WASIAT NABI (1)

Kedekatan Nabi Muhammad SAW. dengan para sahabatnya, sudah tidak disangsikan lagi. Bahkan, para sahabat memanggil Nabi Muhammad dengan ungkapan khalili yang berarti kekasihku, sama seperti sebutan Nabi Ibrahim, Khalilullah, sebagai kekasih Allah.

Nabi pun senantiasa memberikan wasiat-wasiat khusus kepada para sahabatnya, selain tausyiah kepada seluruh sahabatnya. Wasiat yang disampaikan Nabi itu merupakan tanda kecintaan Nabi kepada para sahabat. Salah seorang sahabat yang mendapat wasiat dari Nabi adalah Muadz bin Jabal.

Disebutkan dalam salah satu hadits riwayat Imam Ahmad, Abu Dawud dan An-Nasai; Rasulullah bersabda, "Aku berwasiat kepada mu wahai Muadz. Janganlah engkau meninggalkan doa, setelah shalat dengan doa, Ya Allah berilah pertolongan kepadaku untuk senantiasa mengingat-Mu (zikir), dan mensyukuri-Mu (syukur), serta beribadah dengan baik kepada-Mu (husni ibadatika)."

Doa di atas dimulai dengan ungkapan, "Ya Allah berilah pertolongan kepadaku." Ini menunjukkan tentang kelemahan dan keterbatasan manusia dalam segala hal. Pertolongan yang dimaksud adalah untuk melakukan tiga hal pokok, sebagai berikut :

Pertama, zikir kepada Allah. Zikir kepada Allah berarti kita mengingat Allah. Kita meminta pertolongan untuk mengingat Allah, karena manusia adalah makhluk pelupa. Mengingat Allah bukan hanya zikir dengan lisan kemudian diiringi tangan memakai tasbih, menggelengkan kepala atau dilakukan secara khusus dengan berjemaah.

Allah SWT. berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا
وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا
هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلَائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ ۚ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا

"Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang. Dia-lah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman." (QS. al-Ahzab : 41-43)

Kita dianjurkan untuk mengingat Allah dalam segala kondisi, sebagaimana disebutkan dalam Surat Ali Imran ayat 191,

الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَٰذَا بَاطِلًا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
"Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), "Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka."

Imam Al-Maraghi berpendapat bahwa mengingat Allah berarti, ingatlah kepada Allah dengan hati kamu, lisan kamu, dan seluruh anggotamu dengan zikir yang banyak dalam setiap keadaan kamu dengan penuh kesungguhan.

Perintah zikir kepada Allah ditujukan kepada seluruh umat tanpa pandang bulu, baik rakyat atau pejabat, baik atasan atau bawahan, baik guru atau murid, baik pedagang atau pembeli, baik laki-laki atau perempuan, baik orang tua atau anak-anak.

Perintah zikir pun tidak hanya berlaku di mesjid atau ketika sedang pengajian saja. Akan tetapi, di setiap tempat manusia berada / hidup, baik itu di kantor, tempat pekerjaan, pusat perbelanjaan, pasar, sekolah, tempat rekreasi, pegunungan, lautan, jalan, dan lainnya.

Pada suatu ketika, Umar bin Khattab RA. selaku amirul mukminin pada waktu itu, sedang kehabisan bekal dalam perjalanan. Kemudian beliau bertemu dengan seorang pengembala yang masih kecil umurnya. Khalifah Umar mencoba membujuk si pengembala dengan meminta satu atau dua ekor kambing gembalaannya untuk dimakan. Namun, si pengembala menolak untuk memberikannya, sambil menjawab bahwa kambing gembalaannya bukan milik dia tetapi milik majikannya. Umar pun selanjutnya merayu bahwa akan membelinya dengan harga yang wajar. Kata Umar, "Ambillah uang ini untuk kamu, beritahukan saja kepada majikanmu bahwa kambing itu telah dimakan serigala."

Si pengembala lalu menjawab, "Jika saya lakukan seperti itu, fa aina Allahu ? Mau di kemanakan Allah ! Majikan saya bisa ditipu atau dikelabui, tetapi Allah tidak mungkin bisa ditipu atau dibodohi."

Sang pengembala menolak permintaan Umar bin Khattab. Padahal, pangkat beliau adalah amirul mukminin atau presiden. Kesempatan untuk mendapatkan uang lebih pun dia lewatkan, sedangkan honor seorang pengembala tidaklah besar. Hanya modal dzikrullah, dia terselamatkan dari api neraka. Untuk itu, Nabi Muhammad SAW. bersabda, "Tidak akan masuk surga orang yang dagingnya tumbuh dari makanan yang haram." (HR. Ahmad)

Pada zaman Khalifah Umar bin Abdul Aziz, para gubernur di wilayah Islam datang menghadap Khalifah untuk menyerahkan sisa anggaran negara, yang tidak terpakai di wilayahnya masing-masing. Namun, hal itu ditolak oleh Khalifah. Beliau menyuruh para gubernur untuk membawa kembali uang tersebut dan membagikannya kepada rakyat yang membutuhkan sebagai modal usaha.

Pada tahun berikutnya, para gubernur datang kembali menghadap Khalifah. Ternyata masih ada sisa anggaran negara yang tidak terpakai untuk diserahkan ke kas negara. Umar bin Abdul Aziz bertanya, "Apakah uang tersebut sudah dibagikan kepada rakyat yang membutuhkan modal usaha ? Para gubernur menjawab, "Kami sudah membagikannya, tetapi masih ada sisa." Umar bin Abdul Aziz menyuruh para gubernur untuk kembali membawa uang tersebut. Silakan bagikan uang sisa tersebut kepada para pemuda yang belum menikah di wilayah masing-masing. Nikahkanlah mereka memakai uang tersebut.

Tahun berikutnya para gubernur kembali mendatangi sang khalifah. Wahai Khalifah, kami datang ke sini untuk mengembalikan sisa uang kas negara. "Apakah di wilayah kalian para pemuda sudah menikah," tanya Umar bin Abdul Aziz. "Semuanya sudah," jawab para gubernur. "Kalau begitu, bawa kembali sisa uang negara ke wilayah kalian, silakan bagikan kepada rakyat yang mempunyai utang piutang," kata Khalifah.

Tahun berikutnya lagi, para gubernur kembali datang menemui khalifah, dengan tujuan untuk mengembalikan sisa uang kas negara. Khalifah bertanya, "Apakah masih ada rakyat yang mempunyai utang piutang ?" Para gubernur menjawab tidak ada. Semua rakyat yang mempunyai utang, sudah diberikan uang. Akan tetapi, lagi-lagi Khalifah Umar menolak menerima uang tersebut untuk dimasukkan kepada kas negara.

Silakan bawa kembali sisa uang tersebut ke wilayah masing-masing. Kalau di daerah kalian, tidak ada lagi yang membutuhkan modal usaha, para pemuda sudah menikah, dan tidak ada rakyat yang mempunyai utang, maka uang tersebut untuk diberikan kepada orang kafir yang membutuhkan sebagai modal usaha. Demikian perintah sang Khalifah Umar bin Abdul Aziz.

Apa yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz dan para gubernurnya patutlah ditiru. Mereka adalah pemimpin rakyat yang senantiasa mengayomi dan menjaga rakyatnya, demi kebahagiaan dunia dan akhirat. Bagi mereka, menjadi pemimpin adalah amanah dan modalnya adalah dzikrullah (mengingat Allah). Dzikrullah sudah sepantasnya tidak sekadar menjadi lips service atau hanya manis di bibir. Akan tetapi, dzikrullah harus menjadi alarm bahwa Allah senantiasa ada bersama kita.***

[Ditulis Oleh KH. ACENG ZAKARIA, ketua Bidang Tarbiyyah PP. Persis dan pimpinan Pesantren Persis 99 Rancabango Garut. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Wage) 10 Februari 2011 pada Kolom "CIKARACAK"]

0 comments: