MENJAGA KESUCIAN FITRAH MANUSIA

Setiap orang diberi fitrah oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala berupa kesucian. Ia akan mengawali kehidupan dengan fitrah suci ini. Setelah itu bisa terjadi perubahan yang sangat cepat dan drastis tanpa bisa diduga arahnya. Para penyeru kerusakan fitrah ini jumlah sangat banyak sehingga jangan heran bila orang yang keluar dari jalur kesucian jiwa ini lebih banyak daripada yang istiqamah. Lingkungan teman keluarga masyarakat dan pendidikan memiliki andil besar dalam hal ini. Media massa juga tidak kalah hebat memberikan andil terjadi kerusakan tersebut. Keinginan untuk merubah diri telah hilang dari kebanyakan orang sementara bola api yang ditendang oleh para penyeru kerusakan itu membakar di sana sini. Bila terkena percikan akan menjadi abu yang siap ditiup angin sementara hampir tidak ada orang yang tampil membantu dan membela karena orang yang ingin menolong pun tidak lepas pula dari mangsa bola api tersebut. Di saat kritis seperti inilah tiap insan sangat butuh kepada wahyu yang akan menyirami menyejukkan dan memelihara dirinya. Setelah itu akan sangat jelas lagi siapa yang akan selamat di atas wahyu tersebut dan yang akan binasa selama-lamanya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman :
لِيَهْلِكَ مَنْ هَلَكَ عَنْ بَيِّنَةٍ وَيَحْياَ مَنْ حَيَّ عَنْ بَيِّنَةٍ
Agar orang yang binasa itu binasa dengan keterangan yang nyata dan agar orang yang hidup itu hidup dengan keterangan yang nyata pula.” (QS. An-Anfaal : 42)

Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah
mengatakan : “agar menjadi hujjah dan penjelas bagi tiap penentang saat dia memilih jalan kekafiran daripada ilmu sehingga ia tidak lagi memiliki alasan di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan akan terus menambah ilmu bagi orang-orang yang beriman. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memperlihatkan di hadapan kedua kelompok tersebut segala yang menjadi bukti yang benar dan nyata. Semua ini menjadi peringatan bagi orang yang berakal.

Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman :

أَوَمَنْ كاَنَ مَيْتاً فَأَحْيَيْناَهُ وَجَعَلْناَ لَهُ نُوْرًا يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَنْ مَثَلُهُ فِي الظُّلُماَتِ لَيْسَ بِخاَرِجٍ مِنْهاَ

Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepada cahaya yang terang yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia serupa dengan orang yang keadaan berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar darinya ?” (QS. Al-An'aam : 122)

Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah
berkata : “Allah Subhanahu wa Ta’ala menghimpun bagi orang tersebut cahaya dan kehidupan sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala menghimpun bagi orang yang berpaling dari Kitab-Nya antara kematian dan kegelapan.

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma berkata: ‘Seluruh ahli tafsir menjelaskan bahwa
yang dimaksud oleh ayat ini adalah seseorang yang kafir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala lalu Dia memberikan hidayah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman :
يآ أَيُّهاَ الَّذِيْنَ آمَنُوا اسْتَجِيْبُوا ِللهِ وَلِلرَّسُوْلِ إِذَا دَعاَكُمْ لِماَ يُحْيِيْكُمْ
Hai orang-orang yang beriman penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kalian kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kalian.” (QS. An-Anfaal : 24)

Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah
berkata : “Sesungguh kehidupan yang bermanfaat akan terwujud apabila kita memenuhi seruan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Barangsiapa tidak memenuhi dia tidak mendapatkan kehidupan. Dan jika diamemiliki kehidupan yang selalu melampiaskan hawa nafsu maka kehidupan sama dengan kehidupan binatang yang paling rendah. Maka kehidupan yang hakiki adalah kehidupan dalam memenuhi panggilan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya baik lahiriah maupun batiniah. Mereka hidup walaupun jasad mereka telah mati dan selain mereka mati walaupun jasad mereka hidup.

Dengan kejelasan hujjah
Allah Subhanahu wa Ta’ala ini masih saja ada manusia yang berusaha mengelak bila hujjah itu mengenai diri pemikiran keyakinan amalan dan sebagainya. Maka muncullah orang-orang yang takut / phobi terhadap ayat-ayat dan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia bagaikan mendengar suara halilintar yang akan menyambar dan memecah gendang telinga.

Namun ada orang yang menjadikan ayat-ayat yang didengar dan Sunnah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dibacakan bagaikan siraman kesejukan atas kegersangan hidupnya. Dia bisa mengambil manfaat untuk keselamatan diri dan menjadikan sebagai tameng dari murka Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di sinilah terlihat betapa mahal hidayah dan Maha Bijaksana Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam ketentuan-Nya. Oleh karena itu manusia di hadapan wahyu tidak terlepas dari dua keadaan dan kedua telah disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam sabda beliau :
وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أوْ عَلَيْكَ
Dan Al-Qur’an akan menjadi hujjah bagimu atau menjadi penggugat atas dirimu.

Tiga penyeru pada diri tiap insan.

Bila tiap orang sadar dan introspeksi ia akan menemukan ada penyeru di dalam diri yang akan mengajak kepada ridha
Allah Subhanahu wa Ta’ala ataupun kepada murka Allah Subhanahu wa Ta’ala. Oleh karena itu tiap jiwa jangan sekali-kali suka mengkambing hitamkan orang lain dan hendaklah dia mengarahkan cercaan itu kepada diri sendiri. Ada tiga penyeru yang masing-masing memiliki kekuatan besar pada diri tiap orang dan ketiga kekuatan akan saling menjatuhkan satu sama lain bila salah satu mendapatkan peluang dan kesempatan yang lebih banyak.

Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah
berkata : “Sesungguh pada tiap jiwa ada tiga seruan dan pendorong yang saling menarik.
  • Satu seruan mengajak diri untuk berhias dengan sifat-sifat setan seperti sifat sombong hasad cinta ketinggian dzalim berbuat jahat suka mengganggu suka kerusakan dan penipuan. Penyeru yang mengajak untuk berakhlak seperti binatang itulah seruan syahwat.
  • Dan seruan yang mengajak kepada akhlak para Malaikat seperti ihsan suka menasihati menganjurkan kepada kebajikan ilmu dan ketaatan.
  • Penyeru ketiga adalah kurang atau tidak ada muru`ah.
Senang kedudukan dan berbuat dzalim adalah akhlak setan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengungkap satu sifat yang tersembunyi pada diri anak Adam di mana sifat ini sangat berbahaya yaitu sifat tamak dan rakus. Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لَوْ أَنَّ ِلإِبْنِ آدَامَ وَادِياً مِنْ ذَهَبٍ لأَحَبَّ أَنْ يَكُوْنَ لَهُ وَادِياَنِ وَلَنْ يَمْلأَ فاَهُ إِلاَّ التُّرَابُ وَيَتُوْبُ اللهُ عَلَى مَنْ تاَبَ
Jika anak Adam memiliki satu lembah emas dia akan mencari agar menjadi dua lembah dan tidak ada yang akan menutup mulut melainkan tanah. Dan Allah menerima taubat orang yang bertaubat.

Ibnu Hajar rahimahullah
berkata : Al-Karmani berkata: “Yang dimaksud hadits ini bukan hanya satu anggota badan saja karena tanah tidak hanya menutupi mulut saja namun yang lain pun bisa tertutupi. Hadits ini merupakan kinayah tentang kematian yang akan menutupi seluruh jasad sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Tidak akan merasa puas dari dunia sampai dia mati.

Ibnu Hajar rahimahullah
juga berkata : Ath-Thibi berkata : “Makna hadits ini adalah bahwa anak Adam diberi tabiat cinta kepada harta benda dan tidak merasa puas untuk mengumpulkan kecuali orang-orang yang telah dijaga oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan diberi taufiq untuk menghilangkan tabiat ini dan sedikit sekali dari mereka yang mendapatkan taufiq.

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah
berkata : “Makna hadits Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu adalah bahwa bani Adam tidak akan merasa puas dari harta benda. Jika dia memiliki satu lembah dia akan berusaha untuk menjadi dua lembah dan tidak ada yang akan menutupi mulut melainkan tanah bila dia telah mati dan meninggalkan dunianya. Maka di saat inilah dia menjadi percaya setelah dunia hilang darinya. Bersamaan dengan itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk bertaubat karena mayoritas orang yang rakus dunia tidak akan memelihara diri dari perkara yang Allah Subhanahu wa Ta’ala haramkan.

Apabila seseorang tidak mendapatkan taufiq dari
Allah Subhanahu wa Ta’ala agar terlepas dari sifat rakus maka dia akan berusaha untuk menjadi orang nomor satu dan yang paling tinggi. Dia akan menumbangkan tiap orang yang akan menggeser kedudukan sehingga tidak takut lagi untuk mendzalimi saudara sendiri.

Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman :
تِلْكَ الدَّارُ اْلآخِرَةُ نَجْعَلُهاَ لِلَّذِيْنَ لاَ يُرِيْدُوْنَ عُلُوًّا فِي اْلأَرْضِ وَلاَ فَساَدًا
Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak menyombongkan diri dan tidak berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qasas : 83)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah
berkata : “Manusia itu terbagi menjadi empat macam.
  • Pertama orang-orang yang menginginkan ketinggian atas orang lain dan menginginkan kerusakan di muka bumi yaitu dengan bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mereka itu adalah tingkatan para raja dan pemimpin yang merusak.
  • Kedua orang-orang yang menginginkan kerusakan dan sama sekali tidak menginginkan ketinggian seperti hal pencuri pelaku maksiat dari kalangan orang-orang rendahan.
  • Ketiga orang yang menginginkan ketinggian dengan tidak menginginkan kerusakan seperti seseorang yang memiliki ilmu agama dan dia menginginkan ketinggian dari orang lain.
  • Keempat mereka adalah penduduk surga yang tidak menginginkan ketinggian di muka bumi dan kerusakan akan tetapi dia lebih tinggi kedudukan dari yang lain.
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan : “Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitakan bahwa negeri akhirat dan keni’matan yang abadi tidak akan berpindah apalagi hilang. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mempersiapkan bagi hamba-hamba-Nya yang beriman merendahkan diri dan tidak menginginkan sedikitpun ketinggian di muka bumi. Arti tidak mengangkat dan membesarkan diri di hadapan makhluk angkuh dan melakukan kerusakan di tengah-tengah mereka sebagaimana ucapan ‘Ikrimah al-‘ulu arti keangkuhan Sa’id bin Jubair berkata al-‘ulu arti kedzaliman Sufyan Ats-Tsauri mengatakan dari Manshur dari Muslim Al-Bithin al-‘ulu di muka bumi arti ‘menyombongkan diri dengan kebatilan dan kerusakan’ yakni mengambil harta orang lain dengan cara tidak benar.

Kerusakan yang diakibatkan oleh sifat rakus adalah besar dan serius. Mari kita menyimak apa yang disabdakan oleh
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

Kerusakan yang diakibatkan oleh dua ekor serigala yang lapar kemudian dilepas pada seekor kambing tidak akan lebih besar dibanding seseorang yang rakus terhadap kedudukan dan harta benda bagi agamanya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah
berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan bahwa rakus seseorang terhadap harta benda dan kedudukan akan merusak agama dan kerusakan ini lebih dahsyat dibanding kerusakan dua serigala yang sedang lapar terhadap kambing yang menyendiri.

Wallahu a’lam bish-shawab.


[Ditulis oleh Al Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah An-Nawawi,
Sumber : www.asysyariah.com Syariah Akhlak05-Mei-2005 12:50:08]

0 comments: