Kebahagiaan akan menyelimuti orang-orang yang beriman dengan akan datangnya bulan Ramadhan. Bulan yang agung akan datang menjamu orang-orang yang merindukan amalan terbaik yang dijanjikan oleh Allah SWT. Mari kita sambut bulan barokah ini bersama keluarga, istri, anak-anak tercinta, sahabat, tetangga, teman, dan kolega tempat kita bekerja untuk bersama-sama menyambut bahagia datangnya bulan yang penuh rahmat dan maghfirah ini.

Mari kita melakukan berbagai persiapan untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan ini dengan persiapan mental, spritual, fikir, fisik, dan materi. Perwujudan rasa bahagia denganj akan datangnya bulan Ramadhan yakni dengan melakukan persiapan (perencanaan) diri akan memperoleh keutamaan, kemuliaan, dan keistimewaan di bulan suci ini. Persiapan ini penting agar kita dapat melakukan amalan yang terbaik di bulan suci. Persiapan apa yang bisa kita lakukan untuk menyambut bulan kemenangan ini ?

Pertama, persiapan mental. Kesiapan mental dalam menghadapi bulan rahmat ini penting sekali bagi kaum Muslimin yang akan menjalankan ibadah dan amalan-amalan lainnya. Mental yang kuat karena semata-mata mengharap ridha Allah dan Rasul-Nya akan menghantarkan seorang Muslim pada amalan yang terbaik yang dinilai oleh Allah SWT. Sebaliknya mental yang lemah hanya semangat di awal atau di hari-hari pertama menjalankan ibadah puasa, selanjutnya malas-malasan beribadah. Pada awalnya, ia mengikuti shalat berjemaah dan tarawih di masjid. Namun di hari ketiga dan selanjutnya semangatnya mulai luntur bahkan tidak lagi ikut shalat berjemaah di masjid.

Godaan akan semakin kuat menjelang sepuluh hari akhir di bulan Ramadhan karena bagi mental yang lemah lebih disibukkan dengan makanan dan minuman yang lezat dan enak, disibukkan dengan belanja barang, pakaian, atau perhiasan lainnya untuk dipakai di hari Lebaran. Bahkan disibukkan dengan persiapan pulang kampung dan lain-lain.

Fenomena seperti ini sudah tampak di setiap menjelang Idulfitri. Padahal ibadah dan amalan di sepuluh hari menjelang Idulfitri ini begitu tinggi dan mulianya, karena ada malam Lailatulkadar yakni malam seribu bulan dan malam yang mulia yakni malam Nuzulul Quran.

Kedua, persiapan ruhiyah. Seorang Muslim yang akan menyambut bulan maghfirah (ampunan) dengan cara meningkatkan kualitas ibadahnya di bulan Saban ini, dengan memperbanyak membaca Al-Qur'an, shaum sunah, berdzikir, dan berdoa kepada Allah agar dapat menjalankan ibadah puasa dengan sebaik-baiknya. Rasulullah memberi teladan dalam mempersiapkan ruhiyah menyambut bulan Ramadhan dengan memperbanyak puasa sunah di bulan Saban.

Aisyah RA. berkata, "Saya tidak melihat Rasulullah SAW. menyempurnakan puasanya, kecuali di bulan Ramadhan. Dan saya tidak melihat dalam satu bulan yang lebih banyak puasanya kecuali di bulan Syakban." (HR. Muslim)

Menjelang bulan Ramadhan ini kita harus menyisihkan waktu untuk semakin mendekatkan diri kepada-Nya.

Pertanyaan berikut ini perlu dijawab dengan jujur oleh kita. Berapa waktu yang kita gunakan untuk berdzikir dan berdoa ? Apakah waktu kita sebagian besar dihabiskan dengan kegiatan duniawi ?

Ketiga, persiapan fikriyah. Persiapan yang amat penting yang jangan dilupakan adalah kesiapan fikriyah (akal). Persiapan fikriyah artinya kesiapan akal kita untuk menyambut bulan yang penuh dengan keberkahan ini dengan cara membaca untuk meningkatkan ilmu dan wawasan tentang keimanan dan keislaman, terutama tentang keutamaan berpuasa, beramal saleh, tadarus Al-Qur'an, berinfak, bersedekah, qiyamul lail, dan lain-lain yang dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman ajaran Islam agar diterima seluruh amal ibadah yang kita lakukan di hadapan Allah SWT.

Pertanyaannya adalah berapa waktu yang kita gunakan untuk membaca ? Membaca yang tekstual (tersurat) maupun yang kontekstual (tersirat/alam).

Keempat, persiapan fisik (jasad). Menjaga kesehatan dan kekuatan fisik sangat dianjurkan dan dicintai oleh Allah SWT. Allah mencintai seorang Muslim yang kuat dan sehat. Seorang Muslim yang fisiknya sehat dan kuat akan lebih nikmat dalam menjalankan ibadah puasa dan qiyamul lail. Sebaliknya jika kondisi fisik kita tidak sehat, sakit-sakitan, akan berpengaruh terhadap amalan ibadah kita di bulan Ramadhan.

Oleh karena itu, menjaga kesehatan dan kekuatan fisik amat dianjurkan oleh ajaran Islam agar ibadah yang kita lakukan lebih sempurna. Menjaga kebersihan rumah, masjid, dan lingkungan, akan membawa keberkahan di bulan Ramadhan. Untuk menjaga kesehatan dan kekuatan fisik kita, tentunya dengan cara menjaga pola hidup dan makanan yang sehat, halal, dan bergizi. Kebiasaan hidup sehat, pola makan yang teratur, dan berolah raga rutin akan menghantarkan fisik seorang Muslim menjadi sehat dan kuat.

Pertanyaan yang harus dijawab dengan jujur adalah berapa waktu yang kita gunakan untuk menjaga dan merawat fisik kita agar sehat dan kuat ?

Kelima, persiapan materi (finansial). Membiasakan diri untuk menabung, menyisihkan sebagian harta yang kita miliki untuk orang-orang yang sangat membutuhkan bantuan akan membawa keberkahan dalam meraih kemenangan di bulan Ramadhan. Persiapan materi yang halal untuk bekal ibadah di bulan Ramadhan memberikan dampak dan manfaat yang luar biasa. Betapa tidak, karena amalan yang dilakukan di bulan Ramadhan akan dilipatgandakan pahalanya. Jika kita bersedekah di bulan Ramadhan, maka sedekah kita dilipatgandakan pahalanya, amalan yang sunah pahalanya sebanding dengan amalan yang wajib. Betapa agungnya bulan Ramadhan yang sebentar lagi akan tiba.

Bulan Ramadhan beberapa hari lagi akan datang menghampiri kita, dan kedatangannya memang di tunggu-tunggu oleh kaum Muslimin. Bersyukurlah kita bila nanti (Insya Allah) dapat bertemu dengan bulan mulia, bulan yang penuh berkah dan ampunan. Karena di bulan ini, Allah menjanjikan banyak sekali pahala bahkan sampai berlipat ganda.

Bagi kita kaum Muslimin, alangkah indahnya apabila menyambut bulan Ramadhan yang akan tiba dengan hati yang lapang dan bahagia. Jangan lewatkan persiapan-persiapan sebagaimana telah disampaikan di atas. Semoga kita dapat melakukan persiapan menyambut bulan suci Ramadhan dengan sebaik-baiknya. Alangkah ruginya apabila kita melewati bulan Ramadhan dengan sia-sia. Banyak dari saudara-saudara kita yang mungkin saja tidak bisa bertemu dengan bulan yang mulia tahun ini, karena Allah SWT. telah menjemput mereka. Maka manfaatkanlah sebaik-baiknya bulan Ramadhan ini dengan lebih meningkatkan amal dan ibadah kita kepada Allah.

Wallahu a'lam bishawab.***

[Ditulis oleh DIDING NURDIN, Ketua Bidang Pendidikan dan Pembinaan Umat Masjid Al-Furgon UPI. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Pon) 29 Juli 2011 / 27 Saban 1432 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]


by


u-must-b-lucky
Allahummabaariklanafi Rajab wa Syaban, wa balighna Ramadhan.

Sepenggal doa itu amat populer di kalangan kaum Muslimin khususnya saat memasuki bulan Rajab dan Saban. Doa itu bermakna, "Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Saban, dan sampaikanlah kami untuk bertemu dengan bulan Ramadhan."

Kalau kita merunut sejarah turunnya ayat-ayat Al-Qur'an, pada tahun kedua Hijriah muncul beberapa kewajiban. Selain kewajiban mengenai puasa di bulan Ramadhan, juga kewajiban untuk membayar zakat fitrah. Sementara perintah mengenai kewajiban zakat maal baru muncul pada tahun kedelapan Hijriah.

Mengapa bulan Saban menjadi begitu penting ? Saban merupakan bulan kedelapan dalam penanggalan Hijriah yang disebut juga bulan Ruwah atau Rewah. Keberadaan Saban tak bisa dilepaskan dari bulan ketujuh yakni Rajab dan bulan kesembilan, Ramadhan, sehingga amat tepat doa di atas.

Secara bahasa, Saban berasal dari kata sya'aba, yusya'abu, tasya'ubuun yang bermakna berpindah-pindah seraya berpencar. Dalam sejarahnya, kebiasaan masyarakat di jazirah Arab pada bulan kedelapan (Saban) adalah berpencar untuk mencari air. Mereka mencari air sebagai sumber kehidupan sampai ke gua-gua yang dilakukan sejak zaman Babilonia.

Sementara Ramadhan secara bahasa bermakna panas yang menyengat (membakar), sehingga saking panasnya membuat tanah pun terasa hangus terbakar. Para ahli sufi mengibaratkan Ramadhan sebagai bulan yang panas untuk membakar dosa-dosa bagi kaum beriman yang berpuasa (shaum).

Selain menjadi gerbang bulan Ramadhan, dalam sejarahnya Saban juga tercatat sebagai bulan turunnya ayat Al-Qur'an yang memerintahkan perpindahan kiblat dari Masjid Aqsa di Palestina ke Masjidilharam, Mekah. Saban juga tercatat sebagai bulan turunnya ayat Al-Qur'an yakni Surat Al Ahzaab : 56 yang memerintahkan manusia untuk bershalawat kepada nabi sehingga Saban dikenal sebagai bulan shalawat.

Selain itu, selama Saban juga Nabi Muhammad SAW. melakukan paling banyak puasa sunah sebagai persiapan melaksanakan puasa wajib selama Ramadhan. Kita memang harus mempersiapkan diri baik jasmani maupun rohani untuk menghadapi Ramadhan agar hasil Ramadhan tidak sebatas lapar dan dahaga. Sudah semestinya kita bersungguh-sungguh mempersiapkan diri menghadapi datangnya Ramadhan. Bahkan, Muslim yang mempersiapkan dirinya sungguh-sungguh menghadapi bulan Ramadhan, sehingga senang dengan datangnya Ramadhan, surga adalah balasannya. (Hadits)

Jika diibaratkan, Saban adalah lampu kuning yang menandakan sebentar lagi Ramadhan akan menjelang. Kalau sudah lampu kuning, tinggal sebulan lagi Ramadhan tetapi kondisi kita belum dipersiapkan dengan baik, hati belum dibersihkan, ria (ingin dipuji) masih menempel, ataupun kikir belum menyingkir, sehingga ketika Ramadhan datang, ternyata kita belum siap.

Kesungguhan dalam melaksanakan perintah Allah dicontohkan para nabi, seperti Nabi Ibrahim AS. bahkan ketika harus mengorbankan anak tersayangnya, Ismail AS. Maka, Allah ganti dan Allah balas dengan yang terbaik.

Lihatlah bagaimana kesungguhan Siti Hajar. Waktu itu dia ditinggal di lembah Bakkah (Mekah) yang belum ada apa-apanya selain hanya lembah yang sunyi. Siti Hajar bertanya kepada Nabi Ibrahim AS., "Hai Ibrahim, engkau meninggalkanku di sini apakah karena kehendakmu atau karena perintah Allah ? Kalau kehendakmu sendiri, aku tak mau, sama saja engkau sudah menelantarkan istri dan anakmu. Tapi kalau ini merupakan perintah Allah, maka aku akan menaatinya."

Siti Hajar waktu itu tidak membawa cangkul, tidak membawa alat mengebor untuk menemukan air. Apakah yang dilakukan Siti Hajar ? Yang dilakukannya adalah selalu memberikan yang terbaik dan selalu bersungguh-sungguh. Yang bisa dilakukan oleh Siti Hajar hanyalah berlari dari Safa ke Marwa. Ia terus bersungguh-sungguh berusaha untuk mendapatkan air tersebut. Artinya, jika kita beribadah kepada Allah, jika kita sungguh-sungguh berjuang di jalan Allah, maka pasti ada hasilnya.

Teladanilah Rasulullah SAW. Jika di luar Ramadhan nabi sangat gemar bersedekah, ketika Rajab maka sedekahnya bertambah. Ketika Saban, sedekahnya bertambah lagi dan puncaknya pada Ramadhan sehingga sedekahnya akan bertambah dan bertambah lagi sehingga tak bisa dihitung. Saban gerbangnya Ramadhan. Sebentar lagi Ramadhan akan datang. Siapkanlah diri kita baik-baik dan sungguh-sungguh. Allah tidak melihat berapa rakaat shalat Tarawih kita. Berapa kali kita khatam Al-Qur'an. Berapa banyak tiang yang kita sedekahkan. Namun, Allah melihat kita melakukan segala perintah-Nya secara sungguh-sungguh hanya untuk mencari keridaan Allah.

Wallahu a'lam. ***

[Ditulis oleh H. PUPUH FATHURRAHMAN, Sekretaris Senat Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Pesantren Raudhatus Sibyan Sukabumi. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Pahing) 28 Juni 2011 / 26 Saban 1432 H pada Kolom "CIKARACAK"]

by

u-must-b-lucky
Salah satu nikmat sekaligus sebagai amanat dari Allah yang dikaruniakan kepada saya adalah diberinya kesempatan untuk terus mengunjungi Baitullah di Tanah Suci Mekah Al-Mukaramah, dengan fasilitas sebagai pembimbing jemaah umrah. Seperti biasanya, dalam memberikan pelayanan bimbingan kepada para tamu Allah, selalu mendapatkan pengalaman yang tidak akan pernah terlupakan. Kerinduan terhadap Baitullah tidak pernah surut atau berkurang sejengkal pun. Sejumlah pengalaman baru selalu ditemui, baik ketika sebagai pembimbing maupun sebagai jemaah.

Di sela-sela memberikan arahan dan bimbingan kepada para jemaah, saya selalu menyempatkan diri berkomunikasi dengan setiap jemaah yang sempat saya temui, termasuk dengan para penduduk asli baik di Mekah maupun di Madinah. Semua ini saya lakukan karena saya selalu terpesona dengan sejumlah tempat yang menurut saya merupakan "primadona" bagi para jemaah haji dan umrah.

Ada dua tempat primadona yang selalu menarik perhatian saya.
  • Pertama, adalah Multazam yang terletak di dalam Masjidilharam di Kota Mekah.
  • Kedua adalah Raudhah yang terletak di bagian dalam Masjid Nabawi di Kota Madinah, Kota Sang Nabi.
Setiap umat Islam meyakini kedua tempat ini sebagai tempat mustajab atau tempat yang mendapat jaminan dikabulnya doa. Sejumlah hadits dan pendapat ulama memang menjelaskan keistimewaan kedua tempat tadi. Namun, belakangan saya memperoleh hikmah dan pelajaran baru yang sungguh berharga.

Sebagai pembimbing, saya sering mendapatkan beberapa pertanyaan dari para jemaah mengenai keistimewaan tempat yang kami kunjungi bersama. Begitu pun ketika kami sampai di Multazam. Salah seorang jemaah bertanya mengenai keistimewaannya. Saya pun kemudian bercerita tentang riwayat Rasulullah yang menjadikan Multazam sebagai tempat beliau sering memanjatkan doa sambil merapatkan badannya di antara pintu Kabah dan Hajar Aswad. Ketika kita secara khusus berdoa di Multazam, pada dasarnya merupakan napak tilas atau menjalankan sunah yang pernah dicontohkan Rasulullah, sekalipun tidak harus sama persis dengan cara Rasulullah melakukannya. Tentunya dengan alasan, situasi dan kondisi yang tidak lagi memungkinkan. Dengan kata lain, alasan inilah yang menjadikan Multazam sebagai salah satu primadona bagi para jemaah haji dan umrah di Mekah.

Sementara itu, dengan keistimewaan yang hampir sama, di Madinah ada tempat yang dikenal dengan Raudhah. Raudhah itu merupakan tempat yang berada di antara mimbar dan rumah Rasulullah SAW., sebagaimana sabda Beliau,
Antara rumahku dan mimbarku adalah taman (raudah) dari surga.

Tampaknya alasan ini pula yang menyebabkan Raudhah tidak pernah sepi, selalu diburu dan dipenuhi mereka yang hendak memanjatkan doa. Begitu pula dengan jemaah yang saya bimbing. Mereka berlomba-lomba untuk berlama-lama di Raudhah guna menyampaikan seluruh hajatnya kepada Allah, Sang Pencipta dan Pengabul doa.

Namun, ada hal lain yang membuat saya lebih penasaran. Jika diperhatikan secara lebih seksama, baik Multazam di Mekah maupun Raudhah di Madinah, ternyata kedua tempat yang sangat istimewa ini berada pada garis lurus dan searah dengan gimimg (jabal). Multazam di Masjidilharam berada di posisi yang lurus dengan Jabal Nur, di puncaknya terdapat gua yang menjadi tempat Nabi dalam menerima wahyu pertama.

Sementara itu, Raudhah di Madinah memiliki posisi yang lurus dengan Jabal Uhud. Dengan semua fakta ini, saya yakin bahwa ada sejumlah hikmah dan rahasia yang terkandung dalam fenomena ini.

Jika Jabal Nur merupakan tempat Gua Hira berada dan merupakan tempat Rasulullah pertama kali menerima wahyu, Uhud boleh dikata sebagai salah satu gunung yang paling bersejarah dalam perjalanan Rasulullah. Sebagaimana banyak dikemukakan para ahli sejarah Islam, Uhud merupakan salah satu tempat terjadinya perang di mana umat Islam menderita kekalahan atas kaum kafir Mekah yang kita kenal dengan Perang Uhud.

Sebagaimana banyak ditulis oleh para ahli sejarah, kekalahan yang diderita pasukan Rasulullah ini disebabkan oleh kelalaian pasukan Rasulullah yang tidak kuat memegang amanah dan pesan Nabi sebelum perang dimulai. Ada tiga pesan Rasulullah menjelang perang Uhud.
  • Pertama, Rasulullah meminta agar para sahabatnya membiarkan dirinya jika beliau tersudut dan terpukul dalam peperangan.
  • Kedua, Rasulullah juga berpesan agar semua pasukan konsisten dengan niat awal.
  • Ketiga, Rasulullah berpesan kepada para sahabat agar tidak tergiur dengan ghanimah (harta rampasan perang).
Ada dua pelajaran penting dari hubungan antara Multazam dan Jabal Nur serta hubungan Raudhah dan Jabal Uhud. Sebagaimana dikemukakan di atas, baik Multazam maupun Raudhah merupakan tempat yang mustajab. Namun, jika menilik sejarah dan filosofi perjuangan Rasulullah tadi, tampaknya keistimewaan kedua tempat tadi masih memerlukan persyaratan penting dan mendasar. Jabal Nur merupakan tempat Nabi pernah mengasingkan diri (tahannuts) dalam rangka menyucikan diri dengan memohon petunjuk Ilahi. Agar doa kita dikabul, selain secara fisik badan kita berada dan berposisi di Multazam, juga diperlukan kehadiran hati yang suci dan kebeningan jiwa yang nyata.

