TAWASSUL DALAM HADITS

TAWASSUL NABI YUSUF AS.
Riwayat yang mengisahkan tawassulnya Nabi Yusuf AS. kepada Rasulallah SAW., waktu beliau didalam sumur, At-Tsa’labi mengisahkan :

Pada keempat harinya waktu Nabi Yusuf AS. berada didalam sumur, Jibril AS. mendatanginya dan bertanya : ‘Hai anak siapakah yang melempar engkau kesumur ?’ Jawab Yusuf AS. : ‘Saudara-saudaraku.Jibril AS. bertanya lagi : ‘Mengapa ?Yusuf AS. berkata : ‘Mereka dengki karena kedudukanku di depan ayahku.Jibril AS. berkata : ‘Maukah engkau keluar dari sini ?Yusuf AS. berkata ‘mau.Jibril AS. berkata: ‘Ucapkanlah (do’a pada Allah SWT.) sebagai berikut : ‘Wahai Pencipta segala yang tercipta, Wahai Penyembuh segala yang terluka, Wahai Yang Menyertai segala kumpulan, Wahai Yang Menyaksikan segala bisikan, Wahai Yang Dekat dan Tidak berjauhan, Wahai Yang Menemani semua yang sendirian, Wahai Penakluk yang Tak Tertaklukkan, Wahai Yang Mengetahui segala yang gaib, Wahai Yang Hidup dan Tak Pernah Mati, Wahai Yang Menghidupkan yang mati, Tiada Tuhan kecuali Engkau, Mahasuci Engkau, aku bermohon kepada-Mu Yang Empunya pujian, Wahai Pencipta langit dan bumi, Wahai Pemilik Kerajaan, Wahai Pemilik Keagungan dan Kemuliaan, aku bermohon agar Engkau sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, berilah jalan keluar dan penyelesaian dalam segala urusan dan dari segala kesempitan, Berilah rezeki dari tempat yang aku duga dan dari tempat yang tak aku duga.‘

Lalu Yusuf AS. mengucapkan do’a itu. Allah SWT. mengeluarkan Yusuf AS. dari dalam sumur, menyelamatkannya dari reka-perdaya saudara-saudaranya. Kerajaan Mesir didatangkan kepadanya dari tempat yang tidak diduganya. (At Tsa’labi 157, Fadhail Khamsah 1:207)

Menyimak riwayat di atas, Nabi Yusuf AS. diajari oleh Jibril AS. untuk berdo’a pada Allah SWT. agar bisa cepat keluar dari sumur dengan shalawat serta tawassul kepada Rasulallah SAW. dan keluarganya. Begitu juga riwayat Nabi Adam AS., yang mana Rasulallah SAW. dan keluarganya ini belum dilahirkan di alam wujud ini !

SHALAWAT SEBAGAI TAWASSUL PEMBUKA HIJAB
Do’a masih akan terhalang bila orang yang berdo’a tersebut tanpa bertawassul dengan bershalawat pada Nabi SAW. sebagaimana disampaikan oleh Amirul Mukminin Imam Ali bin Abi Thalib KW. :

Setiap do’a antara seorang hamba dengan Allah selalu diantarai dengan hijab (penghalang, tirai) sampai dia mengucapkan shalawat pada Nabi SAW. Bila ia membaca shalawat, terbukalah hijab itu dan masuklah do’a. (Kanzul ‘Umal 1:173, Faidh Al-Qadir 5:19)

Amirul Mukminin Imam Ali bin Abi Thalib KW. juga berkata, Rasulallah SAW. bersabda :

Setiap do’a terhijab (tertutup) sampai membaca shalawat pada Muhammad dan keluarganya. (Ibnu Hajr Al-Shawaiq 88)

Juga ada riwayat hadits sebagai berikut:

Barangsiapa yang melakukan shalat dan tidak membaca shalawat padaku dan keluarga (Rasulallah SAW.), shalat tersebut tidak diterima (batal). (Sunan Al- Daruqutni 136)

Mendengar sabda Nabi SAW. ini para sahabat diantaranya Jabir Al-Anshori berkata:

Sekiranya aku shalat dan di dalamnya aku tidak membaca shalawat pada Muhammad dan keluarga Muhammad aku yakin shalatku tidak di terima. (Dhahir Al-Uqba : 19)

Begitu juga Imam Syafi’i dalam sebagian bait syairnya mengatakan :

Wahai Ahli Bait (keluarga) Rasulallah, kecintaan kepadamu diwajibkan Allah dalam Al-Qur’an yang diturunkan, Cukuplah petunjuk kebesaran-Mu, Siapa yang tidak bershalawat (waktu shalat) padamu tidak diterima shalatnya….

Banyak hadits yang meriwayatkan agar do’a kita dikabulkan oleh Allah SWT. dengan bertahmid dan bershalawat dahulu sebelum memulai membaca do’a. Begitu juga banyak riwayat bagaimana cara kita bershalawat kepada Rasulallah SAW. dan keluarganya serta manfaatnya shalawat itu. Tidak lain semua itu termasuk tawassul / wasithah pada Rasulallah SAW. dan keluarganya, bila tidak demikian dan tidak ada manfaatnya, maka orang tidak perlu menyertakan / menyebut nama Beliau SAW. dan keluarganya waktu berdo’a pada Allah SWT.

TAWASSUL MENYEMBUHKAN MATA YANG BUTA
Dari Ustman bin Hunaif yang mengatakan :

Sesungguhnya telah datang seorang lelaki yang tertimpa musibah (buta matanya) kepada Nabi SAW. Lantas lelaki itu mengatakan kepada Rasulllah; ‘Berdo’alah kepada Allah untukku agar Dia (Allah SWT.) menyembuhkanku !’ Kemudian Rasulallah bersabda : ‘Jika engkau menghendaki maka aku akan menundanya untukmu, dan itu lebih baik. Namun jika engkau menghendaki maka aku akan berdo’a (untukmu).’ Kemudian dia (lelaki tadi) berkata : ‘Mohonlah kepada-Nya (untukku) !’ Rasulallah memerintahkannya untuk mengambil air wudhu, kemudian ia berwudhu dengan baik lantas melakukan shalat dua rakaat. Kemudian ia (lelaki tadi) membaca do’a tersebut :

‘Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu, dan aku datang menghampiri-Mu, demi Muhammad sebagai Nabi yang penuh rahmat. Ya Muhammad, sesungguhnya aku telah datang menghampirimu untuk menjumpai Tuhan-ku dan meminta hajat-ku ini agar terkabulkan. Ya Allah, jadikanlah dia sebagai pemberi syafa’at bagiku.’

Utsman bin Hunaif berkata; ‘Demi Allah, belum sempat kami berpisah, dan belum lama kami berbicara, sehingga laki-laki buta itu menemui kami dalam keadaan bisa melihat dan seolah-olah tidak pernah buta sebelumnya.”

Referensi:
HR. Imam at-Turmudzi dalam “Sunan at-Turmudzi” 5/531 hadits ke-3578;
Imam an-Nasa’i dalam kitab “as-Sunan al-Kubra” 6/169 hadits ke-10495;
Imam Ibnu Majah dalam “Sunan Ibnu Majah” 1/441 hadits ke-1385;
Imam Ahmad dalam “Musnad Imam Ahmad” 4/138 hadits ke-16789;
al-Hakim an-Naisaburi dalam “Mustadrak as-Shohihain” 1/313;
as-Suyuthi dalam kitab “al-Jami’ as-Shoghir” halaman 59,
Sunan Ibnu Majah, jilid 1, hal 331; Mustadrak al-Hakim, jilid 1, hal 313 ;
Talkhish al-Mustadrak,
adz-Dzahabi dan sebagainya.

Dari hadits di atas juga dapat kita ambil pelajaran bahwa, bagaimana Nabi mengajarkan cara bertawassul kepada lelaki terkena musibah tersebut. Dan juga dapat kita ambil pelajaran bahwa, bersumpah atas nama pribadi NabiBi Muhammadin’ adalah hal yang diperbolehkan (legal menurut syariat Islam), begitu juga dengan kedudukan (jah) Nabi Muhammad SAW. yang tertera dalam kata ‘Nabiyyurrahmah’. Jika tidak maka sejak semula Nabi SAW. akan menegur lelaki tersebut. Jadi tawassul lelaki tersebut melalui pribadi Muhammad –bukan hanya do’a Nabi– yang sekaligus atas nama sebagai Nabi pembawa Rahmat yang merupakan kedudukan (jah) tinggi anugerah Ilahi merupakan hal legal menurut syariat Muhammad bin Abdillah SAW.

TAWASSUL PADA MANUSIA SHOLEH
Diriwayatkan oleh ‘Aufa al-‘Aufa dari Abi Said al-Khudri, bahwa Rasulallah SAW. pernah menyatakan :

“Barangsiapa yang keluar dari rumahnya untuk melakukan shalat (di masjid) maka hendaknya mengatakan: ‘Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu demi para pemohon kepada-Mu. Dan aku memohon kepada-Mu, demi langkah kakiku ini. Sesungguhnya aku tidak keluar untuk berbuat aniaya, sewenang-wenang, ingin pujian dan berbangga diri. Aku keluar untuk menjauhi murka-Mu dan mengharap ridho-Mu. Maka aku memohon kepada-Mu agar Engkau jauhkan diriku dari api neraka. Dan hendaknya Engkau ampuni dosaku, karena tiada dzat yang dapat menghapus dosa melainkan diri-Mu.’ Niscaya Allah akan menyambutnya dengan wajah-Nya kepadanya dan memberinya balasan sebanyak tujuh puluh ribu malaikat.” (Lihat : Kitab “Sunan Ibnu Majah”, 1/256 hadits ke-778 bab berjalan untuk melakukan shalat)

Dari hadits di atas dapat diambil pelajaran bahwa, Rasulallah SAW. mengajarkan kepada kita bagaimana kita berdo’a untuk menghapus dosa kita dengan menyebut (bersumpah dengan kata ‘demi’) diri (dzat) para peminta do’a dari para manusia sholeh dengan ungkapan ‘Bi haqqi Saailiin ‘alaika‘ (demi para pemohon kepada-Mu), Rasulallah SAW. disitu tidak menggunakan kata ‘Bi haqqi du’a Saailiin ‘alaika’ (demi do’a para pemohon kepada-Mu), tetapi langsung menggunakan ‘diri pelaku perbuatan’ (menggunakan isim fa’il). Dengan begitu berarti Rasulallah SAW. membenarkan –bahkan mengajarkan– bagaimana kita bertawassul kepada diri dan kedudukan para manusia sholeh kekasih Ilahi (wali Allah) –yang selalu memohon kepada Allah SWT.– untuk menjadikan mereka sebagai sarana penghubung antara kita dengan Allah SWT. dalam masalah permintaan syafa’at, permohonan ampun, meminta hajat dan sebagainya.

TAWASSUL RASULULLAH DENGAN DIRI RASULULLAH DAN NABI SEBELUMNYA
Diriwayatkan dari Anas bin Malik, ia mengatakan; ketika Fathimah binti Asad meninggal dunia, Rasulullah SAW. datang dan duduk di sisi kepalanya sembari bersabda : ‘Rahimakillah ya ummi ba’da ummi (Allah merahmatimu wahai ibuku pasca ibu [kandung]-ku). Kemudian Beliau SAW. menyebutkan pujian terhadapnya, lantas mengkafaninya dengan jubah beliau. Kemudian Rasulallah memanggil Usamah bin Zaid, Abu Ayyub al-Anshari, Umar bin Khattab dan seorang budak hitam untuk menggali kuburnya. Kemudian mereka menggali liang kuburnya. Sesampai di liang lahat, Rasulallah SAW. sendiri yang menggalinya dan mengeluarkan tanah lahat dengan menggunakan tangan Beliau SAW. Setelah selesai (menggali lahat), kemudian Rasulallah SAW. berbaring disitu sembari berkata : ‘Allah Yang menghidupkan dan mematikan. Dan Dia Yang selalu hidup, tiada pernah mati. Ampunilah ibuku Fathimah binti Asad. Perluaskanlah jalan masuknya, demi Nabi-Mu dan para nabi sebelumku. (Lihat: Kitab al-Wafa’ al-Wafa’)

