BUDI PEKERTI LUHUR

Nabi Muhammad SAW. diutus menjadi nabi dan rasul, membawa tugas utama mendidik budi pekerti umat. Memperbaiki perilaku manusia agar berakhlak mulia (ahklaqul karimah). Beliau bersabda,
"Innama bu'itstu li utamiina makarimal akhlak" (Sesunggunya kami diutus untuk menjadikan manusia berakhlak mulia).

Pada masa kelahiran Nabi SAW., hingga beliau diangkat menjadi nabi dan rasul, kehidupan masyarakat Arab di Kota Mekah dan di seluruh jazirah Arab, dalam keadaan kacau-balau. Aturan tidak ada, hukum tidak tegak. Sebab yang menjadi ukuran harkat derajat manusia, semata-mata hanya pada kondisi fisik. Gagah, kuat, tampan, cantik, sehingga orang-orang yang dianggap lemah —terutama kaum perempuan— dilenyapkan saja. Pada waktu itu, mempunyai bayi perempuan dianggap hina. Oleh karena itu, setiap ada bayi perempuan lahir, langsung dikubur hidup-hidup, karena dianggap tidak akan berguna untuk menopang kekuatan orangtua dan keluarga. Yang diperlukan adalah laki-laki, calon pahlawan di medan perang.

Keadaan materi juga menjadi peringkat pertama. Kaya, termasyhur, banyak pengikut, keturunan "darah biru", dan sebagainya. Sedikitpun tak menghargai orang-orang miskin, orang-orang kebanyakan, yang mereka tetapkan sebagai budak-budak sasaran penghinaan.

Oleh karena itu, zaman tersebut dinamakan zaman jahiliah. Zaman penuh kebodohan. Akan tetapi, bukan berarti bodoh otak, tak dapat tulis baca, melainkan bodoh dalam pengerjaan tidak memiliki akhlak, tidak memiliki budi pekerti yang baik. Pada masa itu, secara intelektual, orang-orang Arab sudah terkenal sebagai ahli sastra. Pencipta puisi (syair) dan prosa (atsar) yang indah-indah. Terkenal sebagai orator yang memikat gaya bahasanya. Setiap tahun mereka mengadakan pasar malam Ukadz, yang diisi perlombaan menulis karya sastra. Yang paling indah ditempel pada tembok Kabah, agar dibaca semua orang, disanjung, dan dipuji keindahannya. Nama-nama sastrawan Arab jahiliah, seperti Umrul Qoisy, Bari-un Nabih, dan Thorfah Abu Ziyad, hingga kini masih lestari. Karya-karyanya terus berkumandang dalam setiap kajian bahasa dan sastra Arab.

Istilah jahiliah sama sekali tidak identik dengan zaman batu, zaman primitif. Akan tetapi, identik dengan perilaku jahat, kasar, ganas, tidak menghargai orang lain, tidak mengenal tata krama, adab sopan santun, dan tak dapat membedakan salah dan benar. Yang penting dapat mengumbar hawa nafsu, melampiaskan amarah pada setiap kesempatan, baik terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Hal ini perlu ditegaskan, sebab banyak yang berpendapat bahwa jahiliah sama dengan kuno. Kebalikan dari zaman modern. Setiap yang tidak selaras dengan kondisi dan situasi modern yang ditandai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi masa kini, dianggap jahiliah.

Pendapat yang amat salah sebab jahiliah berkaitan dengan akhlak atau mental dan budi pekerti. Tidak dengan kemajuan atau kemunduran zaman. Bangsa Arab jahiliah, sebagaimana diungkapkan di atas, sudah menguasai kebudayaan linuhung. Selain terkenal sebagai pencipta dan penikmat sastra, mereka juga terkenal sebagai ahli perniagaan yang ulung. Dalam Quran Surat Al Quraisy dijelaskan kebiasaan (ilaf) orang Arab Quraisy, yang pada musim dingin (as-syita) berniaga ke kawasan selatan (Yaman) yang bersuhu hangat, sedangkan pada musim panas (ash shoif), menuju ke utara (Syam atau Suriah) yang bersuhu sejuk. Berarti yang jahiliah itu sudah mengenal pengetahuan tentang perdagangan dan peralihan cuaca.

Jika pada zaman modern sekarang masih ada yang menganggap kekuatan dan keindahan fisik serta hal-hal bersifat material lainnya sebagai ukuran kemajuan, dapat disebut berpola pikir jahiliah. Walaupun tampak mewah, megah, sehat, harum, naik-turun kendaraan mutakhir, tetapi berperangai tidak halus, kejam, meremehkan orang lain, dapat dikategorikan jahiliah. Meminjam istilah Muhammad Al Gazhali, tipe orang semacam itu merupakan profil jahiliah modern karena hakikatnya masih diselimuti kebodohan-kebodohan perilaku.

Orang yang merasa senang berbuat kejahatan, puas jika menyiksa orang lain, merampas hak orang lain (korupsi), dan sejenisnya, itu pertanda berjiwa jahiliah. Orang berjiwa modern sebagaimana dinyatakan Nabi Muhammad SAW.,
"Idza sa-atka sayyiatuka wa sarrotka hasanatuka fa anta mu'minun" (Jika engkau merasa tidak tenang karena berbuat kesalahan tetapi merasa gembira sebab telah berbuat kebaikan, merupakan pertanda engkau manusia beriman sempurna).

Berdasarkan hadits tersebut, orang yang merasa suka, gembira, bahagia jika berbuat keburukan dengan alasan apa saja, bukanlah orang beriman. Sementara orang tak beriman, sama dengan orang yang bodoh dan berpandangan jahiliah. Adapun orang yang suka dan gembira jika berbuat kebaikan serta kebajikan, itulah pertanda Mukmin. Derajat orang beriman yang mendapat petunjuk ke jalan haq, bersih dari hal-hal dosa dan kejahatan, dinilai oleh Allah SWT. sebagai orang yang mendapat kebahagiaan.

قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّاهَا
وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّاهَا
Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (QS. Asy Syamsu: 9-10)

Sebagian tanda dari orang-orang berbudi pekerti luhur, menunjukkan sikap tidak berlebihan, baik dalam berbicara maupun dalam bertindak. Ketika bicara, tidak dengan suara keras, membentak-bentak. Isi pembicaraannyapun tidak menyinggung orang yang mendengarnya. Dalam tindakan, selalu tertib, penuh kerendahhatian. Tidak merasa "senior" yang bebas memperlakukan "junior" untuk disiksa, dianiaya. Tidak merasa sebagai aparat hukum yang leluasa mempermainkan hukum.

Sikap besar kepala yang ditunjukkan dalam perilaku dilarang keras oleh Allah SWT.,

وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِن صَوْتِكَ ۚ إِنَّ أَنكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ
Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai. (QS. Luqman: 19)

Hakikat manusia, walaupun mengaku dan merasa modern, maju serta kuasa, tetap dalam kedaan lemah. Tak berdaya sama sekali. Allah SWT. dalam QS. An Nisa: 28 menyatakan,

وَخُلِقَ الْإِنسَانُ ضَعِيفًا
"Wa huliqal insana dla'ifan" (Dan manusia diciptakan dalam keadaan tidak berdaya.)

Kekuatan manusia dalam kelemahannya itu adalah memiliki akhlak mulia, budi pekerti halus, dan bagus. Bersih dari sifat-sifat ganas, kejam, dan tidak tunduk kepada hawa nafsu jahiliah, sebab kepada setiap orang yang berbuat baik, Allah SWT. akan menunjukkan jalan serta selalu menyertainya.

وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
"Innallaha lama'al muhsinin" (QS. Al Ankabut: 69)

Wallahu a'lam. ***

[Ditulis oleh H. USEP ROMLI HM., guru mengaji di Desa Cibiuk, Garut, pembimbing Haji dan Umrah Megacitra / KBIH Mega Arafah Kota Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi 12 Januari 2012 / 18 Safar 1433 H. pada Kolom "CIKARACAK"]

by

u-must-b-lucky

0 comments: