MENJAGA KESEIMBANGAN

Menjalani hidup yang penuh berkah, salah satunya apabila mampu menjaga keseimbangan. Orang menjadi rakus akan harta, selalu ingin berlebihan, melakukan apa saja untuk kepentingan dirinya karena ia sudah kehilangan kendali. Nafsu serakah lebih menguasai dirinya karena imannya lemah, mudah goyah. Padahal, sejatinya setiap hendak melakukan sesuatu mesti dipikirkan baik buruknya. Rasulullah SAW. pernah mengingatkan,
Seandainya saja manusia telah memiliki lembah emas, niscaya dia menginginkan lembah yang kedua dan jika ia telah memiliki lembah yang kedua, niscaya dia masih mencari lembah yang ketiga, dan tidak ada yang bisa memenuhi perut manusia kecuali tanah. (HR. Ahmad dan Baihaqi)

Berbagai peristiwa yang terjadi di negeri kita, terutama yang berkaitan dengan mewabahnya korupsi adalah bentuk dari mewabahnya sifat rakus, serakah. Orang yang tadinya berjuang untuk menegakkan keadilan dan kesejahteraan rakyat yang tadinya dianggap bersih, setelah punya kedudukan, sering kali tidak mampu menahan godaan, ketika apa pun yang ia inginkan begitu mudah diperoleh, meskipun ia tahu itu bukanlah haknya. Yang tadinya hidup bersahaja, tiba-tiba memiliki banyak rumah, perusahaan, deposito miliaran, dan berderet mobil mahal. Ia tidak peduli lagi, apakah harta kekayaannya itu kelak akan menimbulkan masalah atau tidak. Ia tidak lagi punya pikir rangkepan, tidak ada lagi kontrol, akan berakibat baik atau buruk.

Puasa di bulan Ramadhan, sesungguhnya mengajarkan kita agar meningkatkan ibadah, meningkatkan pemahaman hakikat baik dan buruk, benar dan salah, halal dan haram. Setelah mendengarkan khotbah Ramadhan Nabi Muhammad SAW., Amirul Mukminin (Ali RA.) berdiri dan berkata, "Ya Rasulullah! Amal apa yang paling utama di bulan ini?" Nabi menjawab, "Ya abal Hasan! Amal yang paling utama di bulan ini adalah menjaga diri dari apa yang diharamkan Allah."

Ketika manusia menyadari bahwa Allah Maha Melihat dan Maha Mengetahui, ia harus sampai pada kesadaran bahwa di mana pun ia berada, janganlah berbuat sesuatu, yang diharamkan oleh Allah SWT. Seorang penguasa yang memiliki iman yang teguh, yang memercayai Allah Maha Melihat dan Maha Mengetahui, pasti akan merasa takut ketika ia akan melakukan korupsi. Kalaupun ia sempat tergoda karena dalam diri manusia selalu ada peluang untuk nafsu yang dipengaruhi setan, pasti akan segera dinetralisasi oleh dasar iman yang kuat. Ia akan segera mengurungkan niatnya ketika muncul kesadaran bahwa harta yang akan diambilnya itu adalah harta haram.

Suatu ketika, dalam perjalanan dari Mekah menuju Madinah, Khalifah Umar bin Khathab, melihat seorang pemuda sedang menggembala kambing. Jumlah kambingnya sangat banyak sehingga kalau satu saja ada yang hilang tidak akan ketahuan. Tiba-tiba muncul niat Umar untuk menguji iman pemuda penggembala itu. Umar menyatakan niatnya untuk membeli seekor kambing. Pemuda itu menolak karena ia hanyalah seorang budak yang ditugaskan majikannya untuk menggembalakan kambing; Umar terus membujuknya bahwa kehilangan seekor kambing tak akan bisa diketahui majikan pemuda itu, kalaupun tahu, ia bisa memberi alasan kambing itu dimakan serigala. Akan tetapi, pemuda itu tetap menolak, ia tak mau menukarkan keyakinannya dengan dirham atau dinar, ia tak akan menukarkan kesenangan dengan menjual keyakinan, sebab Allah Maha Melihat dan Maha Mengetahui. Mendengar sikap pemuda itu, Umar meneteskan air mata. Umar segera menemui majikan pemuda itu, lalu membeli pemuda itu dan memerdekakannya.

Memperteguh iman

Puasa mengajarkan kita bahwa memperteguh iman dengan memperbanyak dan meningkatkan ibadah itu akan membuat perasaan kita lebih tenang dalam melakukan sesuatu karena apa pun yang akan kita lakukan, selalu berusaha berada di jalan Allah. Selalu mengharap ridha Allah. Sebagaimana yang diungkapkan dalam Khotbah Ramadhan Rasulullah SAW.,
Angkatlah tangan-tanganmu untuk berdoa pada shalatmu karena itulah saat-saat yang paling utama ketika Allah memandang hamba-hamba-Nya dengan penuh kasih; Dia menjawab mereka ketika mereka menyeru-Nya, menyambut mereka ketika memanggil-Nya, dan mengabulkan mereka ketika mereka berdoa kepada-Nya.

Dalam riwayat dikisahkan, sewaktu Nabi Yusuf AS. menjabat Menteri Logistik Kerajaan Mesir, beliau menjalani ibadah puasa hampir setiap hari. Orang-orang sekitarnya yang penasaran, kemudian bertanya, "Ya, Nabi Allah, mengapa engkau berpuasa setiap hari, padahal engkau sudah memiliki kekayaan dan kemewahan dunia?" Beliau menjawab,"Aku takut kenyang dan melupakan orang-orang yang kelaparan."

Menjaga keseimbangan adalah memahami penderitaan orang lain, ketika kita diberkahi limpahan kekayaan. Penguasa yang selalu memikirkan keadaan rakyatnya, pasti akan selalu mendahulukan kesejahteraan rakyatnya, daripada mendahulukan kepentingan dirinya. Maka, sangat ironis apabila penguasa itu sudah memiliki harta kekayaan yang melimpah masih juga memakan uang rakyatnya.

Setiap manusia bisa melakukan perbuatan baik menurut kapasitasnya masing-masing. Tokoh terkenal yang selalu berbicara (seolah-olah) menjadi pembela rakyat, di mata Allah mungkin saja jauh lebih berharga seorang warga yang sangat peduli terhadap orang-orang miskin di lingkungannya. Bukankah lebih baik berbuat suatu kebaikan daripada (hanya) mengobral janji?

وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْعَقَبَةُ
فَكُّ رَقَبَةٍ
أَوْ إِطْعَامٌ فِي يَوْمٍ ذِي مَسْغَبَةٍ
يَتِيمًا ذَا مَقْرَبَةٍ
أَوْ مِسْكِينًا ذَا مَتْرَبَةٍ
Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? Yaitu melepaskan orang-orang yang terbelenggu atau memberi makan pada saat kelaparan, atau kepada anak yatim yang ada hubungan kerabat atau kepada orang miskin yang sangat fakir, yang sangat kekurangan. (QS. Al-Balad : 12-16)

Ketika ada tokoh, memasang iklan aksi sosial dengan hiasan foto dirinya yang cukup besar, masyarakat pasti tahu bahwa ia sedang melakukan kampanye untuk satu tujuan tertentu. Kalau tidak, bukankah aksi sosial itu mestinya tidak usah menjadi riya karena ingin diketahui banyak orang. Maka, sungguh lebih terpuji, menyaksikan begitu banyak warga yang secara tulus selalu berperan dalam kegiatan aksi sosial. Merekalah yang sesungguhnya banyak berperan dalam kegiatan sosial nulung ka nu butuh, nalang ka nu susah, nyaangan ka nu poekeun, memikirkan dan berbuat sesuatu bagi yang membutuhkan tanpa pamrih, dengan konsep gotong royong.

Orang yang beriman adalah orang yang selalu berusaha melangkah di jalan Allah beribadah, bekerja, beramal saleh, selalu berusaha merintis jalan ke surga. Apa yang digambarkan dalam doa Abu Nawas yang sering dilantunkan oleh para penyanyi kita, adalah ungkapan "ketidakberdayaan" seorang hamba Allah yang tak henti-hentinya memohon ampunan atas dosa-dosa,
Ilahi lastu lilfirdausi ahlaa, wa laa aqwa 'ala naaril jahiimi. Fahabli taubatan waghfir dzunubi fa innaka ghaafirudz-dzanbil 'adzimi. (Wahai Tuhan, tidak layakku masuk ke dalam surga-Mu. Tetapi hamba tiada kuat menerima siksa neraka-Mu. Maka, kami mohon tobat dan mohon ampun atas dosa hamba. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun atas dosa-dosa.)

Selalu menjaga keseimbangan, pada dasarnya memahami betapa tak berdayanya manusia di hadapan Allah SWT. Manusia yang rakus, yang tak kenal lelah menumpuk harta kekayaan dengan memangsa hak orang lain, adalah manusia yang angkuh karena ia tidak meyakini bahwa Allah Maha Melihat dan Maha Mengetahui. Sebaliknya, manusia yang memiliki keyakinan bahwa Allah Maha Melihat dan Maha Mengetahui, serta menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari, adalah manusia yang mampu menjaga keseimbangan.

Berbuat kebaikan tanpa pamrih, terus mendekatkan diri kepada Allah, membaca dan memahami kitab suci, adalah makna bulan suci Ramadhan yang selalu kita jalani dari tahun ke tahun. Tentu selalu dengan harapan, mendapatkan rahmat, mendapatkan ampunan yang bisa melapangkan jalan ke surga. Dalam menjalani bulan suci Ramadhan.

Mudah-mudahan setiap individu memiliki tekad yang dilandasi iman agar mencapai derajat "kembali kepada kesucian." ***

[Ditulis oleh EDDY D. ISKANDAR, Pimred SKM "Galura". Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Pahing) 12 Agustus 2011 / 12 Ramadan 1432 H. pada Kolom "OPINI"]

by

u-must-b-lucky

0 comments: