MENELADANI RASULULLAH SAW.

Kontribusi Nabi Muhammad SAW. terhadap peradaban dunia merupakan hal yang tak terbantahkan. Pengakuan akan hal itu tidak hanya datang dari kalangan umat Islam, tetapi juga dari beberapa ilmuwan Barat.

Faktor terbesar yang sangat menentukan keberhasilan dakwah Rasulullah sehingga beliau bisa memberikan kontribusi terhadap peradaban dunia, selain keistimewaan ajaran yang disampaikan, adalah keluhuran budi pekerti Beliau. Sejarah menunjukkan betapa banyak orang Quraisy tertarik dengan ajaran Islam untuk kemudian menyatakan diri masuk Islam lebih karena keluhuran budi Nabi Muhammad SAW. sebagai penyampai. Gelar al-Amin adalah bukti konkret pengakuan masyarakat Quraisy terhadap keluhuran budi Nabi Muhammad SAW.

Pengakuan atas keluhuran budi pekerti Nabi Muhammad SAW. ternyata tidak hanya datang dari sesama manusia. Allah SWT. Sang Pencipta pun beberapa kali mengakui dan melegitimasi keluhuran budi Nabi. Melalui firman-Nya dalam Al-Quran, di antaranya,

وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ
"Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung." (QS. Al-Qalam : 4)

Dalam ayat lain Allah berfirman,


لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
"Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah." (QS. al-Ahzab : 21)

Ayat pertama merupakan pengakuan Allah atas keluhuran budi pekerti Nabi Muhammad SAW., sedangkan ayat terakhir, walaupun lafaznya berwujud pernyataan tentang kepribadian Rasulullah yang sarat dengan keteladapan, tetapi sebenarnya ayat tersebut bersenandung anjuran Allah SWT. untuk meneladani kepribadian Nabi Muhammad SAW. Santri biasa menyebutnya dengan istilah khabar insyai (pernyataan yang mengandung perintah).

Dalam minggu ini hampir semua umat Islam di dunia memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. atau yang lebih dikenal dengan istilah (maulidun nabi) atau muludan.

Dari dimensi sosiologis, ada dua cara orang memperingati hari ulang tahun, atau di dalam peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW. disebut sebagai peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Dua aspek tersebut ialah peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. secara simbolik atau melalui lambang-lambang peringatan Maulid, misalnya melalui ritus selamatan, sekatenan, dzibaan, barjanjenan, dan ceramah-ceramah agama. Hampir di semua perdesaan di Jawa akan dijumpai peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. di masjid-masjid, langgar-langgar, musala-musala, dan juga balai desa atau lapangan-lapangan yang memungkinkan terjadinya orang berkumpul. Oleh karena itu, di situ diselenggarakan upacara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Banyak penceramah agama yang memberikan tausiah terkait dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. tersebut.

Di sisi lain juga harus dikaji makna substantif dari memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Makna substantif tersebut adalah meneladani akhlak Nabi Muhammad SAW. Bukankah Nabi SAW. memang diutus untuk memperbaiki akhlak manusia sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW., "Saya diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia." Intinya, Nabi adalah teladan sempurna. Pertanyaannya kemudian, bagaimana caranya meneladani Rasulullah SAW., apakah kita harus mencontoh semua apa yang dilakukan oleh Rasulullah, mulai dari cara Beliau berbicara, berjalan, berpakaian, makan, atau keteladanan itu hanya ada pada hal-hal tertentu saja yang bersifat teologis dan ritual saja

Pertanyaan itu penting diajukan karena tidak sedikit umat Islam yang mengatasnamakan keteladanan kepada Nabi Muhammad SAW. kemudian merasa benar sendiri dan menyalahkan umat Islam yang lain. Tidak sedikit kaum Muslimin yang mengatasnamakan keteladan kepada Nabi Muhammad kemudian melakukan berbagai aksi kekerasan dan berbuat aniaya kepada sesama Muslim lainnya. Tidak jarang juga kaum Muslimin yang menjadikan keteladanan kepada Nabi sebagai legitimasi terhadap apa yang telah dilakukan.

Artinya, ketika seorang Muslim mengerjakan sesuatu pekerjaan dan kebetulan hal itu pernah dikatakan atau dikerjakan oleh Rasulullah (sunah), ia akan mengatakan bahwa ia telah meneladani Nabi tanpa ada kajian lebih mendalam konteks ketika Nabi mengatakan atau melakukan perbuatan tersebut, apakah Beliau berkedudukan sebagai nabi atau berkapasitas sebagai kepala negara, hakim, atau sebagai manusia biasa. Hal itu penting karena kapasitas Beliau ketika mengatakan atau melakukan sesuatu mempunyai dimensi hukum berbeda bagi umatnya.

Ibnu Qutaibah (wafat 276 H), Imam al-Qarafi, Syah Waliyullah ad-Dahlawi (wafat 176 H), Mahmud Syaltut, dan Quraish Shihab adalah sedikit dari banyak ulama yang pernah membahas hal ini. Mereka sampai pada kesimpulan, dalam hubungan antara sunah dan fungsi Nabi sebagai Rasul; ulama sependapat bahwa sunah tersebut wajib dipatuhi. Ajaran sunah yang harus dipatuhi tidak hanya berkenaan dengan berbagai penjelasan Nabi terhadap ayat-ayat Alquran, tetapi juga yang berupa ketentuan-ketentuan Nabi yang dalam Al-Quran ketentuan-ketentuan itu tidak tercantum.

Sementara untuk sunah yang memberi petunjuk dalam kapasitas Nabi sebagai kepala negara dan pemimpin masyarakat, misalnya pengiriman angkatan perang dan pemungutan dana untuk baitul mal, kalangan ulama ada yang menyatakan, sunah tersebut tidak menjadi ketentuan syariat yang bersifat umum. Selanjutnya tentang sunah yang berhubungan dengan fungsi Nabi sebagai manusia biasa, kalangan ulama berpendapat bahwa sunah tersebut tidak menjadi ketentuan syariat secara umum, kecuali bila ada petunjuk bahwa apa yang dilakukan itu mengandung aspek syariat, yang disebut sebagai irsyad.

Kita semua sepakat, Nabi Muhammad SAW. adalah manusia yang patut dijadikan referensi untuk dijadikan teladan.***

[Ditulis oleh ERICK HILALUDDIN, khatib Jumat pada beberapa masjid di Cimahi. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Manis) 4 Maret 2011, pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]

0 comments: