الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَّكُمْ ۖ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَندَادًا وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
Dialah Zat yang menjadikan bumi sebagai hamparan untuk kalian hidup dan menjadikan langit sebagai atap untuk kalian bernaung. Lalu Dia menurunkan hujan dari langit sehingga keluarlah buah-buahan dari pohonnya sebagai rezeki untuk kalian. Oleh karena itu, Janganlah kalian mencari sekutu-sekutu bagi-Nya padahal kalian mengetahuinya. (QS. Al-Baqarah: 22)

Dari sekian banyak unsur kimia yang bermanfaat bagi manusia, air (H2O) dan oksigen (O2) merupakan unsur yang paling penting. Berdasarkan penelitian para ahli, 75 persen dari tubuh manusia tersusun dari unsur air. Dalam otot ada 80 persen air, di otak 50-80 persen, dalam darah 85 persen, dan pada tulang 20 persen.

Setiap orang membutuhkan 5-8 liter air/hari. Jika penduduk Indonesia 200 juta jiwa, dibutuhkan 1,600 juta liter air bersih yang sehat setiap harinya. Oleh karena itu, air memiliki perananan sangat vital bagi kelangsungan hidup manusia. Bahkan, bagi Muslim, air berkaitan langsung dengan ibadah.

Sementara itu, debit air terus berkurang akibat perubahan alam dan iklim yang disebabkan oleh meningkatnya aktivitas manusia dalam bidang teknologi, industri, manufaktur, properti, dan infra-struktur di samping pola hidup keluarga. Pembangunan kawasan industri dan perumahan yang mulai menepi ke perdesaan dan menghabisi hutan-hutan rakyat serta lahan pertanian, menjadi salah satu penyebab berkurangnya air dan jumlah oksigen.

Kemampuan karbondioksida untuk mengubah dirinya menjadi oksigen menjadi lemah karena hutan dan pepohonan sebagai media proses fotosintesis berkurang akibat penjarahan dan penebangan membabi buta. Akibatnya, oksigen yang menguap ke udara dan membentuk awan kian sedikit sehingga curah hujan pun minim.

Karbondioksida yang berlebihan, gas metan dari kendaraan, dan gas buang dari rumah-rumah kaca memiliki andil besar terjadinya pemanasan global. Ketiga gas ini membubung di atmosfer bumi sehingga menimbulkan panas luar biasa. Saat udara semakin panas, curah hujan mulai berkurang, dampaknya pada hasil pertanian cukup besar. Lahan pertanian menjadi kering dan kekurangan pangan tak bisa dielakkan lagi. Dampak dari bencana alam ini berpotensi mencemari air dan membentuk lingkungan tidak sehat.

Semua ini akibat sebagian besar akibat ulah manusia yang munafik. Mereka berdalih membuat manfaat dan kemaslahatan bagi alam, padahal di balik itu semua adalah kerusakan (mafsadat) yang luar biasa. Mereka sudah diperingatkan, tetapi hati mereka keras bagai batu. Allah menggambarkan dalam Al-Qur'an,

وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ
أَلَا إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَـٰكِن لَّا يَشْعُرُونَ
Jika mereka diingatkan, 'Janganlah kalian merusak bumi!' Mereka berkilah, 'Sesungguhnya kami sedang berbuat sesuatu yang bermanfaat.' Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. (QS. Al-Baqarah: 11-12)

Untuk mengantisipasi berbagai kerusakan alam, penjarahan hutan, pencemaran air dan lingkungan oleh limbah keluarga dan limbah industri, tidak cukup dengan pendekatan hukum melalui regulasi pemerintah, tetapi perlu sikap arif dari setiap personal. Manusia diutus Allah ke bumi sebagai khalifah yang bertugas menciptakan kedamaian, kebaikan, ketenteraman, dan memperbaiki berbagai kerusahan. Oleh karena itu, setiap individu bertanggung jawab yang sama untuk mencintai dan menjaga keutuhan lingkungan.

Jika setiap individu bersikap arif, memiliki sense of belonging terhadap alam dan lingkungan sekitar, berkesadaran sosial, dan membiasakan hidup sehat, masalah air dan lingkungan akibat kesalahan manusia dapat diatasi. Setidaknya, masalah yang muncul akibat ulah manusia seperti perusakan hutan, membuang sampah sembarangan, membuat pembuangan saluran air kotor tanpa perhitungan, dapat dikendalikan. Bahkan bukan hal yang mustahil, masalah yang timbul karena alam pun dapat ditanggulangi.

Penumbuhan dan pemantapan kesadaran ini membutuhkan kampanye besar-besaran, berkesinambungan, dan tanpa kenal lelah di setiap saat, setiap kesempatan, dan setiap tempat. Kampanye bukan hanya dilakukan pada momen-momen tertentu seperti Hari Bumi dan Hari Lingkungan Hidup, melainkan pada setiap dialog interpersonal baik yang bersifat pribadi maupun formal.

Dalam terminologi agama, kampanye seperti ini adalah dakwah yang aplikasinya bisa berbentuk tulisan (bil kitabah), ucapan (bil lisan), dan sebuah aktivitas (bil hal). Tulisan para ahli, pencinta lingkungan, dan ulama di media massa (da'wah bil kitabah). harus berlangsung terus-menerus untuk menggugah kesadaran manusia tentang pentingnya lingkungan. Dakwah juga bisa dalam bentuk kata-kata (da'wah bil lisaan), ceramah, seminar, diskusi, tablig, khotbah, dan dialog sehari-hari. Agar semakin efektif dan tepat sasaran, dakwah mesti dilaksanakan secara berantai, person to person, mulai dari lingkungan terkecil terlebih dahulu, dari keluarga. Keluarga harus menjadi school of environment, madrosatul ummah, pendidikan lingkungan yang menekankan kearifan hidup dan pentingnya lingkungan. Mulailah dari diri sendiri, dari anggota keluarga (anak, istri, dan pembantu rumah tangga).

Dakwah yang paling penting adalah dakwah dengan aktivitas nyata. Memberi contoh pada anak dan keluarga tentang pengelolaan sampah keluarga yang baik, menanam pohon dengan sebuah kesadaran bahwa dirinya masih perlu bernafas dan membutuhkan air, membuat drainase yang baik di halaman rumah, membuat sumur resapan, dan membiasakan pola hidup sehat adalah dakwah nyata.

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, nanti Allah menunjukkan kepada mereka sebagian dari perbuatan mereka (agar mereka merasakannya), mudah-mudahan mereka kembali (sadar). (QS. Ar-Rum: 41)

Ayat tersebut memberikan peringatan kepada manusia agar memerhatikan kembali keseimbangan alam. Jika hari ini terjadi berbagai masalah, solusinya adalah kembali pada kesadaran diri (introspeksi, muhasabah). Meluruskan kembali pola pikir tentang lingkungan bahwa lingkungan adalah bagian yang tak terpisahkan dari setiap detak jantung dan desah napas kita.

Menumbuhkan kesadaran dan keyakinan kepada anak-anak kita tanpa alam, manusia tidak akan bisa hidup. Alam adalah nyawa, alam adalah jiwa, alam adalah aliran darah dalam aorta.

Alam adalah kita seutuhnya.***

[Ditulis oleh NANA SUKMANA, pengurus DKM Asy-Syifaa STIKES Bhakti Kencana Bandung, khotib di beberapa masjid di Kota Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Kliwon) 27 Januari 2012/3 Rabiul Awal 1433 H., pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]

by

u-must-b-lucky
Anda memiliki persoalan yang susah terpecahkan? Merasa stres, pusing, bahkan frustrasi menghadapi masalah? Solusinya dengan doa. Ya, kita masih memiliki Allah SWT. sebagai tempat "curhat" berbagai persoalan hidup di dunia ini.

Allah sendiri memerintahkan umat manusia untuk berdoa kepada-Nya.

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku niscaya Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka jahanam dalam keadaan hina dina." (QS. Al Mu'minin: 60)

Nabi Muhammad SAW. dalam sabdanya menegaskan,
"Doa merupakan otak ibadah." (HR. Ibnu Hibban dan Tirmidzi)

"dan barang siapa yang tidak berdoa kepada Allah, maka Allah murka kepadanya." (HR. Tirmidzi)

Inilah yang membedakan antara Allah dengan manusia. Apabila manusia selalu diminta bantuan akan jengkel, dongkol, bahkan meluapkan kemarahannya, tetapi Allah malah merasa senang bahkan memerintahkan umat manusia untuk tak berhenti meminta kepada-Nya. Permintaan itu bisa berbagai hal yang tidak ada batasannya. Namun, untuk berdoa kepada Allah tentu ada akhlak atau etikanya. Ada beberapa waktu terbaik dalam memanjatkan doa yakni saat waktu tengah atau akhir malam.

Rasulullah bersabda,
"Pada tiap malam Tuhan kita turun ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam yang akhir. Maka Allah berfirman, 'Barang siapa berdoa kepada-Ku pasti Aku kabulkan. Siapa yang memohon kepada-Ku pasti Aku akan beri, dan siapa yang mohon ampun kepada-Ku pasti diampuni." (HR. Bukhari, Muslim, Malik, Tirmidzi, dan Iain-lain)

Waktu lain yang mustajab untuk berdoa, ketika selesai melaksanakan shalat wajib lima waktu. Rasulullah SAW. pernah ditanya seseorang, "Wahai Rasulullah, doa manakah yang paling didengar Allah?" Rasulullah SAW. menjawab,
"Doa di tengah malam dan doa sesudah shalat wajib." (HR. Tirmidzi)

Selain itu, saat waktu lapang dan saat sujud juga merupakan waktu tepat untuk berdoa. Umumnya sebagian manusia akan lupa (terlupakan) apabila sedang berada dalam sukacita ataupun lapang rezeki sehingga seakan-akan tak membutuhkan Allah lagi. Namun, ketika ditimpa ujian, bencana, atau musibah, tentu akan langsung mengingat Allah.
"Barangsiapa yang menginginkan doanya dipenuhi Allah ketika ia dalam kesulitan, maka hendaklah ia memperbanyak doa di waktu lapangnya." (HR. Tirmidzi dan Hakim)

Sementara akhlak dalam berdoa di antaranya, biasakan membaca Asmaul Husna saat mengawali memanjatkan permohonan.

قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَـٰنَ ۖ أَيًّا مَّا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ ۚ وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَ‌ٰلِكَ سَبِيلًا
Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar Rahmaan. Dengan nama yang mana saja kamu seni (adalah boleh) karena Dia mempunyai nama-nama terbaik dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan janganlah merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu." (QS. Al Israa: 110)

Kaum Muslimin juga dianjurkan mengawali doa dengan ismul azham (menyebut sifat-sifat Allah Yang Maha Agung). Suatu ketika Nabi Muhammad SAW. lewat di depan Abu Iyasy Zaid bin Shamir Azzuraqiy yang sedang shalat. Dia berdoa, "Ya Allah aku mohon kepada-Mu karena sesungguhnya bagi-Mu puja dan puji. Tiada Tuhan kecuali Allah, wahai Yang Maha Pemberi, Yang Menjadi Harapan, Yang Mencipta langit dan bumi, Yang Maha Luhur, dan Maha Mulia." Lalu, Rasulullah bersabda,
"Sesungguhnya engkau telah memohon kepada Allah dengan mempergunakan nama-nama-Nya Yang Agung, yang bilamana dimohonkan dengan nama-nama-Nya itu akan dikabulkan, dan jika dimintai denganmu juga akan diberi." (HR. Ahmad, Ibnu Majah, Abu Dawud, Nasai, dan lainnya)

Menyebutkan kalimat tauhid di awal doa juga dianjurkan Nabi. Kalimat itu adalah Laa ilaaha illallah wallaahu akbar, laa ilaaha illallahu wahdahu laa syarika lahu, lahul mulku walahul-hamdu wahuwa 'alaa kullisya'in qadiir, laa ilaaha illallah la haula walaa quwwata ilia billaah. Dianjurkan pula mengawali doa dengan dzaljalaali walikraam dan Ar-Rahmaan Arrahiim. Jangan lupakan pula membaca hamdalah (alhamdulillah) dan shalawat atas Nabi Muhammad SAW.

Adab berdoa lainnya, dengan berdoa secara rendah hati (tawadhu) dan disampaikan dengan suara lembut. Doa juga tidak perlu berlebih-lebihan karena Allah tidak suka kepada orang yang melampaui batas, sebagaimana firman-Nya,

ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
Berdo'alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (QS. Al A'raf: 55)

Doa juga disampaikan dengan penuh rasa takut (khauf) sekaligus rasa penuh harap (roja'). Nabi juga menyarankan apabila berdoa diulangi sampai tiga kali.

Salah satu sifat utama umat Islam adalah saling mendoakan saudara yang masih ada ikatan keluarga, tetangga, bahkan saudara seiman yang tidak dibatasi dengan sekat-sekat wilayah, ras, suku, maupun perbedaan bahasa. Umat Islam diimbau untuk mendoakan bagi kebaikan saudara-saudaranya dan dilarang meminta agar terjadi kecelakaan atau musibah.
"Doa seorang Muslim untuk saudaranya (sesama Muslim) dari tempat yang jauh (tanpa diketahuinya) akan dikabulkan." (HR. Muslim)

"Janganlah kamu berdoa untuk kerusakan dirimu, kerusakan anakmu dan pembantumu. Jangan pula berdoa untuk kerusakan hartamu. Jangan minta kepada Allah kerusakan karena mana tahu sewaktu kamu minta, maka Allah mengabulkannya bagimu." (HR. Muslim, Abu Dawud, dan Ibnu Khuzaimah)

Salah satu kelemahan manusia adalah ketika selalu bertanya karena merasa ragu. Misalnya, apakah doa-doa yang kita panjatkan akan dikabulkan Allah? Mengapa doa-doa saya tidak dipenuhi Allah? Padahal Allah telah menegaskan, setiap manusia wajib untuk berbaik sangka (husnuzan) kepada-Nya.
"Sesungguhnya Allah berfirman, Aku akan mengikuti persangkaan hamba-Ku. Aku selalu menyertainya ketika dia berdoa kepada-Ku." (HR. Bukhari dan Muslim)

Sementara dalam hadits lainnya ditekankan,
"Jika kamu memohon kepada Allah Azza Wajalla, wahai manusia mohonlah langsung ke hadirat-Nya dengan keyakinan yang penuh bahwa doamu akan dikabulkan karena Allah tidak mengabulkan doa hamba-Nya yang keluar dari hati lalai." (HR. Ahmad)

Doa merupakan solusi di tengah kehidupan yang makin kompleks dengan permasalahan. Berdoalah dan Jangan segan untuk meminta kepada Allah. ***

[Ditulis oleh KH. MIFTAH FARIDL, Ketua Umum MUI Kota Bandung, Ketua Yayasan Unisba dan Ad-dakwah, serta pembimbing Haji Plus dan Umrah Safari Suci. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Wage) 26 Januari 2012 / 2 Rabiul Awal 1433 H. pada Kolom "CIKARACAK"]

by

u-must-b-lucky
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ۚ ذَ‌ٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِن فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Wahai orang-orang beriman, apabila diseru melaksanakan shalat pada hari Jumat, bergegaslah dan tinggalkanlah jual beli. Itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila shalat telah ditunaikan, bertebaranlah kamu di muka bumi, carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya agar kamu diberi rahmat, (QS. Al-Jumuah: 9-10)


Pada tahun 1433 Hijriah dan 2012 Masehi ini, serta dalam rangka memperbaiki diri, keluarga, dan bangsa, paling tidak, ada enam langkah hijrah yang sebaiknya dilakukan bersama.
  • Pertama, menjadikan shalat Jumat sebagai salah satu ibadah andalan.
  • Kedua, melaksanakan lima shalat fardu berjemaah di masjid.
  • Ketiga, menjadikan Al-Qur'an sebagai bacaan wajib harian keluarga.
  • Keempat, mengajak dan mewajibkan istri dan putra putri kita membiasakan sempurna menutup aurat di luar waktu shalat.
  • Kelima, menggemarkan berinfaq di kala lapang dan sempit.
  • Keenam, mempererat tali silaturahmi.
Jumat merupakan hari termulia, hari terpenting, dan hari raya mingguan kaum Muslimin. Rasulullah SAW., menyebut Jumat dengan sayyidul ayam, raja atau penghulunya hari. Pada Jumat Allah mensyariatkan shalat Jumat. Rangkaian ibadah utamanya terdiri atas 2 khotbah dan 2 rakaat shalat Jumat berjemaah. Keistimewaan Jumat ditegaskan Nabi SAW., dalam banyak sabdanya. Di antaranya,
"Sesungguhnya pada hari Jumat ada saat istimewa, yaitu seorang Muslim tidaklah ia berdiri shalat dan meminta kebaikan kepada Allah, melainkan Allah akan memberi dan mengabulkannya." (HR. Muslim)

Ibadah Jumat merupakan sarana dan cara Allah menaburkan ampunan-Nya kepada kaum Muslimin. Sebagaimana diterangkan dalam hadits Abu Hurairah RA. yang dirawikan Ibnu Majah, Nabi SAW. menegaskan,
"Dari Jumat yang satu ke Jumat berikutnya adalah penghapus dosa/kaffarah, sepanjang dia tidak melakukan dosa besar."

Abu Hurairah RA. meriwayatkan, Nabi SAW. bersabda,
"Sebaik-baik hari yang matahari terbit padanya adalah hari Jumat; pada hari ini Adam diciptakan, pada hari ini Adam dimasukkan ke surga, pada hari itu pula Adam dikeluarkan dari surga, pada hari itu pula Adam diwafatkan. Tidaklah hari kiamat akan terjadi, kecuali pada hari itu, Jumat." (HR. Muslim)

Betapa banyak keutamaan yang Allah cadangkan dan Nabi janjikan bagi kaum Muslimim yang bersungguh-sungguh melaksanakan shalat Jumat. Namun, pada kenyataannya, tak sedikit di antara kaum Muslimin yang masih melakukan kesalahan pada pelaksanaan shalat Jumat. Kita saksikan mayoritas kaum Muslimin sudah bisa dan biasa melaksanakan shalat Jumat itu, tetapi tak sedikit yang asal menggugurkan kewajiban.

Untuk menjadikan ibadah Jumat sebagai salah satu ibadah andalan pekanan kita, mari kenali beberapa kesalahan umum yang masih dilakukan kaum Muslimin pada hari Jumat. Disertai niat dan tekad untuk diperbaiki, mulai dari diri kita dan mulai hari Jumat ini. Mari kita berhijrah dari Jumat ke Jumat.

Caranya, marilah kita jadikan ritus Jumat ini lebih baik dari Jumat lalu. Kita jadikan ibadah Jumat depan lebih baik daripada Jumat ini. Bukankah substansi hijrah itu menjadikan kualitas dan kuantitas amal saleh kita hari ini lebih baik daripada kemarin.

Masih ditemukan ada beberapa kesalahan umum yang masih dilakukan kaum Muslimin pada hari Jumat. Kita saksikan ada sebagian kaum Muslimin pada hari dan shalat Jumat, sengaja tidak shalat Jumat; tidak mandi sebelum shalat Jumat; tidak berpakaian pantas; tidak mau menempati saf depan/utama; tidak menyimak khotbah; tidak berinfaq; tidak mau berdoa; sengaja melangkahi/menyibak bahu jemaah yang sudah hadir; tidak melaksanakan shalat badiyah Jumat; datang telat dan pulang cepat.

Padahal, sebagaimana firman Allah di atas, shalat Jumat itu wajib bagi orang beriman. Nabi SAW., memberi batasan bagi manusia sehat yang tidak kena kewajiban shalat Jumat itu hanya empat/lima golongan yaitu wanita, anak-anak, hamba sahaya, orang sakit (dan musafir, yang kelima ini para ulama berbeda pendapat).

Masih ada sebagian kaum Muslimin yang hadir pada shalat Jumat tidak mandi sempurna, berpakaian sekenanya, bercelana bolong, jeans belel/sontog, kaus oblong/olah raga, dan tidak pula memakai parfum. Padahal, Nabi SAW. mewajibkan kaum Muslimin mandi pada hari Jumat, berpakaian yang paling pantas, dan memakai parfum.

Hampir di banyak masjid ada kaum Muslimin yang datang ke masjid lebih awal, tetapi tidak mau menempati saf utama/saf depan. Mereka malah menempati saf belakang, memilih bersandar di tiang/dinding. Padahal, Nabi SAW. mengisyaratkan, siapa yang datang pada kesempatan pertama seolah ia berkurban dengan seekor unta, siapa yang hadir pada kesempatan kedua seolah-olah berkurban dengan seekor sapi; siapa yang datang pada kesempatan ketiga, seolah-olah berkurban dengan seekor kambing; barang siapa yang hadir pada kesempatan keempat, seolah-olah berkurban dengan seekor ayam, dan barang siapa yang datang pada kesempatan kelima, seolah ia berkurban dengan sebutir telur.

Ada sebagian kaum Muslimin hadir pada shalat Jumat, tetapi tidak menyimak khotbah. Padahal, itu wajib dan merupakan paket tak terpisahkan dengan dua rakaat shalat Jumat. Oleh karena itu, idealnya para khotib mengingatkan jemaah agar meluruskan dan merapatkan saf sebelum khotbah. Mereka tidak menyimak khotbah ada yang karena mengantuk, memainkan sesuatu dengan jari tangannya, dan mengobrol dengan sesama jemaah. Nabi SAW. dengan keras mengingatkan,
"Apabila salah seorang dari kamu berkata kepada temannya, 'diam', sementara imam sedang khotbah, kamu telah berbuat sia-sia, rusaklah pahala Jumat-mu." (HR. Bukhari)

Ada sebagian kaum Muslimin tidak mengeluarkan infaq pada hari Jumat dan tidak memanjatkan doa khusus. Padahal, sebaik-baik infaq pada hari Jumat. Allah merahasiakan ada saat ijabah pada hari Jumat dan berjanji mengabulkan setiap orang yang berdoa.

Ada sebagian kaum Muslimin yang datang terlambat shalat Jumat. Ada juga jemaah ketika masuk masjid melangkahi atau menyibak bahu jemaah yang sudah hadir. Dia datang belakangan, tetapi ingin duduk di depan. Sebaiknya jemaah hadir di masjid, beberapa belas menit sebelum khotib menuju mimbar untuk khotbah. Nabi SAW. bersabda,
"Apabila hari Jumat tiba, para malaikat berdiri di depan pintu-pintu masjid, mencatat setiap yang datang pertama dan berikutnya. Kemudian apabila imam duduk (di kursi dekat mimbar, sebelum khotbah), mereka menutupkan buku catatan tersebut dan hadir mendengarkan khotbah." (HR. Al Bukhari)

Ada sebagian kaum Muslimin, shalat Jumat tetapi tidak melaksanakan shalat sunah badiyah Jumat, baik di masjid maupun di rumahnya. Padahal, Nabi SAW. mencontohkan shalat badiyah Jumat, 4 rakaat di masjid atau 2 rakaat di rumah. Selain itu, ada sebagian kaum Muslimin pada saat Jumat yang datang telat dan pulang cepat. Padahal, kepada yang demikian itu Nabi SAW. menjulukinya anak/cucu setan. Beliau sebagaimana sering kita dengar dari nasihat para ulama, mengingatkan, sebaik-baik jemaah umat, mereka yang datang lebih awal dan pulang akhir. Tentu dengan melaksanakan rangkaian ibadah Jumat dengan sempurna sesuai dengan tata cara yang diajarkan Sunah.
Di awal 2012/1433 H. ini, marilah kita instrospeksi seraya melakukan perbaikan dan bertekad melaksanakan ibadah amaliah Jumat, memperbaiki kesalahan-kesalahan itu seraya bertekad menjadikan ibadah Jumat sebagai salah satu ibadah andalan pekanan kita, mulai Jumat ini.

Insya Allah kita berhijrah dari Jumat ke Jumat.

Wallahu a'lam. ***

[Ditulis oleh DAENG NURJAMAL, dosen pada STP Bandung, Ketua Umum Yayasan Pendidikan Alfatmah Garut. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Pon) 20 Januari 2011 / 26 Safar 1433 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]

by

u-must-b-lucky
Hikmah dari kepemimpinan seorang panglima perang pada zaman Rasulullah SAW. sampai Khalifah Umar bernama Khalid bin Walid. Dia dijuluki oleh Rasulullah SAW. sebagai Syaifullah (pedang Allah). Perluasan Islam hingga ke Mesir, Irak, dan Syam di masa Khalifah Umar bin Khattab tidak lepas dari kiprah kegagahan Khalid.

Namun, apa balasan Khalifah Umar dengan pengabdian Khalid yang memperluas wilayah? Ternyata Khalid bin Walid malah diberhentikan secara tiba-tiba sebagai panglima dalam peristiwa penaklukan Syam.

Apa reaksi Khalid? Dia dengan ikhlas menerimanya, tanpa pembangkangan. Khalid bahkan berkata, "Aku berperang bukan karena Umar, tetapi karena Allah." Inilah mutiara akhlak, hikmah, sekaligus ihsan dalam diri Khalid dan para pejuang Islam lainnya.

Pelajaran berharga lainnya dari Perang Uhud yang terjadi pada tahun ketiga Hijriah ketika umat Islam mengalami kekalahan. Lagi-lagi tokohnya Khalid bin Walid sebelum masuk Islam yang berhasil menghancurkan tentara Islam. Umat Islam kalah akibat mencari materi harta berupa ganimah sehingga terlena.

Rasulullah sempat terluka. Nabi malah sempat dikabarkan wafat, yang menimbulkan kepanikan umat Islam yang masih tersisa. Ketika terluka, Rasulullah tiba-tiba mengambil pedang, lalu diangkat sambil berseru membangkitkan semangat, "Siapa yang berani mengambil pedang ini?"

Semua saling berebut. Rasulullah kembali bertanya, "Siapa yang berani mengambil pedang ini dengan tanggung jawab? (Ma yahudu minni bi-haqqihi?)"

Akhirnya seorang sahabat, Abu Dujanah, mengambil pedang itu lalu lari ke tengah-tengah musuh, yang diikuti pasukan Muslimin yang tersisa.

Terjadilah pertempuran kembali, dan kemudian pasukan musuh menarik diri sehingga kaum Muslimin terhindar dari kekalahan total. Abu Dujanah pun gugur di medan Uhud menjadi syahid bersama Hamzah bin Abi Thalib dan syuhada lainnya.

Khalid bin Walid dan perang Uhud mengajarkan kepada kita kalau jabatan tak perlu diperebutkan layaknya ganimah. Hanya karena melihat fasilitas, materi, gaji, tunjangan, uang perjalanan dinas, ketenaran, dan sejenisnya sehingga kita buta mata dan buta hati.

Jabatan merupakan suatu tugas dan amanah harus diterima dan ditunaikan dengan penuh keikhlasan dan tanggung jawab yang kokoh. Amanah bukan dikejar apalagi diminta-minta. Amanah dan jabatan dalam suatu perjuangan bukanlah suatu yang menyenangkan, justru sebaliknya akan menjadi beban yang harus dipertanggungjawabkan.

Kalau amanat itu diberikan jangan ditolak, lebih-lebih jika mampu melaksanakannya. Namun jangan pula memperebutkan jabatan, apalagi dengan cara-cara tidak benar. Sekali salah niat dan langkah, selain akan menimbulkan centang perenang dan perpecahan dalam perjuangan, sekaligus tidak akan berkah dan kehilangan pahala yang utama.

Nabi Muhammad SAW. bersabda,
"Ingatlah, setiap orang di antara kalian adalah pemimpin, dan setiap dari kalian akan ditanya tentang kepemimpinannya. Seorang amir (pemimpin masyarakat) yang berkuasa atas manusia adalah pemimpin, dan ia akan ditanya tentang rakyatnya." (HR. Bukhari dan Muslim)

Merujuk kepada kata pemimpin atau imam bermula dari kata "amma" yang bermakna bergerak ke depan. Seorang pemimpin di mana pun posisinya harus bisa membawa ke arah yang lebih baik. Kata "amma" berubah menjadi ammam atau di depan lalu "imam" yang bermakna seseorang yang berada di barisan paling depan. Kata "imam" senapas dengan kata "umm" (yang berarti ibu) atau "ummat" yang berarti komunitas yang diminta untuk bergerak maju ke depan.

Tugas pemimpin amat berat dan mengandung bahaya. Tak heran jika Nabi SAW. mengingatkan bahayanya kekuasaan dan orang yang memintanya,
"Wahai Abdur Rahman bin Samuroh, janganlah engkau meminta kekuasaan. Karena jika kau diberi kekuasaan dari hasil meminta, maka engkau akan diserahkan kepada kekuasaan itu (yakni, dibiarkan Allah dan tak akan ditolong). Jika engkau diberi kekuasaan, bukan dari hasil meminta, maka engkau akan ditolong." (HR. Al-Bukhori dan Muslim)

Dalam hadits lain dinyatakan,
"Aku pernah masuk menemui Nabi SAW. bersama dua orang sepupuku. Seorang di antara mereka berkata, "Wahai Rasulullah, jadikanlah kami pemimpin dalam perkara yang Allah berikan kepadamu. Orang kedua juga berkata demikian. Maka Nabi bersabda, Demi Allah, sesungguhnya kami tidak akan menyerahkan pekerjaan ini kepada orang yang memintanya, dan tidak pula orang yang rakus kepadanya." (HR. Al-Bukhori dan Muslim)

Seseorang tidak diperkenankan berbuat narsisme seperti "mematut-matutkan diri" sebagai calon pemimpin ideal. Misalnya, menyatakan saya ini orang paling pintar, lebih baik, paling bisa, tepercaya, dan lebih bersih dari yang lainnya. Ajaran Islam melarang calon pemimpin untuk menjelek-jelekkan orang lain.

Kehadiran pemimpin bukan karena politik pencitraan, karena politik ini lebih banyak menipu. Pemimpin juga tidak perlu mengiklankan dirinya secara gencar sebab pemimpin bukanlah profesi yang dicari melainkan kepercayaan dari masyarakat karena ia memiliki rekam jejak yang baik dan dapat dipercaya sehingga layak diangkat menjadi pemimpin.***

[Ditulis oleh H. PUPUH FATHURRAHMAN, Sekretaris Senat Universitas Islam Negeri. (UIN) Sunan Gunung Djati dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Pesantren Raudhatus Sibyan Sukabumi. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Pahing) 19 Januari 2012 / 25 Safar 1433 H. pada Kolom "CIKARACAK"]

by

u-must-b-lucky
Apa arti kita hidup di dunia? Dunia tempat kita mempersiapkan diri untuk akhirat. Sebagai tempat persiapan, dunia pasti akan kita tinggalkan. Ibarat terminal, kita transit di dalamnya sejenak, sampai waktu yang ditentukan, setelah itu kita tinggalkan dan melanjutkan perjalanan lagi.

Dalam Al-Qur'an dijelaskan bahwa dunia itu bukan tujuan, sebagaimana firman-Nya,

وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ

Dan carilah (kebahagaian) akhirat, yang telah Allah sediakan untukmu, tapi jangan lupa bahagianmu dari kenikmatan dunia. (QS. Al Qasas: 77)

Terlihat dengan jelas disini bahwa yang harus kita kejar sebagai Muslim adalah kebahagiaan hidup akhirat. Mengapa? Karena di sanalah letak kehidupan abadi. Tidak ada mati lagi setelah itu. Karenanya dalam ayat yang lain Allah berfirman,

وَإِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ

"wainnad daarul aakhirata lahiyal hayawan" (dan sesunguhnya akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya) (QS. Al Ankabut: 64)

Bila demikian setelah kita tahu tabiat dunia ibarat terminal persinggahan, mengapa kita terlalu banyak menghabiskan waktu hidup kita untuk keperluan dunia? Di akui atau tidak, dari 24 jam jatah usia kita dalam sehari, bisa dikatakan hanya beberapa persen saja yang kita gunakan untuk persiapan akhirat. Selebihnya bisa dipastikan terkuras habis oleh kegiatan yang berputar-putar di sekitar masalah dunia.

Mari kita renungkan, betapa tak terhingga nikmat Allah, setiap saat mengalir dalam tubuh kita. Tapi mengapa kita lalaikan itu semua. Detakan jantung tidak pernah berhenti. Kedipan mata yang tak terhitung berapa kali dalam sehari, selalu kita nikmati. Tapi kita sengaja melupakan hal itu. Kita sering mudah berterima kasih kepada seorang yang berjasa kepada kita, sementara kepada Allah yang senantiasa memanjakan kita dengan nikmat-nikmat-Nya, kita sering kali memalingkan wajah.

Akibatnya pasti, kita akan lupa akhirat. Dari sini dunia akan menghabiskan waktu kita. Orang-orang bijak mengatakan, bahwa dunia ini hanyalah keperluan, ibarat WC dan kamar mandi dalam sebuah rumah, ia dibangun semata sebagai keperluan. Karenanya siapapun dari penghuni rumah itu akan mendatangi WC atau kamar mandi jika perlu, setelah itu ditinggalkan. Maka sungguh sangat aneh bila ada seorang yang diam di WC sepanjang hari, dan menjadikannya sebagai tujuan utama dari dibangunnya rumah tersebut. Begitu juga sungguh sangat tidak wajar bila manusia sibuk mengurus dunia sepanjang hari dan menjadikannya sebagai tujuan hidup. Sementara akhirat yang merupakan tujuan sebenarnya dikesampingkan.

Namun kini kita memang sedang berada di sebuah zaman yang terbalik. Dimana keperluan dijadikan tujuan dan tujuan sejati bukan hanya dijadikan keperluan, bahkan cenderung untuk dilupakan dan tidak diperlukan lagi. Orang-orang yang sibuk mengurus Akhirat menjadi aneh. Dan orang-orang yang sibuk mengurus dunia dibanggakan. Bahkan berperangpun dengan menghanguskan serta membunuh banyak manusia untuk kepentingan dunia senantiasa dilakukan. Seakan dunia ini adalah segala-galanya. Keterbalikan ini juga terlihat di berbagai segi kehidupan. Laki-laki bergaya seperti wanita dan wanita bergaya seperti laki-laki. Siang dijadikan malam, dan malam dijadikan siang. Orang yang jujur dimusuhi, orang yang suka menipu dipelihara. Orang yang belajar agama merusak agamanya, dan orang yang belajar pada jurusan umum justru berusaha mengamalkan agama.

Dari sini kerancuan definisi terjadi. Termasuk kerancuan definisi dunia dan akhirat. Kini orang-orang banyak yang tidak bangga jika anaknya rajin ke masjid, pandai mengaji, dan aktif di majelis taklim. Mereka bangga bila anaknya sekolah di Amerika, menjadi bankir dan lain sebagainya. Bahkan mereka merasa pesimis terhadap masa depan anaknya jika mereka mondok di sebuah pesantren atau masuk jurusan agama di universitas tertentu. Akibatnya berduyun-duyunlah mereka menuju universitas umum, dengan harapan nanti mereka akan mudah untuk mendapatkan pekerjaan. Padahal semuanya itu kalau mau disadari secara mendalam, sungguh sangat tergantung kepada takdir.


Alkisah, dalam sebuah perjalanan kembali dari Bogor, menuju Jakarta, di sebuah kereta api, saya (penulis) bertemu dengan seorang ibu. Ibu itu dengan nada sedih dan penuh pengharapan bercerita bahwa tiga orang anaknya telah sarjana. Satunya sarjana di bidang akuntansi, lainnya, di bidang komunikasi, dan satunya lagi di bidang sosiologi. Tapi sedihnya, - kata ibu itu melanjutkan ceritanya - bahwa sampai sekarang ketiga anak tersebut masih bingung mencari perkerjaan. Di sana-sini ribuan orang mengantri melamar kerja. Begitu panjangnya antrian itu, sampai berdesak-desakan, sikut-menyikut, sogok-menyogok, jilat-menjilat dan seterusnya.

Sungguh dunia memang sebuah perangkap, maka tidak heran makin banyak manusia yang tertipu. Patut kita sadari, bahwa dunia itu hanyalah keperluan. Mengapa harus menyita waktu sedemikian banyaknya, bersikap berlebih-lebihan mengejar keperluan, sampai harus dengan saling membunuh dan berperang? sedangkan tujuan sejati kita lupakan.


Ingatlah bahwa akhirat adalah tujuan kita yang hakiki. Jalan kita di dunia akan terbuka lebar bila kita selalu ingat tujuan hakiki kita, akhirat.

Wallahu a'lam.***

[Ditulis oleh AMIR FAISHOL FATH, Tulisan dari situs http://www.mushollarapi.blogspot.com/]

by

u-must-b-lucky
Setiap Muslim harus berjuang menegakkan nilai-nilai Islam, karena Islam merupakan agama yang harus ditegakkan dalam kehidupan individu, keluarga, masyarakat, dan bangsa. Dalam melaksanakan tugas-tugas perjuangan, seorang Muslim dituntut memiliki sifat berani (syajaa'ah) yang sumbernya adalah iman yang istiqamah.
Keberanian diwujudkan dalam banyak hal, di antaranya,
  • Pertama, berani menyatakan yang benar. Kebenaran merupakan sesuatu yang tidak boleh disamarkan atau disembunyikan. Apalagi dicampur-adukkan antara yang hak dan yang batil. Allah SWT. mengingatkan dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 42,

    وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
    Dan janganlah kamu campur adukkan kebenaran dengan kebatilan dan (janganlah) kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya.
    Mengatakan yang hak itu memang berisiko, karena mengandung hal yang besar bila ada orang yang tidak menyukainya, apalagi dua hal itu dinyatakan di hadapan penguasa yang dzalim. Namun Rasulullah SAW. bersabda,
    "Katakan yang benar meskipun terasa pahit."
    Dipertegas pula dengan sabdanya yang lain,
    "Jihad yang paling utama adalah mengucapkan kalimat yang benar di hadapan penguasa yang dzalim."
  • Kedua, berani menghadapi risiko dan menentang kedzaliman. Dalam menjalani kehidupan, manusia selalu berhadapan dengan risiko, apalagi dalam perjuangan menegakkan dan mempertahankan nilai-nilai kebenaran yang datang dari Allah SWT. dan Rasul-Nya.
    Pun dengan kedzaliman amat berbahaya dalam kehidupan masyarakat, yang tidak hanya menimpa mereka yang berbuat dzalim, tetapi juga masyarakat secara umum.
  • Ketiga, berani menghadapi musuh. Sudah sunatullah, sepanjang sejarah, permusuhan kaum kafir terhadap kaum Muslimin tidak bisa dielakkan.
    Bila terjadi bentuk-bentuk permusuhan termasuk secara fisik, kaum Muslimin harus menunjukkan sifat syajaa'ah atau berani menghadapi musuh-musuh.
  • Keempat, berani mengakui kesalahan. Kesalahan atau khilaf terkadang sering dilakukan oleh setiap orang, termasuk orang yang beriman. Seorang Muslim harus berani mengakui kesalahan yang telah dilakukannya, bahkan harus merasa tidak cukup hanya bertobat secara pribadi.
    Jangan sampai fakta yang sering terjadi, banyak manusia yang bersalah tidak mau mengakui kesalahannya, bahkan berusaha menyembunyikan kesalahan, yang lebih tragis lagi adalah menimpakan kesalahan itu kepada orang lain dengan cara memfitnah. Naudzu-billah....
Sifat syajaa'ah bisa kita miliki jika kita tetap memahami faktor penting yaitu memahami dan mengupayakan hal hanya takut kepada Allah SWT., meyakini kepastian mati, meyakini dan mencintai kehidupan akhirat serta tawakal kepada Allah SWT.

Seperti kita ketahui, jasad atau diri kita ini terdiri atas dua unsur, yaitu jasmani dan rohani. Unsur jasmani ini adalah unsur yang dapat dilihat, diobservasi, dianalisis, serta dapat diurai oleh kita sendiri. Kita tahu bahwa jasad ini dibuat dari tanah kholaqol insaana min tiin. Oleh karena itu, sifat tanah sangat nyata bentuknya, dan kebetulan bahwa kita ini secara jasmaniah mempunyai dorongan-dorongan yang sifatnya senang kepada hal-hal yang terbuat dari tanah.

Unsur lain yang memang agak sulit kita deteksi dan diobservasi yaitu unsur rohani. Mengenai unsur rohani ini, Allah SWT. mengatakan bahwa mereka akan bertanya kepadamu tentang Ar-Ruh,

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ ۖ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُم مِّنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا
"Wa yas aluunaka 'anirruuh, kulirruuh min amri robbi, wamaa uutiitum minal 'ilmi illaa qoliila." "Dan mereka akan bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah wahai Muhammad, ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit." (QS. Al-Israa: 85)

Di dalam diri kita ini, dorongan-dorongan seperti sifat syajaa'ah itu nyata adanya dalam kehidupan sehari-hari. Bahwa peran jasad itu sangat besar. Apalagi jasad itu diperkuat oleh vitamin, makanan yang bergizi, olah raga, kemudian dibungkus oleh sesuatu yang memang dibutuhkan oleh dirinya.

Rasulullah SAW. bersabda bahwa sikap seperti itu akan mengurangi sifat keserakahan kita. "Alqulibul laatasdaaka mayasda'il hadits qiila wamaa ja'ala ya Rasulullah qoola qiro'atul qur'an wadzikrul maut." Hatimu itu akan berkarat seperti berkaratnya besi. Kata Rasulullah SAW., "Alitsmu mahaka fii-shodrik." Dosa yang kamu perbuat itu akan mengotori dan merusak hatimu. Itulah hal yang membuat bergetarnya hati kita ketika melakukan dosa.

Kata para sahabat, "Ya Rasulullah, wamaaja'aluha?" (Apa obatnya, ya Rasulullah supaya kita tidak terkena kerusakan hati?). Kerusakan hati di sini, lebih bersifat majazi yaitu kita tidak bisa memperoleh serta menerima dan menganalisis kebenaran-kebenaran yang ada di dunia ini. "Wamaaja'ala ya Rasulullah?" (Apa obatnya ya Rasulullah, supaya hati kita itu tidak rusak). Kata Rasulullah SAW.,"Qoola qiro'atul qur'an wadzikrul maut." (Obatnya supaya hatimu terus baik dan bagus serta tidak rusak ialah perbanyaklah membaca Al-qur'anul karim dan dzikrul maut. Yaitu ingat-ingatlah bahwa engkau akan mati).

Oleh karena itu, setiap Muslim tidak akan takut kepada manusia. Dengan penuh keyakinan akan berjuang dan berusaha dalam kehidupan yang penuh dengan tantangan dan risiko, sehingga mampu melahirkan pribadi-pribadi yang syajaa'ah (berani) dalam menegakkan dan menyebarkan nilai-nilai kebenaran!

Wallahu a'lam bisshawab.***

[Ditulis oleh DEDY SUTRISNO AHMAD SHOLEH, alumnus Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN. SGD Bandung dan kader Juru Dakwah Jawa Barat tinggal di Cirebon. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Manis) 13 Januari 2011 / 19 Safar 1433 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]

by

u-must-b-lucky
Nabi Muhammad SAW. diutus menjadi nabi dan rasul, membawa tugas utama mendidik budi pekerti umat. Memperbaiki perilaku manusia agar berakhlak mulia (ahklaqul karimah). Beliau bersabda,
"Innama bu'itstu li utamiina makarimal akhlak" (Sesunggunya kami diutus untuk menjadikan manusia berakhlak mulia).

Pada masa kelahiran Nabi SAW., hingga beliau diangkat menjadi nabi dan rasul, kehidupan masyarakat Arab di Kota Mekah dan di seluruh jazirah Arab, dalam keadaan kacau-balau. Aturan tidak ada, hukum tidak tegak. Sebab yang menjadi ukuran harkat derajat manusia, semata-mata hanya pada kondisi fisik. Gagah, kuat, tampan, cantik, sehingga orang-orang yang dianggap lemah —terutama kaum perempuan— dilenyapkan saja. Pada waktu itu, mempunyai bayi perempuan dianggap hina. Oleh karena itu, setiap ada bayi perempuan lahir, langsung dikubur hidup-hidup, karena dianggap tidak akan berguna untuk menopang kekuatan orangtua dan keluarga. Yang diperlukan adalah laki-laki, calon pahlawan di medan perang.

Keadaan materi juga menjadi peringkat pertama. Kaya, termasyhur, banyak pengikut, keturunan "darah biru", dan sebagainya. Sedikitpun tak menghargai orang-orang miskin, orang-orang kebanyakan, yang mereka tetapkan sebagai budak-budak sasaran penghinaan.

Oleh karena itu, zaman tersebut dinamakan zaman jahiliah. Zaman penuh kebodohan. Akan tetapi, bukan berarti bodoh otak, tak dapat tulis baca, melainkan bodoh dalam pengerjaan tidak memiliki akhlak, tidak memiliki budi pekerti yang baik. Pada masa itu, secara intelektual, orang-orang Arab sudah terkenal sebagai ahli sastra. Pencipta puisi (syair) dan prosa (atsar) yang indah-indah. Terkenal sebagai orator yang memikat gaya bahasanya. Setiap tahun mereka mengadakan pasar malam Ukadz, yang diisi perlombaan menulis karya sastra. Yang paling indah ditempel pada tembok Kabah, agar dibaca semua orang, disanjung, dan dipuji keindahannya. Nama-nama sastrawan Arab jahiliah, seperti Umrul Qoisy, Bari-un Nabih, dan Thorfah Abu Ziyad, hingga kini masih lestari. Karya-karyanya terus berkumandang dalam setiap kajian bahasa dan sastra Arab.

Istilah jahiliah sama sekali tidak identik dengan zaman batu, zaman primitif. Akan tetapi, identik dengan perilaku jahat, kasar, ganas, tidak menghargai orang lain, tidak mengenal tata krama, adab sopan santun, dan tak dapat membedakan salah dan benar. Yang penting dapat mengumbar hawa nafsu, melampiaskan amarah pada setiap kesempatan, baik terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Hal ini perlu ditegaskan, sebab banyak yang berpendapat bahwa jahiliah sama dengan kuno. Kebalikan dari zaman modern. Setiap yang tidak selaras dengan kondisi dan situasi modern yang ditandai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi masa kini, dianggap jahiliah.

Pendapat yang amat salah sebab jahiliah berkaitan dengan akhlak atau mental dan budi pekerti. Tidak dengan kemajuan atau kemunduran zaman. Bangsa Arab jahiliah, sebagaimana diungkapkan di atas, sudah menguasai kebudayaan linuhung. Selain terkenal sebagai pencipta dan penikmat sastra, mereka juga terkenal sebagai ahli perniagaan yang ulung. Dalam Quran Surat Al Quraisy dijelaskan kebiasaan (ilaf) orang Arab Quraisy, yang pada musim dingin (as-syita) berniaga ke kawasan selatan (Yaman) yang bersuhu hangat, sedangkan pada musim panas (ash shoif), menuju ke utara (Syam atau Suriah) yang bersuhu sejuk. Berarti yang jahiliah itu sudah mengenal pengetahuan tentang perdagangan dan peralihan cuaca.

Jika pada zaman modern sekarang masih ada yang menganggap kekuatan dan keindahan fisik serta hal-hal bersifat material lainnya sebagai ukuran kemajuan, dapat disebut berpola pikir jahiliah. Walaupun tampak mewah, megah, sehat, harum, naik-turun kendaraan mutakhir, tetapi berperangai tidak halus, kejam, meremehkan orang lain, dapat dikategorikan jahiliah. Meminjam istilah Muhammad Al Gazhali, tipe orang semacam itu merupakan profil jahiliah modern karena hakikatnya masih diselimuti kebodohan-kebodohan perilaku.

Orang yang merasa senang berbuat kejahatan, puas jika menyiksa orang lain, merampas hak orang lain (korupsi), dan sejenisnya, itu pertanda berjiwa jahiliah. Orang berjiwa modern sebagaimana dinyatakan Nabi Muhammad SAW.,
"Idza sa-atka sayyiatuka wa sarrotka hasanatuka fa anta mu'minun" (Jika engkau merasa tidak tenang karena berbuat kesalahan tetapi merasa gembira sebab telah berbuat kebaikan, merupakan pertanda engkau manusia beriman sempurna).

Berdasarkan hadits tersebut, orang yang merasa suka, gembira, bahagia jika berbuat keburukan dengan alasan apa saja, bukanlah orang beriman. Sementara orang tak beriman, sama dengan orang yang bodoh dan berpandangan jahiliah. Adapun orang yang suka dan gembira jika berbuat kebaikan serta kebajikan, itulah pertanda Mukmin. Derajat orang beriman yang mendapat petunjuk ke jalan haq, bersih dari hal-hal dosa dan kejahatan, dinilai oleh Allah SWT. sebagai orang yang mendapat kebahagiaan.

قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا
وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا
Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (QS. Asy Syamsu: 9-10)

Sebagian tanda dari orang-orang berbudi pekerti luhur, menunjukkan sikap tidak berlebihan, baik dalam berbicara maupun dalam bertindak. Ketika bicara, tidak dengan suara keras, membentak-bentak. Isi pembicaraannyapun tidak menyinggung orang yang mendengarnya. Dalam tindakan, selalu tertib, penuh kerendahhatian. Tidak merasa "senior" yang bebas memperlakukan "junior" untuk disiksa, dianiaya. Tidak merasa sebagai aparat hukum yang leluasa mempermainkan hukum.

Sikap besar kepala yang ditunjukkan dalam perilaku dilarang keras oleh Allah SWT.,

وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِن صَوْتِكَ ۚ إِنَّ أَنكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ
Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. (QS. Luqman: 19)

Hakikat manusia, walaupun mengaku dan merasa modern, maju serta kuasa, tetap dalam kedaan lemah. Tak berdaya sama sekali. Allah SWT. dalam QS. An Nisa: 28 menyatakan,

وَخُلِقَ الْإِنسَانُ ضَعِيفًا
"Wa huliqal insana dla'ifan" (Dan manusia diciptakan dalam keadaan tidak berdaya.)

Kekuatan manusia dalam kelemahannya itu adalah memiliki akhlak mulia, budi pekerti halus, dan bagus. Bersih dari sifat-sifat ganas, kejam, dan tidak tunduk kepada hawa nafsu jahiliah, sebab kepada setiap orang yang berbuat baik, Allah SWT. akan menunjukkan jalan serta selalu menyertainya.

وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
"Innallaha lama'al muhsinin" (QS. Al Ankabut: 69)

Wallahu a'lam. ***

[Ditulis oleh H. USEP ROMLI HM., guru mengaji di Desa Cibiuk, Garut, pembimbing Haji dan Umrah Megacitra / KBIH Mega Arafah Kota Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi 12 Januari 2012 / 18 Safar 1433 H. pada Kolom "CIKARACAK"]

by

u-must-b-lucky