KESERAKAHAN

Dalam diri manusia bukan saja didominasi oleh kecenderungan kesucian yang selalu mendambakan kesejatian diri, perdamaian, cinta kasih, dan kelapangan dada, tetapi juga kecenderungan hewani sehingga dalam darah manusia mengalir arus kekerasan, egoisme. Termasuk keserakahan yang senantiasa dilekatkan dengan sifat-sifat hewani terdapat juga dalam diri manusia. Bahkan manusia bisa lebih serakah daripada binatang.

Allah SWT. berfirman,

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَّا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَّا يَسْمَعُونَ بِهَا ۚ أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ 
Walaqad tharana lijahannama katheeran mina aljinni waalinsi lahum quloobun la yafqahoona biha walahum aAAyunun la yubsiroona biha walahum athanun la yasmaAAoona biha olaika kaalanAAami bal hum adallu olaika humu alghafiloona

Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami, mereka mempunyai mata, tetapi tidak dipergunakannya untuk melihat, mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakannya untuk mendengar. Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS. Al-A'raaf: 179)

Manusia yang serakah, hatinya tidak akan pernah bisa merasakan penderitaan orang yang dirampasnya. Hatinya tertutup, mati, dan terkunci. Matanya seperti tidak melihat. Telinganya seolah-olah tuli meskipun ada orang yang menyampaikan pada dirinya, bahwa si fulan sedang sedih, kebingungan gara-gara dirampas oleh dirinya.  

Keserakahan telah merendahakan derajat kemuliaan manusia, sebab sesungguhnya manusia tidak hanya memperhatikan kebutuhan jasad tetapi juga ruh yang suci. Ruh harus suci, tidak dikotori dengan kedzaliman yang diakibatkan oleh keserakahan. 

Sungguh harta yang kita peroleh dari merampas, mengambil kepunyaan orang lain dengan cara-cara dzalim tidak akan pernah dibawa ke langit. Harta yang diperoleh dari cara-cara menyakiti, menginjak, menekan orang lain, tidak akan membuat kita kekal hidup di dunia.

وَمَا جَعَلْنَاهُمْ جَسَدًا لَّا يَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَمَا كَانُوا خَالِدِينَ 
Wama jaAAalnahum jasadan la yakuloona alttaAAama wama kanoo khalideena

Dan tidaklah Kami jadikan mereka tubuh-tubuh yang tiada memakan makanan, dan tidak (pula) mereka itu orang-orang yang kekal. (QS. Al-Anbiyaa: 8)

Tidak sedikit dari para ulama, ustadz menyampaikan sebuah hadits, "Hampirlah kefakiran itu menjadi kekafiran." Padahal hadits ini adalah daif (lemah). Akan tetapi, seolah-olah dijadikan alasan pembenaran kita untuk keluar dari kemiskinan meskipun dengan cara-cara dzalim kepada orang lain. 

Ada hadits sahih yang diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim,
"Demi Allah, bukanlah kemiskinan yang aku khawatirkan atas kamu sekalian, tetapi aku khawatir kalau-kalau kekayaan dunia ini dihamparkan atas kamu sekalian sebagaimana yang pernah dihamparkan atas orang-orang sebelum kamu. Lantas kamu sekalian akan berlomba-lomba pada kekayaan sebagaimana mereka dulu berlomba-lomba pada kekayaan. Kemudian kekayaan itu akan membinasakan kamu sekalian sebagaimana kekayaan itu telah membinasakan mereka."

Atau hadits dari Ibnu Abbas RA. dan Anas bin Malik RA. bahwasanya Rasuluulah SAW. bersabda,
"Seandainya seseorang itu mempunyai satu lembah dari emas, niscaya ia ingin mempunyai dua lembah. Dan tidak ada yang dapat memenuhi mulutnya kecuali tanah."

Semestinya hadits-hadits inilah yang lebih diperhatikan oleh kita, ketimbang hadits lemah tadi. Andaikan kemiskinan membuat seseorang hampir saja menjadi kafir, hal itu masih bisa diatasi dengan melepaskan diri dari jurang kemiskinan. 

Andaikan ia harus menjadi kafir karena kemiskinannya, ia hanya merugikan dirinya sendiri, tetapi tidak dengan penyakit keserakahan yang menimpa seseorang. Keserakahan lebih bahaya dari kekafiran sebab ketika kita dikuasai oleh sifat keserakahan, kita laksana binatang buas yang saling bersaing, saling membunuh, saling menjatuhkan, saling sikut. Keserakahan menghilangkan rasa iba pada orang lain. Keserakahan menghapuskan kepedulian kepada siapa pun bahkan nyawa orang lain.  

Keserakahan menghilangkan kepekaan kepada siapa pun. Islam tidak melarang pemeluknya untuk menjadi kaya, dan tidak pula diwajibkan menjadi miskin. Melalui Al-Qur'an, Allah SWT. menyeru agar makhluknya bertebaran mengais rezeki, sebagaimana tercantum dalam QS. Al-Jumu'a: 9-10,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُون
فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِن فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ 
Ya ayyuha allatheena amanoo itha noodiya lilssalati min yawmi aljumuAAati faisAAaw ila thikri Allahi watharoo albayAAa thalikum khayrun lakum in kuntum taAAlamoona
Faitha qudiyati alssalatu faintashiroo fee alardi waibtaghoo min fadli Allahi waothkuroo Allaha katheeran laAAallakum tuflihoona

Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.

Ayat itu jelas tidak menyuruh kita menghentikan seluruh aktivitas keduniawian satu hari penuh, hanya sesaat saat shalat Jumat. Usai shalat Jumat, kembali beraktivitas keduniawian lagi. Disuruh bekerja lagi dengan keras, dan ikhlas bahkan harus juga dengan cerdas. 

Keserakahan melahirkan kedzaliman yang tidak mudah memperoleh ampunan Allah. Kedzaliman pada diri sendiri seperti shalat yang tidak sempurna, puasa yang banyak bolongnya, atau sepanjang hidupnya tidak sempat melaksanakan ibadah haji, dosa-dosa seperti itu cukup dengan menyampaikan permohonan ampun kepada Allah

Akan tetapi, tidak dengan kedzaliman kepada orang lain akibat dari keserakahan. Orang yang merampas hak orang, yang menjatuhkan orang lain, tidak akan Allah ampuni dosanya sebelum ia mengembalikan seluruh harta yang dirampasnya, sebelum ia memulihkan nama baik orang yang dijatuhkannya. Pebisnis yang serakah tidak akan pernah peduli orang lain rugi atau menderita yang penting dirinya untung. Anggota dewan yang serakah tidak akan pernah peduli dengan teriakan rakyat atas kemewahan yang dipertontonkannya di tengah-tengah kemiskinan rakyat yang diwakilinya. Penegak hukum yang serakah akan mempergunakan kewenangannya untuk memeras orang-orang yang bisa diperas oleh dirinya. Selama keserakahan, egois, lalim, dan aniaya terhadap orang lain masih melekat pada diri kita maka shalat, puasa, dan haji kita tidak akan pernah sampai ke langit. 

Semoga kita diberikan kemampuan oleh Allah SWT. untuk menghilangkan keserakahan yang mungkin telah lama melekat dalam jiwa kita. 

Amin.*** 

[Ditulis oleh IDAT MUSTARI, Ketua Biro Agama DPD Golkar Jawa Barat. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Pahing) 13 April 2012 / 21 Jumadil Awal 1433 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"] 

by 
u-must-b-lucky

0 comments: