PERINGATAN DIRI

Pada suatu hari, ada seorang kakek yang ditanya oleh seorang anak muda. "Wahai kakek, berapa usia kakek? Berapa anak kakek dan berapa harta kakek?" tanya anak muda itu.
Kakek itu menjawab, "Usiaku 15 tahun, anakku seorang, dan hartaku hanya Rp 15 juta." Spontan anak muda itu menyanggah, "Tidak, kakek itu bohong. Sepengetahuan saya, usia kakek sudah 70 tahun, anak kakek lebih dari seorang, dan harta kakek melimpah ruah. Mengapa kakek mengatakan seperti itu?" Lantas si kakek menjawab, "Benar, Nak apa yang kamu katakan. Tetapi, dari usia saya yang sudah 70 tahun, baru 15 tahun yang benar-benar dimanfaatkan untuk melaksanakan ibadah, sedangkan 55 tahun berlalu sia-sia."
Kakek itu melanjutkan, "Betul, anakku ada lima orang, tetapi hanya seorang yang benar-benar menjadi buah hati, taat beribadah, selalu mendoakan kepadaku, sedangkan yang lainnya tidak pernah melaksanakan ibadah. Demikian pula hartaku memang melimpah ruah, tetapi dari sekian hartaku yang banyak itu baru Rp 15 juta saya gunakan untuk sedekah." 

Rasulullah SAW. menyampaikan pesan kepada kita sekalian agar dapat memanfaatkan sisa umur kita untuk beribadah kepada-Nya.
"Segerakan melaksanakan shalat sebelum datang kematian dan segerakan tobat sebelum terlena/terlambat (ajal tiba)."

Manusia tidak dapat mengetahui dengan pasti apa yang akan diusahakannya besok atau yang akan diperolehnya, juga manusia tidak mengetahui kapan ajalnya akan tiba dan di tempat mana ajalnya datang. Karena kita harus selalu menyiapkan bekal amal saleh untuk kembali ke hadirat-Nya selagi hayat di kandung badan.

وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًا ۖ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Luqman :34)

Selain keturunan yang menjadi peringatan bagi kita, kaum Muslimin juga perlu melakukan perenungan terhadap hartanya. Anak dan harta merupakan titipan Allah sebagai karunia dan nikmat yang sangat besar. Sejauh mana kita dapat memanfaatkan nikmat harta yang diberikan Allah untuk mencapai ridha-Nya.

وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِن فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَّهُم ۖ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَّهُمْ ۖ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya. Mereka menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. (QS. Ali Imran : 180)

Kebanyakan manusia selalu bermegah-megahan dalam soal banyak harta, anak, pengikut, kemuliaan, dan yang lainnya sehingga telah melalaikan mereka dari ketaatan. Seringkali kecintaan terhadap harta dan anak melalaikan kita beribadah kepada Allah. Berapa banyak orang membanting tulang mencari harta, seolah malam dijadikan siang dan siang dijadikan malam sampai dia lupa beribadah kepada Allah. Inilah golongan orang-orang yang merugi.   

Padahal, anak dan harta untuk menjadi jalan tidak berguna dan tidak bermanfaat jika tidak dibawa sebagai wasilah (jalan perantaraan) untuk beribadah kepada Allah.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَن ذِكْرِ اللَّهِ ۚ وَمَن يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
Hai orang-orang beriman, janganiah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dan mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian, mereka itulah orang-orang yang merugi. (QS. Al Munafiqun : 9)

Dalam ayat lain dinyatakan,

يَوْمَ لَا يَنفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ
إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna. Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. (QS. Asy Syu'araa : 88-89)

Muhasabah di atas harus berangkat dari kesadaran hati yang paling dalam. Selain dari upaya dan usaha secara lahir, munajat dan doa kita pun turut membantu melahirkan kesadaran introspeksi diri. Tak sedikit anak maupun keturunan kita yang menjadi "fitnah" (ujian) sehingga orang tua harus menderita hanya karena perilaku anak-anaknya. 

Orang tua telah banting tulang mencari nafkah, tetapi anaknya malah menghambur-hamburkan harta itu di jalan yang tidak diridhai Allah.

Bahkan, Al-Qur'an juga menyebut tak jarang anak bisa menjadi musuh bagi orang tuanya sendiri (aduwwun). Kita tentu ingat dengan kisah Nabi Nuh AS. dengan anaknya, Kan'an. Ketika Kan'an malah menolak ajakan menuju jalan kepada Allah bahkan memilih jalan yang sesat.

Dalam dongeng di Indonesia, dikenal adanya tokoh yang menjadi musuh bagi orang tuanya, seperti Malin Kundang. Ketenaran dan harta benda yang melimpah telah membutakan Malin Kundang sehingga tak mengakui ibu yang telah melahirkannya karena ibunya dinilai "kampungan".

Semoga kita bisa menjadikan harta sebagai amanah Allah untuk menjadi jalan berjuang (jihad) di jalan-Nya yakni mengeluarkan zakat, infak, dan sedekah demi kepentingan kemajuan umat. Al-Qur'an selalu mencantumkan jihad dengan harta (am-waal) mendahului jihad dengan potensi diri (anfus) atau wa-jaahiduu biamwaalikum wa-anfusikum.

Kita juga berdoa agar anak-anak kita menjadi peringatan agar bisa mendidik anak sehingga menjelma menjadi anak yang qur-rata-a'yun (menenangkan dan menenteramkan jiwa orang tuanya).

Amin. ***

[Ditulis oleh KH. HABIB SYARIEF MUHAMMAD, Ketua Yayasan Assalam dan mantan Ketua PWNU Jawa Barat. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Manis) 30 September 2011 / 2 Zulkaidah 1432 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]

by

u-must-b-lucky

0 comments: