MEMILIH PEMIMPIM DALAM ISLAM

Berbicara tentang kehidupan bermasyarakat dan bernegara, maka kita tidak bisa lepas berbicara tentang masalah kepemimpinan. Dalam suatu hadits, Rasulullah SAW. bersabda, "Ada tujuh golongan manusia dari umatku yang akan mendapat perlindungan di akhirat nanti di mana tidak ada perlindungan kecuali perlindungan dari Allah."

Yang paling pertama disebut oleh Rasulullah SAW. adalah "pemimpin yang adil". Hadits ini mengisyaratkan bahwa, jika seorang pemimpin itu berbuat adil maka hakikatnya dia telah beribadah kepada Allah dalam bentuk pengabdiannya kepada sekian juta manusia yang dipimpinnya selama masa jabatannya. Dengan demikian, layaklah pemimpin yang adil akan mendapatkan tiket masuk surga tanpa hisab.

Sebaliknya, bila seorang pemimpin itu berbuat dzalim, maka dia akan memperoleh tiket masuk neraka tanpa hisab. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Adz Dzulaimi yang dikutip Al- Ghazali dalam Kitabnya Minhajul 'Abidin, Rasulullah SAW. bersabda, "Ada enam kelompok manusia dari umatku yang akan masuk neraka jahanam tanpa hisab." Yang paling pertama disebut oleh Rasulullah SAW. adalah "pemimpin karena kedzalimannya."

Hadits ini mengisyaratkan bahwa, apabila seorang pemimpin itu berbuat dzalim dalam kepemimpinannya, maka dia akan masuk neraka tanpa hisab. Betapa berat menyandang tanggung jawab sebagai seorang pemimpin, karena dia harus bisa berbuat adil. Ketika seorang pemimpin tidak menjalankan kepemimpinannya sesuai dengan syariat Allah, maka dia termasuk telah berbuat dzalim yang konsekuensinya sangat berat bagi kehidupannya kelak di akhirat.

Dalam kaitannya memilih pemimpin, layaklah kita hayati dan renungkan sebuah hadits yang diriwayatkan Iman Al Hakim, Nabi SAW. bersabda, "Barang siapa yang memilih seseorang sebagai pemimpin atas dasar ta'ashub (fanatisme/taqlid) buta semata didasarkan hanya pada pertimbangan emosional primordial, bukan atas dasar rasionalitas dan penilaian yang jernih syar'iyah, padahal di tengah mereka ada orang yang lebih layak dan pantas dipilih dan diridhai oleh Allah, maka orang itu telah berkhianat kepada Allah, Rasul-Nya dan kaum Muslimin." Maka seorang pemimpin itu hanyalah suatu individu yang merupakan bagian dari umat dan bukanlah umat suatu bagian dari individu.
Disadari atau tidak, permasalahan "pilih-memilih" dalam menjalani kehidupan ini bukanlah urusan kecil atau masalah yang sepele, terlebih lagi dalam kaitannya kita harus memilih seorang pemimpin. Kita sebagai masyarakat Muslim harus betul-betul siap untuk memilih seseorang yang kita yakini, paling tidak, yang siap melaksanakan syariat Allah. Kesalahan kita dalam memilih akan berakibat fatal bagi kehidupan umat masa kini dan masa yang akan datang dan kita pun harus ikut mempertanggungjawabkan itu di akhirat kelak.

"Salah" kita dalam memilih seorang pemimpin, dengan memilih orang yang dzalim misalnya, karena tidak tebersit tekadnya sedikit pun untuk menegakkan syariat Islam, maka kita harus ikut mempertanggungjawabkan pilihan kita itu di hadapan Allah. Karena bukankah dia bisa menjadi seorang pemimpin adalah juga karena kita yang memilihnya. Bahkan dalam kesalahan memilih seorang pemimpin, bukan saja hanya menyeret seseorang masuk dalam perbuatan dzalim atau dosa, lebih dari itu bisa membuat seseorang gugur keislamannya.

Allah berfirman dalam Surat Ibrahim Ayat 24-26,

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ
تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا ۗ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
وَمَثَلُ كَلِمَةٍ خَبِيثَةٍ كَشَجَرَةٍ خَبِيثَةٍ اجْتُثَّتْ مِن فَوْقِ الْأَرْضِ مَا لَهَا مِن قَرَارٍ
Alam tara kayfa daraba Allahu mathalan kalimatan tayyibatan kashajaratin tayyibatin asluha thabitun wafarAAuha fee alssamai
Tutee okulaha kulla heenin biithni rabbiha wayadribu Allahu alamthala lilnnasi laAAallahum yatathakkaroona
Wamathalu kalimatin khabeethatin kashajaratin khabeethatin ijtuththat min fawqi alardi ma laha min qararin

Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun.

Ayat itu menggambarkan betapa indahnya gambaran yang dianugerahkan Allah SWT. atas keberadaan orang-orang yang bertakwa di mana keberadaannya ibarat sebuah pohon yang baik, yang "akarnya sangat kuat menghujam ke dasar tanah, sementara dahan dan rantingnya menjulang tinggi ke langit, pohon tersebut tumbuh dengan subur lalu berdaun rindang dan berbuah yang buahnya dapat dinikmati oleh masyarakat yang hidup di sekitarnya pada setiap saat dengan seizin Allah Tuhannya."

Akar yang dimaksud pada ayat di atas adalah akidah. Perumpamaan pohon yang buruk itu adalah pohon yang akarnya sudah terangkat dari permukaan bumi yang esok lusa akan mati. Keberadaan pohon semacam ini tidak ada artinya sama sekali, dia tidak mungkin memberi manfaat, jangankan untuk berbuah, bertahan untuk hidup pun tidak mungkin bisa. Keberadaan pohon semacam ini paling bermanfaat hanya sebagai kayu bakar.

Dengan akidah atau keimanan yang kuat, seseorang akan diantarkan amal perbuatannya sampai kepada Allah SWT. Digambarkan seperti pohon yang dahannya menjulang tinggi sampai ke langit. Maknanya, amalnya akan sampai kepada Allah SWT. Jadi, seorang muttaqin itu di samping memiliki dasar akidah yang kuat, dia juga harus baik dalam "habluminallah" (hubungan secara vertikal dengan Allah SWT.)

Tidak cukup demikian, tetapi dia harus seperti pohon yang terus-menerus berbuah, dalam pengertian baik hubungannya secara horizontal dengan makhluk yang ada di sekelilingnya. Setiap saat buahnya bisa dinikmati oleh masyarakat yang hidup di sekitarnya. Inilah yang sering kita istilahkan dengan "silaturahmi" dia harus baik dalam hubungan silaturahminya. Bukan hanya dengan sesama manusia saja, melainkan hubungan dengan sesama makhluk Allah yang lain pun harus baik.

Keberadaan insan yang muttaqin harus bisa bermanfaat bagi orang lain atau makhluk-makhluk Allah yang lain yang ada di sekitarnya. Dengan demikian, bila suatu saat pohon ini mati, maka banyak sekali orang yang merasa kehilangan terutama bagi yang selama ini menikmati buahnya. Seandainya suatu saat dia meninggal dunia, maka banyaklah orang yang akan merasakan kehilangan terutama mereka yang selama ini menikmati buah karyanya atau kesalehannya.

Betapa sangat erat keterkaitan dan keterikatan antara akidah dengan kehidupan seseorang. Kesalehan seseorang secara individu harus dibangun atas dasar kokohnya akidah yang pada gilirannya diharapkan dapat muncul kesalehan sosial yang akan mewarnai kehidupan bermasyarakat dan bernegara sesuai petunjuk-Nya

Wallahu a'lam bish-shawab. ***

[Ditulis oleh IJANG FAISAL, Ketua Umum DPD BKPRMI Kota Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis, 12 April 2012 / 20 Jumadil Awal 1433 H pada Kolom "OPINI"]

by
u-must-b-lucky

0 comments: