IMAN DAN ISTIQAMAH

Kita menyadari bahwa sifat iman dalam diri kita bersifat fluktuatif. Saat kadar iman sedang menebal, kita selalu rajin melaksanakan ibadah-ibadah sebagai bukti ketaatan kepada Allah. Akan tetapi, saat iman menipis, memudar pula ketaatan kita kepada-Nya.

Hal ini mengindikasikan lemahnya istiqamah sebagai pengawal keimanan kita. Tidak heran, sebagian di antara kita merasa lebih beriman dalam kondisi berkecukupan, tetapi merasa kurang beriman dalam kondisi berkekurangan. Begitu juga sebaliknya. Kita sering merasa kuat iman jika sehat walafiat, tetapi lemah iman saat sakit. Pun sebaliknya begitu.

Allah SWT. menggambarkan kondisi keimanan kita dalam hadits qudsi-Nya,

"Sesungguhnya di antara hamba-hamba-Ku ada yang merasa kurang imannya, kecuali dengan kekayaan. Dan jika ditimpa kemiskinan, sungguh ia kufur. Dan di antara hamba-hamba-Ku ada yang merasa kurang imannya kecuali dengan kemiskinan. Dan jika diberi kekayaan, sungguh ia kufur. Dan di antara hamba-hamba-Ku ada yang merasa kurang imannya ke¬cuali dengan kesakitan. Dan saat dianugerahi kesehatan, ia kufur. Dan di antara hamba-hamba-Ku ada yang kurang imannya kecuali dengan kesehatan. Dan saat ditimpa kesakitan, ia kufur."

Keterangan ini menggambarkan bahwa naik turunnya iman seseorang merupakan sifat dasar manusia. Namun bagaimana pun, kita tidak menginginkan kadar iman kita melemah dan berkurang. Tidak sedikit orang yang gencar menyuarakan kebenaran, tetapi sesaat kemudian ia lesu karena tergoda oleh kekuasaan dan harta yang menggiurkan. Oleh karena itu, dibutuhkan sikap istiqamah sebagai penjaga, pengawal, dan energi agar sumbu iman kita tetap menyala.


Suatu hari Abu Amrah bin Abdullah menemui Rasulullah SAW. dan berkata, "Ya Rasulullah, sampaikanlah padaku suatu perkataan yang tidak akan aku tanyakan kepada selain engkau." Rasulullah SAW. berkata, "Katakanlah, aku beriman kepada Allah kemudian beristiqamahlah." (HR Muslim)

Hadits ini memberi inspirasi bahwa ada dua perkara besar dalam keislaman seorang Muslim, yakni iman dan istiqamah. Mengapa iman? Karena iman merupakan fondasi, dasar, dan akar keislaman seseorang. Sebaik apa pun seseorang, rajin beramal dan selalu berbuat baik terhadap sesama, jika tidak dilandasi keimanan, amalnya tetap tidak berarti apa-apa di hadapan Allah SWT.

Bila dianalogikan dengan sebuah pohon, iman adalah akar yang menghunjam ke dasar bumi, akar yang kuat menjadikan batang pohonnya kuat pula, dan memungkinkan menghasilkan buah yang manis. Bila pohon itu ditebang, sedangkan akarnya masih menghunjam kuat di dalam bumi, pohon itu akan tetap tumbuh, berbatang, berdaun, dan berbuah. Sebaliknya, jika pohon itu ditebang hingga ke akar-akarnya, riwayat pohon pun habis sampai di sana. Itulah kekuatan iman dalam keislaman seseorang dan peranannya dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai hamba Allah SWT.

Bekal iman saja tidak cukup, perlu realisasi amal nyata sebagai buktinya, dengan cara patuh, taat, dan ikhlas menjalankan segala titah Allah dan bersedia meninggalkan segala perkara larangan-Nya. Ini tidaklah mudah, dibutuhkan sikap kuat, mental baja, dan pendirian teguh untuk menggapainya, yang disebut dengan istiqamah. Oleh karena itu, istiqamah penting peranannya sebagai kekuatan untuk memperjuangkan nilai-nilai keimanan dan keislaman.

Secara harfiah, istiqamah diambil dari istaqama - yastaqimu - istiqamah yang berarti tegak, berdiri, kuat, kokoh, lurus, dan konsisten. Jika diartikan lebih lanjut, istiqamah merupakan sikap mental yang kuat, dan sikap teguh pendirian dalam melaksanakan perintah Allah, dan konsisten meninggalkan larangan-Nya. Seorang yang istiqamah memiliki keyakinan yang tidak mudah terganggu oleh hal-hal yang menjauhkan dari agama. Ia mempunyai prinsip yang tidak mudah tergoda dengan perkara-perkara yang melenakan, dan ia memiliki keteguhan hati yang tidak mudah goyah oleh sesuatu yang menyesatkan dan merugikan keislamannya.

Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah menjelaskan makna istiqamah yang dikemukakan oleh para sahabat terdekat Rasul. Menurut Abu Bakar RA., istiqamah adalah tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun (tauhidullah). Mengapa Abu Bakar RA. menghubungkan istiqamah dengan tauhidullah?

Al-Jauziah menjelaskan bahwa hanya dengan pijakan tauhidullah-lah seorang Muslim mampu beristiqamah dalam situasi dan kondisi apa pun.

Sementara Umar bin Khattab RA. berkata bahwa istiqamah adalah konsistensi dalam melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya dan tidak pernah berbelok sedikit pun. Kemudian Utsman bin Affan RA. menambahkan bahwa istiqamah adalah mengikhlaskan segala amal semata-mata karena Allah SWT. Seorang yang istiqamah memiliki niat ikhlas dalam segala amalnya.

Kisah para sahabat dahulu telah membuktikan kekuatan iman yang diiringi dengan sikap istiqamah. Bilal bin Rabah RA., seorang budak belian berkulit hitam legam tidak pernah goyah sedikit pun mempertahankan tauhidnya. Demi iman, ia rela badannya ditelanjangi dengan cambukan kasar ratusan kali yang menderanya. Kemudian digusur dan diletakkan di atas batu panas karena sengatan matahari yang membakar. Ia terus dipaksa memeluk kembali kepada agama tuannya, dicambuk, disiksa sampai berdarah-darah untuk kembali tetapi imannya bergeming sedikit pun dari jiwanya. Mulutnya tersenyum dengan iringan kata ahad, ahad, ahad.

Demikian pula dengan keluarga Sumayyah dan Amar bin Yasir, Mereka disiksa, dibantai, dan dipaksa untuk kembali ke agama nenek moyangnya tetapi akidah mereka tetap tertancap kuat dan tidak pernah bergeser sedikit pun dari akar jiwa mereka.

Inilah bukti bahwa hanya dengan pijakan tauhid-lah seorang Muslim mampu beristiqamah dalam situasi dan kondisi apa pun. Mereka yakin ada surga yang telah Allah janjikan untuk orang-orang yang beriman dan beristiqamah.

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ

Inna allatheena qaloo rabbuna Allahu thumma istaqamoo tatanazzalu AAalayhimu almalaikatu alla takhafoo wala tahzanoo waabshiroo bialjannati allatee kuntum tooAAadoona

Sesungguhnya orang-orang yang berkata, Tuhan kami adalah Allah kemudian mereka meneguhkan pendiriannya (istiqamah), maka para malaikat akan turun kepada mereka dan berkata, janganlah kalian merasa takut dan bersedih. Dan bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan kepadamu. (QS. Fushshilat: 30)

Oleh karena itu, iman yang kita miliki hari ini jangan sampai berubah melemah esok hari. Iman perlu dibela dan dipelihara serta diperjuangkan dengan sikap istiqamah yang membaja. Tidak pernah ada ketakutan dan kesedihan bagi orang-orang yang beriman dan istiqamah karena balasannya surga yang telah Allah janjikan. ***

[Ditulis oleh TAUFIK HIDAYATULLAH, Ketua Bidang Dakwah Pemuda Yayasan Pesantren Indonesia (YPI) Pacet, pengurus DKM Masjid Jami' Al-Huda Pacet Kabupaten Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Wage) 12 Oktober 2012 / 26 Zulkaidah 1433 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]

by
u-must-b-lucky

0 comments: