KELUARGA MASLAHAT

Setiap keluarga pasti menginginkan keluarganya menjadi maslahat. Maslahat bermakna benar, manfaat, pantas, baik, dan harmonis. Dr. Muhammad Said Ramadhan Al Buthi menjelaskan, maslahat adalah manfaat yang dimaksudkan syara bagi para hamba Allah berupa menjaga dan memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta bendanya.

Keluarga maslahat yang ingin diwujudkan adalah keluarga yang terdiri atas suami istri yang baik, anak-anak yang berbudi mulia, sehat jasmani dan rohani, berkecukupan rezeki, serta memiliki lingkungan yang baik. Secara sederhana, keluarga maslahat berupaya membina dan mewujudkan keluarga yang sehat, sejahtera, dan berkualitas. Kita lebih sederhana menyebut samara, sakinah mawadah warahmah. Hal ini tercermin dalam QS. Ar Ruum : 21 yang sangat terkenal sebab selalu ditampilkan di undangan pernikahan, yakni :

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.


Untuk membangun keluarga yang maslahat harus dari fondasi Islam. Keluarga ibarat kapal yang sedang berlayar menuju suatu tujuan dengan menempuh bahtera yang penuh gelombang. Suami istri adalah orang yang harus dapat mengendalikan kapal jangan sampai tenggelam dalam badai dan ombak. Sebagaimana kita maklumi, di antara dari tujuan pernikahan itu sendiri adalah kedamaian dan ketenangan dengan penuh cinta kasih suami istri dalam rumah tangga agar mendapatkan keturunan yang saleh dan salehah dalam keluarga yang penuh cinta dan kasih sayang. Kedamaian dalam suatu keluarga tidak datang secara tiba-tiba, tetapi harus diusahakan.

Aktor dan aktris di dalam keluarga masing-masing harus dapat memegang peranan dan tanggung jawab menurut posisi dan fitrahnya. Hal itu dimulai dari pernikahan, sesuatu yang sakral dan haras dibangun dengan persiapan matang, mental yang prima, dan tingkat kedewasaan yang optimal. Pernikahan tidak sebatas perjanjian di antara manusia tetapi juga sebuah perjanjian dengan Allah yang sangat kuat (mitsaqan-qhalidan).

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk meraih keluarga maslahat, yaitu:

Pertama, mu'asyarah bil ma'ruf yakni menggauli pasangan dengan baik. Seorang suami dituntut untuk dapat menghargai istrinya, memahami perasaan, dan mengetahui kebutuhanya secara patut. Kebutuhan itu tidak hanya berupa materi, tetapi dalam bentuk pengertian, penghargaan, cinta dan kasih sayang, serta kebutuhan merasa diperlukan dan diperhatikan. Tegasnya, istri jangan diperlakukan sebagai seorang yang harus selalu tunduk kepada suami, tetapi bukan berarti istri harus melawan suami. Istri harus diajak musyawarah dan berunding dalam hal-hal yang menyangkut kehidupan bersama di dalam keluarga. Apa saja yang akan dilakukan dan diperbuat selama itu menyangkut masalah rumah tangga, perlu adanya perundingan antara suami dan istri karena istri adalah mitra sejajar bagi suami dalam hal ini.

Kedua, suami sebagai pemegang kendali kepemimpinan dalam keluarga karena secara fitrah kodrat laki-laki itu memang lebih kuat daripada wanita. Tidak mungkin wanita yang akan memimpin dan tidak mungkin pula suatu kehidupan tanpa seorang pemimpin, meskipun dalam skala kecil seperti rumah tangga.

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang baik. Akan tetapi, laki-laki (para suami) mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada mereka (istrinya). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Baqarah : 228)


Ketiga, saling pengertian dan toleransi. Tenggang rasa atau saling pengertian dan tasamuh (toleransi) merupakan hal penting agar tidak mudah terjadi ketegangan dan pertengkaran. Hal ini berarti pula harus saling menjauhi sikap atau pembicaraan yang membuat perasaan pihak lain tersinggung, tidak dihargai, atau merasa dihina seolah-olah diremehkan dan sebagainya.

Orang akan merasa bahagia jika ia merasa dihargai dan diperhatikan. Oleh karena itu, jangan menganggap orang lain remeh atau menganggap tidak ada harganya, seperti dianggap bodoh, hina, sehingga tidak ada toleransi baginya. Jika demikian, kedamaian dan kebahagiaan rumah tangga akan jauh dari harapan.

Apabila dalam kehidupan rumah tangga terjadi perselisihan dan ketegangan, harus. segera diusahakan adanya perdamaian dan penyelesaian. Dalam kondisi demikian, semua pihak harus mampu mengendalikan diri serta berpikir secara arif dan bijaksana. Sebagai suami tidak boleh main hakim sendiri apalagi sampai memukul, menyiksa, atau berbuat semaunya. Demikian pula istri, tidak boleh menang sendiri tanpa memperhatikan kepentingan yang lain. Di sinilah pentingnya saling pengertian dan tasamuh, sehingga ketegangan dan pertengkaran tidak terus berlanjut dan berlarut-larut. Bermusyawarah, saling pengertian, dan tasamuh adalah kunci untuk mencari penyelesaian dengan baik.***

[Ditulis oleh KH. HABIB SYARIEF MUHAMMAD, Ketua Yayasan Assalam, Mantan Ketua PWNU. Jawa Barat. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Kliwon) 14 Oktober 2011 / 16 Zulkaidah 1432 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]

by
u-must-b-lucky

0 comments: