Sebentar lagi, anak-anak kita yang duduk di SMA akan masuk perguruan tinggi. Disusul oleh adik kelasnya, lulusan SMP, SD, dan TK akan masuk ke jenjang berikutnya. Doa kita untuk mereka, semoga menjadi orang yang tidak hanya cerdas, tetapi juga sehat lahir batin dan mulia akhlaknya. Anak seperti ini digambarkan dalam Al-Quran sebagai perhiasan dunia (QS. Al-Kahfi : 46), yang bakal membahagiakan kedua orang tuanya, dan tentu, membanggakan negara dan bangsa. Generasi inilah yang kelak akan menjadi pewaris (pemimpin) di muka bumi (QS. Al-Anbiya : 105). Amin !

Namun demikian, melahirkan anak yang qurrota a'yun (indah dipandang mata) agar menjadi imamnya orang-orang muttaqin, seperti doa kita kepada Allah SWT. (QS. Al-Furqon :74), memang tidak mudah. Mendidik tidak bisa sambilan, iseng-iseng, atau dengan waktu sisa habis kerja, dan pasti tidak cukup dipercayakan hanya kepada para guru di sekolah atau para pembantu di rumah. Penanganannya perlu waktu leluasa, sungguh-sungguh, dengan metode yang tepat, ulet, sabar, penuh perhatian, dan pengertian.

Kenapa harus begitu ? Rasulullah SAW. bersabda, "Anak-anakmu lahir bukan pada zamanmu !" Ya, mereka tidak sezaman dengan kita. Problema yang dihadapi mereka jauh lebih berat. Wajar kalau dulu kita lebih "shaleh" daripada mereka karena sangat kecil godaannya. Kita hidup di era agraris (masyarakat tani). Anak-anak kita lahir di abad teknologi informasi. Yang hidup di era pertanian dalam beberapa hal banyak diuntungkan. Pertama, masyarakat tani umumnya dekat dengan alam, bekerja di alam terbuka, tentu lebih sehat, suasana kerja santai tidak diburu waktu, lelah habis kerja langsung tidur, bangun tidur badan segar. Kedua, budaya gotong royong dan tolong-menolong masih kuat. Ketiga, komunikasi dengan anggota keluarga lebih intensif karena ayah ibu kerja di rumah. Pengawasan lebih mudah. Keempat, suasana keagamaan masih kental. Habis Maghrib sampai tiba waktu shalat Isya, diisi dengan mengaji dan taklim lainnya. Kelima, produk teknologi informasi seperti pesawat televisi, video, internet, HP, dan lain-lain belum ada (sekarang sudah sampai ke pelosok desa). Keenam, penetrasi budaya dalam wujud pengajian, kultur akikahan dengan marhabaan, yasinan,doa bersama, dan lain-lain masih kuat.

Berbeda dengan masyarakat industri. Sebagian kenikmatan suasana alam pertanian, nyaris hilang (walaupun masih ada). Nah, anak-anak kita lahir di era ini. Keadaan alam, budaya, dan lingkungan pergaulannya pasti berbeda dengan dulu. "Wajar" kalau gaya bicara, model pakaian, dan tingkah lakunya sama seperti umumnya para remaja di luar negeri. Dr. Ziauddin Sardar, seorang futurolog muslim mengatakan bahwa ditemukannya microchip yang memungkinkan diperolehnya informasi dengan sentuhan sebuah tombol. Makin kecil chip, justru makin besar daya kekuatan yang dikandungnya. Rasulullah SAW. bersabda, "Perintahkan anakmu shalat jika telah berumur tujuh tahun. Hardiklah (pukul) jika sepuluh tahun belum mau shalat. Dan pisahkan tempat tidurnya dari tempat tidurmu." (HR. Mutafaq Alaih)

Dengan kemampuan materi yang memadai, kita bisa memberi mereka kamar tidur masing-masing. Namun, apa artinya dipisahkan tempat tidurnya dengan kita, kalau di kamarnya bisa leluasa menonton siaran televisi, video, internet dan lain-lain, yang mungkin tontonan itu bisa merusak perkembangan jiwanya. Produk teknologi informasi itu sangat besar manfaatnya karena membuat hidup kita jadi lebih mudah, wawasan dan pengetahuan kitapun bertambah, dengan tidak harus diperoleh lewat sekolah. Akan tetapi, kalau salah memanfaatkannya dan orang tuanya tidak punya waktu cukup untuk mendampingi mereka, tidak mustahil, justru akan sebaliknya, menjadi bencana. Dengan kecanggihan teknologi informasi, dalam waktu sekejap -(seperti anak buah Nabi Sulaiman AS. memindahkan singgasana Ratu Balqis ke hadapannya, QS. An-Naml : 40)- anak-anak bisa memindahkan pentas dunia ke kamar tidurnya.

Para orang tua akan kecewa kalau punya anggapan bahwa hanya dengan memenuhi segala kebutuhan materi saja mereka akan menjadi baik. Uang yang banyak, fasilitas hidupnya lengkap, handphone, mobil, rumah, sekolah yang mahal, pakaian serba luar negeri tidak jaminan kalau kita lengah. Mereka tidak hanya butuh uang, tetapi butuh pengertian dan perhatian. Mereka ingin dipahami dan dimengerti oleh kita.

Adalah Neil Kauffman, penulis buku "Son Rise", bersama istrinya sungguh-sungguh memberikan perhatian kepada anak mereka yang autis. Dokter menyatakan bahwa anak itu hopeless, tidak ada harapan untuk sembuh. Namun, berkat kegigihan mereka berdua, lebih dari itu. Neil Kauffman rela berhenti bekerja agar bisa penuh memberi perhatian pada anaknya, anaknya sembuh total. Kini anak autis itu telah menjadi arsitek terkenal di NewYork. (Al-Tanwir, edisi 30 Juli 2005)

Rachel Dretsin Goodman, produser serial tentang "Lost Children of Rockdale County", menyimpulkan bahwa sifilis (penyakit kotor akibat hubungan seks bebas) banyak menimpa anak-anak remaja yang terapung-apung karena mereka hampa, lapar belaian kasih orang tua, banyak kekosongan waktu luang, dan hidup tidak teratur. Kemudian Michael Resnick, profesor sosiologi dan pediatrik di Universitas Minnesota, berkomentar bahwa kejadian buruk yang menimpa anak-anak remaja itu akibat kehampaan. Rumah mereka hampa dari pengawasan, hampa dari kehadiran orang dewasa, hampa dari pengamatan. Pada banyak remaja, ada perasaan tidak dibutuhkan, tidak bersambung dengan orang tua yang hanya melulu memikirkan mereka sendiri.

Pertanyaan buat kita, dari 24 jam waktu yang kita miliki, berapa jam kita sisihkan untuk mendampingi mereka ? Kepada siapa anak-anak mengadukan persoalan mereka kalau mereka punya masalah, kepada temannya atau kepada kita ? Makanan / minuman yang baik dan halalkah yang diberikan kepada mereka ? (Baik untuk kecerdasan, halal untuk kesalehan akhlak mereka). Waktu maghrib, yang seharusnya sudah ada di rumah, kalau sampai larut malam mereka belum tiba, apakah kita merasa kehilangan atau biasa-biasa saja ? Pada sepettiga akhir malam, seringkah kita bangun, kemudian shalat dan berdoa agar mereka menjadi anak yang saleh ?

Rasulullah SAW. yang sibuk luar biasa, tetap hangat dengan keluarganya. Siti Fathimah Az-Zahra, belahan hatinya, sering diajak bermain, dikecup keningnya. Di depan pembesar Ouraisy, Nabi secara demonstratif mencium tangan Siti Fathimah radiyailahu anha. Cucu Rasulullah SAW., Hasan dan Husain, putra Fathimah dan Ali RA., sering duduk di pangkuan Rasul atau bergelayut ke punggungnya, padahal beliau sedang shalat. Rasulullah SAW. tidak menghardiknya, apalagi memarahinya. Kedua cucu belahan jantung hatinya ini, beliau pangku kemudian dipindahkan ke sampingnya.

Wallahu A'lam Bish-Shawab.

[Ditulis oleh Drs. KH. Muhtar Gandaatmaja MD, Ketua Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah Al-Hijaz, Ketua Forum Silaturahmi KBIH Kota Bandung, dan Dosen Agama UNPAD Bandung]
BUKU PERTAMA
PENJABARAN MENYELURUH IYYAKA NA'BUDU WA IYYAKA NASTA'IN

(22) KESAKSIAN ATAS TINDAKAN HAMBA

Ada 13 (tiga belas) kesaksian terhadap tindakan hamba :
  1. Unsur hewani dan mengumbar nafsu,
  2. Memenuhi ilustrasi naluri dan tuntutan instink,
  3. Berbuat di luar kehendak,
  4. Takdir tidak mempunyai campur tangan,
  5. Hikmah,
  6. Taufik dan penelantaran,
  7. Tauhid,
  8. Asma' dan sifat,
  9. Iman dan pendukung-pendukungnya,
  10. Rahmat,
  11. Kelemahan dan ketidak berdayaan,
  12. Kehinaan, kepasrahan dan kebutuhan,
  13. Kecintaan dan ubudiyah.
4 (Empat) yang pertama merupakan kesaksian dari orang-orang yang menyimpang, delapan yang lainnya dari orang-orang yang istiqamah, dan yang tertinggi adalah kesaksian kesepuluh. Uraian tentang masalah ini merupakan inti kandungan buku ini dan paling bermanfaat bagi setiap pembaca, yang tak pernah saya bahas dalam buku-buku lain kecuali di dalam Safarul-Hijratain Fi Thariqil-Hijratain. Inilah uraian masing-masing :

1. Kesaksian Hewani dan Pemenuhan Nafsu.

Kesaksian unsur hewani dan pemuasan nafsu merupakan kesaksian orang-orang bodoh, yang membuat mereka tidak berbeda dengan semua jenis hewan kecuali dalam postur dan cara bicara. Hasrat mereka hanya untuk mendapatkan nafsu, entah dengan cara apa pun. Jiwa mereka adalah jiwa hewan dan tidak pernah naik ke derajat manusia, apalagi derajat malaikat. Tapi keadaan masing-masing orang di antara mereka berbeda-beda tergantung dari perbedaan unsur hewani yang menjadi sifat dan tabiat mereka.


Di antara mereka ada yang memiliki unsur anjing. Andaikan dia menemukan bangkai yang bisa mengenyangkan seribu anjing, niscaya dia akan menguasainya dan tidak memberikan kesempatan kepada anjing-anjing lain untuk mencicipinya. Dia akan menyalak untuk mengusir anjing-anjing yang lain. Sehingga anjing-anjing lain tidak bisa mendekati bangkai itu kecuali dengan cara paksa atau mengalahkannya. Hasratnya yang terpenting adalah mengenyangkan perutnya sendiri, entah dengan makanan apa pun, bangkai atau disembelih, baik atau buruk, dan dia tidak perlu malu karena mengkonsumsi makanan yang buruk. Jika engkau membawanya serta, maka dia akan mengulurkan lidah, dan jika engkau meninggalkannya, dia juga tetap akan mengulurkan lidah. jika engkau memberinya makanan, maka dia akan mengibas-ngibaskan ekornya dan berputar-putar di sekelilingmu, namun jika engkau tidak memberinya makan, maka dia akan menyalak di hadapanmu.


Di antara mereka ada yang jiwanya seperti keledai, yang tidak diciptakan kecuali untuk diberi makan dan dipekerjakan. Jika porsi makanannya bertambah, maka porsi kerjanya juga harus bertambah. Keledai merupakan hewan yang paling sedikit bicaranya dan paling bodoh. Karena itu Allah mengumpamakan orang bodoh ini dengan keledai yang membawa Al-Kitab. Sekalipun dia membawanya, tapi dia tidak mengetahui, memahami dan tidak bisa mengamalkannya. Sementara Allah mengumpamakan ulama yang buruk seperti anjing. Dia diberi pengetahuan tentang ayat-ayat Allah, namun dia mengingkarinya dan lebih suka mengikuti hawa nafsunya.


Di antara mereka ada yang jiwanya seperti hewan buas yang selalu mengumbar amarahnya. Hasratnya adalah bermusuhan dengan orang-orang lain, memaksa mereka dengan kekuatannya. Di antara mereka ada yang jiwanya seperti tikus, yang memiliki tabiat yang kotor dan mendatangkan kerusakan bagi apa pun yang ada di sekitarnya. Di antara mereka ada yang jiwanya seperti hewan yang beracun dan menyengat, seperti ular, kalajengking dan lain-lainnya. Bahkan dengan matanya pun dia bisa menimbulkan bencana bagi orang lain. Jiwanya bergolak karena amarah dan dorongan rasa dengki dan kesombongan. Sementara korbannya dicari kelengahannya. Matanya menyengat seperti ular yang menyengat bagian tubuh manusia yang tidak tertutup. Setiap orang bisa menjadi korbannya, karena itu mereka harus melindungi dirinya dengan baju besi dan tameng, berupa dzikir-dzikir seperti yang disebutkan di dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Tapi jika seseorang merasa bahwa dia akan menimpakan bahaya kepada orang Iain yang terpancar lewat matanya, maka dia harus bisa menahan dan menguasainya. Karena di antara jiwa manusia itu ada yang seperti jiwa hewan, maka begitulah penafsiran Sufyan bin Uyainah terhadap surat Al-An'am: 38, "
Dan, tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kalian."

Pengumpamaan ini menjadi rujukan bagi para pena'wil mimpi, karena orang yang bermimpi melihat hewan tertentu dalam mimpinya. Bahkan tidak jarang mimpi-mimpi ini juga kita alami sendiri dan memang ada kesesuaian dengan kejadian sesungguhnya, dan ternyata ta'wil itu juga sesuai dengan karakter hewan yang dilihat dalam mimpi. Sewaktu perang Uhud Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bermimpi melihat sapi yang disembelih. Kejadian yang sesungguhnya, banyak orang Mukmin yang dibunuh orang-orang kafir. Sementara titik kesesuaiannya, sapi adalah binatang yang paling banyak manfaatnya bagi kehidupan di dunia, di samping postur badannya yang tinggi, besar, namun mudah dikendalikan dan tunduk. Sedangkan Umar bin Al-Khaththab bermimpi dirinya dipatuki ayam sebanyak 3 (tiga) kali, hingga kemudian dia dibunuh Abu Lu'lu'ah. Ayam merupakan hewan peliharaan selain bangsa Arab, seperti Abu Lu'lu'ah yang bukan dari bangsa Arab.


Di antara manusia ada yang jiwanya seperti babi. Dia melewati barang-barang yang bagus, tapi menoleh pun tidak. Namun jika ada orang yang membuang sampah, maka dia akan menyantapnya hingga habis. Banyak orang yang mendengar dan melihat hal-hal yang baik pada dirimu, jauh lebih banyak dari keburukan-keburukanmu. Namun dia tidak menjaganya dan tidak menceritakannya seperti kenyataannya. Tapi jika dia melihat sesuatu yang buruk atau aib, maka dia akan menjadikannya sebagai santapan yang empuk. Di antara mereka ada yang memiliki tabiat burung merak, yang membungkus dirinya dengan bulu-bulunya yang cantik dan menarik serta bersolek, namun di dalamnya tidak ada apa-apa. Di antara mereka ada yang memiliki tabiat seperti onta, hewan yang paling pendengki dan paling kasat hatinya. Di antara mereka ada yang memiliki tabiat seperti beruang, tidak banyak bicara namun sangat jahat. Dan, masih banyak hewan-hewan lain yang mengindikasikan sifat manusia.


Namun di antara tabiat hewan yang paling terpuji adalah tabiat kuda, yang jiwanya paling baik dan tabiatnya paling mulia. Begitu pula kambing. Maka siapa yang dirinya mempunyai kemiripan dengan hewan-hewan ini, maka seakan-akan dia telah mengambil tabiat dan sifat darinya. Jika dia mengkonsumsi dagingnya, maka kemiripan itu tampak lebih nyata. Karena itu Allah mengharamkan daging hewan buas, karena dengan memakan dagingnya, bisa menimbulkan kemiripan dengannya.


Dengan kata lain, siapa yang memiliki kesaksian-kesaksian ini, maka mereka tidak memiliki kesaksian selain kecenderungan terhadap jiwa dan nafsunya, sehingga mereka tidak mengenal yang selain itu.


2. Kesaksian Ilustrasi Naluri dan Tuntutan Instink

Seperti kesaksian orang-orang zindiq dan filosof. Mereka menganggap ilustrasi naluri ini merupakan tuntutan diri manusia. Komposisi diri manusia itu terdiri dari empat tabiat yang kemudian bercampur sesuai dengan campuran masing-masing, sebagian bisa mengalahkan sebagian yang lain dan ada yang menyimpang dari kewajarannya, tergantung dari proses pencampuran itu. Komposisi dirinya yang terdiri dari badan, jiwa, naluri dan campuran-campuran unsur hewan, dikuasai oleh pengaruh naluri dan ilustrasi instink ini, yang tidak bisa diatur kecuali dengan pengatur tertentu, entah berasal dari dirinya atau dari luar dirinya. Sementara mayoritas manusia tidak mempunyai pengatur dari dirinya sendiri. Kebutuhannya terhadap pengatur di atas dirinya membuat dirinya berada di bawah kekuasaannya, seperti kebutuhan manusia terhadap makan, minum dan pakaian. Maka selagi orang yang berakal mempunyai pengatur dari dirinya, maka dia tidak memerlukan perintah, larangan dan kontrol dari orang selain dirinya. Kesaksian pada diri mereka berasal dari aktivitas jiwa yang bisa memilih apa pun yang hendak dipilihnya sendiri, yang tentunya tidak lepas dari kejahatan, seperti aktivitas naluri yang memaksanya, yang tentunya harus menerima perubahan.


3. Kesaksian Fabariyah

Mereka mempersaksikan bahwa tindakan mereka sudah ditetapkan, sehingga semua tindakan terjadi begitu saja di luar kekuasaan mereka. Bahkan mereka tidak mau mempersaksikan bahwa semua itu merupakan tindakan mereka sendiri. Mereka berkata, "Pada hakikatnya seseorang bukanlah sang pelaku dan juga tidak berkuasa. Pelakunya adalah orang selain dirinya dan siapa yang menggerakkannya. Dia hanya sekedar sebagai alat, dan tindakannya seperti angin yang berhembus atau seperti gerakan pohon yang dihembus angin. Jika tindakan mereka diingkari, maka mereka berhujjah dengan takdir. Bahkan mereka sangat berlebihan dalam masalah ini, sehingga menganggap semua tindakan mereka merupakan ketaatan, yang baik maupun yang buruk.


4. Kesaksian Qadariyah

Mereka mempersaksikan bahwa semua tindak kejahatan dan dosa berasal dari diri manusia dan mutlak berdasarkan kehendaknya, sementara Allah tidak mempunyai kehendak apa pun dan tidak mempunyai ketetapan takdir terhadap tindakan manusia, tidak pula kuasa memberi petunjuk maupun menyesatkan, tidak kuasa memberikan ilham petunjuk dan kesesatan. Manusia menciptakan perbuataannya tanpa ada sangkut pautnya dengan kehendak Allah. Kesaksian-kesaksian berikut ini merupakan kesaksian orang-orang yang istiqamah.


5. Kesaksian Hikmah

Maksudnya adalah kesaksian hikmah Allah dalam takdir-Nya terhadap hamba, berkaitan dengan hal-hal yang dibenci, dicela dan yang mendatangkan siksa-Nya. Andaikan Allah menghendaki, tentu Dia akan menghalangi dirinya untuk melakukan hal yang dibenci itu. Tidak ada sesuatu pun di alam ini melainkan berdasarkan kehendak-Nya.


Mereka mempersaksikan bahwa Allah tidak menciptakan sesuatu secara sia-sia dan tanpa makna, Dia mempunyai hikmah dalam segala kekuasaan dan ketetapan-Nya, baik maupun buruk, ketaatan maupun kedurhakaan. Di sana banyak hikmah yang tidak bisa ditangkap akal dan tidak bisa digambarkan dengan perkataan. Sumber ketetapan dan kekuasaan-Nya, apa yang dibenci dan dimurkai-Nya adalah asma' Al-Hakim, yang hikmah-Nya bisa ditangkap orang-orang yang berakal. Ketika para malaikat mempertanyakan penciptaan manusia, maka Allah menjawab, "
Aku mengetahui apa yang kalian tidak mengetahuinya." Yang pertama kali bisa dipersaksikan orang-orang yang memiliki bashirah dengan mata hatinya ialah,
رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
"Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha-suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." (QS. Ali Imran : 191)

Berapa banyak tanda-tanda kekuasaan Allah di muka bumi yang menunjukkan keberadaan Allah dan kebenaran rasul-rasul-Nya, bahwa penyebabnya adalah kedurhakaan ana^k keturunan Adam dan dosa-dosanya, seperti kaum Nuh yang ditenggelamkan dan keselamatan para penolong dan pengikutnya. Begitu pula kebinasaan kaum Ad dan Tsamud atau lain-lainnya yang muncul di setiap zaman. Allah mempunyai tanda kekuasaan pada diri Fir'aun dan kaumnya, tatkala Musa diutus kepadanya. Andaikan mereka tidak durhaka dan tidak kufur, maka tanda-tanda kekuasaan dan hal-hal yang menakjubkan tidak akan terjadi. Di dalam Taurat disebutkan, "
Allah befirman kepada Musa, 'Pergilah kepada Fir'aun karena aku akan mengeraskan hatinya dan menghalanginya untuk beriman, agar Aku dapat tanda-tanda kekuasaan dan kejaiban-Ku di Mesir'."

Begitu pula apa yang diperlihatkan Allah, yang merubah api menjadi dingin dan merupakan keselamatan bagi Ibrahim, karena dosa dan kedurhakaan kaumnya, hingga akhirnya beliau mendapatkan status kekasih.


Ada satu contoh yang sangat jelas tentang hal ini, yaitu kalau bukan karena kedurhakaan yang dilakukan bapak sekalian manusia, yang memakan buah pohon larangan, tentu tidak akan muncul hal-hal yang dicintai di mata Allah, yaitu berupa ujian terhadap hamba, kewajiban yang dibebankan kepadanya, para rasul yang diutus, berbagai kitab yang diturunkan, para wali yang dimuliakan, musuh-musuh yang dihinakan, keadilan dan karunia yang diperlihatkan. Taruklah bahwa Adam tidak melakukan kedurhakaan dan tidak dikeluarkan dari surga bersama anak-anaknya, tentu semua ini tidak akan terjadi, kekuatan yang tersembunyi di dalam hati Iblis tidak diketahui lewat perbuatannya, hingga diketahui Allah dan para malaikat, manusia yang baik tidak bisa dibedakan dengan manusia yang buruk dan tidak tampak kesempurnaan malaikat, yang di dunia mereka tidak ada istilah kemuliaan, pahala, siksa, kebahagian, kesengsaraan dan lain-lainnya.


Ini merupakan satu titik dari lautan hikmah Allah pada makhluk-Nya. Orang yang berilmu bisa melihat apa yang ada di balik semua itu dengan ilmunya, sehingga dia bisa mengetahui keajaiban hikmah Allah yang tidak bisa diungkap lewat kata-kata.


6. Tauhid

Seseorang mempersaksikan kesendirian Allah dalam penciptaan dan hikmah. Apa pun yang dikehendaki-Nya pasti akan terjadi dan apa yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan terjadi. Tidak ada satu atom pun yang bergerak kecuali dengan izin-Nya. Semua makhluk ada dalam genggaman-Nya dan tidak ada hati melainkan ada di antara dua jari Allah. Dia bisa membalik dan mengubahnya menurut kehendak-Nya. Dialah yang mendatangkan ketakwaan ke jiwa orang-orang Mukmin, Dialah yang menunjuki dan mensucikannya, Dialah yang mengilhamkan kesesatan orangorang yang sesat dan fasik. Firman-Nya,

مَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ
"Dan, siapa yang disesatkan Allah, maka baginya tidak ada orang yang akan memberi petunjuk." (QS. Al-A'raf : 18

Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu mengatakan, "Iman kepada qadar merupakan tatanan tauhid. Siapa yang mendustakan qadar, maka pendustaannya ini telah membatalkan tauhidnya. Siapa yang beriman kepada qadar, maka imannya itu telah membenarkan tauhid."

Dengan kesaksian ini seorang hamba memiliki kemantapan derajat iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in, dari segi ilmu dan keadaan, sehingga pijakan kakinya pada tauhid Rububiyah menjadi mantap, lalu meningkat ke tauhid Uluhiyah. Siapa yang percayai jahwa mudharat dan manfaat, pemberian dan penahanan, petunjuk dan kesesatan, kebahagiaan dan penderitaan ada di Tangan Allah dan bukan di tangan selain-Nya, bahwa Dialah yang berbuat segala sesuatu menurut kehendak-Nya, berarti dia adalah orang yang menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan, paling dicintai, paling ditakuti dan paling diharapkan. Ini merupakan tanda tauhid Uluhiyah, yang masuk ke dalam hati lewat pintu tauhid Rububiyah.


7. Taufik dan Penelantaran

Orang-orang yang mengetahui tentang Allah sepakat bahwa yang dimaksudkan taufik di sini adalah : Allah tidak memasrahkanmu kepada dirimu sendiri. Sedangkan penelantaran ialah : Allah menyerahkanmu kepada dirimu sendiri. Seorang hamba berganti-ganti keadaan, terkadang dalam taufik-Nya dan terkadang dalam penelantaran-Nya. Bahkan pada satu saat seseorang bisa berada dalam taufik dan juga penelantaran-Nya. Dia taat, ridha dan mensyukuri taufik-Nya, kemudian dia durhaka, marah dan melalaikan-Nya. Yang pasti dia berputar di antara taufik dan penelantaran-Nya. Allah memberinya taufik dengan karunia dan rahmat-Nya, menelantarkannya dengan keadilan dan hikmah-Nya. Allah tetap terpuji dalam 2 (dua) keadaan ini dan Dia lebih tahu di mana meletakkan masing-masing pada tempatnya.


Dengan kesaksian ini seorang hamba mempersaksikan taufik dan penelantaran Allah, sebagaimana dia mempersaksikan Rububiyah dan penciptaan-Nya, lalu memohon taufik-Nya dan berlindung dari penelantaran-Nya dengan penuh kepasrahan dan ketundukan, merasa dirinya tidak mampu mengatur mudharat dan manfaat, hidup dan mati. Dengan kata lain, taufik adalah kehendak Allah terhadap hamba untuk melakukan sesuatu yang bermaslahat baginya, seperti menjadikannya mampu melakukan sesuatu yang diridhai-Nya, yang dicintai-Nya dan lebih mementingkan-Nya daripada yang lain serta membenci apa yang dibenci Allah. Ini hanya sekedar perbuatannya, belum yang lain-lain. Firman-Nya,

لَوْ يُطِيعُكُمْ فِي كَثِيرٍ مِنَ الْأَمْرِ لَعَنِتُّمْ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الْإِيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ
فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَنِعْمَةً
"Tetapi Allah menjadikan kalian cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hati kalian serta menjadikan kalian benci kepada kekufuran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus, sebagai karunia dan nikmat dari Allah." (QS. Al-Hujurat : 7-8)

Allah befirman, "
Kecintaan kalian kepada iman dan keindahan iman itu di dalam hati kalian, bukan berasal dari dari kalian, tetapi Allah-lah yang menjadikan iman itu ada di dalam hati kalian, sehingga kalian lebih mementingkannya dan ridha kepadanya. karena itu janganlah kalian berbuat lancang di hadapan rasul-Ku, janganlah mengatakan sebelum dia mengatakan dan janganlah kalian berbuat sebelum dia memerintahkan."

Perumpamaan tentang taufik dan penelantaran ini seperti seorang raja yang mengirim utusan kepada segolongan orang dari rakyatnya. Dia menulis surat kepada mereka, yang berisi pemberitahuan tentang musuh yang tak lama lagi akan datang menyerbu dan slap menghancurkan tempat mereka. Bersamaan dengan itu raja juga menyiapkan kendaraan, bekal dan segala persiapan untuk pengungsian serta penunjuk jalan. Utusan itu berkata, "Pergilah kalian dari tempat ini dan ikutilah penunjuk jalan." Raja itu juga mengutus para pengawalnya untuk membawa orang-orang tertentu dan meninggalkan yang lain, karena kelompok yang terakhir ini memang tidak layak menjadi rakyatnya. Ketika musuh menyerang, maka orang-orang yang masih tertinggal ada yang dibunuh dan ada pula yang ditawan.


Apakah raja ini dianggap berbuat zhalim kepada mereka ataukah berbuat adil ? Dia memberikan kemurahan hatinya kepada orang-orang tertentu dan membiarkan yang lain. Tentu saja Allah terlalu agung untuk dimisalkan seperti ini.


8. Asma' dan Sifat

Kesaksian ini lebih tinggi dan lebih luas dari sebelumnya. Yang terlihat dalam kesaksian ini adalah pengetahuan tentang ketergantungan makhluk terhadap Asma'ul-husna dan sifat-sifat Allah yang tinggi serta kesempurnaan-Nya. Ini merupakan ma'rifat dan pengetahuan yang paling agung dan mulia. Setiap asma' Allah memiliki sifat khusus yang menggambarkan pujian dan kesempurnaan. Setiap sifat mempunyai konsekuensi dan tindakannya. Tindakan ini berkaitan dengan apa yang ditindakkan, sesuai dengan kelayakannya. Inilah yang berlaku pada penciptaan dan perintah-Nya, pahala dan siksaan-Nya. Semua itu merupakan pengaruh dari Asma'ul-husna dan keharusan-keharusannya.


Asma' Allah Al-Hamid, Al-Majid, Al-Hakim menghalangi Allah untuk membiarkan manusia dalam keadaan sia-sia dan terabaikan, tidak mendapat perintah dan larangan, tidak diberi pahala dan siksa. Asma' Al-Maliku, Al-Hayyu menghalangi Allah untuk menganggur tanpa berbuat apa-apa, karena hakikat hidup adalah berbuat dan setiap yang hidup tentu berbuat. Asma' As-Sami', Al-Bashir mengharuskan Allah untuk mendengar dan melihat segala apa pun, yang kecil maupun yang besar. Asma' Al-Ghaffar, At-Tawwab, Al-Afuwwu mengharuskan adanya kaitan-kaitan dengan asma' ini, seperti keharusan adanya kesalahan yang harus diampuni, taubat yang diterima dan kejahatan yang dimaafkan. Allah juga mencintai siapa pun yang berbuat sesuai dengan asma' dan sifat-sifat-Nya. Allah yang Al-Alim mencintai orang yang berilmu. Allah yang Al-Witru mencintai shalat witir. Allah yang Al-Jamil mencintai keindahan. Allah yang Asy-Syakur mencintai orang yang bersukur. Begitu pula dengan asma' dan sifat-sifat-Nya yang lain.


9. Tambahan Iman Pendukung-pendukungnya

Ini merupakan kesaksian yang paling halus dan paling khusus bagi orang-orang yang memiliki ma'rifat. Boleh jadi orang yang mendengarnya akan menolak kesaksian ini dengan berkata, "
Bagaimana mungkin iman bisa bertambah karena ada dosa dan kedurhakaan ? Bukanlah itu justru mengurangi iman ? Sementara orang-orang salaf juga sudah sepakat, bahwa iman bisa bertambah karena ketaatan dan berkurang karena kedurhakaan."

Kesaksian ini berasal dari orang yang memiliki ma'rifat, yang jeli melihat dosa dan kedurhakaan pada dirinya maupun pada orang lain, serta pengaruh yang diakibatkannya. Hasilnya lebih lanjut, dia mendapatkan salah satu panji nubuwah dan keterangan yang jelas tentang kebenaran para rasul serta apa yang dibawa para rasul itu. Sementara para rasul memerintahkan manusia kepada perkara-perkara yang membawa kebaikan zhahir dan batinnya, mencegah mereka dari hal-hal yang mendatangkan kerusakan dalam kehidupannya. Mereka memberitahukan bahwa Allah mencintai ini dan itu, membenci ini dan itu, memberi pahala ini dan itu, menghukum ini dan itu. Jika Allah ditaati karena apa yang diperintahkan-Nya, maka Dia mensyukurinya dengan memberikan tambahan ketaatan, kenikmatan di badan dan hati, sehingga hamba merasakan betul tambahan ini. Jika Allah didurhakai, maka akan mengakibatkan munculnya kelemahan, kerusakan dan kehinaan. Allah befirman tentang 2 (dua) fenomena ini,

وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعًا حَسَنًا إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَ
"Dan, hendaklah kalian meminta ampun kepada Rabb kalian dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kalian mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus-menerus) kepada kalian sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya." (QS. Hud : 3)
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ
"Dan, barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunnya pada hari kiamat dalam keadaan buta." (QS. Thaha : 124)

Ada yang menafsiri kehidupan yang sempit di dalam ayat ini adalah siksa kubur. Yang benar, hal ini berlaku di dunia dan juga di alam Barzakh (kubur). Dengan kata lain, siapa yang berpaling dari peringatan yang diturunkan Allah, niscaya dadanya akan terasa sesak, kehidupannya sulit, selalu dihantui perasaan takut, terlalu berat memikul beban kehidupan dunia, merasa merugi sebelum mendapatkan keduniaan dan setelah mendapatkannya. Hampir tak ada waktu dalam hidupnya yang tidak diwarnai kegelisahan dan penderitaan.


10. Rahmat

Jika seseorang berbuat salah atau durhaka terhadap orang lain, maka dari hati orang yang didurhakai ini muncul sifat kekerasan, kekasaran dan amarah. Bahkan andaikan mampu, dia akan melibasnya dan berdoa kepada Allah untuk mencelakakan serta menghukumnya, karena dorongan amarah di dalam hatinya dan ambisinya agar tidak didurhakai. Di dalam hatinya tidak ada sedikit pun rasa belas kasihan terhadap orang yang bersalah kepadanya, dia memandangnya dengan pandangan mencemooh, mencaci dan mencelanya. Tapi jika karena satu sebab tertentu orang yang bersalah ini menghadap kepadanya layaknya seorang tawanan, merengek-rengek sambil meminta belas kasihannya, memohon layaknya orang yang terpaksa, maka kekerasan hati itu akan berubah menjadi kelembutan dan kasih sayang. Yang tadinya dia mendoakan kecelakaan baginya, berubah mendoakan keselamatan baginya dan memohonkan ampunan kepada Allah. Ini merupakan kesaksian yang nyata bagi manusia dan mengandung pengertian yang besar.


11. Kelemahan dan Ketidakberdayaan

Kesaksian yang kesepuluh melahirkan kesaksian ini, bahwa hamba terlalu lemah dan terlalu tidak berdaya untuk menjaga dirinya sendiri, bahwa dia tidak mempunyai daya dan kekuatan kecuali yang datang dari Allah. Hal ini memberikan kesaksian kepada hatinya, bahwa dia seperti sehelai bulu yang jatuh di padang luas yang kosong, dihempas angin ke kanan dan ke kiri. Hal ini memberikan kesaksian kepadanya bahwa dia tak ubahnya penumpang perahu yang terombang-ambing di tengah lautan yang ganas, yang dipermainkan gulungan ombak, kadang tenggelam dan kadang muncul ke permukaan, sehingga yang menyisa pada dirinya tinggal tangan takdir. Atau dia ibarat alat yang ada di tangan operatornya, tidak bisa berbuat apa-apa terhadap dirinya, tidak bisa mendatangkan manfaat atau menolak mudharat, tidak memiliki hidup dan mati. Yang dia miliki hanyalah kebodohan, kepasrahan dan ketidakberdayaan. Kematian lebih dekat kepadanya daripada tali selopnya, seperti seekor domba di tengah binatang-binatang buas, yang hanya bisa diselamatkan penggembala.


Beginilah keadaan hamba di hadapan Allah dan bahkan di hadapan musuh-musuhnya dari syetan-syetan yang berupa jin dan manusia. Jika Allah melindungi dan menjaganya, maka mereka tidak akan mampu berbuat apa pun terhadap dirinya. Jika Allah membiarkan dan menelan-tarkannya, walau sekejap mata pun, maka dia akan menjadi bagian bagi siapa pun di antara mereka yang beruntung mendapatkan dirinya.


Dengan kesaksian ini seorang hamba bisa mengetahui dirinya secara hakiki dan sekaligus mengetahui Rabb-nya. Ini merupakan salah satu ta'wil dari pepatah yang sudah terkenal, "
Siapa yang mengetahui dirinya, tentu mengetahui Rabb-nya." Tapi perlu dicatat, ini hanya sekedar perkataan seseorang dan bukan hadits dari Rasulullah. Di sana ada pula atsar Isra'iliyat dengan kalimat yang tak jauh berbeda, "Wahai manusia, kenalilah Rabb-mu, niscaya engkau akan mengenali dirimu sendiri." Ada 3 (tiga) ta'wil tentang pepatah ini :
  1. Siapa yang mengetahui kelemahan dirinya, tentu mengetahui kekuatan Rabb-nya. Siapa yang mengetahui ketidakberdayaan dirinya, tentu mengetahui kekuasaan-Nya. Siapa yang mengetahui kehinaan dirinya, tentu mengetahui kemuliaan-Nya. Siapa yang mengetahui kebodohan dirinya, tentu mengetahui ilmu-Nya. Allah memiliki kesempurnaan, pujian dan kekayaan secara total, sedangkan hamba adalah yang miskin dan serba kurang serta selalu membutuhkan. Seberapa jauh seseorang mengetahui kadar kehinaan, kelemahan, kemiskinan dan kebodohan dirinya, maka sejauh itu pula dia bisa mengetahui sifat-sifat kesempurnaan Rabb-nya.
  2. Siapa yang memandang sifat-sifat pujian, kehidupan, kekuatan dan kehendak pada dirinya, maka dia mengetahui bahwa yang memberi-nya semua itu lebih layak memiliki semua pemberian itu. Yang memberi kesempurnaan lebih layak mempunyai kesempurnaan itu. Bagaimana mungkin seorang hamba bisa hidup, berbicara, mendengar, melihat, berkehendakdan berilmu, sementara yang menciptakannya tidak mampu melakukan semua itu ? Tentu saja ini mustahil. Yang membuat hamba bisa berbicara, lebih mampu berbicara. Siapa yang membuat hamba bisa hidup, berilmu, mendengar, melihat dan berbuat, lebih layak dan lebih mampu melakukan semua itu. Ini merupakan ta'wil dari sisi kelayakan, sedangkan ta'wil yang pertama dari sisi kebalikannya.
  3. Ini merupakan ta'wil dari sisi penafian. Artinya, andaikan engkau tidak mengetahui dirimu sendiri, padahal engkaulah yang paling dekat dengan dirimu, maka engkau pun tidak akan tahu hakikat dan seluk beluk dirimu. Jika seperti ini keadaannya, maka bagaimana mungkin engkau tahu Rabb-mu, seluk beluk dan sifat-sifat-Nya ?
Kesaksian ini membuat hamba tahu bahwa dirinya adalah lemah dan tidak berdaya, sehingga membuat dirinya tidak akan membual dan tidak mengandalkan kepada kemampuan diri sendiri, membuatnya tahu bahwa dia tidak berkuasa sedikit pun terhadap dirinya. Dari kesaksian inilah lahir kesaksian berikutnya.

12. Kehinaan, Kepasrahan dan Kebutuhan

Dengan setiap atom lahir dan batinnya dia memberikan kesaksian tentang kebutuhannya kepada Penolong dan Rabb-nya, yang di Tangan-Nyalah terletak kemaslahatan, petunjuk, keberuntungan dan kebahagiaannya. Keadaan yang terasa di dalam hati ini tidak bisa diungkap dengan kata-kata, tapi bisa diketahui secara persis oleh orang yang benar-benar merasakannya. Kepasrahan hatinya kepada Rabb tidak bisa diserupakan dengan apa pun. Dia melihat dirinya seperti secuil pecahan kaca di tanah, tidak dianggap, tidak dipedulikan dan tidak diminati siapapun. Dia melihat kebaikan Rabb terhadap dirinya terlalu banyak dan melimpah, sementara ketaatan-ketaatannya kepada Rabb terlihat terlalu sedikit. Siapa yang melihat pemenuhannya terhadap hak-hak Rabb terlalu sedikit dan melihat kedurhakaan dan dosanya terlalu banyak, maka akan membuat hatinya tunduk dan pasrah kepada-Nya.


Hati yang paling dicintai adalah hati yang diisi kepasrahan, kehinaan dan ketundukan ini. Kepalanya merunduk di hadapan Rabb-nya, tidak berani mendongak kepada-Nya karena malu dan sungkan. Di antara orang arif pernah ditanya, "
Apakah hati itu bisa bersujud ?" Maka dia menjawab, "Bisa. Hati itu sujud dengan cara tidak mendongakkan kepalanya hingga saat berdua dengan-Nya. Inilah sujudnya hati."

Orang yang mempunyai kesaksian ini melihat dirinya seakan seorang anak yang ada dalam pemeliharaan ayahnya. Sang ayah memberinya makanan dan minuman yang lezat, pakaian yang bagus, mendidiknya dengan penuh kasih sayang, memperhatikan pertumbuhannya dan menangani semua keperluannya. Suatu hari sang ayah menyuruhnya untuk suatu keperluan. Di tengah jalan ada musuh yang menculiknya lalu membawanya ke daerah musuh. Di sana dia diperlakukan layaknya seorang tawanan, didera dengan berbagai macam siksaan yang tak teperkirakan. Betapa jauh perbedaan perlakukan ayahnya dan musuh yang menawannya. Dia pun ingat bagaimana kasih sayang dan cinta sang ayah kepada dirinya. Hatinya mendesah penuh penyesalan memikirkan nasib dirinya, yang tak lama lagi dia akan dijatuhi hukuman mati. Selagi keadaannya seperti itu, dia melihat kehadiran ayahnya dari jauh. Dengan menjulurkan tangan ke arahnya dia berseru, "Ayah, ayah, ayah! Lihatlah keadaan anakmu saat ini !" Air matanya membasahi pipi. Setelah diselamatkan, dia memeluk ayahnya dan tak mau melepaskan diri darinya. Dalam keadaan seperti ini apakah engkau berkata, "Sang ayah akan menyerahkan lagi anaknya kepada musuh dan membiarkan mereka berbuat sesuka hati terhadap anaknya ?" Lalu apa perkiraanmu tentang Dzat yang lebih Pengasih terhadap hamba-Nya daripada kasih sayang ayah kepada anaknya atau kasih sayang ibu kepada anaknya ?


Begitulah keadaan Allah, jika ada seorang hamba yang lari menghampiri-Nya, setelah hamba itu dapat membebaskan diri dari cengkeraman musuh, lalu memasrahkan diri sambil tersungkur di ambang pintu-Nya, sambil menitikkan air mata dia berkata, "Ya Rabbi, wahai Rabb-ku, kasihilah aku yang tiada pengasih selain Engkau dan yang tiada penolong, penjaga dan pelindung selain Engkau. Akulah orang yang miskin dan fakir, yang memohon dan mengharapkan-Mu. Tidak ada tempat berlindung dan tempat kembali kecuali kepada Engkau."


Dikatakan dalam sebuah syair, "
Wahai yang paling layak diharapkan perlindungan yang dijadikan tempat berlindung dari kesalahan Dialah yang berkuasa menghinakan manusia Dia pula yang memuliakan jika menghendakinya."

Jika kesaksian ini sudah diketahui dan bersemayam di dalam hati seorang hamba, bisa menyatu dengannya dan dia merasakan manisnya, maka kesaksian ini menanjak ke kesaksian yang lebih tinggi lagi.


13. Ubudiyah dan Cinta

Kesaksian ubudiyah, cinta dan kerinduan untuk bersua dengan Allah ini merupakan sasaran yang dituju orang-orang yang meniti jalan kepada Allah. Dengan kesaksian ini hatinya menjadi senang dan anggota tubuhnya merasa tentram. Dzikir senantiasa membasahi lidah dan hatinya. Cinta dan taqarrub menggantikan tempat kedurhakaan dan pembangkangan kepada-Nya. Hati diisi dengan cinta dan lidah dibasahi dzikir kepada-Nya. Memang ketundukan yang khusus ini mempunyai pengaruh yang sangat menakjubkan terhadap cinta, yang tak bisa diungkap dengan kata-kata.


Seorang arif berkata, "
Aku mencoba masuk ke tempat Allah dari berbagai macam pintu ketaatan. Namun aku tidak bisa masuk karena semua pintu penuh dengan kerumunan orang yang juga ingin masuk. Maka aku mencoba masuk dari pintu kehinaan. Ternyata pintu ini justru lebih dekat dan lebih luas untuk sampai ke tempat Allah, tidak ada kerumunan dan tidak berdesak-desakan. Ketika aku menapakkan kaki, Allah menghela tanganku dan menuntunku masuk."

Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah berkata, "
Siapa yang menghendaki kebahagiaan yang abadi, maka hendaklah dia masuk dari pintu ubudiyah."

Seorang arif berkata, "Tidak ada jalan yang lebih dekat untuk sampai kepada Allah selain dari ubudiyah, tidak ada penghalang yang lebih kokoh selain dari bualan, tidak ada gunanya amal dan usaha yang disertai ujub dan takabur, tidak ada mudharat merendahkan diri sekalipun tanpa amal, yakni setelah semua kewajiban dilaksanakan."

Inilah yang bisa dirasakan sebagian dari pengaruh cinta Allah kepada hamba dan kegembiraan-Nya terhadap taubat hamba. Sebab Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan sangat gembira karena taubat mereka.


Selagi seorang hamba mengetahui kemurahan hati Allah sebelum dia berbuat dosa, ketika berbuat dosa dan sesudahnya, melihat kebaikan dan kasih sayang-Nya, tentu di dalam hatinya bergolak rasa cinta dan kerinduan untuk bersua dengan-Nya. Sebab hati itu diciptakan untuk mencintai siapa yang berbuat baik kepadanya. Lalu kebaikan macam apakah yang lebih besar daripada Dzat yang mengetahui kedurhakaan hamba, lalu justru memberinya nikmat, memperlakukannya dengan lemah lembut, menutupi aibnya, menjaganya dari serangan musuh yang selalu mengintainya dan menjadi penghalang di antara keduanya? Semua ada dalam pengamatan dan penglihatan-Nya. Padahal langit sudah meminta izin untuk menindihnya, bumi sudah meminta izin untuk menelannya dan laut sudah meminta izin untuk menenggelamkannya.


Di dalam Musnad Al-Imam Ahmad telah disebutkan dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, beliau bersabda, "
Tidak ada satu hari pun yang berlalu melainkan laut meminta izin kepada Rabbnya untuk menenggelamkan Bani Adam. Para malaikat juga meminta izin kepada-Nya untuk segera menangani dan mematikan mereka. Sementara Allah befirman, 'Biarkanlah hamba-Ku. Aku lebih tahu tentang dirinya ketika Aku menciptakannya dari tanah. Andaikan ia hamba kalian, maka urusannya terserah kalian. Karena ia hamba-Ku, maka ia berasal dari-Ku dan urusannya terserah kepada-Ku. Demi kemuliaan dan keagungan-Ku, jika hamba-Ku datang kepada-Ku pada malam hari, maka Aku menerimanya. Jika ia datang kepada-Ku pada siang hari, maka Aku menerimanya. Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, maka Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, maka Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika ia berjalan kepada-Ku, maka Aku berlari-lari kecil kepadanya. Jika ia meminta ampun kepada-Ku, maka Aku mengampuninya. Jika ia meminta maaf kepada-Ku, maka Aku memaafkannya. Jika ia bertaubat kepada-Ku, maka Aku menerima taubatnya. Siapakah yang lebih murah hati dan mulia dari-Ku, padahal Akulah yang paling murah hati dan mulia ? Pada malam hari hamba-hamba-Ku menampakkan dosa-dosa besar kepada-Ku, padahal Akulah yang melindungi mereka di tempat tidurnya dan Akulah yang menjaga mereka di kasurnya. Siapa yang menghadap kepada-Ku, maka Aku menyambutnya dari jauh. Siapa yang tidak beramal karena Aku, maka Aku memberinya lebih dari tambahan. Siapa yang berbuat dengan daya dan kekuatan-Ku, maka Aku melunakkan besi baginya. Siapa yang menginginkan seperti yang Ku-inginkan, maka Aku pun menginginkan seperti apa yang ia inginkan. Orang-orang yang berdzikir kepada-Ku adalah mereka yang ada dalam majlis-Ku. Orang-orang yang bersyukur kepada-Ku adalah mereka yang menginginkan tambahan dari-Ku. Orang-orang yang taat kepada-Ku adalah mereka yang mendapat kemuliaan-Ku. Orang-orang yang durhaka kepada-Ku tidak Kubuat putus asa terhadap rahmat-Ku. Jika mereka bertaubat kepada-Ku, maka Aku adalah kekasih mereka, dan jika mereka tidak mau bertaubat kepada-Ku, maka Aku adalah tabib mereka. Aku akan menguji mereka dengan musibah-musibah, agar Aku mensucikan mereka dari noda-noda'."

[Berikutnya....(23) Inabah Kepada Allah]


[Disalin dari Buku dengan Judul Asli :
Madarijus-Salikin Manazili Iyyaka Na'budu wa Iyyaka Nasta'in (Karya : Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Muhaqqiq : Muhammad Hamid Al-Faqqy, Penerbit : Darul Fikr. Beirut, 1408 H.) Edisi Indonesia dengan judul : MADARIJUS-SALIKIN (PENDAKIAN MENUJU ALLAH) Penjabaran Kongkrit "Iyyaka Na'budu Wa Iyyaka Nasta'in"(Karya : Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Penerjemah : Kathur Suhardi, Penerbit :Pustaka Al-Kautsar. Jakarta, 1998)]

Hindarkanlah dirimu dari orang ramai dengan perintah Allah, dari nafsumu dengan perintah-Nya dan dari kehendakmu dengan perbuatan-Nya agar kamu pantas untuk menerima ilmu Allah. Tanda bahwa kamu telah menghindarkan diri dari orang ramai adalah secara keseluruhannya kamu telah memutuskan segala hubungan kamu dengan orang ramai dan telah membebaskan seluruh pikiranmu dengan segala hal yang bersangkutan dengan mereka.

Tanda bahwa kamu telah putus dari nafsumu adalah apabila kamu telah membuang segala usaha dan upaya untuk mencapai kepentingan keduniaan dan segala hubungan dengan cara-cara duniawi untuk mendapatkan suatu keuntungan dan menghindarkan bahaya. Janganlah kamu bergerak untuk kepentinganmu sendiri. Janganlah kamu bergantung kepada dirimu sendiri di dalam hal-hal yang bersangkutan dengan dirimu. Janganlah kamu melindungi dan menolong dirimu dengan dirimu sendiri. Serahkanlah segalanya kepada Allah, karena Dia-lah yang memelihara dan menjaga segalanya, sejak dari awalnya hingga kekal selamanya. Dia-lah yang menjaga dirimu di dalam rahim ibumu sebelum kamu dilahirkan dan Dia pulalah yang memelihara kamu semasa kamu masih bayi.

Tanda bahwa kamu telah menghindarkan dirimu dari kehendakmu dengan perbuatan Allah adalah apabila kamu tidak lagi melayani kebutuhan-kebutuhanmu, tidak lagi mempunyai tujuan apa-apa dan tidak lagi mempunyai kebutuhan atau maksud lain, karena kamu tidak mempunyai tujuan atau kebutuhan selain kepada Allah semata-mata. Perbuatan Allah tampak pada kamu dan pada masa kehendak dan perbuatan Allah itu bergerak. Badanmu pasif, hatimu tenang, pikiranmu luas, mukamu berseri dan jiwamu bertambah subur. Dengan demikian kamu akan terlepas dari kebutuhan terhadap kebendaan, karena kamu telah berhubungan dengan Al-Khaliq. Tangan Yang Maha Kuasa akan menggerakkanmu. Lidah Yang Maha Abadi akan memanggilmu. Tuhan semesta alam akan mengajar kamu dan memberimu pakaian cahaya-Nya dan pakaian kerohanian serta akan mendudukkan kamu pada peringkat orang-orang alim terdahulu.

Setelah mengalami semua ini, hati kamu akan bertambah lebur, sehingga nafsu dan kehendakmu akan hancur bagaikan sebuah tempayan yang pecah yang tidak lagi berisikan air walau setetespun. Kosonglah dirimu dari seluruh perilaku kemanusiaan dan dari keadaan tidak menerima suatu kehendak selain kehendak Allah. Pada peringkat ini, kamu akan dikaruniai keramat-keramat dan perkara-perkara yang luar biasa. Pada zhahirnya, perkara-perkara itu datang darimu, tapi yang sebenarnya adalah perbuatan dan kehendak Allah semata.

