CINTAILAH HIDUP!

Hidup adalah anugerah. Hidup dan mati adalah dua peristiwa yang merupakan takdir Allah yang harus diterima dan diimani setiap Mukmin. Keduanya merupakan ujian bagi manusia yang diberikan Allah untuk memilih dan memilah siapa yang terbaik amalnya.

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
Allathee khalaqa almawta waalhayata liyabluwakum ayyukum ahsanu AAamalan

Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. (QS. Al-Mulk: 2)

Kebanyakan manusia merasa takut/ngeri menghadapi kematian, sehingga umumnya berharap umur panjang.

يَوَدُّ أَحَدُهُمْ لَوْ يُعَمَّرُ أَلْفَ سَنَةٍ وَمَا هُوَ بِمُزَحْزِحِهِ مِنَ الْعَذَابِ أَن يُعَمَّرَ
yawaddu ahaduhum law yuAAammaru alfa sanatin wama huwa bimuzahzihihi mina alAAathabi an yuAAammara

Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya daripada siksa. (QS. Al-Baqarah: 96)

Atau kata-kata penyair Chairil Anwar dalam sebuah puisinya, "Aku ingin hidup seribu tahun lagi." Padahal Al-Qur'an memberikan gambaran bahwa kematian itu ibarat tidur panjang, sebagai istirahat dari kegiatan duniawi. Sebagaimana Allah berfirman,

اللَّهُ يَتَوَفَّى الْأَنفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا ۖ فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَىٰ عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْأُخْرَىٰ إِلَىٰ أَجَلٍ مُّسَمًّى ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Allahu yatawaffa alanfusa heena mawtiha waallatee lam tamut fee manamiha fayumsiku allatee qada AAalayha almawta wayursilu alokhra ila ajalin musamman inna fee thalika laayatin liqawmin yatafakkaroona

Allah memegang jiwa orang ketika matinya dan memegang jiwa orang yang belum mati di waktu tidurnya. Maka Dia tahan jiwa orang yang telah Dia tetapkan kematiannya, dan Dia lepaskan kembali jiwa yang lain (yang tidur), sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir. (QS. Az-Zumar: 42)

Kematian bagi orang Muslim adalah kenikmatan karena telah "diistirahatkan" oleh Allah dari segala beban aktivitas dunia. Bahkan, hal ini pernah disampaikan juga oleh seorang filsuf Jerman Schopenhauer yang berkata, "Mengantuk itu nikmat, tetapi lebih nikmat lagi tidur, sedangkan yang lebih nikmat dari tidur adalah mati."

Kematian bagi seorang Muslim juga sebuah kegembiraan karena akan menuju kebahagiaan abadi, yaitu saat-saat perjumpaan dengan Allah SWT. 

Al-Qur'an menggambarkan,

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ
نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ ۖ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ
Inna allatheena qaloo rabbuna Allahu thumma istaqamoo tatanazzalu AAalayhimu almalaikatu alla takhafoo wala tahzanoo waabshiroo bialjannati allatee kuntum tooAAadoona 
Nahnu awliyaokum fee alhayati alddunya wafee alakhirati walakum feeha ma tashtahee anfusukum walakum feeha ma taddaAAoona

Orang-orang yang meyakini Tuhan kami adalah Allah, kemudian istiqamah (berpegang teguh dengan keyakinan tersebut), turun malaikat kepada mereka (di saat-saat kematiannya). Sambil (menenangkan) dengan berkata, 'Janganlah kalian khawatir (menghadapi kematian), jangan pula bersedih (meninggalkan dunia dan keluarga), dan bergembiralah kalian dengan surga yang telah dijanjikan kepada kalian. Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia (bagi keluarga yang kamu tinggalkan) dan di akhirat (bagi kamu sekalian). Di sana kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan apa yang kamu minta. (QS. Fussilat: 30-31)

Sementara bagi orang kafir dan para pendosa, kematian adalah sesuatu yang mengerikan.

وَلَوْ تَرَىٰ إِذْ يَتَوَفَّى الَّذِينَ كَفَرُوا ۙ الْمَلَائِكَةُ يَضْرِبُونَ وُجُوهَهُمْ وَأَدْبَارَهُمْ وَذُوقُوا عَذَابَ الْحَرِيقِ
Walaw tara ith yatawaffa allatheena kafaroo almalaikatu yadriboona wujoohahum waadbarahum wathooqoo AAathaba alhareeqi

Seandainya kamu melihat para malaikat mencabut ruh orang kafir sambil memukul muka dan punggung mereka lalu berkata, "Rasakan olehmu siksa neraka yang membakar. Tentu kamu akan melihat suatu pemandangan yang sangat mengerikan. (QS. Al-Anfaal: 50)

Terhadap dua takdir itu, ada berbagai sikap manusia dalam menghadapinya. Pertama orang yang ingin mati dan ada pula yang takut mati. Orang yang ingin mati pasti takut hidup, dan orang yang takut mati pasti karena mencintai hidup. Ada pula orang yang tidak takut mati dan tidak takut hidup. Orang yang ingin mati dan takut hidup banyak faktor penyebabnya. Penderitaan yang panjang, kesedihan yang berlarut-larut, perasaan tidak berguna, tidak berdaya, kemiskinan yang akut, lingkungan yang buruk biasanya mendorong seseorang untuk stres, depresi, dan akhirnya takut menghadapi hidup alias frustrasi.

Sifat-sifat seperti ini sangat tercela dalam pandangan Islam dan perlu dihindari. Seorang Muslim dianjurkan untuk selalu mempunyai sifat optimistis dalam mengharap rahmat Allah SWT. Sebagaimana yang dicontohkan oleh keteguhan sikap Nabi Yaqub AS. ketika harus kehilangan anaknya, Yusuf AS. Kehilangan anak yang paling dicintai bertahun-tahun tidak membuat ia putus asa, dan ia selalu berharap pertolongan Allah SWT.

Seberat apa pun musibah dan penderitaan yang dialami seorang Mukmin, segetir apa pun kemiskinan yang dialami, sepahit apa pun kehidupan yang dirasakan, sesakit apa pun penyakit yang diderita, janganlah berputus asa. Karena putus asa tidak akan menyudahi penderitaan, tidak akan menghentikan kemiskinan bahkan justru sebaliknya, akan menambah kesengsaraan dan penderitaan.

Seorang Muslim tidak boleh mengharapkan kematian karena beratnya musibah, karena hidup itu adalah nikmat dan anugerah yang tiada nilainya. Boleh jadi di balik beratnya musibah itu ada hikmah yang terkandung di dalamnya, berupa pengampunan dosa dan pemberian rahmat-Nya jika dijalani dengan penuh kesabaran.

Seperti sabda Nabi dalam sebuah hadits,
"Janganlah salah seorang di antaramu mengharapkan kematian karena beratnya musibah yang menimpa."

Jika terpaksa melakukannya, hendaklah dia berdoa dengan,

Allohumma ahyinii maa kaanatil hayaatu khoirol lii wa tawaffanii idzaa kaanati wafaatu khoirol lii. 

(Ya Allah berilah aku umur panjang jika hidup itu masih lebih baik bagiku, dan wafatkanlah aku jika kematian lebih baik bagiku.)

Akan tetapi, bukan lantas bunuh diri. Hal di atas diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah RA. bahwa Rasulullah SAW. berkata,
"Sesekali janganlah dari kalian mengharapkan kematian, sebab jika dia orang yang soleh bisa jadi, agar bisa bertambah amal baiknya, dan jika dia bukan orang baik agar bisa bertaubat. Sebab jika sudah mati, semua amalnya akan terputus dan sesungguhnya umur bagi seorang Mukmin itu tidak akan menambah kecuali kebaikan." (HR. Bukhari-Muslim)

Setiap Muslim yang baik tentu menginginkan hidupnya berakhir dengan husnul khotimah (akhir yang baik) dan bukan su'ul khotimah (akhir yang buruk). Jika seseorang memutuskan bunuh diri, berarti ia telah su'ul khotimah karena Nabi telah menyatakan bahwa orang bunuh diri adalah penghuni neraka.

Dari Abu Hurairah RA. bahwa Rasulullah SAW. bersabda,
"Barang siapa menjatuhkan diri dari gunung hingga membunuh dirinya, maka akan selalu terjatuh dalam neraka jahanam selamanya. Barang siapa meminum racun hingga membunuh dirinya, maka ia akan selalu minum racun dalam neraka jahanam selamanya. Dan barang siapa yang membunuh dirinya dengan besi, maka ia akan selalu menusukkan besi itu dalam neraka jahanam selamanya." (HR. Bukhari)

Bagi setiap Muslim, hidup adalah ladang amal kebajikan dan kematian adalah saat memanen pahala yang telah dijanjikan Allah SWT. di akhirat nanti.

Wallahualam bissawab.***

[Ditulis oleh H. AGUS ISMAIL, khatib dan imam Jumat di beberapa masjid, tinggal di Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Wage) 20 April 2012 / 28 Jumadil Awal 1433 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]

by
u-must-b-lucky

0 comments: