KELUARGA "SAMARA"

Bulan Dzulhijjah atau orang Sunda menyebutnya Rayagung dikenal sebagai bulan pernikahan. Dalam sehari, khususnya pada Sabtu atau Minggu, undangan pemikahan bisa lebih dari dua tempat sehingga kerap membingungkan, apalagi kalau waktunya bersamaan dan lokasi berjauhan.

Tujuan pernikahan tentu membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, warrahmah atau kerap disebut sebagai samara. Kalimat sakinah, mawaddah, warrahmah yang hampir selalu tercetak di undangan pernikahan dan diambil dari pernyataan Al-Qur'an Surat Ar Ruum: 21,

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Wamin ayatihi an khalaqa lakum min anfusikum azwajan litaskunoo ilayha wajaAAala baynakum mawaddatan warahmatan inna fee thalika laayatin liqawmin yatafakkaroona
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.

Sakinah artinya tenang. Mawaddah bermakna cinta kasih, dan rahmah berarti sayang. Salah satu ciri keluarga ideal ialah keluarga yang tenang, tenteram, dan tidak ada pertengkaran sebagai buah dari terjalinnya cinta dan kasih yang tulus di antara suami dan istri.

Menurut ajaran Islam, cinta itu harus lestari dan bahkan membangun cinta dan kasih yang sebenarnya justru harus diwujudkan setelah mereka resmi menjadi suami istri. Bukan pacaran lama sebelum nikah dengan alasan agar bisa beradaptasi.

Untuk melestarikan cinta kasih yang abadi di antara suami istri bisa ditempuh dengan membiasakan beberapa sikap:
  • Pertama, ta'awun atau saling tolong yang tulus. Semakin banyak menolong istri atau suami akan semakin mantap cinta dan kasih di antara suami istri. Semakin malas tolong-menolong di antara suami istri, semakin besar peluang hilangnya cinta kasih.
  • Kedua, tasamuh atau toleransi dengan menghargai pendapat istri atau suami dan memaafkan ketika suami atau istri meminta maaf. Suami atau istri tidak saling dendam bahkan keduanya berusaha saling menyenangkan, saling membahagiakan, dan tidak menyinggung harga diri suami atau istri.
  • Ketiga, tarahum atau saling sayang menyayangi, tidak menghina, tidak mendiskreditkan, dan tidak membuka rahasia antara suami dan istri. Selain itu, sikap tarahum juga tercipta dengan tidak membuka aib, tidak meremehkan, tidak mencemooh, memanggil nama suami atau istri dengan nama yang baik, bahkan panggilan yang menyenangkannya.
  • Keempat, tabayyun dengan mengecek kebenaran apabila informasi yang tidak baik tentang suami atau istri. Jangan percaya apalagi menyebarluaskan kejelekan istri atau suami. Berikan yang terbaik kepada istri atau suami walaupun suami atau istri tidak memberikan yang terbaik kepada kita. Biasakan untuk ibadah bersama, seperti shalat, dzikir, pengajian di majelis taklim, umrah, bahkan haji. Bahkan saling mendoakan di antara suami istri.
Nabi bersabda,
"Sebaik-baik kamu adalah orang yang paling arif kepada istrinya. Seandainya dibolehkan manusia sujud kepada manusia lain, yang paling pantas adalah istri sujud kepada suaminya."

Salah satu persoalan yang kerap muncul di zaman modern ini adalah istri juga ikut bekerja. Bisa juga suami melarang istrinya untuk bekerja. Untuk menjawab hal itu, hal yang pertama yang harus diingat adalah suami sebagai pemimpin bahtera keluarga. Hal ini karena suami mempunyai salah satu kelebihan yang ada pada dirinya, yaitu kewajiban memberi nafkah lahir batin. Kebutuhan seperti papan, sandang, dan pangan dibebankan kepada suami atau ayah untuk memenuhinya.

Apabila suami sudah mampu memenuhi kebutuhan lahir dan batin itu, istri tidak wajib mencari nafkah. Namun, andaikata ada seorang istri yang mencari nafkah, dirinya harus mendapat izin dari suami serta ia tidak mengorbankan kewajiban utamanya sebagai istri dari suaminya dan sebagai ibu dari anak-anaknya. Kepergian seorang istri untuk mencari nafkah diharapkan tidak melakukan fitnah atau memunculkan fitnah. Seorang istri yang bekerja juga memberikan dampak negatif bagi keharmonisan rumah tangganya.

Ajaran Islam tidak melarang seorang istri mencari nafkah sepanjang hal tersebut benar-benar melahirkan kemaslahatan (kebaikan) bersama serta memberikan manfaat bagi kehidupan rumah tangga yang bersangkutan. Oleh karena itu, kasus yang dihadapi seorang istri yang bekerja di luar rumah harus bisa didiskusikan dengan baik di antara suami dan istri. Istri harus bisa meyakinkan suami bahwa keinginannya untuk mencari nafkah tambahan itu sebagai suatu solusi yang dapat dipertanggungjawabkan. Berikan penjelasan dan jaminan bahwa pekerjaan yang dilaksanakan itu baik, manfaat, dan maslahat.

Berdoalah kepada Allah agar kita dapat memperoleh jalan keluar yang terbaik serta suami pun ridha dan setuju dengan sikap dan keputusan istri tersebut. Kalau suami ridha, seorang istri akan ikhlas melakukan pekerjaanya sehingga Insya Allah akan membuahkan berkah bagi keluarga. Sebaliknya, kalau suami tidak ridha apalagi ada curiga dan buruk sangka, akhirnya rumah tangga jadi tidak nyaman, walaupun secara lahiriah penghasilan bertambah. ***

[Ditulis oleh KH. MIFTAH FARIDL, Ketua Umum MUI-Kota Bandung, Ketua Yayasan Ad Dakwah, dan pembimbing Haji Plus dan Umrah Safari Suci. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Kliwon) 22 November 2012 / 8 Muharam 1434 H. pada Kolom "CIKARACAK"]

by
u-must-b-lucky

0 comments: