MERASA DIAWASI (MUROQOBAH)

Setan tak akan bosan menggoda manusia agar menjadi temannya dalam menjalankan larangan Allah dan menjauhi, melalaikan, atau bahkan menentang segala perintah-Nya. Setan menggoda manusia, baik ketika manusia dalam keadaan diam maupun beraktivitas, baik ketika dalam keadaan sendiri maupun berkelompok. Hal itu karena iblis telah memproklamasikan diri untuk selalu menggoda dan menghasut manusia agar berada dalam kesesatan.

Hal itu sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur'an Surat Al-A'raf ayat 16-18

قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ
ثُمَّ لَآتِيَنَّهُم مِّن بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَن شَمَائِلِهِمْ ۖ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ
قَالَ اخْرُجْ مِنْهَا مَذْءُومًا مَّدْحُورًا ۖ لَّمَن تَبِعَكَ مِنْهُمْ لَأَمْلَأَنَّ جَهَنَّمَ مِنكُمْ أَجْمَعِينَ
Iblis menjawab, 'Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka (Adam dan anak cucunya) dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat).' Allah berfirman, 'Keluarlah kamu dari surga itu sebagai orang terhina lagi terusir. Sesungguhnya barang siapa di antara mereka mengikuti kamu, benar-benar Aku akan mengisi neraka Jahanam dengan kamu semuanya.


Untuk menghindari dan menolak godaan atau hasutan setan, salah satunya dengan selalu ingat kepada Allah SWT., merasa selalu berada dalam pengawasan-Nya. Dengan adanya rasa diawasi oleh Yang Maha tersebut, ia akan tercegah dari bisikan, godaan, dan hasutan setan (agar berbuat maksiat dan melalaikan perintah-Nya).

Berkaitan dengan pengawasan, di dalam agama (Islam) dinamai muroqobah. Secara harfiah muroqobah dapat diartikan sebagai mengawasi atau mengintai. Sementara itu muroqobah menurut Imam Al-Qusyairi dalam "Arrisalah Al-Qusyairiyyah" mengartikan, muroqobah adalah seorang hamba mengetahui sepenuhnya bahwa Tuhan selalu melihatnya. Adapun menurut Imam Abdul Aziz Ad-Darainy menyebutkan, muroqobah adalah mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mendengar, mengetahui, dan melihat. Dari definisi-definisi di atas, dapat ditarik simpulan, muroqobah adalah keadaan yang meyakini dengan sepenuh hati bahwa Allah selalu melihat dan mengawasi manusia. Satu keyakinan ini, tentu harus menancap dan mendarah daging dalam lubuk hati.

Dengan kesadaran muroqobah yang kuat, seseorang tidak akan berani berbuat kesalahan atau melanggar hukum Allah SWT. karena ia yakin, seluruh amalnya akan dicatat oleh Malaikat Raqib dan Atid. Demikian pula seseorang tidak akan berleha-leha atau melalaikan terhadap perintah Allah SWT. karena semua perbuatannya akan dipertanggungjawabkan kelak di hari Kiamat.

Berkaitan dengan hal itu, Allah SWT. berfirman di dalam Al-Qur'an Surat Qaf ayat 16-18,

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ ۖ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ
إِذْ يَتَلَقَّى الْمُتَلَقِّيَانِ عَنِ الْيَمِينِ وَعَنِ الشِّمَالِ قَعِيدٌ
مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya, melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.


Dalam sebuah riwayat yang diceritakan oleh sahabat Rasul yang bernama Abdullah bin Dinar bahwa Umar bin Khattab bermaksud menguji keteguhan iman seorang pemuda. Abdullah bin Dinar berkata, "Aku keluar bersama Umar bin Khattab menuju Mekah. Ketika istirahat di suatu jalan, lewatlah seorang penggembala (turun) dari gunung ke hadapan kami. Umar berkata, "Wahai pengembala, juallah (olehmu padaku) seekor (kambing dari kambing-kambing ini) kepada kami! Penggembala itu berkata bahwa dirinya hanyalah seorang hamba sahaya. Umar pun berkata lagi kepadanya, 'Katakanlah kepada majikanmu bahwa serigala telah memakan kambing-kambing itu.' Ia berkata, 'Jika demikian, di manakah Allah?' Maka Umar terharu (takjub atas sifat muroqobah penggembala tersebut) dan ia menemui majikan penggembala itu, lalu Umar membelinya dan memerdekakannya. Umar mengatakan pada pengembala tersebut, 'Kamu telah dimerdekakan di dunia ini oleh ucapanmu dan semoga ucapan itu bisa memerdekakanmu di akhirat kelak." (Minhaj Al Muslim 79).

Sungguh luar biasa seseorang yang telah mampu menghadirkan Allah yang selalu mengawasi dirinya di mana pun ia berada. Dari keteguhan tersebut, seseorang akan mendapat keberuntungan yang sejati dari Allah SWT., salah satunya sebagaimana yang dialami oleh seorang pemuda dalam riwayat di atas.

Pada dasarnya, memang tak ada ruang dan waktu yang lepas dari pengawasan-Nya. Hal itu sebagaimana di dalam sebuah hikayat yang terdapat di dalam kitab Ihya Ulumuddin jilid 4 halaman 397.

Diceritakan dalam kitab tersebut, seorang guru berkata kepada murid-muridnya agar menyembelih burung di tempat yang tidak bisa dilihat oleh siapa pun. Kemudian selang beberapa waktu, murid-muridnya kembali kepada gurunya sambil membawa burung yang telah disembelih. Namun, terdapat seorang pemuda yang pulang dengan membawa seekor burung yang masih hidup di tangannya. Maka ia (gurunya) berkata, "Kenapa kamu tidak menyembelihnya sebagaimana teman-temanmu?" Ia menjawab, "Aku tidak mendapat tempat di mana aku tidak dapat dilihat oleh siapa pun karena Allah selalu melihatku di setiap tempat." Pemuda tersebut membuktikan bahwa dirinya merasa selalu diawasi oleh Allah SWT.

Apabila telah muroqobah, ia akan berusaha menjalani hidup ini dengan penuh ketaatan kepada Allah SWT. Ketika melaksanakan ketaatan terhadap Allah SWT., akan disertai rasa tulus karena Allah. Apabila melakukan kedurhakaan, akan segera kembali kepada Allah dengan jalan bertobat, menyesal, dan menghentikan perbuatan durhaka tersebut. Apabila mendapatkan nikmat, dia mensyukurinya. Apabila terkena musibah, ia selalu bersabar.*** 

[Ditulis oleh ASEP JUANDA, Ketua DKM At-Taqwa dan staf pengajar di lingkungan Yayasan Pondok Pesantren Darul Falah, Kec. Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Kliwon) 2 Maret 2011 / 9 Rabiul Awal 1433 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"] 

by 
u-must-b-lucky

0 comments: