MEMELIHARA IMAN

Suatu hari, Handhalah bertemu dengan Abu Bakar. Abu Bakar bertanya kepada Handhalah, "Bagaimana keadaanmu, wahai Handhalah ?" Handhalah menjawab, "Handhalah adalah seorang munafik." Abu Bakar terkejut dengan jawaban Handhalah. Kemudian dia bertanya lagi, "Subhanallah, apa yang kau katakan, wahai Handhalah ?" Handhalah menjawab, "Ketika kita berada di hadapan Rasulullah SAW., kita ingat neraka dan surga hingga seakan-akan kita melihat dengan mata kepala kita sendiri. Namun, setelah kita keluar dari majelis beliau dan berkumpul dengan istri, anak, dan juga kesibukan duniawi, kita banyak lupa." Abu Bakar berkata, "Demi Allah saya juga mengalami hal serupa."

Kemudian Handhalah dan Abu Bakar menghadap Rasulullah. Handhalah berkata, "Wahai Rasul, Handhalah adalah seorang munafik." Rasulullah SAW. berkata, "Apa maksudmu, wahai Handhalah ?" Handhalah menjawab, "Ketika kita berada di hadapan Rasulullah SAW., kita ingat neraka dan surga hingga seakan-akan kita melihat dengan mata kepala kita sendiri. Namun, setelah kita keluar dari majelis Rasulullah dan berkumpul dengan istri, anak, dan juga kesibukan duniawi, kita banyak lupa."

Rasulullah SAW. bersabda, "Demi Zat yang dirimu berada dalam kekuasaan-Nya. Seandainya kalian bisa terus-menerus merasakan hal yang kalian rasakan ketika bersamaku dan ketika berzikir maka malaikat akan selalu menyalami kalian, baik ketika kalian berada di atas ranjang atau dalam perjalanan. Karenanya Handhalah, sebaiknya (kamu lakukan hal itu) sesaat demi sesaat saja. (Rasul menganjurkan hal ini sampai tiga kali)." (HR. Muslim, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Riwayat tersebut seolah ingin mengonfirmasikan kepada kita, tidak selamanya manusia selalu berada dalam ketaatan kepada Allah. Pun sebaliknya mustahil manusia selamanya terjerembab dalam dosa dan kemaksiatan. Abu Bakar saja, sahabat Rasulullah SAW. yang paling dekat dengan beliau, berada dalam kondisi seperti tersebut dalam hadits di atas. Ketika sedang dekat dengan Rasulullah, Abu Bakar dan para sahabat yang lainnya merasa dekat dengan Allah. Akan tetapi, ketika sudah keluar dari majelis Rasulullah SAW. dan bergumul dengan persoalan keduniaan, terkadang lupa. Apalagi kita umat Nabi Muhammad SAW. yang hidup tidak sezaman dengan Rasulullah, tidak pernah bertemu dengan Rasulullah, dan tidak pernah berada dalam majelis Rasulullah. Kita hanya tahu ajaran Islam dari peninggalan (turats) yang ditinggalkan oleh Rasulullah SAW. dan para sahabatnya.

Artinya, merupakan sunnatullah apabila keimanan seseorang bersifat fluktuatif. Kadang berada dalam puncak keimanan, tetapi tidak jarang berada pada titik yang paling rendah. Sahabat Rasulullah SAW., Umair bin Habib al-Khatami RA. biasa berkata, "Iman itu bertambah dan berkurang."

Seseorang bertanya, "Apa saja yang menambah dan mengurangi iman ?" Jawabnya, "Bila kita mengingat Allah, berdoa pada-Nya, dan mengakui kesempurnaan-Nya, hal itulah yang menambahnya. Bila kita tidak peduli, menyia-nyiakan dan melupakan iman, maka hal itulah yang membuat iman kita berkurang."

Imam Ahmad bin Hanbal, saat ditanya tentang apakah iman bertambah dan berkurang, beliau menjawab, "Iman bisa bertambah sampai mencapai bagian tertinggi dari surga ke tujuh. Dan iman juga menurun sampai mencapai bagian terendah dari lorong-lorong tambang di perut bumi."

Kedua riwayat (masih banyak riwayat yang lain) menginformasikan kepada kita, iman adakalanya meningkat (naik), adakalanya melemah (turun). Tidak ada alat teknologi secanggih apa pun yang mampu mendeteksi kapan iman naik dan kapan turun. Bahkan, sangat sulit bagi manusia mengukur keimanan seseorang karena keimanan bersifat abstrak.

Walaupun demikan,'berbagai dalil tersebut tidak lantas kita jadikan pembenaran terhadap perbuatan dosa dan maksiat yang kita lakukan, tetapi kita jadikan triger untuk senantiasa menjaga agar berada dalam ketaatan kepada Allah. Salah satu caranya, dengan terus-menerus memperbarui keimanan kita kepada Allah SWT. Pertanyaannya adalah Bagaimana caranya memperbarui keimanan agar kita senantiasa berada dalam ketaatan kepada Allah SWT. ?

Untuk menjawab pertanyaan di atas, ada beberapa hal yang mestinya dilakukan oleh seorang Muslim, di antaranya,
  • Pertama, sering aktif dalam berbagai kegiatan keislaman, mulai dari menghadiri berbagai pengajian, tadarus Al-Quran, mendengarkan berbagai ceramah dan taushiah, serta berbagai kegiatan keislaman lainnya. Dengan seringnya terlibat dalam kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan hati menjadi terikat dengan Allah SWT. sebagaimana yang dialami oleh Abu Bakar, Handhalah, dan para sahabat Nabi yang lainnya.
  • Kedua, bergaul dengan orang-orang yang saleh. Seorang Muslim dianjurkan bergaul dengan siapa saja, tidak memilih-milih siapa yang akan menjadi teman kita. Artinya, seorang Muslim hendaknya tetap menjaga hubungan baik dengan sesama Muslim ataupun dengan non-Muslim. Namun, jika kita menginginkan agar kualitas keimanan kita meningkat, semakin semangat dalam mengamalkan ibadah, berupaya menjadi hamba Allah yang istiqamah, dan agar ketika iman kita mulai kendur bisa segera dicharge lagi, ada motivator yang membuat diri kita kembali kepada Allah, maka bergaul dengan orang saleh dengan ketulusan hati mengharapkan ridla Allah adalah satu solusi untuk itu semua.
Rasulullah SAW. bersabda, "Sesungguhnya perumpamaan berkawan dengan orang yang saleh dan berkawan dengan orang yang jahat adalah seperti seseorang yang membawa minyak wangi dan seseorang yang meniup dapur tukang besi. Orang yang membawa minyak wangi, mungkin dia akan memberikannya kepadamu atau mungkin kamu akan membeli darinya dan mungkin kamu akan mendapat bau yang harum darinya. Sementara orang yang meniup dapur tukang besi, mungkin dia akan membakar pakaianmu dan mungkin kamu akan mendapat bau yang tidak enak." (HR. Bukhari Muslim)

Dengan demikian, jika kita ingin menambah kebaikan dalam urusan ibadah maka dianjurkan bergaul dengan orang yang saleh, alim ulama. Ukuran saleh atau tidaknya seseorang memang hanya Allah yang tahu sebenar-benarnya. Namun dari penampilan lahiriah saja kita bisa menilai seorang itu berakhlak baik atau tidak. Terlihat dari cara seseorang berkata, cara dia duduk, berjalan, cara dia shalat, semangatnya untuk senantiasa sabar, syukur, dan berserah diri kepada Allah. Terakhir, ikhtiar yang telah dilakukan pada poin pertama dan kedua agar kita selalu berada dalam ketaatan kepada Allah SWT. adalah berdoa karena selalu ada campur tangan dan intervensi Allah SWT. di balik berbagai peristiwa yang dialami manusia. Dalam hal ini, ada salah satu doa yang biasa dibaca Rasulullah SAW. Dari Syahr bin Hausyab RA. berkata, "Aku bertanya kepada Ummu Salamah, 'Ya Ummul Mukminin, doa apa yang paling sering diucapkan oleh Rasulullah SAW. ketika beliau berada di rumahmu ?' Ummu Salamah berkata, 'Doa yang paling sering beliau baca adalah, Yaa muqallibal qulub tsabbit qalbi' ala diinika (Wahai Zat yang membolak-balikkan hati teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu)." (HR. At-Tirmidzi)

Dalam riwayat lain, Abdullah bin Amr bin al-'Ash RA. berkata, "Bahwa dia pernah mendengar Rasulullah SAW. berdoa, 'Allahumma musharrifal quluubana'ala thaa'atika (Wahai Yang Mengarahkan hati, arahkan hati kami kepada ketaatan-Mu)." (HR. Muslim)***

[Ditulis oleh YAYAN KHAERUL ANWAR, dosen UIN Sunan Gunung Djati Bandung dan khatib Jumat pada beberapa masjid di Cibiru. Tulisan disali dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" edisi Jumat (Pon) 11 Maret 2011 pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]

0 comments: