Kalau begitu bujuklah anak kita untuk segera tidur agar ia tidak merasa kelaparan." "Tapi bagaimana ya, Nasi itu tinggal sedikit saja tidak cukup untuk berdua." "Begini saja, waktu tamu itu sudah datang dan pada saat saya persilahkan makan, kamu pura-pura tidak sengaja mengibaskan lilin itu sehingga padam. Nanti, tamu itu kita persilahkan makan pada keadaan gelap. Saya akan menemaninya sambil berpura-pura makan juga. Bila selesai ia makan, maka usahakan lilin sudah bisa dinyalakan." "Baiklah ya suamiku, aku akan melakukan hal yang seperti itu."

Pada waktu tamu itu datang, maka dilaksanakanlah sandiwara tersebut. Esok harinya ketika orang Anshar dan istrinya bertemu Rasulullah SAW., sebelum sempat berkata apa-apa, Rasulullah SAW. langsung tersenyum sambil berkata kepada mereka : "Aku benar-benar kagum dan hormat terhadap usaha kalian berdua kepada tamumu semalam itu."

Wallahu A'lam Bish-Shawab.

(Disalin dari : Buletin Da'wah Al-Fatihah Edisi 262 Tahun VII 2010 M / 1431 H)
SEBAGAI SATU KEBUTUHAN

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا
يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُم مِّدْرَارًا
وَيُمْدِدْكُم بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَارًا

"Maka aku katakan kepada mereka : Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai." (QS. Nuh : 10-12).

Semenjak kekuasaan Islam mulai luruh dari permukaan bumi dan pengaruh kekuatan Barat mulai mencengkeramkan kuku-kukunya, maka tak ayal lagi akhlak manusia pun menjadi kian terpuruk. Moral dan etika menjadi sesuatu yang "usang" untuk dibicarakan, nafsu menjadi standar baku untuk mengukur nilai-nilai kehidupan, dan syahwat adalah sesuatu yang senantiasa dipuja-puja dengan dalih sebagai seni, estetika atau yang lainnya. Akibatnya dunia pun semakin kelam dan kotor, sehingga hampir tak ada sejengkal pun tanah di bumi ini kecuali sarat dengan debu kemaksiatan. Contoh yang mudah, manakala anda pergi ke masjid, maka mau tak mau anda harus melewati sekian banyak kemaksiatan. Bukankah sepanjang perjalanan banyak wanita berseliweran dengan menggunakan pakaian yang tidak pantas dan menantang ? Atau rumah kita, bukankah selalu dibanjiri tayangan yang jauh dari tuntunan agama dan hingar bingar serta dentum musik syaitani ? tentunya menjadikan diri kita lekat dengan dosa dan kemaksiatan. Di sinilah seharusnya kita menyadari bahwa istighfar adalah hal yang tak bisa ditawar-tawar lagi untuk menghindari pekatnya hati dari selubung dosa.

URGENSI ISTIGHFAR


Terkadang kata "istighfar" disebut sendirian, tapi terkadang pula disebut secara bersambungan dengan kata "taubat", Kata istighfar, bila disebut sendirian, mengandung makna taubat. Namun bila disebut secara bersamaan dalam satu ayat, maka istighfar bermakna "meminta pengampunan dan penjagaan dari kesalahan-kesalahannya yang telah lampau." Sedangkan kata taubat berarti "kembali ke jalan Allah SWT. dan minta dijaga dari kesalahan-kesalahan yang akan datang"; Firman Allah :

وَاسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ ۚ إِنَّ رَبِّي رَحِيمٌ وَدُودٌ
"Dan beristighfarlah kepada Rabbmu kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Rabb-ku Maha Penyayang lagi Maha Pengasih." (QS. Hud : 90)
(Madarijus Salikin : 1/335).


Seberapa jauh urgensi istighfar dalam kehidupan, dapat terlihat dari seberapa besar perhatian Rasulullah SAW. terhadap masalah ini. Adalah Rasulullah SAW. manusia yang makshum (terjaga dari dosa), meski demikian beliau tetap akrab dengan kalimat istighfar, dari Ibnu Umar RA. pernah memberi kesaksian bahwa beliau mendengar Rasulullah SAW. dalam suatu majelis membaca kalimat (yang artinya) : "Saya memohon ampun kepada Allah yang tidak ada sembahan selain Dia. Yang Maha Hidup dan Maha Berdiri Sendiri dan aku bertaubat kepada-Nya sebanyak 100 (seratus) kali." (HR. Nasa'i).

Jika para sahabat dahulu yang kondisinya jauh dari polusi kemaksiatan dan hari-harinya senantiasa dipenuhi dengan amal kebajikan saja tetap tanggap, serius dan kontinyu dengan istighfar, maka bagaimanakah dengan kita hari ini ? Hari ini kita, kalau boleh dikatakan adalah orang-orang yang melalaikan istighfar. Padahal kalau melihat kondisi saat ini selayaknyalah kita banyak membutuhkan istighfar, sebab tensi kemaksiatan hari ini sangat jauh. berlipat ketimbang zaman para sahabat dahulu.

Bukankah berbohong, ghibah, mengurangi timbangan, zina, dan segudang dosa-dosa besar sudah menjadi barang biasa bagi masyarakat kita ? Dan ironisnya dosa-dosa itu kita anggap sebagai angin lalu seakan tidak membahayakan kita. Maka sudah saatnyalah kita merenung ulang terhadap diri kita, sudahkah ada dalam diri kita perasaan perlu terhadap istighfar sehingga secara otomatis kalimat-kalimat istighfar itu sering mengalir dari mulut dan hati kita.

CUKUPKAH UCAPAN ISTIGHFAR SAJA ?

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa dosa itu dikategorikan dalam 2 (dua) jenis, yaitu dosa besar dan dosa kecil. Dosa kecil akan hapus bila kita selalu mengucapkan istighfar dan berbuat kebajikan. Adapun jika yang kita lakukan termasuk dalam kategori dosa besar, maka ucapan istighfar tanpa disertai dengan rasa penyesalan dan upaya melepaskan diri dari kemaksiatan adalah gurauan belaka. Padahal para ulama telah memberitahukan bahwa taubat itu baru bernilai jika telah memenuhi beberapa syarat, yaitu :
  1. Segera menghentikan kemaksiatan yang dikerjakannya,
  2. Menyesal atas perbuatan dosa yang dilakukan dan biasanya ditandai dengan menetesnya airmata penyesalan,
  3. Berniat secara sungguh-sungguh untuk tidak lagi mengulangi perbuatannya tersebut,
  4. Dan terakhir jika dosanya berkaitan dengan hak-hak adami maka ia harus mengembalikan hak orang yang telah didzoliminya. (Riyadhus sholihin : 25).
Rasulullah SAW. merupakan teladan bagi orang-orang beriman dalam segala hal. Beliau teladan dalam hal dzikrullah (mengingat Allah). Beliau telah mengajarkan suatu lafal doa yang disebut Sayyidul Istighfar (Penghulu Istighfar). Rasulullah SAW. memotivasi orang-orang beriman melalui lafal doa Sayyidul Istighfar. Barangsiapa yang setiap hari membiasakan dirinya membaca doa tersebut dengan penuh keyakinan, maka Rasulullah SAW. menjamin pelakunya sebagai penghuni surga di akhirat kelak.

Rasulullah SAW. bersabda: “Penghulu Istighfar ialah kamu berkata: “Allahumma anta rabbi laa ilaha illa anta kholaqtani wa ana ‘abduka wa ana ‘ala ‘ahdika wa wa’dika mastatho’tu a’udzubika min syarri ma shona’tu abu-u laka bini’matika ‘alaiyya wa abu-u bidzanbi faghfirli fa innahu laa yaghfirudz-dzunuuba illa anta (Ya Allah, Engkau adalah Rabbku. Tiada ilaha selain Engkau. Engkau telah menciptakan aku, dan aku adalah hambaMu dan aku selalu berusaha menepati ikrar dan janjiku kepadaMu dengan segenap kekuatan yang aku miliki. Aku berlindung kepadaMu dari keburukan perbuatanku. Aku mengakui betapa besar nikmat-nikmatMu yang tercurah kepadaku; dan aku tahu dan sadar betapa banyak dosa yang telah aku lakukan. Karenanya, ampunilah aku. Tidak ada yang dapat mengampuni dosa selain Engkau).” Barangsiapa yang membaca doa ini di sore hari dan dia betul-betul meyakini ucapannya, lalu dia meninggal dunia pada malam harinya, maka dia termasuk penghuni surga. Barangsiapa yang membaca doa ini di pagi hari dan dia betul-betul meyakini ucapannya, lalu dia meninggal dunia pada siang harinya, maka dia termasuk penghuni surga.” (HR Bukhari-5831).

Ya Allah, jadikanlah kami hamba-hambaMu yang gemar mengingat-Mu, gemar memohon ampunan-Mu dan gemar bertaubat (kembali) ke jalan-Mu. Amin ya Robbal Alamin.


(Disalin dari : Buletin Da'wah Al-Fatihah Edisi 262 Tahun VII 2010 M / 1431 H
)
Salah satu kitab hadits yang terkenal adalah Sunan Abi Dawud yang ditulis oleh Abu Dawud Sulaiman bin Al-Asy'ats As-Sijistani. Beliau merupakan seorang ulama ahli hadits dan selama hidupnya telah mengumpulkan hadits dari Nabi Muhammad SAW. sebanyak 500.000 hadits. Dari jumlah tersebut, beliau kemudian mengklasifikasikan antara hadits sahih, hadits hasan, dan hadits dhaif, serta memilihnya dalam kitab Sunan Abu Dawud menjadi 4.800 hadits.

Berikut ini 4 (empat) hadits yang dipilih oleh Imam Abu Dawud serta terdapat dalam Sunan Abi Dawud untuk dijadikan sebagai prinsip hidup seorang Muslim.

Pertama, landasilah seluruh aktivitas hidup kita dengan nawai tu lillaahi ta'aala. Imam Abu Dawud mengutip hadis Nabi Mumammad SAW. yang berbunyi, "Sesungguhnya, nilai amal itu adalah tergantung niatnya, dan setiap orang pasti mendapatkan (pahala) dari apa yang ia niatkan." Menurut Imam Abu Dawud, hadits ini hendaklah dijadikan dasar dalam segala aktivitas kita. Dengan pengertian bahwa nilai amal perbuatan itu adalah bergantung pada niatnya. Bisa saja satu pemberian akan mendapatkan pahala bila diniatkan karena Allah SWT., tetapi bisa juga pemberian itu mendapatkan siksa jika ia memberikannya dengan tujuan untuk menyuap. Bisa saja dengan tidur siang seseorang mendapatkan pahala, karena dengan tidurnya, ia niatkan agar nanti malam segar dan tidak mengantuk untuk mendengarkan pengajian. Akan tetapi, bisa juga dengan tidurnya, ia mendapatkan siksa karena ia berniat agar nanti malam tidak mengantuk untuk melakukan pencurian. Dengan nawaitu lillaahi ta'aala, Insya Allah segala aktivitas kita akan bermakna dan sekaligus mendapatkan pahala dari Allah SWT.

Kedua, tingkatkanlah prestasi hidup kita. Dalam hal ini, Imam Abu Dawud mengutip hadits Nabi Muhammad SAW., "Sebaik-baik keislaman seseorang, tinggalkan apa-apa yang sekiranya tidak bermanfaat bagi dirinya." Hadits ini dijadikan oleh Imam Abu Dawud sebagai bahan mawas diri (introspeksi) sekaligus meningkatkan prestasi seseorang, yaitu dengan meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat untuk diri, keluarga, atau agama. Sebagai contoh, melakukan aktivitas tak bermanfaat semalam suntuk, apa yang akan diraih ? la tidak memperoleh keuntungan dunia, tidak juga meraih keuntungan akhirat. Padahal, waktu yang ia gunakan bisa mencapai empat sampai lima jam, bahkan lebih. Kalau dengan waktu itu ia gunakan untuk belajar, ia akan meraih ilmu yang banyak. Atau, ia gunakan untuk bekerja atau lembur, tentu ia akan meraih uang atau keuntungan dunia. Oleh karena itu, hadits tersebut mengingatkan kita agar modal waktu yang kita miliki selama 24 jam setiap harinya, benar-benar digunakan untuk kegiatan yang bermanfaat. Kalau hadits ini dijadikan acuan dan pedoman, tentu saja tidak akan banyak terjadi pengangguran dan pemborosan.

Ketiga, cintailah orang lain seperti mencintai dirimu sendiri. Imam Abu Dawud mengutip hadits Nabi Muhammad SAW., "Seorang Mukmin tidak akan menjadi Mukmin yang baik sampai ia suka atau cinta terhadap saudaranya, seperti mencintai dirinya sendiri." Manusia sebagai makhluk sosial tentu saja tidak akan bisa hidup sendiri tanpa bantuan dan dukungan orang lain. Orang kaya sekalipun tidak mungkin bisa hidup sendiri. Bahkan, semakin bertambah harta dan kekayaan seseorang, justru bertambah banyak pula kebutuhan akanbantuan dari yang miskin. Demikian juga dengan bertambah tinggi pangkat dan jabatan seseorang, akan bertambah pula kebutuhan akan bantuan, dukungan,dan suara rakyat. Oleh karena itu, hendaklah disadari bahwa di balik kelebihan dan keistimewaan seseorang, ada juga kelemahannya. Dengan demikian, seseorang jangan bertindak sewenang-wenang terhadap orang lain, karena siapa tahu di kemudian hari ia akan membutuhkan bantuan orang lain.

Keempat, tinggalkanlah perkara yang subhat apalagi yang haram. Setiap manusia tentu saja tidak dapat melepaskan interaksi sosial, baik dalam hubungan bisnis maupun hubungan yang lainnya. Dalam hal ini, Imam Abu Dawud mengutip hadis Nabi Muhammad SAW., "Yang halal telah jelas (halalnya), yang haram pun telah jelas (haramnya), tetapi di antara keduanya, ada perkara-perkara yang masih subhat (sama, tidak pasti halal tetapi juga tidak pasti haram). Barangsiapa yang menjaga diri dari perkara yang subhat, sesungguhnya dia sudah membersihkan diri untuk agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang tergelincir dalam perkara subhat, berarti dia telah jatuh kepada haram, seperti halnya seorang penggembala yang menggembala ternaknya di sekitar tanah perbatasan, sedikit-sedikit ia akan jatuh ke dalamnya. Ketahuilah, setiap pemilik tanah punya batasannya. Ketahuilah bahwa batasan (larangan) Allah adalah hal yang diharamkan. Ketahuilah, sesungguhnya dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging. Apabila baik, seluruh tubuh akan baik. Apabila rusak, seluruh tubuh akan rusak. Ketahuilah bahwa itu adalah hati manusia." Hadits ini mengingatkan kita bahwa berhati-hatilah dalam mencari harta. Jangankan yang haram, yang subhat pun lebih baik ditinggalkan, untuk lebih menjaga kemurnian agama dan harga dirinya. Dengan meninggalkan yang haram, berarti tidak akan ada pihak yang dirugikan. Dengan demikian, akan terciptalah keamanan, kedamaian, dan ketenteraman hidup, karena satu sama lain tidak akan melanggar ketentuan yang ada, dan akan senantiasa menghargai yang lain yang berbeda keahlian dan kemampuannya. Jika seseorang sudah tidak berpikir halal atau haram dalam peraihan harta dan jabatan, tentu saja ini akan menjadi bencana dan malapetaka yang besar, yaitu timbulnya pencurian, pemalsuan, penipuan, dan berbagai tindak kezaliman yang lain, seperti korupsi, kolusi, dan yang lainnya. Dan dengan merajalelanya perbuatan-perbuatan seperti itu, maka dunia ini akan terasa sebagai neraka.***

(Sebagaimana disalin dari HU "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Wage) 21 Januari 2010 pada Artikel “CIKARACAK” ditulis oleh KH. Aceng Zakaria)
Pensil adalah sebuah benda yang terbuat dari kayu kecil berisi arang keras dan biasa dipergunakan sebagai alat tulis. Kita sangat jarang berbicara tentang bagaimana nasib pensil di masa-masa yang akan datang. Tentu setelah "alat tulis berupa kayu kecil berisi arang keras" itu terus tergeser oleh alat tulis yang lain seperti pulpen, mesin tik, komputer, dan perangkat teknologi digital yang memiliki key board atau layar sentuh. Mungkin kelak pensil hanya dipakai saat mengikuti ujian masuk perguruan tinggi atau lebih jauh lagi malah akan / telah masuk museum. Entahlah.

Yang pasti, dan ini juga yang jarang kita perbincangkan, ternyata pensil juga memiliki falsafah atau perumpamaan yang (tetap) dan sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Kalaupun nanti pensil terpaksa "dimuseumkan", tetapi falsafah pensil itu akan tetap abadi. Pesan moral yang terkandung dalam falsafah pensil itu justru yang akan semakin penting bagi manusia, apalagi pada zaman yang semakin canggih seperti saat ini.

Menurut Prof. Dr. H. Darwis Hude, M.Si. dalam khotbah Jumat (16 Oktober 2009) di Masjid Agung Sunda Kelapa, Jakarta, mengungkapkan pada pensil sedikitnya mengandung 8 (delapan) falsafah yang sangat berguna bagi manusia.

Pertama, pensil senantiasa bergerak menurut gerakan jari-jari tangan kita. Maknanya adalah seorang manusia seharusnya senantiasa loyal dan taat kepada Allah SWT. Sebab, semua benda di dunia ini baik yang berada di langit maupun di sekitar kita, semuanya bertasbih kepada Allah SWT. serta tunduk di bawah hukum-hukum Allah SWT. Kalau benda-benda itu senantiasa loyal dan taat kepada sunnatullah, sudah semestinya manusia pun loyal terhadap ajaran-ajaran Allah.

Kedua, pensil adakalanya harus diraut agar runcing setelah dipergunakan untuk menulis dalam periode waktu tertentu sehingga menjadi tumpul atau patah. Dalam kehidupan kita sehari-hari, adakalanya kita harus melakukan penyucian diri untuk mendapatkan kembali martabat kita di sisi Allah SWT., seperti shaum yang rutin kita laksanakan dalam bulan Ramadhan.

Ketiga, pensil ada kalanya memerlukan bantuan pihak luar / lain. Pensil bisa membuat garis lurus, tetapi tidak selurus ketika ia mendapatkan bantuan dari alat bantu penggaris. Pensil bisa membuat lingkaran, tetapi tidak akan bulat betul, kecuali dipasangkan dengan alat bantu jangka. Maknanya, tidak ada manusia yang sempurna, tidak ada orang yang serbatahu atau serbabisa. la harus mendapatkan pertolongan dari pihak luar / lain.

Keempat, pensil itu yang terpenting adalah inti / grafitnya yang ada di dalam, bukan aksesori luarnya. Ada pensil yang dihias dengan warna dan motif yang indah, tetapi ketika digunakan gampang patah. Artinya, dalam kehidupan seorang manusia, yang terpenting adalah qalbu yang ada dalam dirinya. Kalau qalbunya baik, totalitas manusianya itu akan baik, begitu pula sebaliknya.

Kelima, pensil boleh jadi patah, tetapi patahan itu masih bisa dimanfaatkan kembali untuk menulis. Maknanya, ada orang mendapatkan musibah atau cobaan dari Allah SWT., sampai titik nadir sekalipun, ia tidak pernah berputus asa dalam kehidupannya. la bangkit lagi untuk "meruncingkan pensil-pensilnya" itu sebagaimana patahan-patahan pensil tersebut.

Keenam, pensil selalu meninggalkan tanda. Maknanya, manusia harus senantiasa menjaga lisannya dan perbuatannya karena apabila sudah mengucapkan sesuatu, ia akan meninggalkan tanda. Paling tidak, sebagaimana yang dicatat oleh malaikat Rakib dan Atid.

Ketujuh, pensil adakalanya berbuat kesalahan. Akan tetapi, saat terjadi kesalahan, tulisannya bisa dihapus. Maknanya, tidak ada seorang pun yang tidak pernah melakukan kesalahan. Saat melakukan kesalahan, segeralah bertobat / beristigfar kepada Allah SWT. Segera meminta maaf bila yang bersangkutan dengan orang lain.

Kedelapan, pensil jika sering dipergunakan akan semakin pendek bahkan akan habis. Ini adalah ibrah yang sangat penting bahwa suatu ketika manusia akan menemui ajal. Oleh karena itu, kita haras mempersiapkan diri dan sebaik-baik bekal adalah bekal taqwa.

(Disalin dari HU. “PIKIRAN RAKYAT” Edisi Senin (Pon) 16 Nopember 2009 pada Artikel “KOLOM” ditulis oleh Widodo Asmowiyoto) ***
Untuk sukses dalam kehidupan, diperlukan pikiran yang jernih serta jiwa yang tenang. Berbagai kompleksitas usaha dan segala kesulitannya akan mudah diselesaikan dengan pikiran dan jiwa yang tenang. Bagaimana bisa membuat perencanaan bisnis / kerja dengan baik, memimpin dengan adil dan penuh kebijakan jika hati kita sesak dan sempit ?

Jika kita merasakan hidup ini sempit dan tidak tenang, selalu bingung dan penuh keraguan, ada baiknya kita introspeksi diri dan memperhatikan firman Allah Ta'ala berikut ini :

وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ
"Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta." (QS.Thaha : 124)

Tafsir ayat ini menurut Ibnu Kathir adalah : "Yakni sempit di dunia, sehingga tidak ada ketenangan dan kelapangan di dalam dadanya. Dadanya terasa sempit dan menyesakkan karena kesasatannya. Meskipun secara lahiriyah ia merasa senang, dapat berpakaian sekehandak hatinya, makan dan bertempat sesukanya, tetapi selama hatinya tidak tulus menerima keyakinan dan petunjuk, niscaya ia berada dalam kegoncangan, kebimbangan dan keraguan, dan ia akan terus dalam keraguan. Yang demikian itu merupakan bagian dari sempitnya kehidupan."


ثُمَّ أَنزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَىٰ رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ
"Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman..." (QS. At-Taubah : 26)


هُوَ الَّذِي أَنزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَّعَ إِيمَانِهِمْ ۗ وَلِلَّهِ جُنُودُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
"Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS. Al-Fath : 4)

Sehingga solusi yang terbaik menurut Allah Ta'ala adalah dengan mengikuti petunjuk-Nya, jangan berpaling dari peringatan-Nya. Jadilah orang yang bertakwa sebaik mungkin dan semampu kita.

وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"...bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung." (QS. Al-Baqarah : 189)

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ
ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً

فَادْخُلِي فِي عِبَادِي

وَادْخُلِي جَنَّتِي

"Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridai-Nya. Maka masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku." (QS. Al-Fajr : 27-30)

Wallahua'lam bishshawab.***
Berikut ini adalah cerita tentang Anisa, seorang gadis kecil yang ceria berusia Lima tahun. Pada suatu sore, Anisa menemani Ibunya berbelanja di suatu supermarket. Ketika sedang menunggu giliran membayar, Anisa melihat sebentuk kalung mutiara mungil berwarna putih berkilauan, tergantung dalam sebuah kotak berwarna pink yang sangat cantik.

Kalung itu nampak begitu indah, sehingga Anisa sangat ingin memilikinya. Tapi... Dia tahu, pasti Ibunya akan berkeberatan. Seperti biasanya, sebelum berangkat ke supermarket dia sudah berjanji tidak akan meminta apapun selain yang sudah disetujui untuk dibeli.

Dan tadi Ibunya sudah menyetujui untuk membelikannya kaos kaki renda yang cantik. Namun karena kalung itu sangat indah, diberanikannya bertanya.

"Ibu, bolehkah Anisa memiliki kalung ini ? Ibu boleh kembalikan kaos kaki yang tadi... "


Sang Bunda segera mengambil kotak kalung dari tangan Anisa. Dibaliknya tertera harga Rp 15,000.


Dilihatnya mata Anisa yang memandangnya dengan penuh harap dan cemas. Sebenarnya dia bisa saja langsung membelikan kalung itu, namun ia tak mau bersikap tidak konsisten...


"Oke ... Anisa, kamu boleh memiliki Kalung ini. Tapi kembalikan kaos kaki yang kau pilih tadi. Dan karena harga kalung ini lebih mahal dari kaos kaki itu, Ibu akan potong uang tabunganmu untuk minggu depan. Setuju ?"


Anisa mengangguk lega, dan segera berlari riang mengembalikan kaos kaki ke raknya. "Terimakasih..., Ibu"


Anisa sangat menyukai dan menyayangi kalung mutiaranya. Menurutnya, kalung itu membuatnya nampak cantik dan dewasa. Dia merasa secantik Ibunya. Kalung itu tak pernah lepas dari lehernya, bahkan ketika tidur.


Kalung itu hanya dilepasnya jika dia mandi atau berenang. Sebab, kata ibunya, jika basah, kalung itu akan rusak, dan membuat lehernya menjadi hijau..

Setiap malam sebelum tidur, ayah Anisa membacakan cerita pengantar tidur. Pada suatu malam, ketika selesai membacakan sebuah cerita, Ayah bertanya "Anisa..., Anisa sayang Enggak sama Ayah ?"

"Tentu dong... Ayah pasti tahu kalau Anisa sayang Ayah !"
"Kalau begitu, berikan kepada Ayah kalung mutiaramu..." "Yah..., jangan dong Ayah ! Ayah boleh ambil "si Ratu" boneka kuda dari nenek... ! Itu kesayanganku juga" "Ya sudahlah sayang,... ngga apa-apa !". Ayah mencium pipi Anisa sebelum keluar dari kamar Anisa. Kira-kira seminggu berikutnya, setelah selesai membacakan cerita, Ayah bertanya lagi, "Anisa..., Anisa sayang nggak sih, sama Ayah?" "Ayah, Ayah tahu bukan kalau Anisa sayang sekali pada Ayah ?". "Kalau begitu, berikan pada Ayah Kalung mutiaramu." "Jangan Ayah... Tapi kalau Ayah mau, Ayah boleh ambil boneka Barbie ini.." Kata Anisa seraya menyerahkan boneka Barbie yang selalu menemaninya bermain.

Beberapa malam kemudian, ketika Ayah masuk ke kamarnya, Anisa sedang duduk di atas tempat tidurnya. Ketika didekati, Anisa rupanya sedang menangis diam-diam. Kedua tangannya tergenggam di atas pangkuan. air mata membasahi pipinya..."Ada apa Anisa, kenapa Anisa ?" Tanpa berucap sepatah pun, Anisa membuka tangannya.


Di dalamnya melingkar cantik kalung mutiara kesayangannya" Kalau Ayah mau...ambillah kalung Anisa"


Ayah tersenyum mengerti, diambilnya kalung itu dari tangan mungil Anisa. Kalung itu dimasukkan ke dalam kantong celana. Dan dari kantong yang satunya, dikeluarkan sebentuk kalung mutiara putih...sama cantiknya dengan kalung yang sangat disayangi Anisa..."Anisa... ini untuk Anisa. Sama bukan ? Memang begitu nampaknya, tapi kalung ini tidak akan membuat lehermu menjadi hijau"


Ya..., ternyata Ayah memberikan kalung mutiara asli untuk menggantikan kalung mutiara imitasi Anisa.


Demikian pula halnya dengan Allah S.W.T. terkadang Dia meminta sesuatu dari kita, karena Dia berkenan untuk menggantikannya dengan yang lebih baik. Namun, kadang-kadang kita seperti atau bahkan lebih naif dari Anisa : Menggenggam erat sesuatu yang kita anggap amat berharga, dan oleh karenanya tidak ikhlas bila harus kehilangan. Untuk itulah perlunya sikap ikhlas, karena kita yakin tidak akan Allah mengambil sesuatu dari kita jika tidak akan menggantinya dengan yang lebih baik.


(Sumber : Daarut Tauhiid)
Muamalah Allah Terhadapmu Sesuai Dengan Muamalahmu Terhadap Hamba-Nya

Di dalam sebuah Hadits, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Sesungguhnya Allah Ta'ala hanya merahmati hamba-hambaNya yang pengasih." (HR. Bukhari).

Bukankah perbuatan baik akan dibalas dengan kebaikan ?, barang siapa yangmengasihi makhluk, maka ia akan dikasihi al-Kholiq (pencipta), Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Orang yang pengasih akan di kasihi Dzat yang Maha Pengasih, kasihilah yang di bumi, maka yang di langit akan mengasihimu." (HR. Tirmidzi).

Balasan suatu perbuatan sesuai dengan perbuatan tersebut.

Allah Ta'ala bermuamalah dengan hamba sesuai muamalah hamba terhadap sesamanya, maka bermuamalah-lah dengan hamba Allah Ta'ala dengan muamalah yang mana engkau mengharapkan Allah Ta'ala bermuamalah sepertii Itu terhadapmu.

Allah Ta'ala berfirman : "Dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni mereka maka sesungguhnya Allah Ta'ala Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. at-Taghobun : 14). Firman Allah Ta'ala : "Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada, apakah kamu tidak ingin jika Allah Ta'ala mengampunimu." (QS. an-Nuur : 22).

Hendaklah engkau senantiasa meringankan beban orang lain supaya Allah Ta'ala meringankan bebanmu.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Barang siapa yang menolong kesusahan orang muslim, maka Allah Ta'ala akan menolongnya dari kesusahan pada hari kiamat." (HR. Bukhari).

Beliau juga bersabda : "Barang siapa yang menyelamatkan orang dari kesusahan, maka Allah Ta'ala akan menyelamatkannya dari kesusahan pada hari kiamat." (HR. Ahmad).

Tolonglah orang yang membutuhkan pertolongan, maka kamu akan ditolong Allah Ta'ala.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Allah Ta'ala menolong seorang hamba selagi hamba tersebut menolong sesamanya."

Beliau juga bersabda : "Barang siapa menolong saudaranya yang membutuhkan maka Allah Ta'ala akan menolongnya." (HR. Muslim).

Jadilah engkau orang yang mempermudah kesulitan orang lain.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Barang siapa yang mempermudah kesulitan orang lain, maka Allah Ta'ala akan mempermudah urusannya di dunia dan akhirat." (HR. Muslim).

Beliau juga bersabda : "Terdapat pada umat sebelummu seorang pedagang yang sering memberi pinjaman kepada orang lain, jika dia melihat si peminjam dalam kesulitan dia berkata kepada anak-anaknya: 'Maafkan dia (jangan ditagih hutangnya) mudah-mudahan Allah Ta'ala mengampuni kita', maka Allah Ta'ala pun mengampuninya." (HR. Bukhari).

Berlemah-lembutlah terhadap hamba Allah Ta'ala maka kamu akan termasuk orang yang didoakan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Ya Allah, barang siapa yang berlemah-lembut terhadap umatku maka berlemah-lembutlah terhadapnya, dan barang siapa yang mempersulit umatku maka persulitlah ia." (HR. Ahmad).

Beliau juga bersabda : "Sesungguhnya Allah Ta'ala adalah Dzat yang maha lemah lembut mencintai kelembutan dan memberi pada kelembutan suatu kebaikan yang tidak pernah diberikan pada kekerasan." (HR. Muslim).

Beliau juga bersabda : "Barang siapa yang tidak memiliki kelembutan maka ia kehilangan suatu kebaikan." (HR. Muslim).

Tutupilah kejelekan (aib) orang lain maka Allah Ta'ala akan menutupi kejelekan (aib) mu.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Barang siapa yang menutupi kejelekan (aib) seorang muslim maka Allah Ta'ala akan menutupi kejelekan (aib) nya." (HR. Muslim).

Beliau juga bersabda : "Barang siapa yang menutupi aurat (aib) saudaranya (muslim) maka Allah Ta'ala akan menutupi aurat (aib) nya pada hari kiamat." (HR. Ibnu Majah).

Pandanglah sedikit kesalahan saudaramu, maka Allah Ta'ala akan memandang sedikit pula kesalahan mu.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Barang siapa yang memandang sedikit kesalahan seorang muslim maka Allah Ta'ala akan memandang sedikit kesalahannya." (HR. Abu Dawud).

Berilah makan faqir miskin, maka Allah Ta'ala akan memberimu makan pula.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Siapa saja di antara orang mukmin yang memberi makan mukmin yang lapar, maka Allah Ta'ala akan memberinya makan dari buah-buahan Surga." (HR. Tirmidzi).

Berilah minum orang yang kehausan, maka Allah Ta'ala akan memberimu minum pula.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Siapa saja di antara orang mukmin yang memberi minum mukmin lainnya yang kehausan, maka Allah Ta'ala akan memberinya minum pada hari kiamat dari khamar murni yang dilak (tempatnya)." (HR. Tirmidzi).

Berilah pakaian kepada kaum muslimin maka Allah Ta'ala akan memberimu pakaian.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Siapasaja di antara orang mukmin yang memberi pakaian orang yang telanjangmaka Allah ta'ala akan memberinya pakaian hijau dari surga." (HR. Tirmidzi).

Muamalah (hubungan) Allah Ta'ala terhadapmu sebagaimana hubunganmu terhadap hamba-Nya, maka pilihlah muamalah yang kau sukai yang mana Allah Ta'ala akan me-muamalahimu dengannya, dan pergaulilah hamba-hamba-Nya dengan (pilihanmu) itu maka kamu akan mendapat ganjarannya.

Jauhilah menyakiti sesama (Jika kamu melakukannya) maka Allah Ta'ala akan menyiksamu.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Sesungguhnya Allah Ta'ala akan menyiksa orang-orang yang menyakiti manusia." (HR. Muslim).

Allah Ta'ala berfirman : "Dan (ingatlah) ketika kami selamatkan kamu dari (Fir'aun) dan pengikut-pengikutnya mereka menimpa kepadamu siksaan yang seberat-beratnya." (QS. al-Baqarah : 49).

"Dan pada hari terjadinya kiamat dikatakan kepada malaikat, 'masukkanlah Fir'aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat pedih." (QS. Ghofir : 46).

Jauhilah menyusahkan hamba-hamba Allah ta'ala (Jika kamu melakukannya), maka engkau akan terkena doa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam : "Ya Allah, barang siapa yang mengurus perkara umatku lalu mempersulit mereka maka persulitlah dia dan barang siapa yang mempermudah mereka maka permudahkanlah dia." (HR. Muslim).

Janganlah engkau mencari-cari kesalahan kaum muslimin.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Barangsiapa yang senantiasa mencari kesalahan seorang muslim, maka Allah Ta'ala akan senantiasa mencari kesalahannya pula, sehingga akan terbuka kesalahannya meskipun (tersembunyi) di dalam mulut unta (kendaraan)nya." (HR. Tirmidzi).

Beliau juga bersabda : "Barang siapa yang membuka aib saudaranya maka Allah Ta'ala akan membuka aibnya sampai diperlihatkan kepada keluarganya." (HR. Ibnu Majah).

Janganlah engkau berhati batu (tidak punya belas kasihan).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Barang siapa yang tidak menaruh belas kasihan terhadap sesamanya, maka Allah Ta'ala tidak akan mengasihinya." (HR. Muslim).

Beliau juga bersabda : "Tidaklah dicabut rasa belas kasihan itu kecuali dari hati orang-orang yang celaka." (HR. Tirmidzi).

Apapun muamalah yang engkau suguhkan terhadap manusia, maka kamu akan mendapatkan balasan yang sama di sisi Allah Ta'ala.

Ibnul Qoyyim berkata : "Sesungguhnya Allah Ta'ala adalah Dzat yang Maha mulia, mencintai yang mulia dari hamba-hamba-Nya. Dia adalah Dzat yang Maha Mengetahui, mencintai orang-orang yang berilmu. Dia adalah Dzat yang Maha Kuasa, mencintai yang gagah berani. Dia adalah Dzat yang Maha Indah, mencintai keindahan. Dia adalah Dzat yang Maha Pengasih, mencintai orang yang pengasih. Dia adalah Dzat yang Maha Menutupi, mencintai orang yang menutupi aib hamba-hamba-Nya. Maha Pemaaf, mencintai yang memaafkan hamba-hamba-Nya. Maha Pengampun, mencintai yang suka mengampuni hamba-Nya. Maha lemah lembut, mencintai yang lemah lembut dari hamba-hamba-Nya serta membenci yang keras perangainya. Dia adalah Dzat yang Maha Penyantun, mencintai sifat penyantun. Dzat yang Melimpahkan kebaikan, mencintai perbuatan baik serta pelakunya. Dzat yang Maha Adil, mencintai keadilan. Dzat yang Menerima uzur, mencintai orang yang menerima uzur hamba-hamba-Nya. membalas hamba sesuai dengan ada atau tidak adanya sifat-sifat tersebut pada diri seorang hamba...maka (sesungguhnya) muamalah Allah Ta'ala terhadap hambanya sesuai dengan muamalah hamba terhadap sesamanya... berbuatlah semaumu maka Allah Ta'ala akan membalasmu sesuai dengan perbuatanmu terhadap-Nya dan terhadap hamba-hamba-Nya."

Maka hendaklah engkau senantiasa memberikan manfaat kepada hamba-hamba Allah Ta'ala.

Sebagaimana yang telah disabdakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam : "Barang siapa yang mampu memberikan kemanfaatan kepada saudaranya hendaklah ia lakukan." (HR. Muslim).

Berbuat baiklah terhadap mereka, karena sesungguhnya Allah Ta'ala mencintai hamba yang berbuat baik.

Jadilah engkau orang yang senantiasa mempermudah urusan hamba Allah Ta'ala serta berlemah-lembut terhadap mereka.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Diharamkan masuk Neraka setiap orang yang pemudah, lemah lembut, dekat dengan manusia." (HR. Ahmad).

Maafkanlah mereka, mudah-mudahan Allah Ta'ala mengampuni dosa-dosamu, sesungguhnya Allah ta'ala tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.

(Oleh: Syaikh Abdul Qoyyim As-Suhaibani, Alih Bahasa: Ustadz Nur Kholis Kurdian, Lc).
Ada seorang pemuda yang lama sekolah di negeri yang jauh kembali ke tanah air. Sesampainya di rumah ia meminta kepada orang tuanya untuk mencarikan seorang Kyai atau siapapun yang dapat menjawab 3 (tiga) pertanyaannya. Akhirnya Orang tua pemuda itu mendapatkan orang yang dimaksud. Berikut ini adalah petikan dialog antara Kyai dengan pemuda tersebut :

Pemuda : Anda siapa ? Dan apakah dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan saya ?

Kyai : Saya hamba Allah dan dengan izin-Nya saya akan menjawab pertanyaan anda.

Pemuda : Anda yakin ? sedang Profesor dan banyak orang pintar saja tidak mampu menjawab pertanyaan saya.

Kyai : Saya akan mencoba sejauh kemampuan saya.

Pemuda : Saya punya 3 (tiga) buah pertanyaan sebagai berikut :
  1. Kalau memang Tuhan itu ada, tunjukan wujud Tuhan kepada saya.
  2. Apakah yang dinamakan takdir ?
  3. Kalau syetan diciptakan dari api kenapa dimasukan ke neraka yang dibuat dari api, tentu tidak menyakitkan buat syetan. Sebab mereka memiliki unsur yang sama. Apakah Tuhan tidak pernah berfikir sejauh itu ?
Tiba-tiba Kyai tersebut menampar pipi si Pemuda dengan keras.

Pemuda (sambil menahan sakit) : Kenapa anda marah kepada saya ?

Kyai : Saya tidak marah...Tamparan itu adalah jawaban saya atas 3 buah pertanyaan yang anda ajukan kepada saya.

Pemuda : Saya sungguh-sungguh tidak mengerti.

Kyai : Bagaimana rasanya tamparan saya ?

Pemuda : Tentu saja saya merasakan sakit Kyai.

Kyai : Jadi anda percaya bahwa sakit itu ada ?

Pemuda : Ya.

Kyai : Tunjukan pada saya wujud sakit itu !

Pemuda : Saya tidak bisa.

Kyai : Itulah jawaban pertanyaan pertama : kita semua merasakan keberadaan Tuhan tanpa mampu melihat wujudnya.

Kyai : Apakah tadi malam anda bermimpi akan ditampar oleh saya ?

Pemuda : Tidak.

Kyai : Apakah pernah terpikir oleh anda akan menerima sebuah tamparan dari saya hari ini ?

Pemuda : Tidak.

Kyai : Itulah yang dinamakan Takdir.

Kyai : Terbuat dari apa tangan yang saya gunakan untuk menampar anda ?

Pemuda : Kulit.

Kyai : Terbuat dari apa pipi anda ?

Pemuda : Kulit.

Kyai : Bagaimana rasanya tamparan saya ?

Pemuda : Sakit.

Kyai : Walaupun Syeitan terbuat dari api dan Neraka terbuat dari api, Jika Tuhan berkehendak maka Neraka akan menjadi tempat menyakitkan untuk syeitan.

Pemuda : Subhanallah, Maha Suci Engkau Ya Allah.
Di antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan diantara kamu ada orang yang menghendaki akhirat.” (QS. Ali ‘Imraan : 152)

Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan.
Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Huud : 15-16).

Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki bagi orang yang kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.
Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik.“(QS. Al-Israa’ : 18-19)

Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat.“(QS. Asy-Syuuraa : 20)

Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu: “Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut’ah (yaitu suatu pemberian yang diberikan kepada perempuan yang telah diceraikan menurut kesanggupan suami)dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik.
Dan jika kamu sekalian menghendaki (keredhaan) Allah dan RasulNya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik diantaramu pahala yang besar.“ (QS. Al-Ahzaab : 28-29)
Abu Laits As-Samarqandi adalah seorang ahli fiqah yang masyur. Suatu ketika dia pernah berkata, "Ayahku menceritakan bahwa diantara Nabi-Nabi yang bukan Rasul ada yang menerima wahyu dalam bentuk mimpi dan ada yang hanya mendengar suara."

Maka salah satu diantara Nabi tersebut yang menerima wahyu melalui mimpi, pada suatu malam Nabi itu bermimpi diperintahkan sebagai berikut, "Esok hari engkau diperintahkan untuk keluar dari rumah pada pagi hari, kemudian berjalan ke arah barat. Dalam perjalanan engkau diperintahkan untuk melaksanakan perbuatan sebagai berikut : Apa yang engkau lihat (hadapi) maka makanlah, Engkau sembunyikan, Engkau terimalah, Jangan engkau putuskan harapan, Larilah engkau daripadanya."

Pada keesokan harinya, Nabi itu pun keluar dari rumahnya berjalan menuju ke arah barat dan kebetulan yang pertama dihadapinya ialah sebuah bukit besar berwarna hitam. Nabi kebingungan sambil berkata, "Aku diperintahkan memakan pertama aku hadapi, tapi sungguh aneh sesuatu yang mustahil yang tidak dapat dilaksanakan. Maka Nabi itu terus berjalan menuju ke bukit itu dengan hasrat untuk memakannya. Ketika dia menghampirinya, tiba-tiba bukit itu mengecilkan diri sehingga menjadi sebesar roti. Maka Nabi pun mengambilnya lalu disuapkan ke mulutnya. Bila ditelan terasa sungguh manis bagaikan madu. Dia pun mengucapkan syukur "Alhamdulillah".

Kemudian Nabi itu meneruskan perjalanannya lalu bertemu pula dengan sebuah mangkuk emas. Dia teringat akan arahan mimpinya supaya disembunyikan, lantas Nabi itu pun menggali sebuah lubang lalu ditanamkan mangkuk emas itu, kemudian ditinggalkannya. Tiba-tiba mangkuk emas itu keluar dari lubang dengan sendirinya. Nabi itu pun menanam kembali, mangkuk tersebut keluar kembali. Nabi itu menanamnya kembali hingga tiga kali. Maka berkatalah Nabi itu, "Aku telah melaksanakan perintah-Mu." Lalu dia pun meneruskan perjalanannya tanpa disadari oleh Nabi itu, mangkuk emas itu tetap keluar dengan sendirinya dari tempat ia ditanam.

Ketika dia sedang berjalan, tiba-tiba dia melihat seekor burung elang sedang mengejar seekor burung kecil. Kemudian terdengarlah burung kecil itu berkata, "Wahai Nabi Allah, tolonglah aku." Mendengar rayuan burung itu, hatinya merasa simpati lalu dia pun mengambil burung itu dan dimasukkan ke dalam bajunya.

Melihat keadaan itu, maka burung elang itu pun datang menghampiri Nabi itu sambil berkata, "Wahai Nabi Allah, aku sangat lapar dan aku mengejar burung itu sejak pagi tadi. Oleh itu janganlah engkau patahkan harapanku dari rezekiku." Nabi itu teringatkan perintah dalam mimpinya yang keempat, yaitu tidak boleh putuskan harapan. Dia menjadi kebingungan untuk menyelesaikan perkara itu. Akhirnya dia membuat keputusan untuk mengambil pedangnya lalu memotong sedikit daging pahanya dan diberikan kepada elang itu. Setelah mendapat daging itu, elang pun terbang dan burung kecil tadi dilepaskan dari dalam bajunya.

Kemudian Nabi itu meneruskan perjalananya. Tidak lama kemudian dia bertemu dengan seonggok bangkai yang amat busuk baunya, maka dia pun bergegas lari dari situ kerana tidak tahan menghirup bau yang menyakitkan hidungnya.

Setelah bertemu kelima peristiwa tersebut diatas, maka kembalilah Nabi itu ke rumahnya. Pada malam harinya, Nabi itupun berdoa. Dalam doanya dia berkata, "Ya Allah, aku telah pun melaksanakan perintah-Mu sebagaimana yang diperintahkan dalam mimpiku, maka jelaskanlah kepadaku arti semuanya ini."

Dalam mimpi beliau (Nabi itu) telah diberitahu oleh Allah SWT. bahwa :
  1. Yang Engkau makan itu ialah amarah. Pada mulanya nampak besar seperti bukit tetapi pada akhirnya jika bersabar dan dapat mengendalikan serta menahannya, maka amarah itu pun akan menjadi lebih manis daripada madu.
  2. Semua amal kebaikan (budi), walaupun disembunyikan sedemikian rupa, maka ia tetap akan nampak jua.
  3. Jika sudah menerima amanah seseorang, maka janganlah kamu berkhianat kepadanya.
  4. Jika orang meminta pertolongan kepadamu, maka usahakanlah untuk membantunya meskipun kau sendiri harus berkorban.
  5. Bau yang busuk itu ialah ghibah (menceritakan hal-hal yang berkaitan dengan orang lain). Maka larilah dari orang-orang yang sedang duduk berkumpul membuat ghibah."
Dari cerita tersebut di atas dapat kita petik hikmah untuk dapat ditanamkan dalam diri kita, sebab perkara ini senantiasa dapat terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari.
Lapangnya Dada......!

Pada suatu hari ada seorang pemuda yang datang ke rumah seorang kakek yang sangat bijaksana. Pemuda tersebut merasakan hatinya sering gelisah, panik, stress, dan mudah tersinggung sehingga hal itu menyebabkannya selalu berada dalam medan konflik. Untuk itulah ia datang untuk meminta nasehat sang kakek. Kakek itu pun dengan sangat antusias menerima dan mempersilahkannya untuk masuk. Kemudian pemuda itu menceritakan seluruh keluh kesahnya. Sementara sang kakek mendengarkan dengan seksama. Setelah selesai, kakek itu masuk ke dalam rumah kemudian keluar dengan membawa segelas air putih.

"Silahkan diminum" kata sang kakek. Betapa terkejutnya pemuda itu ketika ia meminum air yang dihidangkan oleh kakek itu. "Ah... air apa ini kek ? Kenapa rasanya asin sekali. Aku belum pernah minum air se-asin ini."
Sang kakek hanya tersenyum, kemudian mengajak pemuda tersebut ke halaman belakang rumahnya yang luas. Disana terdapat sebuah danau kecil yang airnya bening bersih. Terlihat pula seekor angsa berenang kian kemari. Sang kakek kemudian mendekati pinggir danau dan menaburkan segenggam garam ke seluruh danau sambil menyuruh pemuda itu minum air danau. Tentu saja pemuda itu merasakan air danau yang segar, sejuk dan jernih.

Sang kakek berkata, "Perumpaan gelas dan danau ini adalah seperti hati kita, dan garam sebagai permasalahannya. Terkadang bukan banyaknya masalah yang membuat hati resah, gelisah, dan lainnya. Tetapi karena kita tidak pandai melapangkan dada kita. Segenggam garam ternyata jadi sangat asin dan tidak enak apabila ditaruh pada segelas air. Namun segenggam garam tidak berarti apa-apa apabila kita memiliki hati seluas danau atau lebih luas dari itu".

Cerita diatas sangat menarik untuk disimak dan diresapi karena begitu mudahnya penyakit hati tumbuh berkembang di hati kita. Beratnya masalah tidak mempengaruhi kesehatan hati kalau kita bisa berlapang dada. Orang-orang yang sempit dada (hati), pasti akan merasakan hidup ini sumpek dan berat. Hati adalah hal yang paling penting dari diri manusia. Menurut Ibnul Qayyim Al Jauziyah, Hati adalah raja, dan anggota tubuh lain prajuritnya. Bahkan diterima atau tidaknya amal seorang anak manusia, tergantung dari hatinya. Allah mengingatkan kita mengenai pentingnya mengelola hati dengan menyuruh kita untuk tidak bersu'udzon karena sebagian darinya adalah dusta.

Wallahu'alam