Oleh karena itu, masuklah kamu ke dalam golongan orang-orang yang telah luluh hatinya dan telah hilang nafsu-nafsu kebinatangannya. Setelah itu kamu akan menerima sifat-sifat ke-Tuhan-an yang maha tinggi. Berkenaan dengan hal inilah maka Nabi besar Muhammad SAW. bersabda, “Aku menyukai tiga perkara dari dunia ini : bau-bauan yang harum, wanita dan shalat yang apabila aku melakukannya, maka mataku akan merasa sejuk di dalamnya.” Semua ini diberikan kepadanya setelah seluruh kehendak dan nafsu sebagaimana disebutkan di atas terlepas dari dirinya. Allah berfirman, “Sesungguhnya Aku bersama mereka yang telah luluh hatinya karena Aku.

Allah Ta’ala tidak akan menyertai kamu, sekiranya semua nafsu dan kehendakmu itu tidak diluluhkan. Apabila semua itu telah hancur dan luluh, dan tidak ada lagi yang tersisa pada dirimu, maka telah pantaslah kamu untuk ‘diisi’ oleh Allah dan Allah akan menjadikan kamu sebagai orang baru yang dilengkapi dengan tenaga dan kehendak yang baru pula. Jika egomu tampil kembali, walaupun hanya sedikit, maka Allah akan menghancurkannya lagi, sehingga kamu akan kosong kembali seperti semula, dan untuk selamanya kamu akan tetap luluh hati. Allah akan menjadikan kehendak-kehendak baru di dalam diri kamu dan jika dalam pada itu masih juga terdapat diri (ego) kamu, maka Allah-pun akan terus menghancurkannya. Demikianlah terus terjadi hingga kamu menemui Tuhanmu di akhir hayatmu nanti.

Inilah maksud firman Tuhan, “Sesungguhnya Aku bersama mereka yang telah luluh hatinya karena Aku.” Kamu akan mendapatkan dirimu ‘kosong’, yang sebenarnya ada hanyalah Allah. Di dalam hadits Qudsi, Allah berfirman, “Hamba-Ku yang ta’at senantiasa memohon untuk dekat dengan-Ku melalui shalat-shalat sunatnya. Sehingga aku menjadikannya sebagai rekan-Ku, dan apabila Aku menjadikan dia sebagai rekan-Ku, maka aku menjadi telinganya yang dengan itu ia mendengar, menjadi matanya yang dengannya dia melihat, menjadi tangannya yang dengannya ia memegang dan menjadi kakinya yang dengannya ia berjalan, yakni ia mendengar melalui Aku, memegang melalui Aku, dan mengetahui melalui Aku.

Sebenarnya, ini adalah keadaan ‘fana’ (hapusnya diri). Apabila kamu sudah melepaskan dirimu dan mahluk, karena mahluk itu bisa baik dan bisa juga jahat dan karena diri kamu itu bisa baik dan juga bisa jahat, maka menurut pandanganmu tidak ada suatu kebaikan yang datang dari diri kamu atau dari mahluk itu dan kamu tidak akan merasa takut kepada datangnya kejahatan dari mahluk. Semua itu terletak di tangan Allah semata. Karenanya, datangnya buruk dan baik itu, Dia-lah yang menentukannya semenjak awalnya. Dengan demikian, Dia akan menyelamatkan kamu dari segala kejahatan mahluk-Nya dan menenggelamkanmu di dalam lautan kebaikan-Nya.

Sehingga kamu menjadi titik tumpuan segala kebaikan, sumber keberkatan, kebahagiaan, kesentosaan, nur (cahaya) keselamatan dan keamanan. Oleh karena itu, ‘Fana’ adalah tujuan, sasaran, ujung dan dasar perjalanan wali Allah. Semua wali Allah, dengan tingkat kemajuan mereka, telah memohon dengan sungguh-sungguh kepada Allah untuk menggantikan kehendak atau kemauan mereka dengan kehendak atau kemauan Allah. Mereka semuanya menggantikan kemauan atau kehendak mereka dengan kemauan atau kehendak Allah. Pendek kata, mereka itu mem-fana-kan diri mereka dan mewujudkan Allah. Karena itu mereka dijuluki ‘Abdal’ (perkataan yang diambil dari kata ‘Badal’ yang berarti ‘pertukaran’).

Menurut mereka, menyekutukan kehendak mereka dengan kehendak Allah adalah suatu perbuatan dosa. Sekiranya mereka lupa, sehingga mereka dikuasai oleh emosi dan rasa takut, maka Allah Yang Maha Kuasa akan menolong dan menyadarkan mereka. Dengan demikian mereka akan kembali sadar dan memohon perlindungan kepada Allah. Tidak ada manusia yang benar-benar bebas dari pengaruh kehendak egonya (dirinya) sendiri, kecuali malaikat. Para malaikat dipelihara oleh Allah dalam kesucian kehendak mereka dan para Nabi dipelihara dari nafsu badaniah mereka. Sedangkan jin dan manusia telah diberi tanggung jawab untuk berakhlak baik, tetapi mereka tidak terpelihara dari dipengaruhi oleh dosa dan maksiat. Para wali dipelihara dari nafsu-nafsu badaniah dan ‘abdal’ dipelihara dari kekotoran kehendak dan niat. Walaupun demikian, mereka tidak bebas mu tlak, karena merekapun mungkin mempunyai kelemahan untuk melakukan dosa. Tapi, dengan kasih sayang-Nya, Allah akan menolong dan menyadarkan mereka.

[Sumber : Fathul Ghaib Maulana Syaikh Abdul Qadir al Jilani; pada http://tarekatqodiriyah.wordpress.com/nasihat-sultan-auliya-syyaikh-abdul-qodir-al-jilani-qsa/]
Pernahkan anda berjalan-jalan di suatu taman yang indah ? Pohon-pohon yang rindang menyejukan menghiasi taman itu. Di tengah hamparan rerumputan bagaikan permadani hijau tumbuh bunga-bunga mekar beraneka warna. Harum mewangi meliputi seluruh taman. Gemericik air bening yang mengalir di sela-sela batu bagaikan simphoni yang sangat merdu. Diiringi cicit burung yang berloncatan ke sana kemari. Udara segar yang menyehatkan terasa menerpa tubuh. Membuat setiap orang yang memasuki taman tersebut merasa betah. Sepanjang mata memandang, hanya keindahan....

Seindah-indahnya taman di dunia belum dapat dibandingkan dengan taman syurga. Sedangkan taman Syurga merupakan gambaran kenikmatan bersama Kitabullah Al Qur'an. Setiap huruf, kata dan kalimat Qur'an merupakan kesatuan yang unik membentuk gambaran yang indah melebihi sebuah taman ataupun lukisan. Kitabullah disusun oleh Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Komposisi keharmonisannya sempurna.

Setiap bagiannya merupakan ke-Mahakaryaan Sang Pencipta. Taman Al-Quran tidak terletak di bagian manapun di muka bumi. Dia ada di hati insan yang mengimaninya. Menjadi sumber mata air kehidupannya. Bagaikan ruh yang menjadi Dzat bagi hidupnya. Imam Sayyid Qutb berkata, "Hidup bersama Al-Quran adalah nikmat, nikmat yang tidak akan dirasakan kecuali oleh orang-orang yang pernah merasakannya."

Rasulullah SAW. pernah berpesan, "Apabila kamu melewati taman-taman syurga, makan dan minumlah sampai kenyang." Para sahabat bertanya, "Apa yang dimaksud taman Syurga itu ya Rasulullah ?" Beliau menjawab "Kelompok dzikir(yang mengkaji Al-Quran). Ketika sekelompok hamba Allah mempelajari dan mengkaji isi Al-Quran, maka malaikat-pun datang membawa keberkahannya. Rasulullah bersabda, "Dan tidaklah berkumpul suatu kaum di satu rumah di antara rumah-rumah Allah melainkan menyebarlah di antara mereka rahmat, dan Malaikat turun menaungi mereka dan Allah mengingat mereka di sisi-Nya."

Kendati demikian, masih banyak umat Islam yang belum memahami kemuliaan dan keistimewaan Kitabullah. Ibaratnya, "Al-Quran berada di lembah dan kaum muslimin berada di lembah lainnya." Masih banyak orang yang mengaku beriman ternyata mereka asing dengan isi dan kandungan Kitabullah. Perilaku mereka jauh dari tuntunan Kitabullah. Mereka lupa dengan Kitab Suci yang akan mengangkat mereka ke puncak kemuliaan. Mereka itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk dan menukar ampunan Allah dengan adzab-Nya. Sungguh merugilah mereka karena terjauhkan dari taman Al-Quran. Mudahan-mudahan kita selalu berusaha untuk tidak menjadi orang yang merugi dengan jauh dari Al-Quran. Amin Ya Robbal 'Alamin...

Wallahu A'lam Bish-Shawab.

[Disalin dari Buletin Da'wah "AL-FATIHAH" Edisi 282 Tahun ke-7 2010 M./ 1431 H.]
Karunia pertolongan Allah Azza wa Jalla terkadang "definisi"-nya tidak mesti sama dengan apa yang terpikir dalam benak dan terbetik dalam untaian harapan kita. Bisa jadi apa yang kita artikan dan kita dambakan lewat doa ataupun cetusan hati itu berupa 'A', ternyata yang datang berbentuk 'B'. Sayangnya, kita kerapkali tidak menyadarinya. Kita anggap bahwa Allah tidak menolong kendati sudah habis-habisan berdoa.

Akan tetapi, bagi orang yang sudah memiliki ma'rifat, tentulah tidak akan atau setidaknya tidak akan berlama-lama terjebak dalam buruk sangka seperti itu. Dia akan diberi kesanggupan oleh Allah untuk dapat menangkap hikmah di balik setiap kejadian. Dan oleh karena itu, cepat atau lambat akan segera disadarinya bahwa Allah Azza wa Jalla sama sekali tidak akan pernah lalai dalam mengurus hamba-Nya dan tidak akan pernah lupa untuk mengabulkan doa-doanya.

Suatu ketika kita ingin pertolongan Allah dan ternyata pertolongan itu belum datang juga seperti yang kita inginkan, namun kita tetap bisa berdoa dan shalat tahajud, maka itu pun harus membuat kita puas. Mengapa ? Sebab, karunia Allah tidak harus berbentuk material seperti yang kita inginkan. Kita bisa berdoa, kita bisa tahajud, dan kita bisa tetap bersungguh-sungguh dalam meminta, itu pun merupakan karunia besar. Bahkan bisa jadi lebih besar daripada apa yang yang kita minta, baik berupa uang ataupun aneka bentuk pertolongan lainnya.

Ketika kita diuji dengan lilitan hutang, misalnya, lantas kita setiap malam menangis dan berdoa, "Ya, Allah. Sesungguhnya hanya Engkaulah yang Mahakaya. Jagat raya alam semesta ini sungguh milik-Mu. Bayangkanlah hutangku, ya Rabb." Akan tetapi, ketika ternyata hutang-hutang itu tak bisa terbayarkan juga, maka bukanlah itu berarti doa kita tidak dikabulkan-Nya. Sesungguhnya, kesanggupan kita untuk bangun setiap malam dan memanjatkan doa dengan penuh harap, ini pun karunia Allah yang amat besar. Apa sih artinya hutang bagi Allah yang Mahakaya ? Mungkin dengan hutang itu Allah justru sedang menjerat seorang hamba-Nya semakin dekat kepada-Nya.

"Ya, Allah. Usahaku saat ini sedang macet. Tolonglah, ya Allah. Bukanlah Engkau Mahakaya, Pemiliki segaianya ?" Subhanallah. Bukankah sangat jarang kata-kata seperti ini terucap dari lisan seseorang ketika dia sedang dalam keadaan makmur ? Sungguh mahal kata-kata ma'rifat seperti itu, yang bisa jadi terlontar dari lisan kita justru tatkala kita sedang dalam kesusahan. Nah, siapa tahu itu merupakan karunia yang lebih besar daripada dilapangkan seketika oleh Allah. Jadi, kita terus-menerus memohon, menghiba-hiba, dan dengan sekuat tenaga memaksakan diri mendekat kepada Allah, itu pun adalah karunia Allah yang lebih besar daripada yang kita mintakan dalam doa.

Anda datang menghadiri pengajian di majelis taklim karena suatu kesulitan dan kesempatan yang tengah di hadapi, lalu anda dengarkan ceramah sang mubaligh; itu lebih baik daripada doa yang kita minta. Karena dengan cara ini mungkin lebih banyak yang terselesaikan daripada satu penyelesaian masalah yang kita mintakan dalam doa. Anda minta dimudahkan urusan oleh Allah tetapi malah diberi ilmu; bisa jadi itu lebih manfaat daripada kemudahan urusan yang anda cari. Karena, dengan ilmu justru lebih banyak urusan yang bisa terselesaikan. Demikian juga bila anda sedang mempunyai masalah dengan tetangga atau orang tua, tetapi Anda telah datang kepada ulama untuk menuntut ilmu; itu kan merupakan masalah yang dapat membuat kita menjadi lebih baik dan bermanfaat.

Walhasil, janganlah takut oleh suatu masalah karena pertolongan Allah itu teramat dekat. Dan bentuknya yang mahal adalah ketika kita berubah menjadi semakin taat kepada Allah. Sekali lagi, semua itu adalah karunia yang jauh lebih besar daripada yang kita minta.

Wallahu A'lam Bish-Shawab.

[Disalin dari Buletin Da'wah "AL-FATIHAH" Edisi 282 Tahun ke-7 2010 M./ 1431 H.]
Islam sangat mengecam perbuatan memfitnah orang lain. Memfitnah itu lebih kejam daripada membunuh. Artinya, berbuat fitnah itu lebih besar dosanya daripada membunuh. (QS. Al-Baqarah : 217)

Ali bin Abi Thalib RA. pernah menyebut orang yang membiarkan lidahnya bebas tak terkendali dalam menyebarkan keburukan dalam masyarakat adalah pendosa besar. "Orang yang mengatakan sesuatu keburukan dan orang yang membiarkannya adalah sama-sama berdosa," ujar Khalifah Ali.

Al-Quran telah memperingatkan akan beratnya siksa bagi orang-orang yang suka memfitnah atas kehormatan seseorang dan mengatakan tentang kesalahan-kesalahan tersembunyi mereka. "Sesungguhnya, orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat." (QS. Annur : 19)

Pada hakikatnya, kebiasaan memfitnah itu lahir dari rasa dengki, sombong, angkuh, tidak menerima kebenaran, dan menganggap orang lain lebih rendah daripada dirinya. Memfitnah adalah tindakan yang paling kejam sebab bisa berdampak pada kehancuran, kemusnahan, dan permusuhan. Ketika Rasulullah SAW. ditanya sahabatnya, "Siapakah Muslim yang terbaik ya Rasulullah ?" Beliau menjawab, "Seseorang yang selamat dari lidah dan tangannya." (Muttafaq'alaih)

Untuk itu, Islam memberikan solusi terbaik untuk menghindarkan diri dari perilaku memfitnah.
  1. Pertama, jangan suka menggibah dan mencari-cari kesalahan orang lain. Menyebar gibah dan mencari-cari kesalahan orang lain merupakan perilaku yang sangat dibenci dan harus dihindari. Allah SWT. berfirman, "Janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah satu dari kalian memakan daging saudaranya yang sudah mati ? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang." (QS. Al Hujarat : 12)
  2. Kedua, jangan suka memata-matai orang lain. Memata-matai kekurangan orang lain, apalagi untuk disebarluaskan adalah perilaku yang sangat tidak terpuji. Ia sibuk melihat kekurangan dan kesalahan orang lain sedangkan ke kurangan dinnya sendiri terlupakan. Rasulullah SAW. bersabda, "Jangan suka menyelidiki, mematai-matai, dan menjerumuskan orang lain. Jadilah kalian sebagai hamba Allah yang bersaudara." (HR. Bukhari dan Muslim)
  3. Ketiga, jangan suka menyebarkan kekurangan orang lain. Orang yang gemar membicarakan kekurangan orang lain, sejatinya ia sedang memperlihatkan jati dirinya yang asli. Semakin banyak kekurangan yang ia bicarakan / sebarkan, maka semakin jelas keburukan diri si penyebar.
  4. Keempat, jangan suka mencurigai orang lain. Allah SWT. berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purbasangka kecurigaan), karena sebagian dari purbasangka itu dosa." (QS. Al Hujurat : 12)
  5. Kelima, tidak merendahkan orang lain. Sebab, bisa jadi orang yang direndahkan lebih baik dan terhormat daripada orang yang merendahkan. Allah SWT. berfirman, "Hai ofang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik." (QS. Al Hujurat : 11)
  6. Keenam, membiasakan klarifikasi (tabayun). Allah SWT berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu." (QS. Al Hujurat : 6)
Dengan demikian, "Sungguh, bahagia orang yang dijauhkan dari fitnah. Sungguh, bahagia orang yang dijauhkan dari fitnah. Sungguh, bahagia orang yang dijauhkan dari fitnah dan orang yang diuji lalu sabar. Sementara itu, kecelakaan berhak dirasakan orang yang berinteraksi dengan fitnah dan berbuat (berusaha mencarinya) di dalamnya." (HR. Abu Dawud). Wallahualam.***

[Ditulis oleh IMAM NUR SUHARNO, pengurus MUI Maniskidul dan Korps Mubaligh Husnul Khotimah, Kunngan, Jawa Barat. Tulisan ini disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi hari Jumat (Wage) 25 Juni 2010 pada kolom "RENUNGAN JUMAT"]

Apa hubungannya keberhasilan pendidikan dengan doa ? Bukankah pendidikan lebih ditentukan oleh kualitas guru dan siswa, sarana dan prasarana pembelajaran, ataupun kualitas prosesnya ?

Sesungguhnya, doa memiliki peran strategis dalam mendukung keberhasilan pendidikan, terutama untuk pendidikan karakter. Adagium bijak menyatakan, "Siapa menanam pikiran akan menabur perkataan. Siapa menabur perkataan akan menuai perbuatan. Siapa menabur perbuatan akan memanen kebiasaan. Siapa menanam kebiasaan akan memanen karakter. Siapa menabur karakter akan menuai cita-cita." (Stephen R. Covey)

Pembinaan dan pengembangan karakter mutlak dimulai dengan bermohon kepada Allah agar memberikan taufik, hidayah, dan lindungan-Nya. Bukankah Nabi Muhammad SAW. sendiri menyatakan tak bisa memberikan hidayah karena Allah lah yang memiliki kekuasaan prerogatif atas hidayah tersebut.

Pemberdayaan karakter anak didik harus diyakini sebagai kewajiban untuk menyeru kebajikan dan sebagai jalan ibadah kepada Allah. Apa pun kendala dalam mendidik siswa, Allah merestui dan memberikan bantuan-Nya sehingga proses belajar dan mengajar akan menjadi mudah dan berhasil sesuai dengan harapan.

Berusaha maksimal dalam mendidik siswa seharusnya dilandasi dengan keikhlasan dan kesabaran yang dibarengi dengan takarub (pendekatan) kepada Allah SWT. Caranya, bisa melalui pembiasaan shalat berjemaah, zikir, tahajud, puasa sunah, maupun membaca Al-Quran. Tentu jangan lupakan pula keteladanan melalui kesalehan sosial.

Apabila guru hanya menilai kinerjanya dari urusan materi, seperti mencari gaji dan kekayaan, hal tersebut akan melunturkan nilai-nilai pendidikan, bahkan merusak citra dan kemuliaan guru sebagai seorang Muslim/Muslimah. Apalagi, tugas seorang guru amat mulia dengan kedudukannya setara rasul. "Adapun syarat bagi seorang guru, ia layak menjadi ganti Rasulullah karena dia sebenar-benarnya alim (berilmu). Akan tetapi, tidak pula tiap-tiap orang alim itu layak menempati kedudukan sebagai ganti Rasulullah." (Al Ghazali)

Keteladanan merupakan kata kunci dalam pendidikan. Guru harus bisa menjadi teladan bagi anak-anak didiknya. Imam Al Ghazali berkata, "Seorang guru itu harus mengamalkan ilmu lalu perkataannya. Karena sesungguhnya, ilmu itu dapat dilihat dengan mata hati, sedangkan perbuatan dapat dilihat dengan mata kepala. Padahal yang memilili mata kepala jumlahnya lebih banyak."

Ulama terkenal Abdurrahman An Nahlawi mengemukakan hikmah pendidikan yang disertai dengan ibadah karena dalain konsep Islam, melalui ibadah seorang manusia diajar memiliki intensitas kesadaran berpikir. Tentu setiap ibadah termasuk dalam mendidik siswa akan diterima apabila dilandasi 2 (dua) hal, yakni keikhlasan dan ketaatan kepada Allah, dan pelaksanaan ketaatan sesuai dengan cara-cara Rasulullah.

Sayyid Quthub dalam "Manhaj At Tarbiyah al Islamiyah" mengemukakan pentingnya pendidikan berdasarkan ibadah karena dapat membekali manusia dengan muatan yang intensitasnya tinggi dan abadi yang bersumber dari Allah. Dari pendidikan yang dilandasi ibadah akan menghasilan 3 (tiga) karakter manusia.
  1. Religius skill people, yakni insan yang terampil sekaligus memiliki keimanan teguh dan utuh. Lulusan pendidikan seperti ini akan mampu mengisi kebutuhan tenaga kerja di berbagai sektor, termasuk di era globalisasi saat ini.
  2. Religius community leader, yakni insan yang menjadi penggerak dinamika transformasi sosial dan kultural masyarakat. Dia juga menjadi penjaga gawang dan penyeleksi terhadap efek-efek negatif proses pembangunan dan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.
  3. Religius intellectual, yaitu insan yang memiliki integritas, istiqamah, cakap melakukan analisis, dan komitmen tinggi terhadap penyelesaian masalah-masalah di masyarakat.
Hanya, apabila kita melihat kondisi pendidikan Indonesia membuat kita miris. Akankah pendidikan karakter yang diawali dengan ibadah bisa terwujud ? Guru sebagai pemegang kunci pendidikan saat ini hanya mengangkat topik-topik yang sudah ada di kurikulum, bahkan sebatas menjabarkan isi buku teks.

Keberhasilan pembelajaran diukur sebatas daya serap siswa, yaitu kemampuan menghimpun pengetahuan secara minimal. Pada akhirnya evaluasi pembelajaran juga ditekankan kepada aspek pengetahuan, malah dibatasi dalam kerangka Ujian Nasional (UN) beberapa mata pelajaran. Di lain pihak, untuk memberdayakan guru agar bisa bersifat humanis dan islami perlu dukungan dari semua pemangku kepentingan (stakeholders) pendidikan. Guru tidak bisa menjalankan tugasnya sebagai khalifah di muka bumi tanpa adanya dukungan dari pemerintah, sekolah, orang tua, maupun lingkungan sekitar.

Semoga pendidikan karakter yang dimulai dari niat mendidik sebagai jalan ibadah dapat terwujud. Kita masih optimistis adanya kebijakan nasional bidang pendidikan yang lebih membebaskan dan mencerahkan.***

[Ditulis oleh H. PUPUH FATHURRAHMAN, Sekretaris Senat Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Pon) 24 Juni 2010 pada kolom "CIKARAKCAK"]
Sesungguhnya kemuliaan diri tidak terletak pada kesombongan dan tidaklah sama dengan kehinaan. Kemuliaan adalah cahaya dan terletak di kutub yang lain, sedangkan kehinaan adalah kegelapan dan terletak di kutub yang lainnya lagi. Menghindari kesombongan bukan berarti rendah diri. Karena rendah diri kepada sesama manusia adalah kehinaan. Menghindari kesombongan adalah rendah hati, beribadah hanya karena-Nya dan mau menerima kebenaran dari mana pun datangnya.

Tidak ada orang yang menghindari kesombongan kemudian menjadi hina. Sekalipun orang itu tidak dikenal di masanya, tetapi karena akhlaknya yang mulia dan beramal dengan ikhlas, Allah mematri namanya di hati dan pikiran generasi selanjutnya. Tidak terasa ratusan tahun kemudian namanya banyak disebut orang, nasihat-nasihatnya didengar dan diamalkan, akhlaknya menjadi contoh teladan. Inilah makna firman Allah,

وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ
"Dan kesudahan yang baik bagi orang-orang bertakwa." (QS. Al-Qashash : 83)

Sahabat Abu Dzar RA. berkata, "
Ada orang yang bertanya, 'Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat engkau tentang orang yang mengerjakan suatu amal dari kebaikan dan orang-orang memujinya ?' Beliau menjawab, 'Itu merupakan kabar gembira bagi orang mukmin yang diberikan lebih dahulu di dunia." (HR. Muslim)

Said bin Jubair, walaupun bertahun-tahun di penjara dan akhirnya dihukum mati, kepalanya dipenggal oleh seorang algojo, namun ulama dan kaum muslimin mencintainya dan mendoakannya karena dia adalah syuhada, pembela yang haq, dan penegak keadilan yang tak takut mati.


Ibnu Taimiyah mati di dalam penjara, namun kebaikan-kebaikannya terasa hingga kini. Dia dikenal sebagai ulama pembela As-Sunnah, panglima perang di medan jihad, dan seorang penulis yang tiada duanya. Kitabnya berjilid-jilid tebalnya, kandungannya sangatlah berharga, dan menjadi rujukan banyak ulama. Hasan al-Banna mati ditembak, yang mengubur jenazahnya hanya 4 (empat) orang; ayahnya, istrinya, anaknya, dan seorang nasrani. Hal itu terjadi karena seluruh pengikutnya dijebloskan ke dalam penjara dan para ulama tidak ada yang diberitahu tentang kewafatannya. Dia kini dikenal sebagai salah satu tokoh terkemuka, mujahid, ulama shalih, da'i, murabi, dan pendiri jamaah Islam terbesar di dunia.

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ
تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا ۗ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
"Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat." (QS. Ibrahim : 24-25)

Sedangkan bagi orang-orang yang menyombongkan diri dan dzalim, sekalipun terkenal di masanya, kaya hartanya, tinggi kedudukannya, luas kekuasaannya, namun di masa kemudian hanya menjadi buah hinaan dan kutukan. Al-Hajjaj seorang pejabat di masa kekhalifahan Umayah, dikenal karena kesadisannya, kekejamannya, pembunuh para ulama shalih, termasuk di dalamnya Said bin Jubair. Sekalipun kekayaannya banyak, kedudukan dan pangkatnya tinggi, namun ia hina di sisi Allah dan kaum muslimin yang mencintai kebaikan. Akhirnya ia mati dalam keadaan mengenaskan, tubuhnya dipenuhi bisul yang apabila muncul rasa sakit darinya, terdengar suara yang keras dari mulutnya seperti banteng yang meregang nyawa.


Ahmad bin Du'ad, seorang tokoh Mutazilah, ikut andil menyiksa Imam Ahmad bin Hanbal. Imam Ahmad pun mendoakan kebinasaannya, maka Allah menimpakan padanya suatu penyakit yang membuatnya sering mengatakan, "Adapun separoh tubuhku ini apabila dihinggapi oleh seekor lalat, kurasakan sakit yang bukan kepalang hingga seakan-akan dunia ini kiamat Sedang separoh tubuhku yang lain andaikata digerogoti dengan catut sekalipun, niscaya aku tidak merasakannya."


Sultan yang memenjarakan Ibnu Taimiyah akhirnya turun tahta, ulama-ulama pembisiknya akhirnya tidak dihormati masyarakat. Ulama-ulama su' (buruk) itu tidak dikenal kecuali hanya namanya, dan itupun hanya orang-orang tertentu saja. Tapi Ibnu Taimiyah dikenal sepanjang masa dan ulama-ulama serta kaum muslimin mengagumi dan meneladani sikapnya. Raja Faruq, pembunuh Hasan al-Banna, akhirnya turun tahta setelah beberapa tahun kematian Hasan al-Banna. Dulunya dihormati, kini dicaci maki dan hanya bagian dari sampah sejarah Mesir yang tak berguna. Pejabat-pejabat Mesir yang banyak menyiksa dan memasukkan aktivis Ikhwanul Muslimin ke penjara, seperti Gamal Abdul Naser dan Hamzah Basyuni mati secara mengenaskan. Yang pertama selalu dihantui ketakutan sebelum matinya, sedangkan yang kedua mati ditabrak truk penuh dengan besi sehingga tubuhnya tercabik-cabik tak karuan.

وَمَثَلُ كَلِمَةٍ خَبِيثَةٍ كَشَجَرَةٍ خَبِيثَةٍ اجْتُثَّتْ مِنْ فَوْقِ الْأَرْضِ مَا لَهَا مِنْ قَرَارٍ
يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ ۖ وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ ۚ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ
"Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun. Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zhalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki." (QS. Ibrahim : 26-27)

Seberapa kayanya Anda, kelak ketika mati harta itu tidak akan dibawa ke alam kubur. Seberapa pintarnya Anda, sangat mudah bagi Allah memberi satu penyakit yang menjadikan seluruh ilmu yang Anda miliki hilang. Sekuat apa pun Anda, sesungguhnya Anda tidak lebih kuat dari rumput yang sering diinjak-injak orang. Jadilah batu mulia, jangan jadi debu. Batu mulia mahal harganya dan sangat indah bila dipandang mata. Sedangkan debu, menempel di baju, menjadi kotor. Di mana pun ia menempel, sesuatu itu menjadi kotor. Batu mulia tersembunyi di dalam tanah, sangat sulit mencarinya. Kalaupun bisa, ia diambil dengan menggunakan alat khusus. Jika sudah diketahui ada di suatu tempat, beramai-ramai orang ke sana mencarinya. Sedangkan debu, terlihat di depan mata, bahkan bisa membuat mata sakit, bisa membuat orang alergi. Orang-orang berusaha sebisa mungkin menghindari debu. Amal yang dilakukan bukan karena Allah di dalam Al-Quran diibaratkan,


فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا ۖ لَا يَقْدِرُونَ عَلَىٰ شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا
"batu licin yang di atasnya ada debu, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak berdebu)." (QS. Al-Baqarah : 264)

Begitulah amal orang-orang yang sombong, tidak mendapatkan apa-apa selain hanya gerakan-gerakan yang melelahkan.


Wallahu A'lam Bish-Shawab.


[Ditulis Oleh Ust. Fajar Kurniawan, dikutip dari Republikaonline]

Dikisahkan bahwa suatu hari, Ibrahim bin Adham melintas di pasar Bashrah, lalu orang-orang berkumpul mengerumuninya seraya berkata, "Wahai Abu Ishaq, apa sebab kami selalu berdoa namun tidak pernah dikabulkan ?"

Ia menjawab, "Karena hati kalian telah mati oleh 10 (sepuluh) hal :
  1. Kalian mengenal Allah tetapi tidak menunaikan hak-Nya.
  2. Kalian mengaku cinta Rasulullah SAW. tetapi meninggalkan sunnahnya.
  3. Kalian membaca Al-Qur'an tetapi tidak mengamalkannya.
  4. Kalian memakan nikmat-nikmat Allah SWT. tetapi tidak pernah pandai mensyukurinya.
  5. Kalian mengatakan bahwa syaithan itu adalah musuh kalian tetapi tidak pernah berani menentangnya.
  6. Kalian katakan bahwa surga itu adalah haq (benar adanya) tetapi tidak pernah beramal untuk menggapainya.
  7. Kalian katakan bahwa neraka itu adalah haq (benar adanya) tetapi tidak mau lari darinya.
  8. Kalian katakan bahwa kematian itu adalah haq (benar adanya) tetapi tidak pernah menyiapkan diri untuknya.
  9. Kalian bangun dari tidur lantas sibuk memperbincangkan aib orang lain tetapi lupa dengan aib sendiri.
  10. Kalian kubur orang-orang yang meninggal dunia di kalangan kalian tetapi tidak pernah mengambil pelajaran dari mereka."
Wallahu A'lam Bish-Shawab.

[Sumber : Mi'ah Qishshah Wa Qishshah Fii Aniis ash-Shaalihiin Wa Samiir al-Muttaqiin karya Muhammad Amin al-Jundi, Juz.11, hal.94]