BAHAGIA DUNIA & AKHIRAT

Ibnu Abbas RA., salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW. yang pada usia sembilan tahun telah hafal Al-Qur'an (hafiz) pernah didoakan secara khusus oleh Rasulullah SAW. tentang kebahagiaan dunia sebagai bekal menuju akhirat.

Para tabiin (generasi sesudah wafatnya Rasulullah SAW.), pada suatu hari bertanya kepada Ibnu Abbas RA. mengenai apa yang dimaksud dengan kebahagiaan dunia akhirat tersebut. Jawab Ibnu Abbas, terdapat indikator kebahagiaan dunia sebagai bekal di alam akhirat.

Pertama, qalbun syakirun atau hati yang selalu bersyukur. Memiliki jiwa syukur berarti selalu menerima apa adanya, dalam bahasa Islam disebut kanaah, sehingga tidak ada ambisi yang berlebihan, tidak ada pikiran stres. Inilah nikmat bagi hati yang selalu bersyukur.

Seorang yang pandai bersyukur sangatlah cerdas memahami sifat-sifat Allah SWT., sehingga apa pun yang diberikan Allah, ia terpesona dengan pemberian dan keputusan Allah. Bila sedang kesulitan, ia segera ingat sabda Rasulullah SAW., "Kalau kita sedang sulit, perhatikanlah orang yang lebih sulit dari kita." Artinya, bila sedang diberi kemudahan, pandai bersyukur dengan memperbanyak amal ibadahnya, Allah pun akan mengujinya dengan kemudahan yang lebih besar lagi.

Kedua, al-azwaju shalihah atau pasangan hidup yang saleh. Pasangan hidup yang saleh akan menciptakan suasana rumah dan keluarga yang saleh pula. Di akhirat kelak, seorang suami (sebagai imam keluarga) akan diminta pertanggungjawaban dalam mengajak istri dan anaknya kepada kesalehan. Demikian pula seorang istri yang saleh, akan memiliki kesabaran dan keikhlasan yang luar biasa dalam melayani suaminya walau seberapa buruknya kelakuan suaminya.

Ketiga, al-auladun abrar atau anak yang saleh. Saat Rasulullah SAW. sedang tawaf, beliau bertemu dengan seorang anak muda yang pundaknya lecet-lecet. Setelah selesai tawaf, Rasulullah SAW. bertanya kepada anak muda itu, "Kenapa pundakmu itu ?" Anak muda itu menjawab, "Ya Rasulullah, saya dari Yaman. Saya mempunyai seorang ibu yang sudah uzur. Saya sangat mencintai dia dan saya tidak pernah melepaskan dia. Saya melepaskan ibu saya hanya ketika buang hajat, ketika salat, atau ketika istirahat. Selain itu, sisanya saya selalu menggendongnya." Lalu anak muda itu bertanya, "Ya Rasulullah, apakah aku sudah termasuk ke dalam orang yang sudah berbakti kepada orang tua ?" Nabi SAW. sambil memeluk anak muda itu dan mengatakan, "Sungguh Allah ridha kepadamu, kamu anak yang saleh, anak yang berbakti. Akan tetapi anakku, ketahuilah, cinta orang tuamu tidak akan terbalaskan olehmu."

Dari hadis tersebut, kita mendapat gambaran bahwa amal ibadah kita ternyata tidak cukup untuk membalas cinta dan kebaikan orang tua kita. Namun, minimal kita bisa memulainya dengan menjadi anak yang saleh, di mana doa anak yang saleh kepada orang tuanya dijamin dikabulkan Allah.

Keempat, al-biatu shalihah atau lingkungan yang kondusif untuk iman kita. Lingkungan yang kondusif ialah kita boleh mengenal siapa pun, tetapi untuk menjadikannya sebagai sahabat karib kita, haruslah orang-orang yang mempunyai nilai tambah terhadap keimanan kita.

Dalam salah satu hadisnya, Rasulullah menganjurkan kita untuk selalu bergaul dengan orang-orang saleh. Orang-orang saleh akan selalu mengajak kepada kebaikan dan mengingatkan kita bila kita berbuat salah.

Kelima, al-malul halal atau harta yang halal. Paradigma dalam Islam mengenai harta bukanlah banyaknya harta tetapi halalnya. Ini tidak berarti Islam tidak menyuruh umatnya untuk kaya. Dalam riwayat Imam Muslim, Rasulullah SAW. pernah bertemu dengan seorang sahabat yang berdoa mengangkat tangan. "Kamu berdoa sudah bagus," kata Nabi SAW. "Namun sayang, makanan, minuman, pakaian, dan tempat tinggalnya didapat secara haram, bagaimana doanya dikabulkan ?"

Keenam, tafakuh fi dien atau semangat untuk memahami agama. Semangat memahami agama diwujudkan dalam semangat memahami ilmu-ilmu agama Islam. Semakin ia belajar, semakin ia terangsang untuk belajar lebih jauh lagi ilmu mengenai sifat-sifat Allah dan ciptaan-Nya.

Allah menjanjikan nikmat bagi umat-Nya yang menuntut ilmu. Semakin ia belajar, semakin cinta ia kepada agamanya, semakin tinggi cintanya kepada Allah dan rasul-Nya. Cinta inilah yang akan memberi cahaya bagi hatinya. Semangat memahami agama akan menghidupkan hatinya, hati yang "hidup" adalah hati yang selalu dipenuhi cahaya nikmat Islam dan nikmat iman.

Ketujuh, umur yang berkah. Umur yang berkah adalah umur yang semakin tua semakin saleh, yang setiap detiknya diisi dengan amal ibadah. Orang yang mengisi umurnya dengan banyak mempersiapkan diri untuk akhirat (melalui amal ibadah), semakin tua semakin rindu ia untuk bertemu dengan Allah SWT.

Untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat ini, selain usaha keras kita untuk memperbaiki diri, kita selalu memohon kepada Allah SWT. sesering dan sekhusyuk mungkin membaca doa yang paling sering dibaca oleh Rasulullah SAW. Di mana baris pertama doa tersebut, Rabbanaa aatina fid dun-yaa hasanah (Ya Allah, karuniakanlah aku kebahagiaan dunia), mempunyai makna bahwa kita sedang meminta kepada Allah kebahagiaan dunia. Walaupun kita akui sulit mendapatkan hal itu ada di dalam genggaman kita, setidaknya kalau kita mendapat sebagian saja sudah patut kita syukuri.

Kelanjutan doa tersebut, yaitu wa fil aakhirati hasanah (dan juga kebahagiaan akhirat). Untuk memperolehnya, hanyalah dengan rahmat Allah. Kebahagiaan akhirat itu bukan surga, tetapi rahmat dan kasih sayang Allah. Surga hanyalah sebagian kecil dari rahmat Allah SWT.

Wallahualam bissawab.***

[Ditulis Oleh DEDY SUTRISNO AHMAD SOLEH, alumnus Fakultas Dakwah & Komunikasi UIN SGD Bandung dan khatib Jumat beberapa masjid. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Pahing) 14 Januari 2011 pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]

0 comments: