KEBERSIHAN DALAM PANDANGAN ISLAM

Suatu hari, saya kedatangan seorang kawan lama yang kini menjadi pengusaha terkenal. Ia meminta referensi pada saya tentang lembaga pendidikan Islam di Jawa Barat yang bagus, untuk anaknya. Ia ingin anaknya memiliki basis akidah yang kuat, untuk menghadapi persaingan global yang kian ketat. Ia khawatir, jika akidah anaknya lemah, nanti anaknya akan habis terlibas dan menjadi seperti buih di atas samudra.

"Allah mengamanatkan pada kita untuk tidak meninggalkan generasi yang lemah, baik fisik, mental, maupun spiritualnya," katanya sambil mengutip Al-Qur'an Surat An-Nisaa ayat 9 yang diucapkannya dengan sangat fasih.

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.

Tanpa harus berpikir lama, saya langsung menyebut beberapa nama pondok pesantren dan lembaga pendidikan Islam yang cukup ternama. Selain dari sisi keilmuannya, juga dari sisi manajemennya, dari yang relatif murah hingga yang cukup mahal. Belum selesai saya menyebutkan nama-nama pesantren, ia langsung memotong, "Saya sudah tahu semuanya, tetapi saya ingin lembaga pendidikan agama yang bersih dan tidak jorok. Selain anak saya harus cerdas, ia pun harus sehat."

Saya menatapnya. Saya yakin ia bukan basa-basi, mahal bukanlah masalah baginya. Ia seperti paham pada tatapan saya. Sambil tersenyum ia mengatakan, ia sudah cukup lama mencari di internet lalu berkeliling Jawa Barat mencari sekolah dan pesantren kesohor, termasuk yang bertarif cukup mahal. Akan tetapi, ia belum menemukan lembaga pendidikan Islam yang benar-benar bersih. dan menerapkan pola hidup sehat. Saya tidak bisa bicara karena saya tahu persis sejak zaman sekolah dulu, kawan saya termasuk orang paling apik dan berseka.

"Saya merasa kecewa," ucapnya lagi, "Kenapa tidak ada lembaga pendidikan Islam yang betul-betul memerhatikan soal sanitasi dan kebersihan lingkungan? Kenapa kebersihan malah menjadi milik orang lain? Padahal, setahu saya, Islam adalah agama yang suci dan sangat mengutamakan kebersihan dan kesehatan. Tetapi implementasinya jauh panggang dari api."

Kawan saya boleh jadi betul. Kalau mau jujur, kita memang agak kesulitan menemukan lembaga pendidikan berbasis Islam yang mengutamakan kebersihan dan kesehatan dalam penyelenggaraan pendidikannya. Kalaupun ada, hanya satu dua, itu pun. belum maksimal. Padahal posisi kebersihan dan kesehatan dalam Islam berada pada urutan penting. Sampai-sampai Rasulullah SAW. menempatkan kebersihan menjadi bagian dari iman.
"Annazhofatu minal imaan." (Kebersihan sebagaian dari iman.)

Beberapa tahun silam, sempat beredar julukan yang tidak enak didengar di kalangan masyarakat yang ditujukan pada orang-orang pesantren: santri budug. Kata yang memunculkan image kita terhadap ketertinggalan, lingkungan kumuh, air kotor, kamar pengap minim ventilasi, MCK tidak sehat, dan berpenyakit. Kata itu pula yang menyeret pada gambaran betapa lembaga pendidikan Islam tradisional tidak dapat mengimplementasikan nilai-nilai Al-Qur'an dan hadits dalam pola hidup keseharian santri-santrinya. Mereka hanya mengejar "ilmu" tanpa memedulikan makna yang terkandung dalam ilmu yang mereka pelajari. Padahal ulama menyandingkan ilmu dengan iman dan amal.

Bersih adalah bagian dari iman. Artinya, bersih harus selalu bersanding dengan ilmu dan menjadi denyut jantung amal (aktivitas). Akibat sikap yang seolah-olah mengesampingkan kebersihan dan kesehatan, masyarakat lalu memandang sebelah mata lembaga-lembaga pendidikan Islam tradisional dari sisi kesehatan.

Nilai-nilai Al-Qur'an dan hadits hanya ada di dalam kitab, dibaca di pesantren, di masjid, dan majelis taklim, kemudian dihafal tanpa aplikasi. Itulah sebabnya, Quraish Shihab dengan lantang mengajak Muslim untuk membumikan Al-Qur'an yang selama ini berada di kawasan samawi. Al-Qur'an (baca: fisiknya) selalu berada di atas kepala, dijunjung tinggi, dan dihormati, tetapi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya terlupakan, terpinggirkan, tercecer, atau bahkan sama sekali tidak dipedulikan. Salah satunya, adalah kebersihan.

Al-Qur'an baru sebatas musabaqah, dilantunkan dengan suara merdu, diperlombakan, dan pemenangnya mendapat piala; Al-Qur'an belum menjadi detak jantung, belum mengalir dalam darah, belum menjelma dalam setiap aktivitas. Al-Qur'an belum ada dalam tutur kata, dalam tatapan mata, dalam pendengaran. Nilai-nilai Al-Qur'an belum masuk ke kamar mandi, ke toilet, ke tempat wudlu, ke pasar, bahkan belum menjelma dalam kehidupan para peserta didik di lembaga pendidikan Islam, belum menghiasi kamar-kamar, ruang makan, tempat belajar, dan WC mereka. Itulah sebabnya teman saya mengaku kecewa terhadap pola hidup dan lingkungan lembaga pendidikan Islam yang tidak bersih dan sehat.

Kebersihan dalam terminologi agama adalah thaharah, membersihkan segala bentuk kotoran, najis, dan hadas yang menempel pada tubuh —bahkan hati— agar diri tetap berada pada maqam yang qarib dengan Al-Khaliq, Sang Mahasuci yang mencintai kebersihan. 

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
"Innallaha yuhibut tawaabiina wa yuhibbul mutathahhiriin (Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang bertobat dan orang-orang yang bersih)." (QS. Al-Baqarah : 222)

Thaharah mesti dimaknai sebagai upaya maksimal membentuk pola fikir dan pola hidup bersih dan sehat. Islam sebagai agama yang suci menginginkan umatnya menerapkan pola hidup yang bersih dan sehat. Tubuh bersih, pakaian bersih, dan lingkungan bersih. Sinyalemen ini termaktub dalam QS. Al-Mudatsir : 1-5,

يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ
قُمْ فَأَنذِرْ
وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ
وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ
"Yaa, ayyuhal mudatsir, qum faandzir, wa rabbaka fakabbir, wa tsiyaabaka fathahhir, war rujza fahjur!" (Wahai orang yang berselimut, bangun, dan berilah peringatan, agungkanlah Rabb-mu, bersihkan pakaianmu, dan tinggalkanlah perbuatan dosa!)

Meskipun kitab ayat itu ditujukan kepada Rasulullah SAW., tetapi secara otomatis ditujukan kepada umatnya. Watsiyabaka fathahhir (bersihkan pakaianmu, bersihkan tubuhmu, bersihkan lingkunganmu). Hiduplah dengan pola hidup bersih dan sehat.

Menurut penelitian Unicef, kondisi kebersihan air dan lingkungan di sebagian besar daerah di Indonesia masih sangat buruk. Situasi ini menyebabkan tingginya kerawanan anak terhadap penyakit yang ditularkan lewat air. Pada 2004, hanya 50 persen penduduk Indonesia yang mengambil air sejauh lebih dari 10 meter dari tempat pembuangan kotoran. Ukuran ini menjadi standar universal keamanan air. Di Jakarta, misalnya, 84 persen air dari sumur-sumur dangkal ternyata terkontaminasi oleh bakteri Faecal coliform.

Kebersihan mestinya bukan sekadar kebutuhan, melainkan harus menjadi bagian dari hidup, mendarah daging. Kebersihan menjadi pangkal dari kesehatan dan kesehatan merupakan jalan untuk beraktivitas. Islam memandang setiap aktivitas yang positif adalah ibadah. Ada kaidah ushul yang menjelaskan, "Maa laa yatimmul waajibu illa bihiifahuwa waajib (perkara yang menjadi penyempurna yang wajib, adalah wajib pula hukumnya)."

Dengan demikian, mempertahankan hidup agar tetap bersih adalah ibadah dan dikategorikan wajib. Kekhusyukkan beribadah sangat ditentukan oleh kondisi dan stamina tubuh, terutama ibadah mahdhah, seperti shalat, puasa, dan haji. Kekhusyukkan dan nilai ihsan tidak akan diraih secara maksimal ketika tubuh dalam keadaan sakit. Generasi Muslim tidak boleh lemah fisik, akal, hati, akidah, dan ekonomi. Semuanya dipengaruhi oleh pola hidup bersih dan sehat.***

[Ditulis oleh NANA SUKMANA, pengurus DKM Asy-Syifa STIKES Bhakti Kencana Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Manis) 9 Desember 2011 / 13 Muharam 1433 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]

by

u-must-b-lucky

0 comments: