Suatu hari, Hasan al Bashri, seorang ulama tabi'in (pernah berjumpa dan berguru kepada sahabat Nabi Muhammad SAW.), sedang berdiskusi dengan muridnya Habib al Ajami. Mereka membahas berbagai masalah yang penting untuk bekal kehidupan di dunia dan akhirat.

Tiba-tiba tampak kepulan debu. Serombongan penunggang kuda menuju ke arah mereka. Hasan al Bashri tahu, itu adalah utusan Sultan yang akan menangkapnya dan membawanya ke penjara Damaskus. Pasalnya, beberapa waktu lalu ia telah mengkritik segala tindakan Sultan yang merugikan rakyat.

Segera Hasan berupaya menghindar. Tak ada tempat sembunyi. Tak ada jalan untuk melarikan diri, kecuali mencebur ke sungai yang deras. Untung ada satu gubuk kecil di balik rumput. Ia masuk ke situ, sebagai ikhtiar sebelum ditekuk bagai tikus tak berdaya.

"Mana Hasan al Bashri ? Tadi kami melihatnya di sini bersamamu," teriak komandan pasukan kepada Habib al Ajami.

"Ada di sana," tanpa ragu-ragu, Habib menunjukkan gubuk tempat Hasan bersembunyi.

Seluruh pasukan menyerbu gubuk. Mengobrak-abrik dan merobohkannya. Akan tetapi, Hasan tidak ditemukan sehingga mereka pulang dengan tangan hampa. Setelah pasukan pergi, muncul dari puing-puing gubuk. Sambil membersihkan pakaian dari debu dan serpihan-serpihan kotoran, Hasan berkata kepada Habib, "Lain kali, cobalah engkau berdiplomasi. Jangan terus-terang seperti tadi. Aku sampai menggigil, karena beberapa kali ujung pedang pasukan Sultan menggores tubuhku."

"Guru," jawab Habib. "Jika tadi aku berbohong, menyebutkan engkau pergi ke mana saja, mungkin engkau akan tertangkap dan sekarang mungkin sudah diborgol. Diseret ke depan mahkamah Sultan untuk kemudian dipenjara. Hanya karena aku berterus-terang, maka Allah SWT. menyelamatkanmu. Melindungimu dari pandangan orang-orang yang mencarimu di dalam gubuk."

Kisah di atas dituturkan oleh Faridudin Attar (abad 13), penulis buku "Tadzakirotul Aulia". Para mursyid (guru spiritual) di berbagai belahan dunia, menjadikan kisah tersebut sebagai bahan pendidikan untuk membentuk murid-muridnya berjiwa jujur, berani berterus-terang, menjauhi dusta. Meninggalkan kebohongan.

Bohong, dusta, bual, ingkar janji, dan sejenisnya merupakan penyakit akut yang telah diderita manusia sejak lama. Almarhum Buya Hamka, dalam buku "Bohong di Dunia"(1957) menyatakan, bohong pada manusia sulit disembuhkan, walaupun sudah banyak korban harta dan nyawa akibat kebohongan seseorang atau kelompok.

Padahal semua kitab suci semua agama mencela bahkan mengutuk sifat bohong. Dalam Al-Quran, Allah SWT. berfirman,

قُتِلَ الْخَرَّاصُونَ
"Terkutuklah orang-orang yang banyak berdusta," (QS. adz Dzariyat : 10)

Bukan hanya tidak menyukai, Allah SWT. bahkan mengutuk orang yang banyak berdusta.

Ratusan hadits sahih, menjadi peringatan bagi seseorang untuk meninggalkan perbuatan bohong. Bahwa kebohongan membawa kepada kemaksiatan, sedangkan kemaksiatan itu menyeret si pembohong ke neraka. Seorang beriman memiliki karakter dalam segala hal, kecuali karakter khianat dan dusta. Berbuat bohong bukan hanya berbentuk cerita atau perkataan tanpa bukti, mengada-ada.

Jenis-jenis kebohongan lain itu, di antaranya kesaksian palsu. Sudah dianggap lumrah pada zaman sekarang, orang memberikan kesaksian palsu untuk membebaskan dari sesuatu atau menyelamatkan apa-apa yang ia tutupi.

Dosa memberi kesaksian palsu, setara dengan dosa menyekutukan
Allah SWT. (Hadits Riwayat Turmudzi).

Dosa paling besar di antara dosa-dosa besar adalah menyekutukan Allah, menyakiti kedua orang tua, perkataan dusta, dan kesaksian palsu (Hadits Riwayat Imam Bukhari dan Muslim).

Kesaksian palsu sangat erat kaitannya dengan sumpah palsu; Seorang saksi palsu tidak akan segan-segan bersumpah "Wallahi, demi Allah", agar mendapat kepercayaan serta memperkuat argumentasi yang dikemukakannya. Bahkan, tak segan-segan bersumpah atas nama zat-zat lain, selain Allah, yang mengandung unsur kemusyrikan.

Perbuatan lain yang dikategorikan kebohongan dan sudah mewabah di masyarakat adalah menyukat timbangan. Mengurangi atau menambah ukuran untuk tujuan mendapat keuntungan. Jika membeli sesuatu, angka timbangan dikecilkan tetapi berat dibesarkan. Jika menjual, angka dibesarkan, jumlah dikecilkan. Sejenis dengan menyukat atau memalsu timbangan, adalah mark-up, pengurangan bestek, dan lain-lain. Itulah perbuatan tercela yang telah menghancurkan bangsa Madyan dan Aikah tempo dulu. Kepada para penyukat itu, Allah SWT. mengancam dengan kecelakaan memasuki neraka Wail.

وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ
الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ
وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ
أَلَا يَظُنُّ أُولَٰئِكَ أَنَّهُمْ مَبْعُوثُونَ
لِيَوْمٍ عَظِيمٍ
يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ

"Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang itu yakin, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam ?" (QS. al Muthaffifin : 1-6)

Para pembuat kebohongan, baik perorangan maupun kolektif, seolah-olah merasa aman dari ancaman selama kebohongannya tidak terbongkar. Padahal, rasa aman yang bersumber dari kebohongan itu sendiri merupakan dosa besar pula. Apalagi, jika merasa aman dari azab Allah SWT. karena beranggapan, perbuatan bohong bukan dosa. Orang yang merasa aman dari azab Allah adalah orang-orang yang amat merugi.

أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللَّهِ ۚ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ
"Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiadalah yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi."(QS. al A'raf : 99)

Solusi untuk menghindari, menghapus, dan meninggalkan bohong, adalah dengan mengimani perintah Allah SWT. dan rasul-Nya.***

[Ditulis oleh H. USEP ROMLI H.M., guru mengaji di Desa Cibiuk, Garut serta pembim bing Haji dan Umrah Megacitra / KBIH Mega Arafah Kota Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Manis) 28 Januari 2011 pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]
Faina tadzhabuun (mau ke mana) wajah pendidikan Indonesia ? Pertanyaan ini pantas diajukan karena pendidikan yang diklaim sebagai garda depan kemajuan bangsa ternyata kerap disalahartikan.

Apabila merujuk kepada fungsi pendidikan nasional seperti dalam UU No. 20/2003 sudah sangat jelas yakni mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dari fungsi-fungsi pendidikan nasional itu termaktub jelas pembentukan karakter anak didik, seperti kata membentuk watak, peradaban bangsa, manusia yang beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Dalam keseharian, pendidikan sudah jauh dari nilai-nilai tersebut bahkan sekolah lebih condong kepada upaya menjadikan sebagai Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) bahkan SBI. Padahal, pendidikan karakter yang akan menjadikan anak didik sebagai pribadi bermartabat, damai, bersolidaritas tinggi, peduli sesama, antikorupsi, adil, dan jujur. Dunia pendidikan sudah lama kehilangan ruh karakternya. Nilai-nilai disiplin, jujur, pribadi tangguh, etos kerja keras, kreativitas, ataupun pantang menyerah mulai luntur bahkan menghilang.

Lalu, bagaimana kita memulai pendidikan karakter ? Apa fungsi doa dalam membentuk kesalehan sosial anak didik ? Upaya melakukan pembinaan dan pengembangan karakter mutlak diawali dengan doa kepada Allah sebagai pemilik hidayah. Selain itu, doa juga merupakan awal keyakinan kalau pendidikan karakter anak merupakan ibadah kepada Allah, bukan sebatas kewajiban aturan pemerintah.

Demikian pula dengan kendala, hambatan, ataupun tantangan yang dihadapi bisa dilalui dengan pertolongan doa. Prinsipnya, berusaha maksimal dilandasi dengan keikhlasan dan kesabaran serta doa. Hadits Nabi Muhammad SAW. menyatakan, "Doa merupakan senjata kaum Muslimin," atau "Doa adalah inti dari ibadah."

Ikhtiar lain dengan zikir, tahajud, puasa sunah, membaca selawat nabi, ataupun Asmaul Husna. Mudah-mudahan pembentukan karakter bisa dilaksanakan. Yakinlah, ketika ada kesulitan dan persoalan pasti Allah memberikan jalan keluarnya.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
"Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS. Al-Hujraat : 13)

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا
"Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar." (QS. At-Talaq : 2)

Posisi orang tua dan guru sebagai orang tua kedua bagi anak amatlah strategis dalam mendidik karakter anak. Meski dengan adanya lembaga pendidikan sebagian amanah orang tua dalam mendidik anak dilimpahkan kepada guru, bukan berarti orang tua bisa lepas tangan apalagi cuci tangan.

Posisi orang tua dan guru dalam mendidik karakter (akhlak) anak tidak sebatas mentransformasikan pengetahuan tentang karakter. Namun, lebih dari itu, harus menjadi contoh dan melakukan pembiasaan amalan baik secara terus-menerus. Hal ini disebabkan pendidikan karakter meliputi cara berpikir, perkataan, ataupun perbuatan. Seperti yang diajarkan Rasulullah, dengan tidak memberikan nasihat apalagi perintah apabila Rasul sendiri belum mengerjakannya. Ketika Rasulullah memerintahkan agar para sahabatnya bersikap jujur, sejak dulu Muhammad mendapatkan gelar al amin (terpercaya).

Demikian pula dalam menjalankan bisnis, sejak remaja Muhammad sudah dikenal sebagai pengusaha yang tangguh dan jujur. Upaya menjaga diri bukan sebatas ucapan melainkan memang dalam kehidupan sehari-hari.

Tak kalah pentingnya adalah keseimbangan dan kesetaraan dalam komunikasi di lingkungan keluarga, masyarakat, dan lembaga pendidikan. Apabila keteladanan dan pembiasaan merupakan poros utama dalam pembinaan karakter maka komunikasi yang baik sangat penting. Komunikasi bisa dilakukan dengan muwajjahah (bertatap muka) ataupun melalui media seperti telefon seluler atau internet.

Khusus masalah jalinan komunikasi ini, penulis mencontohkan pendidikan dasar (SD) di Amerika Serikat. Setiap waktu, pihak sekolah memberitahukan kejadian ataupun kemajuan para siswa sehingga orang tua bisa mengetahui perkembangan anak-anaknya. Contoh ini bisa juga ditiru sekolah di Jawa Barat, khususnya Bandung Raya, karena saat ini hampir setiap keluarga memiliki telefon seluler.

Terakhir, meminjam pemikiran Dr. Laela G. Mona, seorang konsultan pribadi, yang menyatakan perlunya setiap orang tua ataupun guru memiliki 3-B. yaitu, brain, behaviour, dan beauty. Dia memiliki kecerdasan (intelektual, emosional, dan spiritual), perilaku yang baik, dan kemenarikan individual tidak sebatas kemenarikan fisik.

Wallahualam.***

[Ditulis oleh H. PUPUH FATHURRAHMAN, Sekretaris Senat Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Pesantren Raudhatus Sibyan Sukabumi. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Kliwon) 27 Januari 2011 pada Kolom "CIKARACAK"]
Assalamualaikum Wr. Wb.....

"Kejadian pagi hari (Tiada Solusi)"

Pagi menuju siang sobat...!! Mau berbagi cerita sobat....!! Mau denger kan...? Kalau tidak, juga tidak apa-apa... Hehehehe.

Seharusnya pagi ini adalah hari yang menyenangkan, karena setelah semalam istirahat dengan enak. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya ketika pagi-pagi saat saya masuk ke blog ini...... waduh ada yang tidak biasa terpampang pada blog ini. Ternyata setelah diteliti bahwa PageRank melorot turun, yang semula 2 (dua) menjadi 1 (satu). Bila dicek dan recheck pakai widget prchecker. Hasilnya lihat aja PageRank-nya berikut ini :

Check PageRank

Tapi kalau di periksa pakai widget rankchecker menunjukkan hasilnya berbeda dengan yang di atas. Coba lihat hasilnya berikut ini :

PR Check

Dari hasil pemeriksaan tersebut di atas dalam tampilan hasil pemeriksaan yang berbeda. Banyak pertanyaan yang timbul dalam pikiran saya.... (MUMET mode on) Bagaimana bisa..? Tapi ini terjadi bukan ?

Agak kaget sih awalnya tapi setelah keliling-keliling internet melalui search engine terkenal Google mengindikasikan bahwa gejala seperti bergejolaknya (naik / turun) PageRank adalah hal yang lumrah. Memang blog ini tidak pernah beranjak dari 2 (dua) PageRank-nya. Kalau benar kondisi sekarang tidak pernah naik PageRank-nya, eh malah turun hahaha...

Banyak cara yang ditawarkan melalui tulisan yang dibuat oleh rekan-rekan blogger untuk meningkatkan PageRank tapi tidak ada satupun membawa hasil yang memuaskan untuk diterapkan pada blog ini.

Pertanyaanpun timbul :
  1. Bagaimana cara meningkatkan PageRank secara alami kalau bisa yang gratisan atau yang sejenis...?
  2. Apakah gejala melorotnya PageRank ini berpengaruh pada performance blog ?
"Ada yang bisa bantu saya....?"

Kalau ada yang bersedia membantu saya bisa langsung aja.


Yang paling penting sekarang adalah bahwa gejala penurunan PageRank ini tidak dapat mengurangi semangat saya untuk tetap meramaikan dan mengisi blog ini. Dengan kata lain tiada kata surut untuk belajar dan menggali ilmu agama ISLAM karena tujuan awal blog ini adalah sebagai tempat belajar dan menggali ilmu.

Maju terus pantang mundur.. tetap Islam... tetap istiqamah... tetap silaturahmi.

Terima Kasih sebelumnya dan selamat ngeblog teman...!!!!

Wassalamualaikum WR. Wb.....
Hawa nafsu adalah kecenderungan jiwa kepada sesuatu baik itu berupa kebaikan atau keburukan. Dalam setiap ayat Al Qur’an yang menyebutkan tentang hawa nafsu selalu dalam bentuk pencelaan di samping mengingatkan agar kita tidak mengikuti dan cenderung kepadanya.

Demikian halnya dengan hadits nabawi jika berbicara mengenai hawa nafsu senantiasa mengatakannya sebagai hal yang tercela. Kecuali pada sebagian hadits misalnya sabda Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, “Tidaklah beriman salah seorang dari kalian sehingga hawa nafsunya tunduk terhadap apa yang aku bawa.

Hawa nafsu adalah sesembahan selain Allah yang paling buruk. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Di kolong langit ini tidak ada tuhan yang disembah yang lebih besar dalam pandangan Allah selain dari hawa nafsu yang dituruti.

Yang demikian itu karena hawa nafsu mampu mengubah banyak jiwa manusia dari baik menjadi buruk dari adil menjadi zhalim dari tauhid menjadi syirik dari lurus menjadi bengkok dan dari sunnah menjadi bid’ah.

Oleh sebab itu para ahli bid’ah disebut dengan hamba hawa nafsu.

أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَىٰ عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ ۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ
Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya ? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah . Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran ?” (QS. Al-Jaathiya : 23)

أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنْتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلًا
أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ ۚ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ ۖ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا

Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadikan pemelihara atasnya ?
Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tak lain hanyalah seperti binatang ternak bahkan lebih sesat jalannya.
” (QS. Al-Furqaan : 43-44)

Dalam Al Qur’an terkadang Allah Ta’ala mengumpamakan para ahli bid’ah dan yang selalu memperturutkan hawa nafsunya dengan anjing keledai atau dengan binatang ternak.

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آتَيْنَاهُ آيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ
وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَٰكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ ۚ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ۚ ذَٰلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا ۚ فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat kami kemudian dia melepaskan diri daripada ayat-ayat itu lalu dia diikuti oleh setan maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat.
Dan kalau Kami menghendaki sesungguhnya kami tinggikan dengan ayat-ayat itu tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya. Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka berpikir. Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zhalim.
” (QS. Al-A'raaf : 175-176)

Di ayat lain Allah Ta’ala berfirman,

كَأَنَّهُمْ حُمُرٌ مُسْتَنْفِرَةٌ
فَرَّتْ مِنْ قَسْوَرَةٍ

Seakan-akan mereka itu keledai liar yang lari terkejut lari dari singa.” (QS. Al-Muddaththir : 50-51)

Allah Ta’ala memperingatkan nabi-Nya Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam supaya tidak menuruti hawa nafsu orang-orang musyrik. Allah Ta’ala berfirman,

فَلِذَٰلِكَ فَادْعُ ۖ وَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ ۖ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ ۖ وَقُلْ آمَنْتُ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنْ كِتَابٍ ۖ وَأُمِرْتُ لِأَعْدِلَ بَيْنَكُمُ
Maka karena itu serulah dan tetaplah sebagaimana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan katakanlah “Aku beriman kepada semua kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya berlaku adil diantara kamu sekalian.” (QS. Ash-Shura : 15)

Juga agar tidak mengikuti hawa nafsu orang-orang yahudi dan nashrani.

وَلَنْ تَرْضَىٰ عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ ۗ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَىٰ ۗ وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ ۙ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ
Orang-orang yahudi dan nashrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk .” Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah pengetahuan datang kepadamu maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu." (QS. Al-Baqarah : 120)

Selanjutnya Allah menjelaskan penyimpangan dan kebejatan orang-orang musyrik dalam firman-Nya,

وَلَئِنْ أَتَيْتَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ بِكُلِّ آيَةٍ مَا تَبِعُوا قِبْلَتَكَ ۚ وَمَا أَنْتَ بِتَابِعٍ قِبْلَتَهُمْ ۚ وَمَا بَعْضُهُمْ بِتَابِعٍ قِبْلَةَ بَعْضٍ ۚ وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ ۙ إِنَّكَ إِذًا لَمِنَ الظَّالِمِينَ
Dan sesungguhnya jika kamu mendatangkan kepada orang-orang yang diberi Al Kitab semua ayat mereka tidak akan mengikuti kiblatmu dan kamupun tidak akan mengikuti kiblat mereka. Dan sebagian merekapun tidak akan meng-ikuti kiblat sebagian yang lain. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang ilmu kepadamu sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk golongan orang-orang yang zhalim.” (QS. Al-Baqarah : 145)

Allah memerintahkan melalui kitab dan lisan Rasul-Nya agar kita menentukan hukum di antara manusia dengan adil. Di samping memperingatkan kita agar tidak mengikuti hawa nafsu dengan cenderung kepada salah seorang yang berselisih secara tidak benar.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَىٰ أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ ۚ إِنْ يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَاللَّهُ أَوْلَىٰ بِهِمَا ۖ فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوَىٰ أَنْ تَعْدِلُوا ۚ وَإِنْ تَلْوُوا أَوْ تُعْرِضُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
Wahai orang-orang yang beriman jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan atau enggan menjadi saksi maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (QS. An-Nisaa : 135)

Allah memberitahukan bahwa mengikuti hawa nafsu akan menyesatkan seseorang dari jalan-Nya.

يَا دَاوُودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَىٰ فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا نَسُوا يَوْمَ الْحِسَابِ
Hai Daud sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah di muka bumi maka berilah keputusan di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu maka ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah.” Kemudian Allah menjelaskan kesudahan orang-orang yang tersesat dari jalanNya dengan firmanNya “Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat karena mereka melupakan hari perhitungan.” (QS. Saad : 26)

Dalam Al Musnad dijelaskan bahwa Anas Radhiallahu ‘Anhu berkata Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Ada tiga buah perkara yang membinasakan dan tiga perkara lain yang menyelamatkan. Adapun yang membinasakan yaitu; kikir yang dituruti hawa nafsu yang diikuti dan ‘ujub terhadap diri sendiri. Sedangkan yang menyelamatkan yaitu bertaqwa kepada Allah baik dalam keadaan rahasia atau terang-terangan adil ketika marah atau ridha dan berlaku sederhana baik ketika miskin atau kaya.

Ibnul Qayyim dalam kitabnya Raudhatul Muhibbin menyebutkan, “Sesungguhnya orang yang mengikuti hawa nafsunya tidak berhak utk ditaati tidak boleh menjadi imam dan tidak boleh diikuti. Allah Ta’ala memecatnya dari imamah serta melarang kita mentaatinya.” Adapun pemecatannya dari imamah adalah berdasarkan firman Allah Ta’ala,

وَإِذِ ابْتَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ ۖ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا ۖ قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي ۖ قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman : “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia” Ibrahim berkata dari keturunanku. Allah berfirman “JanjiKu ini tidak mengenai orang-orang yang zhalim.” (Al-Baqarah : 124)

Dan tiap orang yang mengikuti hawa nafsunya tanpa diragukan lagi ia adalah termasuk orang-orang yang zhalim Allah berfirman,

بَلِ اتَّبَعَ الَّذِينَ ظَلَمُوا أَهْوَاءَهُمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ
Tetapi orang-orang yang zhalim mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu pengetahuan.” (QS. Ar-Room : 29)

Adapun larangan mentaati orang yang mengikuti hawa nafsu terdapat dalam firman Allah,

وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا
Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (QS. Al-Kahf : 28)

Dalam kitab yang sama Ibnul Qayyim berkata, “Sesungguhnya hawa nafsu itu adalah suatu larangan yang dengannya sekeliling neraka Jahannam dikitari. Maka barang siapa terjerumus ke dalam hawa nafsu maka ia terjerumus kedalam api Jahannam. Disebutkan dalam Shahihain bahwasanya Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda “Surga itu dikelilingi dengan hal-hal yang dibenci dan neraka itu dikelilingi dengan berbagai syahwat.” Dalam sebuah hadits marfu’ dari Abu Hurairah RA. diriwayatkan “Ketika Allah menciptakan surga Ia mengutus Jibril ke sana. Allah berfirman, “Lihatlah ke sana dan lihatlah apa-apa yang Aku sediakan utk para penghuninya.” Lalu Jibril mendatangi dan melihatnya juga melihat apa yang disediakan Allah utk para penghuninya lalu ia berkata, “Demi kemuliaan dan keagungan-Mu tidaklah salah seorang dari hamba-Mu mendengar tentang beritanya kecuali memasukinya.” Kemudian Allah memerintahkannya sehingga ia dikelilingi dengan hal-hal yang dibenci lalu Allah berfirman kepada Jibril,Kembalilah dan lihatlah surga.” lalu ia kembali dan melihat kepadanya sedang ia telah dikelilingi dengan hal-hal yang dibenci maka Jibril berkata, “Demi kemuliaan dan keagungan-Mu sungguh aku takutkan tak seorangpun akan memasukinya.Lalu Allah berfirman kepadanya, “Pergilah ke neraka dan lihatlah ia sekaligus apa yang Kusediakan utk para penghuninya.” Lalu Jibril datang melihat neraka dan apa yang disediakan utk para penghuni nya. Neraka itu sebagiannya tersusun atas sebagian yang lain ia lalu berkata “Demi kemuliaan dan kebesaran-Mu tidaklah seseorang mendengar tentang-nya kemudian memasukinya.” Kemudian Allah menyuruhnya lalu neraka itu dikelillingi dengan shahwat lalu Allah berfirman kepada Jibril, “Kembali dan lihatlah padanya.Kemudian Jibril kembali melihat neraka lalu ia berkata “Demi kemuliaan dan keagungan-Mu sungguh aku takutkan tak seorangpun akan selamat dari padanya.” (Imam Tirmidzi berkata hadits ini adalah hasan shahih.)

Ibnul Qayyim dalam soal keutamaan melawan hawa nafsu berkomentar, “Sesungguhnya melawan hawa nafsu bagi seorang hamba melahirkan suatu kekuatan di badan, hati dan lisannya.

Sebagian salaf
berkata “Orang yang bisa mengalahkan nafsunya lebih kuat daripada orang yang menaklukkan sebuah kota dengan seorang diri.

Dalam hadits shahih disebutkan “Tidaklah orang yang kuat itu yang menang dalam bergulat tetapi orang yang kuat adalah orang yang dapat menguasai hawa nafsunya ketika ia marah.

Wallahu a'lam bish showab.

Semoga Allah menjauhkan kita dari kesalahan kealpaan dan cinta kepada hawa nafsu. Semoga pula Allah menjadikan kita di antara orang-orang yang takut dan bertaqwa kepada-Nya.

Amin....
Ya Robbalalamin.

[Sumber : Al-IslamPusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia]
Bercermin pada kehidupan sehari-hari di dalam masyarakat kita saat ini. Alangkah banyak kejadian yang membuat kita semua prihatin serta bertanya-tanya. Hanya akibat dari sesuatu yang kecil dapat menyulut amarah yang luar biasa, seperti akibat saling bersenggolan di jalan bisa berakibat tawuran antar kampung, atau menyaksikan kesebelasan idolanya kalah dalam pertandingan sepakbola lantas stadion dirusak, dan masih banyak contoh lagi yang lain. Kejadian-kejadian tersebut membuat kita sejenak tertegun serta merenung, bahwa masyarakat kita sekarang sudah berubah menjadi gampang marah serta sudah tak bersisa bintik-bintik sabar dalam hati....?

Pada akhirnya mendorong diri ini untuk mencari referensi yang mengupas tuntas tentang sabar menurut ajaran Islam, setelah berputar-putar di Search Engine kondang Google akhirnya ketemu juga, pada situs (http://www.dakwatuna.com/).

Yuk, langsung saja kita sama-sama belajar......!!
    Dari Suhaib RA., bahwa Rasulullah SAW. bersabda, “Sungguh menakjubkan perkaranya orang yang beriman, karena segala urusannya adalah baik baginya. Dan hal yang demikian itu tidak akan terdapat kecuali hanya pada orang mukmin; yaitu jika ia mendapatkan kebahagiaan, ia bersyukur, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan yang terbaik untuknya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya.” (HR. Muslim)

    Sekilas Tentang Hadits :

    Hadits diatas ini merupakan hadits shahih dengan sanad sebagaimana di atas, melalui jalur Tsabit dari Abdurrahman bin Abi Laila, dari Suhaib dari Rasulullah SAW., diriwayatkan oleh :
    • Imam Muslim dalam Shahihnya, Kitab Al-Zuhud wa Al-Raqa’iq, Bab Al-Mu’min Amruhu Kulluhu Khair, hadits no 2999.
    • Imam Ahmad bin Hambal dalam empat tempat dalam Musnadnya, yaitu hadits no 18455, 18360, 23406 & 23412.
    • Diriwayatkan juga oleh Imam al-Darimi, dalam Sunannya, Kitab Al-Riqaq, Bab Al-Mu’min Yu’jaru Fi Kulli Syai’, hadits no 2777.

    Makna Hadits Secara Umum :


    Setiap mukmin digambarkan oleh Rasulullah SAW. sebagai orang yang memiliki pesona, yang digambarkan dengan istilah ‘ajaban’. Pesona berpangkal dari adanya positif thinking seorang mukmin. Ketika mendapatkan kebaikan, ia refleksikan dalam bentuk syukur terhadap Allah SWT. Karena ia paham, hal tersebut merupakan anugerah Allah. Dan tidaklah Allah memberikan sesuatu kepadanya melainkan pasti sesuatu tersebut adalah positif baginya. Sebaliknya, jika ia mendapatkan suatu musibah, ia akan bersabar. Karena ia yakin, hal tersebut merupakan pemberian sekaligus cobaan bagi dirinya yang ada rahasia kebaikan di dalamnya. Sehingga refleksinya adalah dengan bersabar dan mengembalikan semuanya kepada Allah SWT.
    Urgensi Kesabaran :

    Kesabaran merupakan salah satu ciri mendasar orang yang bertaqwa. Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa kesabaran setengah keimanan. Sabar memiliki kaitan erat dengan keimanan: seperti kepala dengan jasadnya. Tidak ada keimanan yang tidak disertai kesabaran, sebagaimana tidak ada jasad yang tidak memiliki kepala. Oleh karena itu, Rasulullah SAW. menggambarkan ciri dan keutamaan orang beriman sebagaimana hadits di atas.

    Makna Sabar :

    Sabar merupakan istilah dari bahasa Arab dan sudah menjadi istilah bahasa Indonesia. Asal katanya adalah “shabara”, yang membentuk infinitif (masdar) menjadi “shabran“. Dari segi bahasa, sabar berarti menahan dan mencegah. Menguatkan makna seperti ini adalah firman Allah SWT. dalam Al-Qur’an :
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ ۖ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَلَا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا
    Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (QS. Al-Kahfi : 28)

    Perintah bersabar pada ayat di atas adalah untuk menahan diri dari keingingan ‘keluar’ dari komunitas orang-orang yang menyeru Rabnya serta selalu mengharap keridhaan-Nya. Perintah sabar di atas sekaligus juga sebagai pencegahan dari keinginan manusia yang ingin bersama dengan orang-orang yang lalai dari mengingat Allah SWT.

    Sedangkan dari segi istilahnya, sabar adalah menahan diri dari sifat kegundahan dan rasa emosi, kemudian menahan lisan dari keluh kesah serta menahan anggota tubuh dari perbuatan yang tidak terarah.

    Amru bin Usman mengatakan, bahwa sabar adalah keteguhan bersama Allah, menerima ujian dari-Nya dengan lapang dan tenang. Hal senada juga dikemukakan oleh Imam Al-Khawas, “Sabar adalah refleksi keteguhan untuk merealisasikan Al-Qur’an dan sunnah. Sehingga sabar tidak identik dengan kepasrahan dan ketidakmampuan. Rasulullah SAW. memerintahkan umatnya untuk sabar ketika berjihad. Padahal jihad adalah memerangi musuh-musuh Allah, yang klimaksnya adalah menggunakan senjata (perang).

    Sabar Yang Digambarkan Dalam Al-Qur’an :

    Dalam Al-Qur’an banyak ayat yang berbicara mengenai kesabaran. Jika ditelusuri, terdapat 103 kali disebut dalam Al-Qur’an, baik berbentuk isim maupun fi’ilnya. Hal ini menunjukkan betapa kesabaran menjadi perhatian Allah SWT.
    1. Sabar merupakan perintah Allah :
      يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
      Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah : 153) Ayat-ayat yang serupa Ali Imran : 200, An-Nahl : 127, Al-Anfal : 46, Yunus : 109, Hud: 115.
    2. Larangan isti’jal (tergesa-gesa) :
      فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُولُو الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ وَلَا تَسْتَعْجِلْ لَهُمْ
      Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka…” (QS. Al-Ahqaf : 35)
    3. Pujian Allah bagi orang-orang yang sabar :
      وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ ۗ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
      …dan orang-orang yang bersabar dalam kesulitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar imannya dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah : 177)
    4. Allah akan mencintai orang-orang yang sabar.
      وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ
      Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar.” (QS. Ali Imran : 146)
    5. Kebersamaan Allah dengan orang-orang yang sabar. Artinya Allah senantiasa akan menyertai hamba-hamba-Nya yang sabar.
      وَاصْبِرُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
      Dan bersabarlah kamu, karena sesungguhnya Allah itu beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anfal : 46)
    6. Mendapatkan pahala surga dari Allah. (QS. Ar-Ra’d : 23 – 24)

    Sabar Sebagaimana Digambarkan Dalam Hadits :


    Sebagaimana dalam Al-Qur’an, dalam hadits banyak sekali sabda Rasulullah SAW. yang menggambarkan kesabaran. Dalam kitab Riyadhus Shalihin, Imam Nawawi mencantumkan 29 hadits yang bertemakan sabar. Secara garis besar :
    1. Kesabaran merupakan “dhiya’ ” (cahaya yang amat terang). Karena dengan kesabaran inilah, seseorang akan mampu menyingkap kegelapan. Rasulullah mengungkapkan …dan kesabaran merupakan cahaya yang terang…” (HR. Muslim)
    2. Kesabaran merupakan sesuatu yang perlu diusahakan dan dilatih secara optimal. Rasulullah pernah menggambarkan: “…barang siapa yang mensabar-sabarkan diri (berusaha untuk sabar), maka Allah akan menjadikannya seorang yang sabar…” (HR. Bukhari)
    3. Kesabaran merupakan anugerah Allah yang paling baik. Rasulullah mengatakan, “…dan tidaklah seseorang itu diberi sesuatu yang lebih baik dan lebih lapang daripada kesabaran.” (Muttafaqun Alaih)
    4. Kesabaran merupakan salah satu sifat sekaligus ciri orang mukmin, sebagaimana hadits yang terdapat pada muqadimah; “Sungguh menakjubkan perkara orang yang beriman, karena segala perkaranya adalah baik. Jika ia mendapatkan kenikmatan, ia bersyukur karena (ia mengatahui) bahwa hal tersebut adalah memang baik baginya. Dan jika ia tertimpa musibah atau kesulitan, ia bersabar karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut adalah baik baginya.” (HR. Muslim)
    5. Seseorang yang sabar akan mendapatkan pahala surga. Dalam sebuah hadits digambarkan; Dari Anas bin Malik RA. berkata, bahwa aku mendengar Rasulullah SAW. bersabda, “Sesungguhnya Allah berfirman, ‘Apabila Aku menguji hamba-Ku dengan kedua matanya, kemudian diabersabar, maka aku gantikan surga baginya’.” (HR. Bukhari)
    6. Sabar merupakan sifat para nabi. Ibnu Mas’ud dalam sebuah riwayat pernah mengatakan: Dari Abdullan bin Mas’ud berkata ”Seakan-akan aku memandang Rasulullah SAW.menceritakan salah seorang nabi, yang dipukuli oleh kaumnya hingga berdarah, kemudia ia mengusap darah dari wajahnya seraya berkata, ‘Ya Allah ampunilah dosa kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui.” (HR. Bukhari)
    7. Kesabaran merupakan ciri orang yang kuat. Rasulullah pernah menggambarkan dalam sebuah hadits; Dari Abu Hurairah RA. berkata, bahwa Rasulullah bersabda, “Orang yang kuat bukanlah yang pandai bergulat, namun orang yang kuat adalah orang yang memiliki jiwanya ketika marah.” (HR. Bukhari)
    8. Kesabaran dapat menghapuskan dosa. Rasulullah menggambarkan dalam sebuah haditsnya; Dari Abu Hurairah RA. bahwa Rasulullan SAW. bersabda, “Tidaklah seorang muslim mendapatkan kelelahan, sakit, kecemasan, kesedihan, mara bahaya dan juga kesusahan, hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapuskan dosa-dosanya dengan hal tersebut.” (HR. Bukhari & Muslim)
    9. Kesabaran merupakan suatu keharusan, dimana seseorang tidak boleh putus asa hingga ia menginginkan kematian. Sekiranya memang sudah sangat terpaksa hendaklah ia berdoa kepada Allah, agar Allah memberikan hal yang terbaik baginya; apakah kehidupan atau kematian. Rasulullah SAW. mengatakan; Dari Anas bin Malik RA., bahwa bersabda, “Rasulullah SAW. Janganlah salah seorang diantara kalian mengangan-angankan datangnya kematian karena musibah yang menimpanya. Dan sekiranya ia memang harus mengharapkannya, hendaklah ia berdoa, ‘Ya Allah, teruskanlah hidupku ini sekiranya hidup itu lebih baik untukku. Dan wafatkanlah aku, sekiranya itu lebih baik bagiku.” (HR. Bukhari Muslim)

    Bentuk-Bentuk Kesabaran :

    Para ulama membagi kesabaran menjadi 3 (tiga) :
    1. Sabar dalam ketaatan kepada Allah. Merealisasikan ketaatan kepada Allah, membutuhkan kesabaran, karena secara tabiatnya, jiwa manusia enggan untuk beribadah dan berbuat ketaatan. Ditinjau dari penyebabnya, terdapat tiga hal yang menyebabkan insan sulit untuk sabar. Pertama karena malas, seperti dalam melakukan ibadah shalat. Kedua karena bakhil (kikir), seperti menunaikan zakat dan infaq. Ketiga karena keduanya, (malas dan kikir), seperti haji dan jihad.
    2. Sabar dalam meninggalkan kemaksiatan. Meninggalkan kemaksiatan juga membutuhkan kesabaran yang besar, terutama pada kemaksiatan yang sangat mudah untuk dilakukan, seperti ghibah (baca; ngerumpi), dusta, dan memandang sesuatu yang haram.
    3. Sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan dari Allah, seperti mendapatkan musibah, baik yang bersifat materi ataupun inmateri; misalnya kehilangan harta dan kehilangan orang yang dicintai.

    Kiat-kiat Untuk Meningkatkan Kesabaran :

    Ketidaksabaran (baca; isti’jal) merupakan salah satu penyakit hati, yang harus diterapi sejak dini. Karena hal ini memilki dampak negatif pada amal. Seperti hasil yang tidak maksimal, terjerumus kedalam kemaksiatan, enggan melaksanakan ibadah. Oleh karena itulah, diperlukan beberapa kiat guna meningkatkan kesabaran. Di antaranya :
    1. Mengikhlaskan niat kepada Allah SWT.
    2. Memperbanyak tilawah (membaca) Al-Qur’an, baik pada pagi, siang, sore ataupun malam hari. Akan lebih optimal lagi manakala bacaan tersebut disertai perenungan dan pentadaburan.
    3. Memperbanyak puasa sunnah. Puasa merupakan ibadah yang memang secara khusus dapat melatih kesabaran.
    4. Mujahadatun nafs, yaitu sebuah usaha yang dilakukan insan untuk berusaha secara giat untuk mengalahkan nafsu yang cenderung suka pada hal-hal negatif, seperti malas, marah, dan kikir.
    5. Mengingat-ingat kembali tujuan hidup di dunia. Karena hal ini akan memacu insan untuk beramal secara sempurna.
    6. Perlu mengadakan latihan-latihan sabar secara pribadi. Seperti ketika sedang sendiri dalam rumah, hendaklah dilatih untuk beramal ibadah dari pada menyaksikan televisi, misalnya. Kemudian melatih diri untuk menyisihkan sebagian rezeki untuk infaq fi sabilillah.
    7. Membaca-baca kisah-kisah kesabaran para sahabat, tabi’in maupun tokoh-tokoh Islam lainnya.
Semoga postingan ini berguna sebagai bahan muhasabah terutama buat diri ini umumnya buat saudara-saudaraku seiman yang kebetulan lewat, serta sempat membaca tulisan pada blog ini.

Wallahu a'lam bish showab.

[Sumber tulisan : http://www.dakwatuna.com/]
Salah satu hal yang perlu diperhatikan umat Islam dalam hidupnya adalah rezeki. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, rezeki diartikan sebagai segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan yang telah diberikan oleh Tuhan, seperti makanan sehari-hari dan nafkah. Walaupun Tuhan menetapkan rezeki setiap makhluk, setiap Muslim, terutama kaum laki-laki yang mempunyai tanggungan, diwajibkan berusaha mencari rezeki untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.

Dalam pandangan Islam, orang yang bekerja demi menjaga kehormatan, ketenangan, dan kemajuan keluarga mendapatkan kedudukan yang mulia. Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa ketika baru pulang dari perang Tabuk, Rasulullah ditemui Sa`ad al-Anshari dan dia menjabat tangan Nabi. Rasulullah bertanya, "Apa yang terjadi dengan tanganmu ?" Sa`ad menjawab, "Wahai Rasulullah. Aku menggunakan seutas tali dan sekop untuk menafkahi keluargaku (sehingga tanganku tebal dan kasar)." Rasulullah pun mencium tangan Sa`ad (sebagai penghormatan) seraya berkata, "Tangan ini tidak pernah disentuh api (neraka)."

Dalam Islam, bekerja dikategorikan sebagai ibadah (ghoiru mahdhah). Allah SWT. berfirman,

فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Jika telah ditunaikan sembahyang, bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung." (QS. Al-Jumua :10)

Selain anjuran mencari rezeki, ayat ini pun berisi anjuran agar banyak mengingat Allah. Ini suatu isyarat agar umat Islam hati-hati dalam mencarinya.

Islam mengajarkan umatnya agar mencari rezeki yang halal. Halal dalam arti ketika mencarinya tidak menyimpang dari aturan Islam. Berbuat curang dalam timbangan, menipu, dan merampas hak orang lain, tidak dibenarkan Islam. Kerakusan dalam harta dan kekikiran dalam mengeluarkan harta menyebabkan orang berbuat curang Karena semua itu langkah-langkah setan, umat Islam perlu menjauhinya.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
"Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu." (QS. Al-Baqarah : 168).

Selain itu, rezeki yang dicari itu adalah rezeki yang halal dari zatnya. Jangankan yang haram, yang syubhat pun harus ditinggalkan. Dalam pandangan Islam, rezeki seseorang adalah apa yang dimakan, dipakai, dan dinikmati. Oleh Sebab itu, untuk menjaga dan memelihara jasmani dan rohani, umat Islam dianjurkan makan makanan yang halal, baik dari zat maupun cara mencarinya.

Selain halal, umat Islam pun harus memperhatikan gizi dan kebersihannya. Tuhan berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
"Hai orang-orang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik (thoyiba) yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu beribadah." (QS. Al-Baqarah : 172)

Oleh karena itu, makan dan minumlah yang halal serta baik untuk kesehatan jasmani dan rohani sehingga dapat mensyukuri nikmat Allah dan itu termasuk ibadah. Begitu pula bekerja untuk mencari rezeki sehingga dapat hidup layak dan tidak bergantung kepada orang lain pun dapat dikategorikan sebagai ibadah. Rasulullah bersabda, "Ada tujuh puluh cabang ibadah. Yang terbaik darinya adalah mencari rezeki yang halal."

Sebaliknya, umat Islam dianjurkan agar menghindari rezeki yang haram karena rezeki seperti itu banyak dampak negatifnya. Sikap dan perilaku seseorang ditentukan pula dengan apa yang dimakannya. Kalau zatnya haram, akan berpengaruh buruk pada kesehatan badan. Kalau curang dalam mencarinya, rezeki itu akan berpengaruh buruk pada kesehatan mental dan jiwa.

Harta atau makanan yang haram akan mendorong orang selalu bermaksiat dan susah menerima kebenaran. Selain itu, orang yang mengonsumsi makanan yang haram, doanya tidak diterima. Tidak hanya itu, di akhirat orang yang suka memakan rezeki haram, seperti riba, akan celaka. Tuhan mengumpamakan orang-orang yang makan riba tidak dapat berdiri, tetapi seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena tekanan penyakit gila. Artinya, tidak tenteram hatinya dan kalau berulang-ulang melakukan riba tanpa berhenti bertobat, di akhirat akan dijadikan penghuni neraka.

الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا ۗ وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَىٰ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ ۖ وَمَنْ عَادَ فَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
"Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila . Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya." (QS. Al-Baqarah : 275).

Umat Islam pun perlu memperhatikan penggunaannya. Tuhan menganjurkan agar orang beriman membelanjakan rezeki yang telah dikaruniakan Tuhan di jalan-Nya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خُلَّةٌ وَلَا شَفَاعَةٌ ۗ وَالْكَافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual-beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafa'at . Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim." (QS. Al-Baqarah : 254)

Dalam menggunakannya pun tidak diperkenankan berlebih-lebihan. Allah mengingatkan manusia.

يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
"Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap memasuki masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." (QS. Al-Araf : 31)

Ketika makan dan minum, seseorang dianjurkan memperhatikan adab-adabnya. Makan dan minum jangan sambil berdiri. Minum jangan tergesa-gesa. Makan dan mimun dianjurkan diawali bismillah dan diakhiri hamdalah. Agar menjadi sari makanan, Sayidina Ali menganjurkan makan makanan dengan kunyahan yang lembut.

Walaupun harta yang dimiliki seseorang itu halal, karena khawatir bercampur dengan yang haram dan pada harta seseorang itu ada hak orang lain, Islam menganjurkan umatnya agar membersihkan harta itu dengan mengeluarkan zakat, infak, dan sedekah. Dalam Islam, menolong atau membantu orang dengan harta dikategorikan sebagai pokok kebaktian yang menjadikan seseorang dinilai Allah sebagai orang yang bertakwa.

لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا ۖ وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ ۗ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
"Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa." (QS. Al-Baqarah : 177)

Dalam takwa itu terkandung nilai kehati-hatian. Kehati-hatian ini diharapkan membawa berkah, baik bagi yang memberi maupun yang menerima. Kalau semua umat Islam menyadari hal ini dan menjalankan sebagaimana mestinya, tidak akan ada jurang pemisah yang amat dalam antara si kaya dan si miskin. Kehati-hatian dalam rezeki dapat pula menjadi perekat persaudaraan antarmanusia. Kehati-hatian ini pula yang menyelamatkan kehidupan seseorang baik di dunia maupun di akhirat. Amin. ***

[Ditulis Oleh NURKHOLIK, Khatib di Masjid Al-Muhajirin, Warnasari, Citangkil, Cilegon, Banten. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Wage) 21 Januari 2011 pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]
Setiap orang tua pasti menginginkan anak-anaknya saleh juga salehah. Akan tetapi, tanpa kita sadari, tak jarang orang tua malah memperlakukan anak-anaknya sehingga menjadi anak yang "salah". Malah yang berbahaya adalah ketika orang tua merasa benar dalam mendidik anak-anaknya, padahal ternyata jauh dari tuntutan ajaran Islam.

Apabila kaum Barat menyatakan untuk membentuk anak-anak yang hebat dilakukan pada saat hamil, seperti mendengarkan musik klasik, ajaran Islam jauh lebih dini lagi, yakni ketika calon orang tua akan memilih pasangannya masing-masing. Sejak pemilihan jodoh, seorang pemuda atau pemudi yang akan memilih calon suami / istri seharusnya mempertimbangkan apakah kelak calon pasangannya bisa menjadi bapak / ibu yang baik atau tidak ? Apakah ia mampu mendidik bagi anak-anaknya kelak ?

Ketika sesudah menikah lalu akan menjalankan kewajiban sebagai suami istri, tepatnya menggauli pasangannya, harus disertai dengan doa-doa untuk calon anak yang kemungkinan lahir dari hasil hubungannya. Doa merupakan hal utama dari orang tua, bahkan setiap ucapan orang tua adalah doa bagi anak-anaknya.

Selanjutnya ketika ibu sedang hamil, hendaklah ibu ataupun ayahnya berusaha selalu memiliki hati yang senang. Tidak banyak resah, gelisah, sedih, atau tersinggung. Hendaklah kedua orang tua itu memperbanyak tahajud, zikir, doa, membaca Al Qur'an, dan amalan kebajikan lainnya.

Ketika anak lahir, orang tua menyambut kehadirannya dengan doa,
"A’udzubika bikalimatiilaahi min kulli syaithaanin wamin kulli ‘ainin laammatin"
"aku menaungimu dengan perlindungan kalimat Allah dari segala gangguan setan dan mata yang mendengki"

Mengenai memberikan azan pada telinga kanan dan iqamat pada telinga kiri, menurut sebagian ulama, hal itu berasal dari hadis Nabi Muhammad. Namun, sebagian ulama lain berpendapat berbeda sehingga dalam persoalan ini terdapat perbedaan di antara ulama.

Proses selanjutnya untuk menjemput anak saleh / salehah adalah ketika ia berusia tujuh hari dengan melakukan tiga hal, yakni mencukur bersih rambut, memberikan nama terbaik, dan melakukan akikah, yaitu memotong seekor kambing / domba untuk anak perempuan dan dua ekor kambing / domba untuk anak lak-laki. Daging akikah boleh dibagikan mentah atau dimasak sendiri dengan mengundang tetangga, kaum duafa, maupun saudara.

Perlakuan lain yang tak kalah pentingnya adalah memberikan air susu ibu (ASI) kepada sang anak selama dua tahun. Selain itu, dari sejak dini, orang tua memberikan pembiasaan hal-hal baik terutama ibadah, seperti shalat sehingga ketika anak usia tujuh tahun sudah terbiasa mendirikan shalat dan membaca Al Qur'an.

Sementara pada usia tamyiz atau balig sekitar sembilan tahun, seorang anak hendaknya dipisahkan tidurnya dari kedua orang tuanya. Selain itu, orang tua juga harus memberikan aturan agar anak tidak masuk kamar orang tuanya dalam tiga waktu yaitu setelah shalat Isa, menjelang subuh, dan saat berganti pakaian.

Untuk anak laki-laki hendaknya dikhitan tidak melebihi usia perintah mendirikan shalat karena khitan berkaitan dengan kewajiban shalat. Orang tua juga perlu membiasakan situasi rumah yang agamis dengan memberikan contoh dalam lisan maupun tindakan, sehingga anak tidak merasa selalu diperintah karena orang tua sudah mencontohkannya. Anak mendirikan shalat atau membaca Al Qur'an akibat kesadarannya sebagai hamba Allah.

Orang tua perlu berhati-hati dengan ucapan, dengan tidak mengeluarkan kata-kata kasar apalagi mengeluarkan kutukan. Hal ini disebabkan, setiap ucapan orang tua merupakan doa yang dikhawatirkan malah dikabulkan Allah SWT.

Komunikasi berupa dialog jangan pula dilupakan sehingga anak-anak bisa mengeluarkan unek-unek, keluhan, ataupun permasalahannya. Kelemahan orang tua ketika bersikap layaknya diktator yang tak membuka ruang bagi anak untuk berdialog atau berdiskusi.

Sikap terbaik dalam mendidik anak adalah dengan sikap akrab tetapi berwibawa, rileks tetapi bermakna. Seperti dicontohkan Nabi Muhammad dalam sebuah hadis yang menggambarkan Rasulullah sedang merangkak dan di atas punggungnya terdapat kedua cucu Rasulullah yakni Hasan dan Husain.

Dalam kesempatan lain, Rasulullah yang sedang makan bersama sahabat melihat cucunya, Husain, sedang bermain-main di jalan bersama anak-anak lainnya. Rasulullah langsung menghampiri Husain dan mengajak berlari ke sana-kemari sehingga tertawa. Rasulullah juga tak lupa memeluk dan mencium Husain.

Terakhir, doa-doa juga penting apalagi di dalam Al Qur'an maupun hadis, Nabi Muhammad juga banyak dicontohkan doa untuk mendapatkan anak yang saleh / salehah, seperti

رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي ۚ رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ
"Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah do'aku." (QS. Ibrahim : 40)

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ
"Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh." (QS. Ash-Shaffat : 100)

رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
"Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Baqarah : 128)

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

"Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa." (QS. Al Furqan : 74).***

[Ditulis Oleh KH. MIFTAH FARIDL, Ketua Umum MUI Kota Bandung, dosen ITB, Ketua Yayasan Unisba, dan pembimbing Haji Plus dan Umrah Safari Suci. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Pon) 20 Januari 2011 pada Kolom "CIKARACAK"]