Sementara itu, hubungan Raudhah dan Jabal Uhud memberikan pelajaran lain. Melalui tiga pesan Nabi di atas, mustajabnya Raudhah seolah-olah juga memiliki persyaratan. Sebab, pesan Rasulullah ini tidak hanya berlaku untuk saat itu, tetapi dapat dikontekstualisasikan kapan pun, termasuk hari ini. Dalam pesan ini, Rasulullah menekankan tiga hal yakni amanah, istiqamah, dan zuhud. Amanah dalam konteks yang paling luas berhubungan dengan akuntabilitas kita sebagai hamba Allah, apa pun profesi dan jabatan kita. Istiqamah berkaitan dengan konsistensi diri dengan keyakinan kita sebagai hamba Allah. Sementara itu, zuhud artinya tidak tergiur dengan hal-hal yang bersifat duniawi (materialistik) sehingga lupa akan tugas diri sebagai hamba untuk terus mengabdi kepada Sang Ilahi.

Dengan kata lain, Rasulullah seolah-olah berada di hadapan kita seraya mengatakan bahwa untuk mendapatkan taman surga (raudah) dan dikabulnya doa, selain dibutuhkan kesucian hati dan diri, kita juga harus memiliki sifat amanah, istiqamah, dan zuhud yang selalu ngancik di diri nyangsang dina dada.

Wallahu a'lam. ***

[Ditulis oleh ABDUL MUJIB, pembimbing Umrah Qiblat Tour serta dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN SGD Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Selasa (Kliwon) 26 Juli 2011 / 24 Saban 1432 H. pada kolom "UMRAH & HAJI"]


by


u-must-b-lucky
Marhaban ya Ramadhan.

Begitu sukacitanya Rasul menyambut bulan agung, bulan berkah. Bulan Ramadhan ibarat seorang tamu yang membawa berbagai buah tangan, keramahtamahan, kebaikan, penghiburan, yang patut mendapat penghormatan. Tamu tersebut memberikan fasilitas menggiurkan, terbukanya pintu-pintu surga bagi siapa saja yang datang dengan iman dan amal, baik shaum, shalat malam, tadarus Al-Qur'an, infaq, sedekah, atau ibadah lainnya, tertutupnya pintu neraka bagi siapa yang menjauhi dosa-dosa.

Padanya ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Kemudian sepuluh hari pertama adalah pemberian rahmat Allah, sepuluh hari kedua adalah ampunan Allah, dan sepuluh hari terakhir adalah pembebasan dari api neraka. Tak lupa tamu ini memberikan bonus pahala yang berlimpah.

Ibadah sunah pahalanya disamakan dengan ibadah wajib dan pahala ibadah wajib dikalikan 10 sampai 700 kali lipat sebagaimana Rasulullah bersabda dalam sebuah hadits,
Setiap amal ibnu Adam akan dilipat gandakan; kebaikan akan dilipatgandakan 10 kali lipat sampai 700 kali. Allah SWT. berfirman, "Kecuali shaum, sesungguhnya shaum itu untuk-Ku dan Aku akan membalasnya. Ia meninggalkan makannya, minumannya, dan syahwatnya karena Aku...." (HR. Muslim)

Luar biasa ! Ditambahnya rezeki kaum Muslimin serta memberi kebahagiaan bagi kaum Muslimin yaitu saat perjumpaan dengan wajah Allah SWT. di hari kiamat kelak.

Bulan Ramadhan juga di sebut bulan tarbiyyah (bulan pendidikan). Pada bulan ini, Malaikat Jibril memberikan pendidikan pertama kepada Rasulullah untuk melakukan aktivitas membaca. Termaktub dalam surat yang pertama turun, Al-Alaq ayat 1-4.

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ
اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ
الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ

Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Yang telah menciptakan kamu dari segumpal darah. Bacalah dengan nama Tuhanmu yang Maha Pemurah, yang telah mengajarkan kepadamu melalui perantaraan Kalam,

Aktivitas membaca yang dimaksud tentu saja objeknya sangat luas, karena pada saat Malaikat Jibril menyuruh membaca tidak membawa catatan apa pun, sehingga Nabi Muhammad SAW. kebingungan dan balik bertanya, "Ma Aqra ?" (Apa yang harus dibaca ?)

Secara tersirat makna membaca yang dimaksud adalah suruhan untuk mempelajari, menelaah, meneliti, berpikir (tafakur), mencari bukti-bukti, mencocokkan teori, mempelajari seluruh objek yang ada di hadapan kita. Objeknya bisa diri sendiri, lingkungan sekitar, alam semesta, ilmu pengetahuan.

Oleh karena itu, membaca dalam pengertian ini (belajar) menjadi wajib hukumnya bagi setiap kaum Muslimin, sama wajibnya dengan ibadah mahdoh lainnya. Spirit membaca yang dilakukan tidak boleh lepas dari kerangka Bi-ismi-Rabika (Dengan nama Tuhanmu) sehingga hasil membaca itu ada pada jalur ridha Allah SWT.

Membaca menduduki peranan penting dalam sejarah peradaban manusia. Peradaban terbentuk dari penemuan-penemuan, teori-teori ilmu pengetahuan yang kemudian diaplikasikan dalam teknologi yang dapat mempermudah kehidupan manusia. Taruhlah soal mekanisme penglihatan manusia yang menjadi dasar teori optik modern. Penemunya adalah ilmuwan asal Irak yaitu Ibnu Al-Haitam yang di barat dikenal dengan nama Alhazen. Dalam bukunya Kitab Al-Manazir (Book of Optics). Kemudian penemu konsep robotika modern, Ibnu Ismail Al-Jazari yang mengembangkan prinsip hidrolik untuk menggerakkan mesin yang kemudian hari dikenal sebagai mesin robot. Semua itu muncul dari proses membaca.

Allah SWT. akan memberikan anugerah kepada manusia yang suka melakukan aktivitas membaca yaitu keterpujian sebagai makhluk berpikir, menambah keyakinan dan keimanan, mengangkat derajat dan memberikan pemahaman ilmu pengetahuan, sehingga hidupnya jadi cahaya bagi orang lain. Allah berfirman,

وَإِذَا قِيلَ انشُزُوا فَانشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Allah akan mengangkat beberapa derajat orang-orang yang beriman dan orang yang berilmu di antara kalian dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Almujadalah : 11)

Bulan Ramadhan saat yang tepat untuk memperbanyak membaca, terlebih membaca Al-Qur'an harus mendapat prioritas dari bacaan lain sebab pahalanya dari setiap huruf yang dibaca mendapat suatu kebaikan, apalagi kalau sampai taraf pemahaman isi dan kandungannya.

Berapa kali kita harus mengkhatamkan Al-Qur'an ? Bergantung pada kemampuan dan kesanggupan diri masing-masing sebagaimana pernah pada zaman Rasulullah. Dari Abdullah bin Amr RA., dia berkata, Aku bertanya kepada Rasulullah SAW. "Berapa lama aku harus membaca Al-Qur'an ?" Rasul menjawab, "Khatamkanlah sekali dalam sebulan." Aku berkata, "aku dapat mengkhatamkan lebih cepat dari itu." Rasul berkata, "khatamkanlah sekali dalam dua puluh hari." Aku berkata, "aku dapat mengkhatamkan lebih cepat dari itu." Rasul bersabda, "khatamkanlah dalam lima belas hari." Aku berkata, "aku sanggup mengkhatamkan lebih cepat dari itu." Rasul berkata, "khatamkan dalam sepuluh hari." Aku berkata, "aku dapat mengkhatamkan lebih cepat dari itu." Rasul berkata, "khatamkan dalam lima hari." Aku berkata, "Aku sanggup mengkhatamkan lebih cepat dari itu," Namun beliau tidak memberi keringanan lagi bagiku."

Jadikan spirit Ramadhan sebagai bulan pendidikan dengan menumbuhkan minat baca. Kalau Abdullah bin Amr mampu mengkhatamkan Al-Qur'an lima hari sekali, bagaimana dengan minat baca kita ?

Wallahu a'lam bishawab.***

[Ditulis oleh H. AGUS ISMAIL, imam dan khatib Jumat Masjid Al-Haq Margahayu Selatan, Kab. Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Manis) 22 Juli 2011 / 20 Saban 1432 H pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]

by
u-must-b-lucky
Ada beragam versi adil yang kita dapatkan. Sebut saja ada adil harimau. Alkisah diceritakan bahwa seekor harimau, anjing, dan kucing berburu bersama. Didapatlah mangsa sebanyak tiga ekor yang terdiri dari sapi, domba, dan kelinci. Ketika selesai berburu, harimau pun memerintahkan kepada anjing untuk membagikan hasil buruannya. Silakan dibagikan dengan adil hasil buruan ini.

Anjing berpikiran, hasil buruan tiga ekor tadi dibagi rata masing-masing satu ekor supaya adil. Dengan pembagian, sapi untuk harimau, domba untuk anjing, dan kelinci untuk kucing. Pembagian itu didasarkan kepada besarnya ukuran masing-masing dan dianggap adil serta pas !

Akan tetapi, ternyata hasil pembagian anjing tersebut tidak bisa diterima harimau. Harimau pun marah dengan cara pembagian tersebut, dan menerkam anjing hingga mati. Selanjutnya harimau menyuruh kepada kucing untuk membagikan hasil buruannya. Giliran Anda untuk membaginya dengan adil.

Karena tidak mau bernasib sama dengan anjing, kucing pun punya pikiran berbeda. Akhirnya kucing memutuskan, kelinci untuk sarapan tuan, domba untuk makan siang tuan, dan sapi untuk makan malam tuan ! Semua binatang buruan diperuntukkan bagi sang harimau. Dia punya pikiran seperti itu, karena takut bernasib seperti anjing !

Ada pula adil versi monyet. Adil monyet berbeda dengan adil harimau Suatu ketika, induk monyet hendak membagi dua buah jambu untuk anaknya. Kedua buah jambu tersebut dipegang di dua kepalan tangannya.

Ketika mau diberikan kepada anaknya, ia melihat jambu yang ada di kepalan tangan kiri, sepertinya terlalu besar dibandingkan dengan yang ada di tangan kanan. Maka ia pun menggigitnya supaya sama. Akan tetapi, ternyata ia menggigitnya terlalu besar, sehingga jambu yang ada di kepalan tangan kanan digigitnya pula.

Lagi-lagi, hasil gigitannya terlalu besar, sehingga ukuran jambu yang ada di kepalannya masih tidak sama besarnya. Yang pada akhirnya, tanpa disadari, akibat hasil gigitannya yang berulang-ulang, jambu yang akan diberikan kepada anaknya habis digigit oleh sang induk. Anak monyet pun terbengong-bengong, melihat jambu yang harusnya dia makan, ternyata. habis dimakan oleh induknya.

Antara adil harimau dan adil monyet setidaknya menggambarkan kondisi kehidupan kita sehari-hari. Tidak sedikit rakyat kecil menjadi korban keadilan para pejabatnya karena yang dipakai oleh para bawahannya adalah adil harimau. Mengorbankan rakyat untuk kepentingan penguasa, akhirnya rakyat yang menjadi korban.

Tidak sedikit pula janji-janji para pejabat yang sampai hari ini tidak kunjung ada, seperti halnya adil monyet. Rakyat hanya terbengong-bengong menunggu keadilan tersebut datang. Rakyat kembali menjadi korban keserakahan para pejabat. Yang seharusnya diterima rakyat, ternyata tidak karena sudah habis pembagiannya oleh orang-orang di sekitar pejabat.

Keadilan sudah menjadi barang mahal, dan seolah-olah tidak mungkin didapat oleh rakyat. Padahal balasan kepada orang yang tidak berbuat adil sangatlah berat. Nabi SAW. bersabda.
Tidak ada seorang hamba yang diberikan Allah jabatan untuk memimpin rakyat mati di saat dia mati sedang ia menipu rakyatnya kecuali Allah pasti mengharamkan surga untuknya. (HR. Bukhari Muslim)

Dalam hadits lain yang diterima Aisyah RA., Nabi SAW. bersabda,
Ya Allah, siapa yang memimpin urusan umatku lalu ia memberatkan atau mempersulit urusannya, maka perberatlah (Ya Allah) urusan dia. (HR. Muslim)

Ini berarti, Nabi sendiri mendoakan (dan tentu saja doa Nabi, itu dikabulkan) agar para pemimpin yang mempersulit urusan rakyat supaya dipersulit lagi oleh Allah dalam segala urusannya.

Sangat wajar kalau balasan kepada orang yang tidak berbuat adil sangat berat. Karena lawannya keadilan adalah kedzaliman. Kalau tidak berbuat adil, berarti orang itu telah berbuat dzalim. Dalam hadits qudsi riwayat Imam Muslim, Allah SWT. berfirman,
Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan dzalim atas diriku, dan Aku telah mengharamkan kedzaliman di antara sesama kalian. Dan janganlah kalian bertindak dzalim.

Mengingat upaya menegakkan keadilan itu berat, maka imbalannya pun besar; sekali dari Allah. Dalam salah satu hadits dinyatakan,
Sesungguhnya mereka yang bertindak adil di sisi Allah akan berada di atas mimbar cahaya, berada di sebelah kanan Allah SWT., dan kedua tangan Allah di sebelah kanan mereka yang adil dalam putusan mereka, dan di keluarga dan apa yang mereka pimpin. (HR. Muslim)

Dalam hadits lain, Nabi SAW. menyatakan,
Tujuh orang yang akan mendapatkan perlindungan dari Allah di saat tidak ada perlindungan kecuali perlindungan dari Allah, yaitu: 1) Imam yang adil....

Hadits ini juga merupakan imbalan dari Allah bagi mereka yang berlaku adil dalam memberikan keputusannya. Sungguh beruntung mereka yang dapat menegakkan keadilan sesuai dengan hukum Allah dan Rasul-Nya.

Allah SWT. berfirman kepada Nabi Daud AS.,

يَا دَاوُودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُم بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَىٰ فَيُضِلَّكَ عَن سَبِيلِ اللَّهِ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَن سَبِيلِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا نَسُوا يَوْمَ الْحِسَابِ
Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan. (QS. Shad : 26)

Nabi Daud AS. sebagai nabi dan penguasa dinyatakan Khalifatullah (tangan kanan Allah) dituntut untuk bertindak adil dalam memutuskan perkara dan kasus-kasus yang terjadi di kalangan manusia.

Demikian juga kita, umat Muhammad adalah Khalifatullah Fi al-Ardhi, berarti para pejabat dan penguasa hendaklah menyadari, bahwa dirinya adalah Khalifatullah, jabatan yang tertinggi dan terhormat sekaligus amanah dari Allah untuk bertindak adil dalam segala urusan yang dihadapinya.

Upaya menegakkan keadilan adalah hal yang berat, memerlukan ketekunan, ketabahan, dan keberanian. Tidak setiap orang apalagi yang terlibat dalam kasus siap menerimanya. Ada saja pro dan kontra apalagi kalau menimpa keluarga atau teman dekat. Dalam hal ini, Nabi SAW. telah menegaskan dengan sabdanya,
Andai Fatimah anak kesayanganku mencuri, maka aku sendiri yang akan memotong tangannya.

Dalam Al-Qur'an Surat An-Nahl ayat 90, Allah SWT. berfirman,

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat ihsan (kebajikan), memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.

Menurut Imam Raghib Al-Ashfahany, adil adalah kesamaan dalam takaran (kafa'ah), jika berbuat adil akan berbuah baik dan jika tidak adil akan berbuah jelek pula. Sementara al-ihsan adalah membalas sebuah kebaikan dengan kebaikan yang berlipat, dan membalas kejelekan dengan lebih sedikit kejelekan.

Ibarat anak-anak TK, hafal lagu "bangun tidur kuterus mandi, tidak lupa menggosok gigi", tetapi ketika ibu hendak memandikannya, anak langsung menolak bahkan menangis, Demikian pula nasib adil di masyarakat kita.

[Ditulis oleh KH. ACENG ZAKARIA, Ketua Bidang Tarbiyyah PP. Persis dan Pimpinan Pesantren Persis 99 Rancabango Garut. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Kliwon) 21 Juli 2011 / 19 Saban 1432 H. pada Kolom "CIKARACAK"]

by

u-must-b-lucky
Selain beribadah dan merenungkan pelbagai hikmah ibadah umrah maupun haji, ada kebiasaan yang kerap penulis lakukan setiap kali berada di Masjid Al-Haram. Kebiasaan itu adalah mengamati pelbagai perilaku kaum Muslim dari pelbagai penjuru dunia yang sedang menjadi tamu agung Allah di masjid itu. Karena itu, selepas bertawaf, penulis paling suka mencari posisi di saf terdepan sebelum tangga-tangga menuju tempat pelaksanaan tawaf (mathaf).

Melihat kaum Muslim yang sedang melaksanakan tawaf itu, pada akhir Juni 2011 lalu, dan ketika sedang merenung, penulis menyadari Kota Mekah telah menjadi saksi pelbagai peristiwa, kejadian, dan kisah jutaan anak manusia. Nah, di antara kisah-kisah tersebut adalah kisah yang berkaitan dengan diri seorang penguasa kedua Dinasti Abbasiyyah di Irak.

Catatan sejarah menorehkan, penguasa kedua Dinasti Abbasiyah di Bagdad, Irak yang berkuasa antara 136-158 H/754-775 M ini adalah Al Manshur atau nama lengkapnya Abu Ja'far Abdullah bin Muhammad bin Ali. Al Manshur mendapat tugas untuk memantapkan Dinasti Abbasiyah yang kala itu masih sarat dengan banyak persoalan yang harus dihadapi. Tak aneh bila ia acap dipandang sebagai pendiri sebenarnya dinasti tersebut.

Pada suatu malam yang telah sangat larut, selepas mengadakan pertemuan dengan beberapa pejabat, Al Manshur dengan diam-diam menyelinap ke dalam Masjidilharam dan bertawaf di seputar Kabah. Ketika sedang melintas di dekat Multazam, dia mendengar seseorang berdoa sepenuh dan setulus hati, "Ya Allah, Tuhanku ! Sungguh, aku mengadu kepada-Mu, perihal maraknya kedzaliman dan kerusakan di bumi. Juga, maraknya kerakusan dan kehancuran yang menjadi tirai antara kebenaran dan pencintanya."

Seusai bertawaf, Al Manshur lantas memerintahkan pengawal untuk mencari orang yang berdoa di Multazam itu serta membawa ke hadapannya. Ketika orang itu menghadap, Al Manshur pun menghardiknya, "Apa maksud doamu yang kudengar darimu di Multazam tadi ? Bukankah engkau mengadukan kepada Allah perihal maraknya kedzaliman dan kerusakan di bumi serta kerakusan dan kehancuran yang menjadi tirai antara kebenaran dan pencintanya ? Mendengar doamu itu, telingaku terasa sangat pedih. Hingga kini, pikiranku pun menjadi kacau tak karuan !"

"Wahai Amir Al-Mukminin," sahut orang itu, dengan nada suara sangat tenang dan tak gentar sama sekali. "Bila engkau berkenan memberikan jaminan keamanan dan keselamatan atas diri saya, akan saya paparkan kepadamu persoalan itu. Sejelas-jelasnya. Sebaliknya, bila engkau tak berkenan, persoalan itu tak akan saya kemukakan kepada siapa pun kecuali kepada diri saya saja. Saya terlalu sibuk dengan urusan itu !"

"Baik, kujamin keselamatan dan keamanan dirimu. Tapi ? sebatas hanya atas dirimu semata !"

"Wahai Amir Al-Mukminin ! Sejatinya, yang telah dirasuki kerakusan, sehingga menjadi tirai antara dirinya dan kebenaran dan perbaikan atas kedzaliman dan kerusakan di bumi, adalah engkau sendiri !"

"Aku ? Aku ? Celaka kau ! Bagaimanakah kerakusan menyergap diriku ?" tanya Al-Manshur terkejut.

"Ya, memang engkau, wahai Amir Al-Mukminin !" jawab orang itu. "Bukankah Allah telah menjadikan engkau sebagai pemelihara segala urusan dan harta kaum Muslim. Tapi, ternyata, engkau abai terhadap amanah itu. Engkau lebih mementingkan dirimu dengan menumpuk harta. Engkau jadikan di antara dirimu dan mereka sekat dari kapur, batu bata, pintu besi, dan para penjaga bersenjata. Kemudian, engkau kurung dirimu dalam gedung-gedung itu dan engkau perintahkan para pejabat dan pegawaimu untuk menghimpun harta dan pajak. Juga, engkau angkat para menteri dari pejabat dzalim. Manakala engkau lupa, mereka tak mengingatkan engkau. Manakala engkau ingat, mereka juga tak membantu engkau. Kekuatan mereka terletak pada tindakan menganiaya masyarakat dengan mengambil harta, hewan ternak, dan peralatan mereka. Engkau perintahkan agar siapa pun tak masuk ke tempatmu, selain orang-orang yang telah engkau sebutkan namanya. Sebaliknya, tak engkau perintahkan agar kepadamu dilaporkan perihal orang yang teraniaya, orang yang menderita, orang yang kelaparan, orang yang tak berpakaian, orang lemah, dan orang miskin. Tak seorang pun di antara mereka, melainkan memiliki hak atas harta itu !"

Seusai berucap demikian, orang itu lantas memberikan nasihat panjang kepada penguasa itu. "Wahai Amir Al-Mukminin ! Benarkah engkau telah menyiksa orang-orang yang mendurhakaimu, di antara rakyatmu, dengan hukuman yang lebih berat ketimbang hukuman bunuh ?"

"Tidak !"

"Apakah yang telah engkau lakukan dengan kekuasaan yang telah diserahkan Allah SWT. kepadamu ? Apa hakmu dari kekuasaan duniawi itu ? Bukankah Allah tak menyiksa orang-orang yang mendurhakai Dia dengan hukum bunuh. Tapi, Dia menyiksa mereka dengan azab pedih yang abadi. Padahal, Dia melihat segala yang membersit dalam hatimu dan yang disembunyikan oleh anggota tubuhmu. Apakah yang akan engkau katakan manakala Maharaja mencabut kekuasaan dari tanganmu dan memanggilmu untuk dihisab ? Apakah ada sesuatu yang kuasa memperkaya dirimu kepada-Nya dari kekuasaan duniawi yang kini sedang engkau buru itu ?"

Al-Manshur pun tak kuasa menahan lelehan air matanya mendengar pertanyaan yang demikian itu. "Ya Allah, Tuhan-ku. Anugerahkanlah kepadaku pertolongan-Mu untuk melaksanakan segala sesuatu yang dikemukakan orang ini."***

[Ditulis oeh H. AHMAD ROFI' USMANI, penulis buku dan pembimbing Haji Plus dan Umrah Khalifah Tour. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Selasa (Pon) 19 Juli 2011 / 17 Saban 1432 H. pada Kolom "UMRAH & HAJI"]

by

u-must-b-lucky

Alhamdulillah, wasyukrulillaah, saat ini kita sudah memasuki bulan Saban. Bulan ke-8 dari 12 bulan dalam kalender Hijriah. Urutan bulan dalam kalender Hijriah dimulai dari bulan Muharam, Safar, Rabiul Awal, Rabiul Akhir, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rajab, Saban, Ramadhan, Syawal, Zulkaidah, dan Zulhijjah.

Saban termasuk bulan yang dimuliakan Rasulullah SAW., selain bulan yang empat, yaitu Zulkaidah, Zulhijah, Muharam, dan Rajab. Salah satu bentuk pemuliaan Rasulullah SAW. terhadap bulan Saban ini adalah Beliau banyak berpuasa pada bulan ini. Hal tersebut dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Nasa'i dan Abu Dawud dan disahihkan oleh Ibnu Huzaimah yang artinya,
Usamah berkata pada Rasululllah SAW., 'Wahai Rasulullah, saya tak melihat Rasul melakukan puasa (sunat) sebanyak yang Rasul lakukan dalam bulan Saban.' Rasul menjawab, 'Bulan Saban adalah bulan antara Rajab dan Ramadhan yang dilupakan oleh kebanyakan orang.'

Selain itu, menurut Rasulullah SAW., pada bulan ini yaitu pada malam Nisfu Saban (malam ke-15) seluruh amal perbuatan manusia diangkat kepada Allah SWT. Rasulullah SAW., pun berharap ketika amal perbuatannya diangkat kepada Allah SWT., Rasul dalam keadaan puasa. Hal tersebut dijelaskan dalam hadits Nabi yang diriwayatkan oleh al-Nasa'i yang artinya,
Bulan itu (Saban) berada di antara Rajab dan Ramadhan adalah bulan yang dilupakan manusia dan ia adalah bulan yang diangkat padanya amal ibadah kepada Tuhan seru sekalian alam, aku suka supaya amal ibadahku diangkat ketika aku berpuasa. (HR. al-Nasa'i)

Dalam tradisi masyarakat Islam, khususnya di Indonesia, malam ini sering disebut dengan "malam Nisfu Saban" yang artinya malam pertengahan bulan Saban yaitu malam ke-15. Keutamaan malam Nisfu Saban sebagaimana dijelaskan dalam hadits sahih dari Mu'az bin Jabal Radhiallahu 'anhu, bahwa Rasulullah SAW. bersabda,
Allah menjenguk datang kepada semua makhluk-Nya di malam Nisfu Saban, maka diampuni segala dosa makhluk-Nya kecuali orang yang menyekutukan Allah dan orang yang bermusuhan. (HR. Ibnu Majah, at-Thabrani, dan Ibnu Hibban)

Begitu juga dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Aisyah RA.,
Beliau berkata, "Suatu malam Rasulullah SAW. shalat, kemudian Beliau bersujud panjang sehingga aku menyangka Rasulullah SAW. telah diambil karena curiga, aku gerakkan telunjuk beliau dan ternyata masih bergerak. Setelah Rasulullah SAW. selesai shalat, beliau berkata, 'Hai Aisyah engkau tidak dapat bagian ?' Lalu aku menjawab, 'Tidak ya Rasulullah, aku hanya berpikiran yang tidak-tidak (menyangka Rasulullah telah tiada) karena Engkau bersujud begitu lama.' Lalu Rasulullah SAW. bertanya, 'Tahukah engkau, malam apa sekarang ini ?' 'Rasulullah yang lebih tahu,' jawabku. 'Malam ini adalah malam Nisfu Saban, Allah mengawasi hamba-Nya pada malam ini, Ia memaafkan mereka yang meminta ampunan, memberi kasih sayang mereka yang meminta kasih sayang, dan menyingkirkan orang-orang yang dengki.' (HR. Baihaqi)

Menurut perawinya, hadits ini mursal (ada rawi yang tidak sampai ke Sahabat), tetapi hadits ini cukup kuat.

Malam Nisfu Saban juga termasuk malam-malam yang dikabulkan doa. Imam asy-Syafi'i dalam kitabnya al-Umm, berkata, "Telah sampai pada kami bahwa dikatakan, sesungguhnya doa dikabulkan pada lima malam, yaitu malam Jumat, malam Iduladha, malam Idulfitri, malam pertama di bulan Rajab, dan malam Nisfu Saban."

Malam Nisfu Saban merupakan malam yang penuh rahmat dan ampunan dari Allah SWT. Untuk itu, kita dianjurkan bahkan disunahkan menghidupkan malam ini. Cara menghidupkan Malam Nisfu Saban sebagaimana yang dilakukan sekarang ini tidak berlaku pada zaman Rasulullah SAW. dan zaman para sahabat. Akan tetapi, hal ini berlaku pada zaman thabi'in (zaman setelah para sahabat) dari penduduk Syam.

Para tabi'in menghidupkan malam Nisfu Saban dengan dua cara, yaitu :
  1. Sebagian mereka hadir beramai-ramai ke masjid dan berjaga di waktu malam (qiyamullail) untuk shalat sunat dengan memakai harum-haruman, bercelak mata, dah berpakaian yang terbaik.
  2. Sebagiannya lagi melakukannya dengan cara bersendirian. Mereka menghidupkan malam tersebut dengan beribadah, seperti shalat sunat dan berdoa sendirian.
Adapun cara kita sekarang ini menghidupkan malam Nisfu Saban dengan membaca Al-Qur'an, seperti membaca Surat Yasin, berdzikir, dan berdoa dengan berhimpun di masjid-masjid atau di rumah-rumah sendirian atau berjemaah adalah tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh para tabi'in itu.

Dalam hadits dari Ali RA., Rasulullah SAW. bersabda,
Malam Nisfu Saban, maka hidupkanlah dengan shalat dan puasalah pada siang harinya, sesungguhnya Allah turun ke langit dunia pada malam itu, lalu Allah berfirman, 'Orang yang meminta ampunan akan Aku ampuni, orang yang meminta rezeki akan Aku beri dia rezeki, orang-orang yang mendapatkan cobaan maka aku bebaskan hingga fajar menyingsing.' (HR. Ibnu Majah dengan sanad lemah)

Untuk menghidupkan malam Nisfu Saban, dapat kita lakukan dengan berbagai cara yang baik yang tidak bertentangan dengan syariat.

Di antara hal yang dianggap bid'ah dan bertentangan dengan syariah oleh sebagaian ulama dalam malam Nisfu Saban itu adalah shalat sunat Nisfu Saban. Menurut sebagian ulama, shalat sunat Nisfu Saban sebenarnya tidak tsabit, tidak kuat dasar hukumnya, dan tidak ada dalam ajaran Islam. Seperti Imam an-Nawawi dan Imam Ibnu Hajar telah menafikan adanya shalat sunat Nisfu Saban. Karena menurut beliau, suatu shalat itu disyariatkan cukup sandarannya pada nash Al-Qur'an atau pada hadits Nabi.

Jika seseorang itu masih ingin melakukan shalat pada malam Nisfu Saban, sebaiknya dia mengerjakan shalat-shalat sunat lain, seperti sunat Awwabin (di antara waktu Maghrib dan Isya), Tahajud diakhiri shalat witir atau shalat sunat Muthlaq, bukan khusus shalat sunat Nisfu Saban. Shalat sunat Muthlaq ini boleh dikerjakan kapan saja, baik pada malam Nisfu Saban maupun pada malam-malam lainnya.

Akan tetapi, ulama lain seperti Imam al-Ghazali dalam kitabnya al-Ihyaa' (Juz 1 hal. 210) menyatakan, shalat malam Nisfu Saban adalah sunat dan hal itu dilakukan oleh para ulama salaf. Bahkan, para ulama salaf menamakan shalat tersebut sebagai shalat khair (shalat yang baik). Begitu juga ulama-ulama lain, seperti al-Allamah al-Kurdi. Selain dalam kitab al-Ihyaa' juga dalam kitab-kitab lain, seperti Khaziinah al-Asraar (hal. 36), al-'Iaanah (Juz 1 hal. 210), al-Hawaasyi al-Madaniyyah (Juz 1 hal. 223), dan al-Tarsyiih al-Mustafiidiin (hal. 101).

Terlepas dari "kontroversi" tentang amalan-amalan pada malam Nisfu Saban, khususnya tentang shalat sunat Nisfu Saban.

Kita sangat dianjurkan meramaikan malam Nisfu Saban dengan cara memperbanyak ibadah, shalat, dzikir membaca Al-Qur'an, berdoa, dan amal-amal saleh lainnya, seperti puasa pada siang harinya sebagaiman dicontohkan Rasulullah SAW. sehingga kita tidak termasuk orang-orang yang lupa akan kemuliaan bulan Saban ini.

Wallah a'lam bishawab.***

[Ditulis Oleh M. ZAENAL MUHYIDIN, Wakil Ketua PW LTN NU Jawa Barat dan Ketua Yayasan Al-Mizan, Jatiwangi, Majalengka. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Wage) 15 Juli 2011 / 13 Saban 1432 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]

by

u-must-b-lucky