Hadits yang serupa diatas yang diketengahkan oleh At-Thabrani dalam Al-Kabir dan Al-Ausath. Rasulallah SAW. bertawassul pada dirinya sendiri dan para Nabi sebelum Beliau SAW. sebagaimana yang diriwayatkan dalam sebuah hadits dari Anas bin Malik, ketika Fathimah binti Asad (isteri Abu Thalib, bunda Imam ‘Ali bin Abi Thalib KW.) wafat, Rasulallah SAW. sendirilah yang menggali liang lahat. Setelah itu (sebelum jenazah dimasukkan ke lahad) beliau masuk kedalam lahat, kemudian berbaring seraya bersabda :

Allah yang menghidupkan dan mematikan, Dialah Allah yang Maha Hidup. Ya Allah, limpahkanlah ampunan-Mu kepada ibuku (panggilan ibu, karena Rasulallah SAW. ketika masih kanak-kanak hidup dibawah asuhannya), lapangkanlah kuburnya dengan demi Nabi-Mu (yakni Beliau SAW. sendiri) dan demi para Nabi sebelumku. Engkaulah, ya Allah Maha Pengasih dan Penyayang.” Beliau SAW. kemudian mengucapkan takbir empat kali. Setelah itu beliau SAW. bersama-sama Al-‘Abbas dan Abu Bakar (radhiyallahu ‘anhumaa) memasukkan jenazah Fathimah binti Asad ke dalam lahat. (At-Thabrani dalam Al-Kabir dan Al-Ausath)

Pada hadits itu Rasulallah SAW. bertawassul disamping pada diri Beliau sendiri juga kepada para Nabi sebelum Beliau SAW. Kalau ini bukan dikatakan sebagai tawassul, mengapa Beliau SAW. di dalam do’anya menyertakan kata-kata demi para Nabi ? Mengapa Beliau SAW. tidak berdo’a saja tanpa menyebutkan …demi para Nabi lainnya ?

Dalam kitab Majma’uz-Zawaid jilid 9/257 disebut nama-nama perawi hadits tersebut, yaitu Ruh bin Shalah, Ibnu Hibban dan Al-Hakim. Ada perawi yang dinilai lemah, tetapi pada umumnya adalah perawi hadit-hadits shohih. Sedangkan para perawi yang disebut oleh At-Thabrani didalam Al-Kabir dan Al-Ausath semuanya baik (jayyid) yaitu Ibnu Hiban, Al-Hakim dan lain-lain yang membenarkan hadits tersebut dari Anas bin Malik.

Selain mereka terdapat juga nama Ibnu Abi Syaibah yang meriwayatkan hadits itu secara berangkai dari Jabir. Ibnu ‘Abdul Birr meriwayatkan hadits tersebut dari Ibnu ‘Abbas dan Ad-Dailami meriwayatkannya dari Abu Nu’aim. Jadi hadits diatas ini diriwayatkan dari sumber-sumber yang saling memperkuat kebenarannya.

Hadits di atas jelas sekali bagaimana Rasulallah bersumpah demi kedudukan (jah) yang Beliau SAW. miliki, yaitu kenabian, dan kenabian para pendahulunya yang telah wafat, untuk dijadikan sarana (wasilah) pengampunan kesalahan ibu (angkat) beliau, Fathimah binti Asad. Dan dari hadits di atas juga dapat kita ambil pelajaran, bagaimana Rasulallah SAW. memberi ‘berkah’ (tabarruk) liang lahat itu untuk ibu angkatnya dengan merebahkan diri di sana, plus mengkafani ibunya tersebut dengan jubah Beliau.

[Tulisan disalin dari http://sirnawarna.wordpress.com/]

by

u-must-b-lucky

0 comments: