WASIAT NABI (3)

KESEMPURNAAN IBADAH
Di antara wasiat yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW. kepada Muadz bin Jabal sebagaimana dalam hadits riwayat Imam Ahmad, Abu Dawud, dan An-Nasai; Rasulullah bersabda,

Aku berwasiat kepadamu wahai Muadz. Janganlah engkau meninggalkan doa setelah shalat dengan doa, 'Ya Allah berilah pertolongan kepadaku untuk senantiasa mengingatmu (dzikir), dan mensyukurimu (syukur) serta beribadah dengan baik kepadamu (husni ibadatika).'

Yang ketiga, kesempurnaan ibadah. Beribadah kepada Allah merupakan isi wasiat terakhir Nabi kepada sahabat Muadz, setelah berdzikir dan bersyukur. Dalam urusan ibadah bukan kaifiatnya saja yang harus disesuaikan dengan tuntutan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Akan tetapi, ruh dan pengaruh dari ibadah itu sendiri yang menjadi inti dari wasiat Nabi tersebut.

Kita tidak hanya dituntut untuk melaksanakan peragaan ibadah, baik itu shalat, zakat, haji dan ibadah lainnya. Akan tetapi, lebih daripada itu, kita dituntut untuk membuktikan ruh dan pengaruh dari ibadah itu dalam kehidupan keseharian, berupa akhlak mulia, menampilkan sikap dan perilaku yang islami.

Muhammad Rasyid Ridlo dalam tafsirnya menyatakan, ibadah apa pun dari setiap ibadah yang baik, hendaklah ada pengaruhnya dalam wujud akhlak mulia pada diri orang yang melakukannya disertai kebersihan jiwanya.

Jika terdapat bentuk pengamalan ibadah, kosong dari ruh, itu seperti halnya foto manusia atau patung manusia, dan itu tidak disebut dengan manusia. Ibarat bebegig di sawah, ternyata burung-burung bukan menjauh dari tanaman padi, tetapi justru malah mendekat bahkan hinggap di atas pundak bebegig itu. Karena burung tahu kalau bebegig itu bukan manusia, tetapi orang-orangan. Demikian juga dengan manusia yang beribadah, seharusnya setan itu merasakan segan dan tidak mau mendekat kepada orang yang beribadah. Yang terjadi justru ibadah itu sendiri yang menjadi kambing hitam.

Ada orang yang mencuri, padahal dia rajin shalat di masjid. Ada orang yang korupsi, padahal dia seorang haji. Ada orang yang ketahuan berbuat zina, padahal dia rajin zakat. Seolah-olah tidak ada guna dan manfaatnya ibadah yang dilakukannya.

Lantas ada orang yang menanyakan, untuk apa shalat, untuk apa zakat, dan untuk apa haji ?
Yang salah bukan ibadahnya, tetapi orang yang beribadahnya. Bisa jadi kebanyakan umat Islam itu, seperti burung beo yang pandai mengucapkan assalamualaikum tanpa pernah tahu dan mengerti maksud ucapannya tersebut.

Yang perlu diketahui bersama, tata cara pelaksanaan shalat yang dicontohkan Nabi itu termasuk kategori aturan shalat dan bukan target shalat. Sama halnya meninggalkan makan, minum, dan hubungan suami istri itu termasuk aturan shaum dan bukan target shaum. Pergi ke Mekkah, tawaf mengelilingi Kab'bah, sa'i antara Shafa dan Marwah, wukuf di Arafah, mabit di Muzdalifah, melontar jumrah di Mina, hakikatnya itu semua adalah aturan haji dan bukan target haji. Adapun target dari ibadah tersebut adalah sebagai berikut :
  1. Target ibadah shalat. Dalam Surat Al-Ankabut ayat 45 Allah SWT. berfirman,

    اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ۖ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ

    Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Alkitab (Al-Qur'an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar. Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain), dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.

    Ayat ini menjelaskan, target dari ibadah shalat itu dapat menghentikan berbagai bentuk kejahatan dan kemunkaran. Semakin merajalelanya kemunkaran dan kejahatan itu merupakan indikasi bahwa umat Islam sangat kurang perhatiannya terhadap shalat atau kurang memahami shalat dengan artian sesungguhnya. Dalam Al-Qur'an digambarkan, ada dua kemungkinan hasil dari ibadah shalat, yaitu ada yang mendapatkan keuntungan (muflihun) dan ada pula yang mendapatkan kecelakaan (wayluri). Mereka yang lupa dari shalatnya, yaitu lupa dari janji yang telah diucapkan di waktu shalat. Tidak mampu menghayati dan meresapi isi dan kandungan yang ia baca dan ucapkan ketika shalat.
  2. Target ibadah zakat. Tidak setiap orang yang mengeluarkan hartanya mendapat imbalan pahala, bahkan bisa saja mendapat siksa jika niatnya untuk risywah (suap). Dalam Al-Qur'an dijelaskan, bagaimana Allah melipatgandakan pahala orang yang menginfaqkan hartanya di jalan Allah, yaitu bagaikan satu biji menjadi tujuh tangkai, dan satu tangkai menjadi seratus tangkai. Berarti, sama dengan satu dilipatgandakan menjadi 700 menjadi 700 x 100 persen, sama dengan 70.000 persen. Namun digambarkan pula dalam Al-Qur'an ketika seseorang berinfak, diikuti dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan si penerima, mereka tidak memperoleh apa-apa dari pengorbanan hartanya, dan digambarkan bagaikan tanah yang disimpan di atas batu yang licin, kemudian datang hujan lebat sehingga tidak tersisa sedikit pun.
    Target dari ibadah zakat adalah membersihkan jiwa dari sifat rakus, yang tidak peduli halal atau haram dalam meraihnya, dan tidak memiliki kepeduliaan sosial, khususnya terhadap fakir miskin. Selain itu, sebagai sarana untuk membersihkan harta dari kemungkinan perolehan yang tidak dibenarkan oleh agama. Dengan demikian, apa yang kita makan, betul-betul halalnya dan ini akan membuat jiwa kita tenang dan merasa aman dan nyaman.
  3. Target ibadah shaum. Perintah ibadah shaum tidak hanya untuk meninggalkan makan dan minum, tetapi dengan shaum diharapkan mampu meningkatkan kualitas ketakwaan seseorang. Dalam hadits Nabi SAW. digambarkan ada dua kemungkinan hasil dari ibadah shaum. Pertama, banyak orang yang berpuasa yang tidak mendapatkan bagian apa-apa dari puasanya, kecuali merasakan lapar dan haus saja. Kedua, ada yang melaksanakan ibadah shaum, kemudian ia mendapatkan jaminan diampuni dosa-dosanya yang telah lewat bahkan sekaligus mendapatkan tiga medali, yaitu medali rahmat (kasih sayang Allah), medali magfirah (ampunan dari Allah), dan medali itgun minan nari (bebas dari api neraka).
  4. Target ibadah haji. Ibadah haji merupakan puncak pelaksanaan rukun Islam yang lima dan dilakukan dalam bentuk pertemuan umat Islam sedunia. Di Padang Arafah yang luas, dengan pakaian khusus tanpa atribut, yaitu dua helai pakaian yang tidak berjahit laksana kain kafan. Saat itu tidak ada gelak tawa, yang ada hanya jerit tangis dan cucuran air mata. Semuanya sadar, dirinya adalah hamba Allah yang penuh dengan dosa.
    Sepertinya hal ini mengingatkan kita ke alam masyhar, yakni akan berkumpul manusia semenjak Nabi Adam AS. sampai akhir zaman tanpa ada penghalang gunung atau lautan. Ketika itu semua orang sadar bahwa ia harus mempertanggungjawabkan dirinya di hadapan Allah dan harus menerima apa pun keputusannya. Dengan ibadah haji diharapkan membuat orang sadar untuk mengingatkan dzikrullah sebagai persiapan bekal menghadapi hari pembalasan. Mengingat Allah SWT. layaknya kita mengingat jasa dan peran para orang tua dan keluarga kepada kita semua. Bahkan keharusan mengingat Allah SWT. harus lebih banyak dan lebih besar daripada kita mengenang jasa orang tua dan keluarga.***
[Ditulis oleh KH. ACENG ZAKARIA, Ketua Bidang Tarbiyyah PP. Persis dan pimpinan Pesantren Persis 99 Rancabango Garut. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Manis) 28 April 2011 pada Kolom "CIKARACAK"]

by
u-must-b-lucky

0 comments: