OLEH-OLEH TERBAIK

Perjalanan selalu identik dengan oleh-oleh. Tak terkecuali perjalanan haji dan umrah. Namun, oleh-oleh khas Mekah dan Madinah sering kali justru merepotkan jemaah dalam membawanya kalau pada saat berbelanja tidak diperhitungkan batas beban yang bisa dibawa ke bagasi pesawat terbang.

Namun, ada oleh-oleh yang tak akan memberatkan, tak memenuhi isi koper, bahkan tak perlu dibeli di toko mana pun, baik di Mekah, Madinah, atau Jeddah. Oleh-oleh ini bahkan sangat tahan cuaca dan tahan banting, awet karena dapat dibagikan kepada semua saudara dan sahabat dengan porsi yang sama.

Apakah gerangan oleh-oleh yang demikian istimewa dari perjalanan haji dan umrah ? Oleh-oleh itu bernama kesan yang mendalam yang membekas jauh ke dalam lubuk hati. Menjadi semacam pupuk penyubur iman dan cairan yang membasahi kalbu hingga terasa sejuk.

Suatu ketika saat berumrah, saya membawa sajadah batik karena sajadah kesayangan. Bukan hanya ringkas dibawa dan ringan dijinjing, tetapi ada semacam kebanggaan sebagai bangsa Indonesia karena seni batiknya digunakan sebagai ornamen sajadah ! Saya selalu membawanya ke Masjidilharam setiap waktu salat dan tak jarang membanggakannya kepada sesama jemaah umrah.

Saat salat Subuh, seusai tawaf sunah, saya segera menggelar sajadah, di barisan agak belakang di arah multazam. Karena multazam adalah arah yang dijelaskan sebagai arah atau wilayah dengan doa-doa diijabah, wilayah itu selalu menjadi magnet jemaah untuk posisi shalat.

Beberapa saat setelah sajadah dihamparkan, belum lagi shalat sunah saya mulai, entah bagaimana beberapa ekor burung tampak melayang-layang di sekitar Kabah. Tiba-tiba salah seekor burung itu "mengirimkan" kotorannya tepat di atas sajadah batik kebanggaan saya !

Innalillahi wa inna ilaihi rajiun, saya berujar dalam hati. Sajadah kesayangan tak bisa digunakan karena terkena kotoran burung. Tanpa banyak kata, segera saya lipat sajadah itu dan masukkan ke kantong sandal! Lama saya merenung tentang hikmah di balik "insiden" kotoran burung di atas sajadah ini.

Salah satu hal yang tak saya lupakan adalah seolah-olah sebuah isyarat dan teguran dari Allah, agar saya tak berlebihan membanggakan sesuatu termasuk sajadah untuk alas salat. Apalagi jika kebanggaan itu pada pangkat, harta, dan status sosial, niscaya Allah akan mengirimkan bukan hanya kotoran burung, tetapi boleh jadi batu panas dari neraka, seperti yang dikirimkan burung Ababil kepada tentara Abrahah! Astaghfirullah hal adzhim, segera terlontar istigfar dalam hati dan rasa malu bercampur ucapan syukur karena Allah telah mengingatkan dengan cara indah.

Tawaf adalah saat yang indah. Suatu ketika tak terasa air mata meleleh saat tawaf. Sebabnya adalah saya terbiasa membawa titipan doa dari teman-teman yang minta didoakan.

Kali ini seorang teman lama menitipkan harapan agar saya mau mendoakan putrinya yang memiliki masalah dengan tulang punggungnya. Anak perempuan kelas 1 SMP itu harus menggunakan alat khusus selama bertahun-tahun agar pertumbuhannya tidak terganggu. Saya pun menyebut nama anak itu dalam tawaf, memohonkan kesembuhan baginya dan memohon agar Allah memberikan kekuatan, ketabahan, dan kesabaran kepada kedua orang tuanya untuk selalu menemani dan berikhtiar mengobati terus-menerus.


Entah mengapa saat melintas Hijr Ismail dan waktu memanjatkan doa itu tak terasa air mata menetes di pipi dan lidah terasa kelu. Doa hanya terucap dalam hati tetapi berbekas jauh hingga waktu berjarak dengan peristiwa itu.


Tampaknya kebiasaan saling mendoakan dan menitip doa, yang juga dilakukan oleh para sahabat Rasulullah bukan saja akan bermanfaat bagi yang didoakan tetapi juga bermanfaat bagi yang dititipi doa.


Keindahan tawaf bukan saja bisa dirasakan saat kita bertawaf melainkan saat kita menyaksikan tawaf. Musim haji 1431 H (2010) adalah musim haji yang sangat padat apalagi saat-saat mendekati tanggal 8 Zulhijah ketika jemaah akan meninggalkan Mekah menuju ke Mina dan sebagian ke Arafah untuk wukuf pada esok harinya.


Saat itu, saya bergegas keluar dari Masjidilharam sekitar pukul 7.00 waktu Mekah ketika biasanya Masjidilharam mulai longgar. Namun, saat itu area utama tawaf di lantai dasar sudah penuh termasuk di lantai satu. Saya terus bergerak menuju pintu Masjidilharam untuk keluar. Namun gerakan saya selalu terhambat oleh kerumunan jemaah dan rombongan jemaah yang baru datang. Saya pun menepi ke sebuah sudut di arah yang sangat dekat dengan area utama tawaf. Saya tertegun menyaksikan betapa padatnya tawaf pagi ini hingga hampir tak ada ruang kosong di lantai dasar Masjidilharam.


Semua Muslimin melangkah dalam kesatuan gerak dan kekhusyukan, berputar dengan arah yang sama, dan mulut serta hati memanjatkan doa kepada Allah SWT. Air mata pun luruh, hati berucap syukur atas keindahan luar biasa yang saya saksikan. Subhanallah walhamdulillah walaa ilahailallah wallahu akbar !


Kesan mendalam saat melaksanakan haji dan umrah, yang merasuk masuk ke dalam sanubari merupakan oleh-oleh terindah haji dan umrah.***


[Ditulis
oleh H. BUDI PRAYITNO, pembimbing Haji Plus dan Umrah Khalifah Tour. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Selasa (Legi) 18 Januari 2011 pada Kolom "UMRAH & HAJI"]

0 comments: