NIKMAT JADI LAKNAT

فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
Maka nikmat Tuhan yang manakah yang kamu dustakan ? (QS. Ar-Rahman)

Sungguh hebat Allah menggambarkan nikmat dan kondisi manusia yang menerimanya. Seperti dalam QS. Ar-Rahman, pertanyaan yang sama, yakni "Maka nikmat Tuhan yang manakah yang kamu dustakan ?" diulang-ulang sampai 31 kali !

Iqra' (baca), pahami, dan renungkan QS. Ar-Rahman karena Allah Yang Maha Penyayang memberikan limpahan nikmat kepada manusia dan tidak ada satu makhluk pun yang dapat menghitungnya. Apabila kita perhatikan dari awal sampai akhir Surat Ar-Rahman, Allah memerinci nikmat-nikmat itu.

Surat itu dimulai dengan ungkapan yang sangat indah, nama Allah, Zat Yang Maha Pemurah (Ar-Rahmaan), mengajarkan Al-Quran, menciptakan manusia, dan mengajarinya pandai berkata-kata dan berbicara. Menciptakan makhluk langit dengan penuh keseimbangan, matahari, bulan, dan bintang-bintang.

Allah juga yang menciptakan bumi, daratan, dan lautan dengan segala isinya, yang semuanya untuk kehidupan dan kesejahteraan manusia. Allah yang menciptakan manusia dari bahan baku paling baik untuk dijadikan makhluk yang paling baik pula.

Dalam QS. Ar-Rahmaan juga diingatkan akan kehidupan manusia yang sering dininabobokan kehidupan dunia dan seisinya, padahal tidak kekal dan akan berakhir. Hanya Allah yang kekal. Ada kehidupan setelah dunia. Di sana ada akhirat. Surga dengan segala bentuk kenikmatannya dan neraka dengan segala bentuk kengeriannya.

Episode umat manusia selalu dihadapkan pada dua hal yang berlawanan. Demikian pula dalam menyikapi nikmat Allah. Banyak manusia yang syukur, tetapi sebaliknya tidak sedikit pula yang kufur (mengingkari) nikmat Allah.

Seperti digambarkan dalam Al-Quran, kehidupan Nabi Sulaiman AS. Ketika Nabi Sulaiman AS. yang menguasai kerajaan manusia maupun hewan serta mendapatkan puncak kenikmatan dunia, maka Nabi Sulaiman AS. berkata,

هَٰذَا مِن فَضْلِ رَبِّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ
Ini adalah bagian dari karunia Allah, untuk mengujiku apakah aku bersyukur atau kufur. (QS. An-Naml : 40)

Di lain pihak, ketika konglomerat zaman Nabi Musa yakni Qarun mendapatkan harta yang sangat banyak malah mengatakan,

إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَىٰ عِلْمٍ عِندِي
Sesungguhnya harta kekayaan ini, tidak lain kecuali dari hasil kehebatan ilmuku. (QS. Al-Qasas : 78)

Secara umum, datangnya kesejahteraan, kedamaian, dan keberkahan merupakan hasil dari syukur kepada Allah, sedangkan kesempitan, kegersangan, dan kemiskinan akibat dari kufur kepada Allah. Sebagaimana firman-Nya,

وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ آمِنَةً مُّطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِّن كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ
Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat. (QS. An-Nahl : 112)

Tentu nikmat terbesar bagi umat manusia adalah pedoman hidup (manhajul hayat). Dalam bahasa lain disebutkan nikmat Iman dan Islam. Sekarang apa jadinya jika manusia diberi karunia oleh Allah berupa mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, dan akal untuk berpikir, tetapi tidak memanfaatkannya ?

Nikmat mata tidak digunakan untuk melihat ayat-ayat Allah, telinga tidak digunakan untuk mendengarkan ayat-ayat Allah, dan akal tidak digunakan untuk mengimani dan memahami ayat-ayat Allah. Makna ayat-ayat Allah berupa ayat tertulis seperti dalam Al-Quran maupun ayat tak tertulis yakni alam semesta.

Sementara dalam sebuah hadits Nabi Muhammad SAW. disebutkan beberapa nikmat Allah, yakni nikmat kekuasaan, harta benda, ilmu yang tinggi, dan keturunan. Nikmat kekuasaan yang tak dimanfaatkan di jalan Allah hanya membuat seseorang menjadi sombong, mengkhianati amanat umat, bahkan mendzalimi dan menelantarkan umatnya.

Nikmat harta benda apabila tidak dikelola dengan baik, digunakan di jalan Allah, tidak mengeluarkan zakat / infak, tetapi dikeluarkan untuk jalan maksiat, suap, korupsi, manipulasi, dan sejenisnya, hanya akan menjadi laknat. Demikian pula dengan nikmat ilmu hanya menjadi musibah dan nikmat anak juga tidak sebatas menyenangkan (qurrata a'yun), melainkan juga ujian (fitnah) bahkan musuh orang tuanya (aduwwun).

Alim ulama menyebutkan tiga rukun syukur yakni
  1. Iktiraaf (mengakui semua nikmat dari Allah),
  2. Tahaddust (menyebutkan / mengumumkan nikmat),
  3. Taat dengan menggunakan nikmat sesuai dengan ketentuan Allah.
Rukun Al-Iktiraaf sebagai pengakuan segala nikmat dari Allah adalah suatu prinsip yang sangat penting karena sikap ini muncul dari sikap rendah hati (tawadu) seseorang. Sebaliknya, jika seseorang tidak mengakui, nikmat itu bersumber dari Allah menjadi sombong.

Rukun At tahadduts mengacu kepada QS. Ad-Dhuha : 11,

وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan.

Rasululullah SAW. bersabda,
Tidak bersyukur kepada Allah bagi orang yang tidak berterima kasih pada manusia. (HR. Abu Dawud dan At Tirmidzi)

Orang beriman minimal mengucapkan hamdalah (alhamdulillah) ketika mendapatkan kenikmatan dan mengucapkan terima kasih atau jazakallah khairan katsiran (jazakallah ahsanal jaza) bila mendapatkan kebaikan melalui perantaraan manusia.

Sementara rukun taat selalu dijalankan para nabi meski para nabi merupakan hamba Allah yang disucikan dan apabila ada dosa pasti diampuni. Lihatlah ketika Siti Aisyah RA. menceritakan ketaatan suaminya, Nabi Muhammad SAW., yang melakukan shalat malam sehingga kakinya bengkak. Berkata Aisyah, "Engkau melakukan ini, padahal Allah telah mengampuni dosa yang lalu dan yang akan datang." Rasul menjawab, "Tidak bolehkah aku menjadi hamba yang bersyukur ?" (HR. Muslim)

Semoga kita masuk kelompok kecil yakni kelompok hamba bersyukur.

Amin.
***


[Ditulis oleh KH. PUPUH FATHURRAHMAN, Sekretaris Senat Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Pesantren Raudhatus Sibyan Sukabumi. Tulisan ini disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Pon) 9 Juni 2011 / 7 Rajab 1432 H. pada Kolom "CIKARACAK"]

by

u-must-b-lucky

0 comments: