SHALAT & MENEPATI JANJI

Salah satu oleh-oleh Isra' Mi'raj Rasulullah SAW. adalah shalat wajib lima kali dalam sehari dan semalam. Shalat bukan sebatas doa dan perbuatan yang dilaksanakan dari takbiratul ihram dan diakhiri salam, seperti pengertian ilmu fiqh melainkan juga pengaruh shalat yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 

لَّيْسَ الْبِرَّ أَن تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا ۖ وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ ۗ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
Laysa albirra an tuwalloo wujoohakum qibala almashriqi waalmaghribi walakinna albirra man amana biAllahi waalyawmi alakhiri waalmalaikati waalkitabi waalnnabiyyeena waata almala AAala hubbihi thawee alqurba waalyatama waalmasakeena waibna alssabeeli waalssaileena wafee alrriqabi waaqama alssalata waata alzzakata waalmoofoona biAAahdihim itha AAahadoo waalssabireena fee albasai waalddarrai waheena albasi olaika allatheena sadaqoo waolaika humu almuttaqoona

Bukanlah pokok-pokok kebaikan itu menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat, tetapi sesungguhnya pokok-pokok kebaikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan), dan orang-orang yang meminta-minta, dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya) dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-Baqarah: 177)

Apabila shalat lima waktu merupakan kewajiban setiap Muslim yang balig dan berakal sehat, di antara rahmat Allah SWT. kepada hamba-Nya adalah pada setiap kewajiban, Allah juga menurunkan amalan sunah. Ketika Allah mewajibkan shalat lima waktu, Allah juga menurunkan shalat sunah, seperti shalat Qiyamul Lail (tahajud), shalat rawatib, dan sebagainya.

Demikian juga dengan zakat. Ketika Allah mewajibkan zakat, Allah juga menyarankan umat-Nya untuk berinfak. Bahkan dalam memotivasi berinfak, Allah SWT. menegaskan dengan mengeluarkan infak, sedekah maupun amalan harta lainnya tidak akan membuat harta kita berkurang.

Tak jarang ada sebagian kaum Muslimin yang memilih dan memilah amalan kebaikan. Misalnya, amalan ini wajib, wajib kifayah, sunah, dan lain-lain. Padahal, kita tidak tahu ibadah kita yang mana yang diterima Allah.

Salah satu pembelajaran shalat adalah menepati janji dan disiplin waktu. Apalagi dalam ayat di atas juga ditegaskan kriteria kebaikan adalah menepati janji apabila berjanji. Menepati janji yang saat ini menjadi barang langka apalagi dalam beberapa tahun terakhir ketika politik menjadi panglima dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Untuk mengetahui kualitas keimanan seseorang dapat diukur dari ketepatannya dalam memenuhi janjinya. Kalau ada seseorang yang suka mempermainkan janji, tidak menepati janji, suka menunda-nuda pemenuhan janji, kita boleh mempertanyakan mutu keimanannya.

Ironisnya, ingkar janji banyak terjadi di masyarakat kita. Sering kali kita saksikan suatu acara yang dalam undangan disebutkan dimulai pukul 09:00 WIB. misalnya, tetapi ternyata molor sampai pukul 10:00 WIB. bahkan pukul 11:00 WIB. Kita sering memberikan alasan ketika menggelar acara yang tidak tepat waktu atau datang tidak tepat waktu. Kalau alasan yang menyebabkan keterlambatan tersebut termasuk alasan yang diterima secara syara, seperti ada kecelakaan atau motornya mogok di jalan, kita masih bisa memakluminya. Akan tetapi kalau alasannya tidak jelas, ini yang sangat memprihatinkan.

Apabila kita termasuk orang yang senang mengumbar alasan saat tidak menepati janji, bisa jadi masuk dalam golongan orang kafir.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ كَفَرُوا لَا تَعْتَذِرُوا الْيَوْمَ ۖ إِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Ya ayyuha allatheena kafaroo la taAAtathiroo alyawma innama tujzawna ma kuntum taAAmaloona

Hai orang-orang kafir.janganlah kamu mengemukakan alasan (uzur) pada hari ini. Sesungguhnya kamu hanya diberi balasan menurut apa yang kamu kerjakan. (QS. At-Tahrim: 7)

Kita sering kali belum menganggap penting untuk menepati janji. Jauh-jauh hari sebelum kampanye pemilihan pemimpin baik tingkat RT, RW, desa, kabupaten/kota, provinsi, bahkan nasional, kita selalu menampilkan "pencitraan" yang baik. Janji-janji atau kerap dikatakan tekad diumbarnya. Ternyata setelah menjadi pemimpin, malah tidak menepati janji bahkan hilang dari peredaran. Bukankah ini sebuah musibah?

Sedemikian pentingnya janji ini, maka memenuhi janji termasuk pokok-pokok kebajikan. Kalau ada seseorang yang tidak memenuhi janjinya, berarti dia tidak mempunyai birran (kebajikan). Dengan senantiasa menepati janji dan tepat waktu, ini berarti kita juga telah mendakwahkan Islam. Pada dasarnya, setiap diri kita adalah "duta-duta" yang membawa nama baik Islam.

Kalau ada seorang aktivis Islam yang biasa terlambat, dia telah tampil menjadi orang yang tidak simpatik dan pada gilirannya akan mengganggu jalannya dakwah yang dilakukan. Demikian juga ketika seorang calon pemimpin atau pemimpin tak menepati janjinya, masyarakat jadi kurang simpati kepadanya.

Kekurangseriusan menepati waktu juga bisa dilihat dari adanya budaya afwan atau hapunten (maaf). Ini budaya yang tidak benar. Sekali-sekali kita memang bisa memaafkan kalau ada seorang saudara kita yang tak menepati janji, tetapi jangan sampai selalu meminta maaf.

Oleh karena itu, sebagai seorang Muslim yang ingin menjadikan Islam sebagai landasan hidup kita, tidak sepantasnya kita suka mengingkari janji yang kita buat. Seorang pemimpin akan dilihat kiprahnya dari pemenuhan janji-janji yang telah diucapkannya.***

[Ditulis oleh H. PUPUH FATHURRAHMAN, Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Pesantren Raudhatus Sibyan Sukabumi. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Manis) 21 Juni 2012 / 1 Saban 1433 H. pada Kolom "CIKARACAK"] 

by 
u-must-b-lucky

0 comments: