MENYOAL KHATIB JUMAT

Khathib, khuthbah, khithabah berasal dari kata khatb yang berarti perkara yang besar. Dengan demikian, seorang khatib adalah orang yang membawa perkara yang besar dan mengemban misi yang suci nan agung, yaitu mengajak manusia untuk menyembah Allah SWT. semata dan menyeru mereka untuk menjalankan segenap perintah Allah SWT.

Khatib Jumat adalah orang yang berkhotbah pada saat pelaksanaan ibadah shalat Jumat. Biasanya, mereka diangkat atau ditunjuk oleh pengurus masjid berdasarkan pemahamannya yang mendalam terhadap ajaran agama Islam dan memiliki kemampuan mengemban tugas sebagai khatib Jumat.

Namun, dalam beberapa kesempatan ketika penulis mengikuti shalat Jumat di beberapa masjid masih mendapati khatib Jumat yang menyamakan khotbah Jumat dengan ceramah biasa seperti adanya humor ataupun meninggalkan salah satu rukun khotbah.

Hal ini harus menjadi perhatian bagi kita sebab dalam pelaksanaan shalat Jumat; seorang khatib mempunyai peranan yang sangat besar dan menentukan. Ia merupakan penentu sah dan batalnya shalat Jumat. Tanpa kehadiran seorang khatib dan pengetahuannya terhadap rukun-rukun khotbah akan menjadikan tidak jadinya atau batalnya ibadah shalat Jumat. Dan ia menjadi orang yang paling bertanggung jawab terhadap hal tersebut. Oleh karena itu, tidak semua orang bisa menjadi seorang khatib. Untuk menjadi seorang khatib, seseorang harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang disyaratkan oleh agama. Dikatakan, "Setiap khatib adalah mubalig, tapi tidak semua mubalig adalah khatib. Setiap khatib adalah dai, tapi tidak semua dai adalah khatib."

Khutbah Jumat berbeda dengan ceramah atau tablig biasa. Ada rukun-rukun yang harus dipenuhi oleh seorang khatib ketika ia berkhotbah, seperti membaca hamdalah, shalawat, membaca ayat Al-Qur'an, wasiat takwa, dan mendoakan kaum Muslimin. Tertinggalnya satu rukun dapat membatalkan khotbah Jumat. Lebih daripada itu, seorang khatib tidak hanya sebatas menunaikan tugas sesuai dengan syariat, tetapi diharapkan mampu menggerakkan dan mendorong jemaah melakukan ketaatan melalui materi yang dikemas dengan menarik, singkat, padat, ringkas, dan mudah dipahami serta dengan cara yang baik.
Dengan demikian, tugas dan tanggung jawab seorang khatib selain harus memenuhi rukun-rukun khotbah, ia juga harus mampu memicu dan memacu semua potensi yang terpendam dalam diri seseorang agar bisa terlepas dari jerat-jerat yang membelenggunya, lalu potensi ini berjalan bersama dengan pikiran sehatnya menuju pengaruh yang diharapkannya. (Al-Khithabah, Mahmud Imarah halaman 16)

Itulah di antara hikmah mengapa Allah SWT. memerintahkan kaum Muslimin untuk segera mendatangi shalat Jumat dan melarang berjual-beli serta muamalah lain pada saat itu agar dapat mendengarkan khotbahnya seorang khatib dan dapat merealisasikannya dalam kehidupannya, sebagaimana firman-Nya,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

Ya ayyuha allatheena amanoo itha noodiya lilssalati min yawmi aljumuAAati faisAAaw ila thikri Allahi watharoo albayAAa thalikum khayrun lakum in kuntum taAAlamoona

Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jumat, bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual-beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kalian mengetahui. (QS. Al-Jumu'ah: 9)

Selain itu, ketika khatib naik mimbar dan menyampaikan khotbahnya, ajaran agama tidak memperkenankan seorang pun untuk berbicara. Mereka diperintahkan agar menyimak dan menghayati materi khotbah yang disampaikan oleh khatib. Bila mereka berbicara dan melakukan perbuatan yang dapat melalaikan dari mendengarkan khotbah, shalat Jumatnya tidak berpahala.

Rasulullah SAW. bersabda,
"Perumpamaan orang yang berbicara pada hari Jumat, padahal imam menyampaikan khotbah, dia adalah bagaikan himar yang membawa lembaran kitab. Dan orang yang berkata, 'diamlah kamu' dia tidak mendapat Jumat." (HR Thabrani)

Bahkan, karena besarnya perkara khotbah Jumat yang disampaikan oleh seorang khatib, para malaikat pun turut mendengarkan dan menutup catatan orang-orang yang datang ke masjid.

Disebutkan dalam hadits Abu Hurairah, Rasulullah SAW. bersabda,
"Jika hari Jumat, pada setiap pintu dari pintu-pintu masjid terdapat malaikat-malaikat yang menulis orang pertama (yang hadir), kemudian yang pertama (setelah itu). Jika imam telah duduk (di mimbar untuk berkhotbah), mereka melipat lembaran-lembaran (catatan keutamaan amal) dan datang mendengarkan dzikir (khotbah)." (HR. Muslim)

Mengingat begitu besar peran seorang khatib bagi keabsahan shalat Jumat dan kemaslahatan umat, hendaknya seorang khatib memahami ajaran agama secara mendalam, khususnya ketentuan khotbah Jumat dan menguasai teknik bicara di hadapan massa sehingga mampu membimbing manusia dengan cahaya syariat menuju jalan yang lurus. Begitu pula, seorang khatib hendaknya memperhatikan keadaan dan persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat, kemudian mengingatkan mereka dari penyimpangan-penyimpangan dan dapat memberikan solusi.

Dan tak kalah pentingnya, seorang khatib harus menjadi teladan dalam melakukan suatu perintah, jangan sampaikan kita memerintahkan suatu amal, tetapi kita tidak pernah melaksanakannya. Oleh karena itu, kesuksesan seorang khatib tidak dilihat dari berapa banyak ia mengisi khotbah di berbagai masjid, tetapi dilihat dari seberapa besar kesungguhannya menjalankan ajaran agama dan kemampuannya menggugah jemaah untuk menjalankan ajaran agama melalui materi khotbah yang menarik dan penyampaiannya yang mempesona.

Begitu pula, bagi pengurus atau takmir masjid yang ditugaskan mencari dan menunjuk khatib, hendaknya tidak mengangkat khatib dilihat dari gelar, kedudukan, dan jabatannya semata, tetapi harus dilihat dari pemahaman dan pengamalannya menjalankan perintah agama. Menjadi khatib bukan bagi-bagi jatah atau bagi-bagi kekuasaan, melainkan suatu tugas yang berat yang menentukan sah atau tidaknya ibadah shalat Jumat dan bagaimana membangun kecenderungan umat menjalankan syariat agama.

Wallahu a'lam.***

[Ditulis oleh H. MOCH HISYAM, Ketua DKM Al-Hikmah RW.7 Sarijadi Bandung, anggota Komisi Pendidikan dan Dakwah MUI Kel. Sarijadi, Kec. Sukasari, Kota Bandung.. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Pahing) 9 November 2012 / 24 Zulhijah 1433 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]

by
u-must-b-lucky

0 comments: