Iblis atau setan merupakan musuh abadi manusia. Selama manusia masih bernapas, setan akan selalu berusaha menyesatkannnya dari jalan Allah SWT. Beragam cara pun dilakukannya untuk membuat manusia menderita di dunia maupun akhirat. Salah satu caranya adalah dengan memberi janji manis kepada manusia. Janji palsu. Tipu daya iblis untuk menghasut manusia.
Janji manis iblis merupakan bujuk rayu iblis yang dirasukkan kepada pikiran manusia agar melakukan suatu kemaksiatan atau kedurhakaan yang dibumbui janji-janji manis sehingga manusia lupa dan tidak menyadarinya. Bentuk janji manis itu berupa kesenangan dan kenikmatan yang selaras dengan hawa nafsu manusia.

Namun, ketika manusia sudah melakukan apa yang dikehendakinya, bukan kesenangan dan kenikmatan yang didapatkannya, melainkan kebencian dan kemurkaan Allah SWT. Janji manis iblis hanya tipu dayanya belaka. Allah SWT. berfirman,

يَعِدُهُمْ وَيُمَنِّيهِمْ ۖ وَمَا يَعِدُهُمُ الشَّيْطَانُ إِلَّا غُرُورًا
أُولَٰئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَلَا يَجِدُونَ عَنْهَا مَحِيصًا

YaAAiduhum wayumanneehim wama yaAAiduhumu alshshaytanu illa ghurooran
Olaika mawahum jahannamu wala yajidoona AAanha maheesan

Setan itu memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal setan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka. Mereka itu tempatnya Jahanam dan mereka tidak memperoleh tempat lari daripadanya. (QS. An-Nisa: 120-121)

Tipu daya iblis dengan cara memberikan janji manis ini pernah dilakukannya kepada Nabi Adam AS., yang menyebabkan Nabi Adam dan istrinya, Hawa keluar dari surga. Kemudian Nabi Adam AS., menyadari kesalahannya lalu bertobat dan Allah SWT. menerima tobatnya. Janji manis iblis ini diumbarnya ketika Adam AS., dilarang oleh Allah SWT. agar tidak memakan buah dari sebuah pohon, kemudian Iblis mendatangi Adam AS. membujuk dan memberi janji manis kepadanya dengan cara merasuki pikirannya bahwa bila ia dan istrinya, Hawa memakan buah dari pohon yang dilarang oleh Allah SWT., ia dan istrinya akan kekal berada dalam kenikmatan surga.

Oleh karena itu, Iblis menamai pohon buah itu dengan khuldi yang berarti kekekalan sebagai akal bulusnya. Sebagaimana dikisahkan di dalam Al-Qur'an Surat Thaaha: 120-121

فَوَسْوَسَ إِلَيْهِ الشَّيْطَانُ قَالَ يَا آدَمُ هَلْ أَدُلُّكَ عَلَىٰ شَجَرَةِ الْخُلْدِ وَمُلْكٍ لَّا يَبْلَىٰ
فَأَكَلَا مِنْهَا فَبَدَتْ لَهُمَا سَوْآتُهُمَا وَطَفِقَا يَخْصِفَانِ عَلَيْهِمَا مِن وَرَقِ الْجَنَّةِ ۚ وَعَصَىٰ آدَمُ رَبَّهُ فَغَوَىٰ

Fawaswasa ilayhi alshshaytanu qala ya adamu hal adulluka AAala shajarati alkhuldi wamulkin la yabla
Faakala minha fabadat lahuma sawatuhuma watafiqa yakhsifani AAalayhima min waraqi aljannati waAAasa adamu rabbahu faghawa

Kemudian setan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata, 'Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?" Maka keduanya memakan dari buah pohon itu, lalu tampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga, dan durhakalah Adam kepada Tuhan?, dan sesatlah ia.

Janji manis iblis ini diumbarnya ketika manusia dikuasai hawa nafsunya, lengah dari mengingat Allah, dan ketika berpaling dari ajaran Allah dan Rasul-Nya. Allah SWT., berfirman, 

وَمَن يَعْشُ عَن ذِكْرِ الرَّحْمَٰنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ

Waman yaAAshu AAan thikri alrrahmani nuqayyid lahu shaytanan fahuwa lahu qareenun

Barang siapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al-Qur'an), Kami adakan baginya setan (yang menyesatkan) maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. (QS. Az-Zukhruf: 36)

Ketika manusia sudah terbujuk rayu janji manis iblis, akan menyebabkan berbagai macam keburukan. Di antaranya, timbulnya permusuhan dan kebencian di antara manusia. Kemudian akan menumbuhkan rasa takut pada diri untuk melakukan amar makruf nahi munkar, Allah berfirman:

إِنَّمَا ذَٰلِكُمُ الشَّيْطَانُ يُخَوِّفُ أَوْلِيَاءَهُ فَلَا تَخَافُوهُمْ وَخَافُونِ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ

Innama thalikumu alshshaytanu yukhawwifu awliyaahu fala takhafoohum wakhafooni in kuntum mumineena

Sesungguhnya itu tidak lain hanyalah setan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku jika kamu benar-benar orang yang beriman. (QS. Ali-Imran: 175)

Selanjutnya, akan menumbuhkan maraknya kejahatan. Allah SWT. berfirman, 

الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُم بِالْفَحْشَاءِ ۖ وَاللَّهُ يَعِدُكُم مَّغْفِرَةً مِّنْهُ وَفَضْلًا ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Alshshaytanu yaAAidukumu alfaqra wayamurukum bialfahshai waAllahu yaAAidukum maghfiratan minhu wafadlan waAllahu wasiAAun AAaleemun

Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir), sedangkan Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 268)

Sebagai orang yang beriman sudah sepantasnya mengetahui janji-janji manis iblis ini agar tidak terhasut dengan tipu dayanya. Sebab, bila sudah terhasut oleh janji manisnya, akan membuat diri kita lupa kepada Allah SWT., dan akan menenggelamkan kita dalam kemaksiatan. Pada akhirnya akan menjadikan diri kita menjadi orang yang menderita di dunia dan akhirat.

Agar tidak terpedaya oleh janji manis iblis, upaya yang harus kita lakukan antara lain, 
  • Pertama, berpegang kepada teguh kepada Al-Qur'an dan sunah. Allah SWT. berfirman,

    أَفَمَن كَانَ عَلَىٰ بَيِّنَةٍ مِّن رَّبِّهِ كَمَن زُيِّنَ لَهُ سُوءُ عَمَلِهِ وَاتَّبَعُوا أَهْوَاءَهُم
    Afaman kana AAala bayyinatin min rabbihi kaman zuyyina lahu sooo AAamalihi waittabaAAoo ahwaahum

    Maka, apakah orang yang berpegang pada keterangan yang datang dari Tuhannya sama dengan orang yang (setan) menjadikan dia memandang baik perbuatannya yang buruk itu dan mengikuti hawa nafsunya? (QS. Muhammad: 14)
  • Kedua, lakukan berbagai amal ibadah dengan penuh keikhlasan. Sebab, dengan ibadah yang ikhlas akan menjadikan setan tidak akan mampu menyesatkannya walaupun dengan memberikan janji-janji manis. Hal ini dinyatakan sendiri oleh setan kepada Allah SWT. sebagaimana yang termaktub dalam Al-Qur'an Surat Al-Hijr: 39-40,

    قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الْأَرْضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ
    إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ
    Qala rabbi bima aghwaytanee laozayyinanna lahum fee alardi walaoghwiyannahum ajmaAAeena
    Illa AAibadaka minhumu almukhlaseena

    Iblis berkata, Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka.
  • Ketiga, berlindung kepada Allah ketika mendapatkan gangguan setan. Allah SWT. berfirman,

    وَإِمَّا يَنزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
    Waimma yanzaghannaka mina alshshaytani nazghun faistaAAith biAllahi innahu huwa alssameeAAu alAAaleemu

    Dan jika setan mengganggumu dengan suatu gangguan, mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Fushshilat: 36)
Bentuk permohonan kita kepada Allah SWT. agar terhindar dari rayuan setan telah diajarkan oleh Rasulullah SAW., yaitu,

"A'uudzu billaahisamii'il 'aliim minasyaithaanirrajimi min hamzihi wanafkhihi wanafatsihi."

"Aku berlindung kepada Allah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari setan yang terkutuk, dari rayuan, tiupan, dan embusannya.
Semoga kita semua dapat mengamalkannya dan dapat terhindar dari bujuk rayu iblis dan setan yang senantiasa akan berupaya menggoda manusia. 

Wallahu'alam. ***

[Ditulis oleh H. MOCH HISYAM, ketua DKM Al-Hikmah RW 07 Sarijadi Bandung, anggota Komisi Pendidikan dan Dakwah MUI Kel. Sarijadi, Kec. Sukasari, Kota Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Manis) 27 April 2012 / 5 Jumadil Akhir 1433 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]

by 
u-must-b-lucky
ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
OdAAu ila sabeeli rabbika bialhikmati waalmawAAithati alhasanati wajadilhum biallatee hiya ahsanu

Ajaklah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah (bijaksana), pelajaran (nasihat) yang baik, dan cegahlah mereka dengan cara yang baik. (QS. An-Nahl: 125)

Dakwah merupakan sebuah proses yang berkesinambungan. Dakwah bukan sebatas ceramah, melainkan mengubah sasaran dakwah agar bersedia masuk ke jalan Allah, dan secara bertahap menuju perkehidupan yang islami. Suatu proses yang berkesinambungan bukan insidental atau kebetulan, melainkan benar-benar direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi secara terus-menerus oleh para pengemban dakwah. Selama ini kita terlalu sempit dalam memahami dakwah sehingga sebatas datang ke sebuah pengajian lalu berceramah dan pulang lagi dengan berharap materinya bisa diterima masyarakat.

Sudah bukan waktunya lagi, dakwah dilakukan asal jalan, tanpa sebuah perencanaan yang matang, baik yang menyangkut materi, tenaga pelaksana, maupun metode yang dipergunakannya. Memang benar, sudah menjadi hukum Allah (sunnatullah) apabila kebenaran pasti menghancurkan kebatilan.  

وَقُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ ۚ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا
Waqul jaa alhaqqu wazahaqa albatilu inna albatila kana zahooqan

Dan katakanlah: "Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap". Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap. (QS. Al-Isra: 81)

Tetapi "sunnatullah" ini berkaitan dengan sunnatullah yang lain, yakni Allah sangat mencintai dan meridhai kebenaran yang diperjuangkan dalam sebuah barisan yang rapi dan teratur. 

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُم بُنْيَانٌ مَّرْصُوصٌ
Inna Allaha yuhibbu allatheena yuqatiloona fee sabeelihi saffan kaannahum bunyanun marsoosun

Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. (QS. Ash-Shaff: 4)

Dakwah itu memiliki arti yang lebih luas dan cara penyampaian yang sangat beragam. Karena ada beberapa cara yang bisa kita gunakan untuk berdakwah. Bisa secara langsung atau tatap muka dalam artian seorang dai atau penceramah langsung berhadapan dengan pendengarnya untuk memberikan nasihat-nasihat keagamaan dalam ruang dan waktu. Bisa juga secara tidak langsung melalui media baik televisi, radio, media cetak, internet, dan Iain-lain.

Allah SWT. telah mewajibkan setiap Muslimin untuk berdakwah atau menyebarkan agama Allah. Nabi Muhammad SAW. bersabda,
"Sampaikanlah dariku walau satu ayat."

Oleh dasar itulah, apabila kita mendapatkan suatu ilmu baru dan kita memiliki kesempatan, kita harus menyampaikan dan mengamalkan ilmu tersebut.

Dakwah tidak hanya dilakukan seorang dai atau penceramah kondang. Asal kita mau, kita juga bisa berdakwah. Apalagi dengan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi sehingga setiap orang dengan mudah membagi ilmu dan nasihat kepada orang lain kapan pun dan di mana pun.

Dakwah bisa dilakukan dengan cara mudah, murah, cepat serta tidak berbelit-belit lagi. Islam adalah agama dakwah artinya agama yang selalu mendorong pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah. Kemajuan dan kemunduran umat Islam sangat berkaitan erat dengan kegiatan dakwah yang dilakukannya.

Al-Qur'an menyebutkan kegiatan dakwah ahsa ul qaula (ucapan dan perbuatan yang paling baik) seperti dalam QS. Fushilat: 33

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
Waman ahsanu qawlan mimman daAAa ila Allahi waAAamila salihan waqala innanee mina almuslimeena

Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?"

Predikat "khaira ummah" (umat terbaik dan terpilih) hanyalah diberikan Allah kepada kelompok umat yang aktif terlibat dalam kegiatan dakwah.

كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُم ۚ مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ
Kuntum khayra ommatin okhrijat lilnnasi tamuroona bialmaAAroofi watanhawna AAani almunkari watuminoona biAllahi walaw amana ahlu alkitabi lakana khayran lahum minhumu almuminoona waaktharuhumu alfasiqoona

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS. Ali Imran: 110)

Pertolongan Allah juga diberikan kepada orang-orang yang selalu menegakkan shalat, mengeluarkan infak, aktif melakukan kegiatan amar ma'ruf nahi mungkar atau dakwah

الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِن دِيَارِهِم بِغَيْرِ حَقٍّ إِلَّا أَن يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ ۗ وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُم بِبَعْضٍ لَّهُدِّمَتْ صَوَامِعُ وَبِيَعٌ وَصَلَوَاتٌ وَمَسَاجِدُ يُذْكَرُ فِيهَا اسْمُ اللَّهِ كَثِيرًا ۗ وَلَيَنصُرَنَّ اللَّهُ مَن يَنصُرُهُ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ
الَّذِينَ إِن مَّكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنكَرِ ۗ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُورِ
Allatheena okhrijoo min diyarihim bighayri haqqin illa an yaqooloo rabbuna Allahu walawla dafAAu Allahi alnnasa baAAdahum bibaAAdin lahuddimat sawamiAAu wabiyaAAun wasalawatun wamasajidu yuthkaru feeha ismu Allahi katheeran walayansuranna Allahu man yansuruhu inna Allaha laqawiyyun AAazeezun

Allatheena in makkannahum fee alardi aqamoo alssalata waatawoo alzzakata waamaroo bialmaAAroofi wanahaw AAani almunkari walillahi AAaqibatu alomoori

(yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah". Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa, (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan. (QS. Al-Hajj: 40-41)

Sebaliknya, azab Allah akan turun kepada siapa saja yang enggan melakukan kegiatan dakwah

كَانُوا لَا يَتَنَاهَوْنَ عَن مُّنكَرٍ فَعَلُوهُ ۚ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ
Kanoo la yatanahawna AAan munkarin faAAaloohu labisa ma kanoo yafAAaloona

Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. (QS. Al-Maidah: 79)

Dalam kehidupan dunia, azab tersebut bisa berbentuk munculnya pemimpin-pemimpin yang jahat, dzalim, dan angkara murka yang menguasai semua kehidupan kaum Muslimin.

Salah satu kekurangan dalam berdakwah di kalangan umat Islam adalah masih sedikitnya dai yang terjun langsung ke tengah-tengah masyarakat. Dai tersebut membumi dan selalu bersama dengan masyarakat untuk memberdayakannya. Cara dakwah seperti itu dilakukan kaum non-Muslim sehingga mereka mampu meraih umat karena umat merasa tertolong.
Apalagi tujuan dakwah bukan sebatas masalah ibadah khusus (mahdah) melainkan juga kehidupan dalam sehari-hari masyarakat. Tujuan dakwah secara umum adalah mengubah sasaran perilaku dakwah agar mau menerima ajaran Islam dan mengamalkannya dalam tatanan kenyataan kehidupan sehari-hari, baik yang bersangkutan dengan masalah pribadi, keluarga, maupun sosial kemasyarakatan. Tujuan akhirnya tercipta kehidupan yang penuh dengan keberkahan langit (samawi) dan keberkahan bumi (ardhi). 

وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا ۚ إِنَّ رَحْمَتَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِينَ
Wala tufsidoo fee alardi baAAda islahiha waodAAoohu khawfan watamaAAan inna rahmata Allahi qareebun mina almuhsineena

Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al-A'raf: 56)

Masyarakat juga mendapat kebaikan di dunia dan akhirat, serta terbebas dari azab neraka.

أُولَٰئِكَ لَهُمْ نَصِيبٌ مِّمَّا كَسَبُوا ۚ وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ
Olaika lahum naseebun mimma kasaboo waAllahu sareeAAu alhisabi

Mereka itulah orang-orang yang mendapat bahagian daripada yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya. (QS. Al-Baqarah: 202)

Tentu dalam menunjang dakwah integral ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit karena seorang dai harus mampu menghidupkan masyarakat sekaligus menghidupi keluarganya. Peranan lembaga zakat, infak, dan sedekah amat ditunggu untuk bisa menjadi penyokong utama keberhasilan dakwah. Selain itu, pesantren maupun lembaga pendidikan Islam juga mendukung dakwah integral ini karena mereka memiliki sumber daya manusia (SDM) mumpuni. Semoga. 

Wallahu a'lam.***

[Ditulis oleh H. MIFTAH FARIDL, Ketua Umum MUI Kota Bandung, Ketua Yayasan Ad Dakwah, dan Pembimbing Haji Plus dan Umrah Safari Suci. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Kliwon) 26 April 2012 / 4 Jumadil Akhir 1433 H. pada Kolom "CIKARACAK"]

by
u-must-b-lucky
Hidup adalah anugerah. Hidup dan mati adalah dua peristiwa yang merupakan takdir Allah yang harus diterima dan diimani setiap Mukmin. Keduanya merupakan ujian bagi manusia yang diberikan Allah untuk memilih dan memilah siapa yang terbaik amalnya.

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
Allathee khalaqa almawta waalhayata liyabluwakum ayyukum ahsanu AAamalan

Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. (QS. Al-Mulk: 2)

Kebanyakan manusia merasa takut/ngeri menghadapi kematian, sehingga umumnya berharap umur panjang.

يَوَدُّ أَحَدُهُمْ لَوْ يُعَمَّرُ أَلْفَ سَنَةٍ وَمَا هُوَ بِمُزَحْزِحِهِ مِنَ الْعَذَابِ أَن يُعَمَّرَ
yawaddu ahaduhum law yuAAammaru alfa sanatin wama huwa bimuzahzihihi mina alAAathabi an yuAAammara

Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya daripada siksa. (QS. Al-Baqarah: 96)

Atau kata-kata penyair Chairil Anwar dalam sebuah puisinya, "Aku ingin hidup seribu tahun lagi." Padahal Al-Qur'an memberikan gambaran bahwa kematian itu ibarat tidur panjang, sebagai istirahat dari kegiatan duniawi. Sebagaimana Allah berfirman,

اللَّهُ يَتَوَفَّى الْأَنفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا ۖ فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَىٰ عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْأُخْرَىٰ إِلَىٰ أَجَلٍ مُّسَمًّى ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Allahu yatawaffa alanfusa heena mawtiha waallatee lam tamut fee manamiha fayumsiku allatee qada AAalayha almawta wayursilu alokhra ila ajalin musamman inna fee thalika laayatin liqawmin yatafakkaroona

Allah memegang jiwa orang ketika matinya dan memegang jiwa orang yang belum mati di waktu tidurnya. Maka Dia tahan jiwa orang yang telah Dia tetapkan kematiannya, dan Dia lepaskan kembali jiwa yang lain (yang tidur), sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir. (QS. Az-Zumar: 42)

Kematian bagi orang Muslim adalah kenikmatan karena telah "diistirahatkan" oleh Allah dari segala beban aktivitas dunia. Bahkan, hal ini pernah disampaikan juga oleh seorang filsuf Jerman Schopenhauer yang berkata, "Mengantuk itu nikmat, tetapi lebih nikmat lagi tidur, sedangkan yang lebih nikmat dari tidur adalah mati."

Kematian bagi seorang Muslim juga sebuah kegembiraan karena akan menuju kebahagiaan abadi, yaitu saat-saat perjumpaan dengan Allah SWT. 

Al-Qur'an menggambarkan,

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ
نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ ۖ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ
Inna allatheena qaloo rabbuna Allahu thumma istaqamoo tatanazzalu AAalayhimu almalaikatu alla takhafoo wala tahzanoo waabshiroo bialjannati allatee kuntum tooAAadoona 
Nahnu awliyaokum fee alhayati alddunya wafee alakhirati walakum feeha ma tashtahee anfusukum walakum feeha ma taddaAAoona

Orang-orang yang meyakini Tuhan kami adalah Allah, kemudian istiqamah (berpegang teguh dengan keyakinan tersebut), turun malaikat kepada mereka (di saat-saat kematiannya). Sambil (menenangkan) dengan berkata, 'Janganlah kalian khawatir (menghadapi kematian), jangan pula bersedih (meninggalkan dunia dan keluarga), dan bergembiralah kalian dengan surga yang telah dijanjikan kepada kalian. Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia (bagi keluarga yang kamu tinggalkan) dan di akhirat (bagi kamu sekalian). Di sana kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan apa yang kamu minta. (QS. Fussilat: 30-31)

Sementara bagi orang kafir dan para pendosa, kematian adalah sesuatu yang mengerikan.

وَلَوْ تَرَىٰ إِذْ يَتَوَفَّى الَّذِينَ كَفَرُوا ۙ الْمَلَائِكَةُ يَضْرِبُونَ وُجُوهَهُمْ وَأَدْبَارَهُمْ وَذُوقُوا عَذَابَ الْحَرِيقِ
Walaw tara ith yatawaffa allatheena kafaroo almalaikatu yadriboona wujoohahum waadbarahum wathooqoo AAathaba alhareeqi

Seandainya kamu melihat para malaikat mencabut ruh orang kafir sambil memukul muka dan punggung mereka lalu berkata, "Rasakan olehmu siksa neraka yang membakar. Tentu kamu akan melihat suatu pemandangan yang sangat mengerikan. (QS. Al-Anfaal: 50)

Terhadap dua takdir itu, ada berbagai sikap manusia dalam menghadapinya. Pertama orang yang ingin mati dan ada pula yang takut mati. Orang yang ingin mati pasti takut hidup, dan orang yang takut mati pasti karena mencintai hidup. Ada pula orang yang tidak takut mati dan tidak takut hidup. Orang yang ingin mati dan takut hidup banyak faktor penyebabnya. Penderitaan yang panjang, kesedihan yang berlarut-larut, perasaan tidak berguna, tidak berdaya, kemiskinan yang akut, lingkungan yang buruk biasanya mendorong seseorang untuk stres, depresi, dan akhirnya takut menghadapi hidup alias frustrasi.

Sifat-sifat seperti ini sangat tercela dalam pandangan Islam dan perlu dihindari. Seorang Muslim dianjurkan untuk selalu mempunyai sifat optimistis dalam mengharap rahmat Allah SWT. Sebagaimana yang dicontohkan oleh keteguhan sikap Nabi Yaqub AS. ketika harus kehilangan anaknya, Yusuf AS. Kehilangan anak yang paling dicintai bertahun-tahun tidak membuat ia putus asa, dan ia selalu berharap pertolongan Allah SWT.

Seberat apa pun musibah dan penderitaan yang dialami seorang Mukmin, segetir apa pun kemiskinan yang dialami, sepahit apa pun kehidupan yang dirasakan, sesakit apa pun penyakit yang diderita, janganlah berputus asa. Karena putus asa tidak akan menyudahi penderitaan, tidak akan menghentikan kemiskinan bahkan justru sebaliknya, akan menambah kesengsaraan dan penderitaan.

Seorang Muslim tidak boleh mengharapkan kematian karena beratnya musibah, karena hidup itu adalah nikmat dan anugerah yang tiada nilainya. Boleh jadi di balik beratnya musibah itu ada hikmah yang terkandung di dalamnya, berupa pengampunan dosa dan pemberian rahmat-Nya jika dijalani dengan penuh kesabaran.

Seperti sabda Nabi dalam sebuah hadits,
"Janganlah salah seorang di antaramu mengharapkan kematian karena beratnya musibah yang menimpa."

Jika terpaksa melakukannya, hendaklah dia berdoa dengan,

Allohumma ahyinii maa kaanatil hayaatu khoirol lii wa tawaffanii idzaa kaanati wafaatu khoirol lii. 

(Ya Allah berilah aku umur panjang jika hidup itu masih lebih baik bagiku, dan wafatkanlah aku jika kematian lebih baik bagiku.)

Akan tetapi, bukan lantas bunuh diri. Hal di atas diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah RA. bahwa Rasulullah SAW. berkata,
"Sesekali janganlah dari kalian mengharapkan kematian, sebab jika dia orang yang soleh bisa jadi, agar bisa bertambah amal baiknya, dan jika dia bukan orang baik agar bisa bertaubat. Sebab jika sudah mati, semua amalnya akan terputus dan sesungguhnya umur bagi seorang Mukmin itu tidak akan menambah kecuali kebaikan." (HR. Bukhari-Muslim)

Setiap Muslim yang baik tentu menginginkan hidupnya berakhir dengan husnul khotimah (akhir yang baik) dan bukan su'ul khotimah (akhir yang buruk). Jika seseorang memutuskan bunuh diri, berarti ia telah su'ul khotimah karena Nabi telah menyatakan bahwa orang bunuh diri adalah penghuni neraka.

Dari Abu Hurairah RA. bahwa Rasulullah SAW. bersabda,
"Barang siapa menjatuhkan diri dari gunung hingga membunuh dirinya, maka akan selalu terjatuh dalam neraka jahanam selamanya. Barang siapa meminum racun hingga membunuh dirinya, maka ia akan selalu minum racun dalam neraka jahanam selamanya. Dan barang siapa yang membunuh dirinya dengan besi, maka ia akan selalu menusukkan besi itu dalam neraka jahanam selamanya." (HR. Bukhari)

Bagi setiap Muslim, hidup adalah ladang amal kebajikan dan kematian adalah saat memanen pahala yang telah dijanjikan Allah SWT. di akhirat nanti.

Wallahualam bissawab.***

[Ditulis oleh H. AGUS ISMAIL, khatib dan imam Jumat di beberapa masjid, tinggal di Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Wage) 20 April 2012 / 28 Jumadil Awal 1433 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]

by
u-must-b-lucky
Calon pemimpin bersuara lantang saat kampanye. "Saya akan menyejahterakan masyarakat apabila terpilih." Lalu, dia juga bertekad akan memperhatikan orang-orang yang dipimpinnya.

Banyaknya janji, tekad, atau sejenisnya kerap membuat masyarakat terlena. Apalagi kalau hal itu dibungkus dengan manajemen yang baik. Namun, akhirnya masyarakat ataupun "anak buah" pimpinan itu harus gigit jari ketika harus menghadapi kenyataan. Antara keinginan, janji, maupun tekad yang telah diucapkan dan dituliskan (das sollen), tak sesuai dengan kenyataan (das sein).

Apabila kita merujuk pada ajaran Islam, tentu berbohong bagaimana pun bentuknya adalah dosa. Dalam Islam hanya diperbolehkan berbohong dan dimaafkan dalam tiga kondisi, bohongnya suami pada istri untuk menyenangkan hatinya, bohongnya seseorang pada dua orang yang sedang berselisih agar keduanya rukun kembali, dan bohong kepada musuh dalam peperangan.

Salah satu bahaya berbohong, biasanya akan selalu membawa kebohongan lain untuk menutupi kebohongan pertama. Bahkan Rasulullah sendiri pernah berwasiat pada salah seorang dari suku Badui agar jangan berbohong.

Diceritakan, ada seorang Badui ingin masuk Islam. Dia menemui Rasulullah SAW. dan mengatakan ingin masuk Islam tetapi tak mampu meninggalkan minum keras (khamar) dan berzina. Lalu, Rasulullah berkata, kalau begitu tidak mengapa apabila tak bisa meninggalkan minuman keras dan zina, tetapi syaratnya jangan bohong.

Alhasil, Badui ini justru tak pernah lagi minum khamar dan berzina karena takut berbohong kalau ditanya Rasulullah. Sementara jika dia bicara jujur, hukum Islam siap menanti.

Begitu dahsyat efek dari kebohongan. Perceraian biasanya juga diawali dengan kebohongan. Korupsi juga dilandasi dengan kebohongan. Penipuan sudah jelas buah dari kebohongan. Anehnya, di Indonesia sudah mulai terjangkit tradisi Barat yakni ingin bersatu padu dalam berbohong di bulan April yakni April Mop. Bisa jadi kita menginginkan hal-hal aneh, tetapi seharusnya jangan sampai terjebak kepada kebohongan.

Seseorang bisa berbohong diakibatkan beberapa faktor, seperti karena sedang tertekan, terpengaruh lingkungan, menghindari masalah, membela diri, menipu, memfitnah, menyuap, maupun melakukan pencitraan diri demi meraih jabatan atau kedudukan tertentu. Sayangnya di budaya kita sesuatu berbohong dianggap lumrah dan wajar asalkan tidak menyakiti hati orang lain.

Menurut filsuf Karl Bertens, budaya bangsa Timur melarang seseorang melukai hati orang lain apalagi melukai hati rakyat. Namun, dalam hal tertentu akhirnya berbohong. Berbeda dengan budaya Barat yang umumnya tanpa tedeng aling-aling atau berbicara terbuka apa adanya.

Dalam budaya Barat, berbohong merupakan dosa besar sehingga pemimpin bisa kehilangan kedudukannya apabila berbohong. Berbohong kepada publik merupakan bentuk pencederaan dan menyakiti hati rakyat serta termasuk amoral sehingga tak sungkan-sungkan pemimpin itu mengundurkan diri dari jabatannya.
Seperti yang dilakukan Perdana Menteri Finlandia Anneli Jaatteenmaki, yang merupakan perdana menteri perempuan pertama. Akibat berbohong mengenai informasi perang Irak saat kampanye dan diketahui setelah menjabat, akhirnya Anneli mundur.

"Kalau kepercayaan hilang, berarti posisi juga hilang. Saya telah kehilangan kepercayaan itu. Dan jelas, waktu saya sebagai perdana menteri telah berlalu," ujar Jaatteenmaki saat menyampaikan pengunduran dirinya.

Dengan menjauhkan diri dari berbohong dan menjunjung tinggi kejujuran, membuat Finlandia menempati peringkat pertama sebagai negara tidak terkorup di dunia berdasarkan peringkat majalah The Economist pada tahun 2001. Sementara Indonesia duduk di peringkat ke-88 dari total 91 negara.

Prinsip jangan berbohong dan jangan melukai perasaan begitu dijunjung. Kondisi di bangsa Timur seperti Indonesia lebih mengedepankan aspek kehalusan dengan menghindarkan konflik dan melukai perasaan orang lain meskipun tidak jujur.

Mengutip pakar politik, Yudi Latief (2012) yang menulis, "Pemimpin yang membohongi rakyatnya akan terlihat seperti kebenaran. Kelambanan terkesan kehati-hatian. Ketidak bertanggungjawaban terkesan ketidak intervensian. Ketidak seriusan terkesan kesabaran. Ketidak mampuan terkesan ketergangguan dan penghormatan terkesan sebagai korban."

Berbohong merupakan salah satu sikap munafik. Orang munafik seperti ditegaskan Al-Qur'an posisinya di dasar neraka (fid-darkil-asfali minannaar). Apalagi bagi seorang pemimpin baik pemimpin negara, daerah, yayasan, sekolah, perguruan tinggi, ataupun pemimpin lokal akan sangat berbahaya apabila berbohong. Berbahaya bagi dirinya maupun umat yang dipimpinnya.

Wallahu-alam.***

[Ditulis oleh H. PUPUH FATHURRAHMAN, Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Pesantren Raudhatus Sibyan Sukabumi. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Pon), 19 April 2012 / 27 Jumadil Awal 1433 H. pada Kolom "CIKARACAK"]

by
u-must-b-lucky
Dalam diri manusia bukan saja didominasi oleh kecenderungan kesucian yang selalu mendambakan kesejatian diri, perdamaian, cinta kasih, dan kelapangan dada, tetapi juga kecenderungan hewani sehingga dalam darah manusia mengalir arus kekerasan, egoisme. Termasuk keserakahan yang senantiasa dilekatkan dengan sifat-sifat hewani terdapat juga dalam diri manusia. Bahkan manusia bisa lebih serakah daripada binatang.

Allah SWT. berfirman,

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَّا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَّا يَسْمَعُونَ بِهَا ۚ أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ 
Walaqad tharana lijahannama katheeran mina aljinni waalinsi lahum quloobun la yafqahoona biha walahum aAAyunun la yubsiroona biha walahum athanun la yasmaAAoona biha olaika kaalanAAami bal hum adallu olaika humu alghafiloona

Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami, mereka mempunyai mata, tetapi tidak dipergunakannya untuk melihat, mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakannya untuk mendengar. Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS. Al-A'raaf: 179)

Manusia yang serakah, hatinya tidak akan pernah bisa merasakan penderitaan orang yang dirampasnya. Hatinya tertutup, mati, dan terkunci. Matanya seperti tidak melihat. Telinganya seolah-olah tuli meskipun ada orang yang menyampaikan pada dirinya, bahwa si fulan sedang sedih, kebingungan gara-gara dirampas oleh dirinya.  

Keserakahan telah merendahakan derajat kemuliaan manusia, sebab sesungguhnya manusia tidak hanya memperhatikan kebutuhan jasad tetapi juga ruh yang suci. Ruh harus suci, tidak dikotori dengan kedzaliman yang diakibatkan oleh keserakahan. 

Sungguh harta yang kita peroleh dari merampas, mengambil kepunyaan orang lain dengan cara-cara dzalim tidak akan pernah dibawa ke langit. Harta yang diperoleh dari cara-cara menyakiti, menginjak, menekan orang lain, tidak akan membuat kita kekal hidup di dunia.

وَمَا جَعَلْنَاهُمْ جَسَدًا لَّا يَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَمَا كَانُوا خَالِدِينَ 
Wama jaAAalnahum jasadan la yakuloona alttaAAama wama kanoo khalideena

Dan tidaklah Kami jadikan mereka tubuh-tubuh yang tiada memakan makanan, dan tidak (pula) mereka itu orang-orang yang kekal. (QS. Al-Anbiyaa: 8)

Tidak sedikit dari para ulama, ustadz menyampaikan sebuah hadits, "Hampirlah kefakiran itu menjadi kekafiran." Padahal hadits ini adalah daif (lemah). Akan tetapi, seolah-olah dijadikan alasan pembenaran kita untuk keluar dari kemiskinan meskipun dengan cara-cara dzalim kepada orang lain. 

Ada hadits sahih yang diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim,
"Demi Allah, bukanlah kemiskinan yang aku khawatirkan atas kamu sekalian, tetapi aku khawatir kalau-kalau kekayaan dunia ini dihamparkan atas kamu sekalian sebagaimana yang pernah dihamparkan atas orang-orang sebelum kamu. Lantas kamu sekalian akan berlomba-lomba pada kekayaan sebagaimana mereka dulu berlomba-lomba pada kekayaan. Kemudian kekayaan itu akan membinasakan kamu sekalian sebagaimana kekayaan itu telah membinasakan mereka."

Atau hadits dari Ibnu Abbas RA. dan Anas bin Malik RA. bahwasanya Rasuluulah SAW. bersabda,
"Seandainya seseorang itu mempunyai satu lembah dari emas, niscaya ia ingin mempunyai dua lembah. Dan tidak ada yang dapat memenuhi mulutnya kecuali tanah."

Semestinya hadits-hadits inilah yang lebih diperhatikan oleh kita, ketimbang hadits lemah tadi. Andaikan kemiskinan membuat seseorang hampir saja menjadi kafir, hal itu masih bisa diatasi dengan melepaskan diri dari jurang kemiskinan. 

Andaikan ia harus menjadi kafir karena kemiskinannya, ia hanya merugikan dirinya sendiri, tetapi tidak dengan penyakit keserakahan yang menimpa seseorang. Keserakahan lebih bahaya dari kekafiran sebab ketika kita dikuasai oleh sifat keserakahan, kita laksana binatang buas yang saling bersaing, saling membunuh, saling menjatuhkan, saling sikut. Keserakahan menghilangkan rasa iba pada orang lain. Keserakahan menghapuskan kepedulian kepada siapa pun bahkan nyawa orang lain.  

Keserakahan menghilangkan kepekaan kepada siapa pun. Islam tidak melarang pemeluknya untuk menjadi kaya, dan tidak pula diwajibkan menjadi miskin. Melalui Al-Qur'an, Allah SWT. menyeru agar makhluknya bertebaran mengais rezeki, sebagaimana tercantum dalam QS. Al-Jumu'a: 9-10,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُون
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِن فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ 
Ya ayyuha allatheena amanoo itha noodiya lilssalati min yawmi aljumuAAati faisAAaw ila thikri Allahi watharoo albayAAa thalikum khayrun lakum in kuntum taAAlamoona
Faitha qudiyati alssalatu faintashiroo fee alardi waibtaghoo min fadli Allahi waothkuroo Allaha katheeran laAAallakum tuflihoona

Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.

Ayat itu jelas tidak menyuruh kita menghentikan seluruh aktivitas keduniawian satu hari penuh, hanya sesaat saat shalat Jumat. Usai shalat Jumat, kembali beraktivitas keduniawian lagi. Disuruh bekerja lagi dengan keras, dan ikhlas bahkan harus juga dengan cerdas. 

Keserakahan melahirkan kedzaliman yang tidak mudah memperoleh ampunan Allah. Kedzaliman pada diri sendiri seperti shalat yang tidak sempurna, puasa yang banyak bolongnya, atau sepanjang hidupnya tidak sempat melaksanakan ibadah haji, dosa-dosa seperti itu cukup dengan menyampaikan permohonan ampun kepada Allah

Akan tetapi, tidak dengan kedzaliman kepada orang lain akibat dari keserakahan. Orang yang merampas hak orang, yang menjatuhkan orang lain, tidak akan Allah ampuni dosanya sebelum ia mengembalikan seluruh harta yang dirampasnya, sebelum ia memulihkan nama baik orang yang dijatuhkannya. Pebisnis yang serakah tidak akan pernah peduli orang lain rugi atau menderita yang penting dirinya untung. Anggota dewan yang serakah tidak akan pernah peduli dengan teriakan rakyat atas kemewahan yang dipertontonkannya di tengah-tengah kemiskinan rakyat yang diwakilinya. Penegak hukum yang serakah akan mempergunakan kewenangannya untuk memeras orang-orang yang bisa diperas oleh dirinya. Selama keserakahan, egois, lalim, dan aniaya terhadap orang lain masih melekat pada diri kita maka shalat, puasa, dan haji kita tidak akan pernah sampai ke langit. 

Semoga kita diberikan kemampuan oleh Allah SWT. untuk menghilangkan keserakahan yang mungkin telah lama melekat dalam jiwa kita. 

Amin.*** 

[Ditulis oleh IDAT MUSTARI, Ketua Biro Agama DPD Golkar Jawa Barat. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Pahing) 13 April 2012 / 21 Jumadil Awal 1433 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"] 

by 
u-must-b-lucky