MERAIH KETENANGAN DENGAN DZIKIR

وَاذْكُرِ اسْمَ رَبِّكَ بُكْرَةً وَأَصِيلًا

Waothkuri isma rabbika bukratan waaseelan

Dan sebutlah nama Tuhanmu pada (waktu) pagi dan petang. (QS. Al-Insan: 25)

Penggalan ayat di atas dapat dipahami sebagai ayat perintah dari Allah untuk senantiasa berdzikir pada-Nya. Kita diperintahkan mengingat Allah baik pagi maupun petang. Dzikir adalah mengingat Allah setiap saat di mana pun dan sedang apa pun kita.

Ibnu Athaillah As-Sakandari, ulama abad ke-V,  mendefinisikan dzikir sebagai aktivitas melepaskan diri dari kelalaian dengan senantiasa kalbu bersama Allah SWT. atau mengulang-ulang nama Allah dalam hati ataupun lisan kita.

Sementara tokoh spiritual Imam Khomeini mengatakan, dzikir mengingat Allah adalah mengingat seluruh nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada kita. Kemudian menurut Abu Bakar Aceh, dzikir merupakan ucapan yang dilakukan dengan lidah atau mengingat Allah dengan hati, dengan ucapan atau ingatan yang menyucikan Allah dan membersihkannya dari sifat-sifat yang tidak layak untuk-Nya.

Terlepas dari definisi di atas, makna dzikir intinya mengingat Allah setiap saat di mana pun kita berada dan sedang apa pun kita. Setelah shalat diperintahkan berdzikir agar hati jadi tenang dan tenteram. Berdzikir dengan perpaduan aktivitas lidah dan hati menyebut nama-nama Agung Allah SWT. Lidah melafalkan asma Allah. Sementara hati berusaha semaksimal meresapi makna ucapan tersebut.

Keselarasan antara lidah dan hati ini harus tercipta karena kalbu membutuhkan penyesuaian dengan lidah agar sanggup hadir dalam dzikir. Karena kalau dibiarkan, kalbu atau hati akan sibuk dengan imajinasi yang melintas dan ke mana-mana. Kondisi ini hanya bisa diakhiri ketika hati mengikuti lisan dalam setiap berdzikir.

Aktivitas dzikir memang kewajiban kita sebagai Muslim. Mengingat Allah dalam shalat, ibadah sehari-hari, ataupun aktivitas yang lainnya. Luqman Junaidi, dalam bukunya The Power of Wirid, menyebutkan bahwa ketika berdzikir hanya lidah sedangkan hati tidak maka aktivitas tersebut tidak dikatakan sebagai bagian dzikir. Mengapa? Karena hal itu tidak sesuai dengan makna dasar dari kata dzikir itu sendiri; yaitu mengingat dan menyebut. Dzikir yang hanya dilakukan lidah tak ubahnya seperti ujaran-ujaran biasa yang meluncur bebas tanpa tujuan. Dzikir seperti ini tidak akan berdampak positif bagi pelakunya. Dengan kata lain, ia tidak akan mendapatkan apa-apa dari dzikir yang dilakukannya tersebut.

Kehadiran hati dalam berdzikir sangat penting karena hal itu akan jadi nilai kekhusyukan bagi Muslim beriman ketika berdzikir. Baik sehabis melaksanakan shalat maupun dzikir mengingat Allah dalam bermuamalah sehari-hari. Dalam berdagang selalu dzikir, ingat pada Allah agar rezeki yang didapatkan jadi berkah dan terhindar dari praktik curang. Kerja di kantor sesibuk apa pun fisik kita, usahakan hati tetap ingat pada Allah. Jika hati selalu berkomunikasi dengan Allah, peluang berbuat jahat dan curang di kantor pun bisa terhindarkan karena kita sadar betul kalau tingah laku kita diawasi Allah.

Banyak faidah atau keutamaan dalam berdzikir. Seperti yang diungkapkan Ibnu Athaillah As-Sakandari, ada banyak faidah yang akan didapatkan ketika berdzikir dengan khusyuk.
  • Pertama, menghilangkan segala kerisauan dan kegelisahan serta mendatangkan kegembiraan dan kesenangan. Dengan segudang aktivitas keduniawian yang dilakukan setiap hari, kadang membuat pikiran penat dan stres. Semua ini akan hilang jika hati selalu hadir dengan dzikir pada Allah SWT. Allah pemberi ketenangan dan ketenteraman maka selayaknya kita mengingat pada-Nya.
  • Kedua, memunculkan sikap muraqabah (merasa diawasi Allah) yang mengantarkan pada kondisi ihsan, yaitu kondisi saat hamba menyembah Allah dalam keadaan seolah-olah melihat-Nya. Setiap dzikir yang kita lakukan dengan khusyuk maka hal itu akan menimbulkan rasa bahwa kita benar-benar melihat Allah. Merasakan kehadiran hati dalam dzikir.
    Merasa kalau diri kita diawasi
    Allah. Dzikir bisa menghindarkan diri dari sifat jahat dan curang jika selalu merasa diawasi oleh Allah. Tak ada setiap aktivitas apa pun yang lepas dari pengawasan Allah SWT. Gerak-gerik, tindakan, amal perbuatan kita, selalu ada dalam penglihatan-Nya. Seorang Muslim yang taat akan selalu memegang prinsip ihsan di mana pun. Sejatinya prinsip ini diterapkan dalam dzikir, hal ini akan menuntun kita ke jalan yang benar-benar diridhai Allah. Segala bentuk amal perbuatan kita akan senantiasa bermanfaat karena merasa diri diawasi terus oleh Allah.
  • Ketiga, menghalangi lidah seseorang untuk melakukan gibah, berkata dusta, dan melakukan kebatilan lainnya. Dzikir yang padu dan khusyuk akan menimbulkan kebaikan serta terhindar dari keburukan lidah kita. Orang yang senantiasa lidahnya basah dengan dzikir, hatinya tetap berkomunikasi dengan Allah. Lidah akan terselamatkan dari gibah atau menggosipkan kejelekan orang.
  • Keempat, dzikir bisa membuat wajah dan kalbu orang dzikir di dunia ini diliputi oleh cahaya dan ketenangan. Di akhirat nanti wajahnya pun jauh lebih putih dan bersinar daripada bulan. Hati yang tenang akan berdampak tenang juga pada wajah kita. Karena ketenangan itulah wajah orang yang selalu berdzikir akan penuh cahaya. Penuh dengan senyum ketenteraman jiwa. Jiwa yang selalu dekat dengan Tuhannya. Konsisten dengan kekhusyukan dzikirnya maka itu akan menambah lagi nilai dan balasan dari Allah, yaitu di akhirat wajahnya akan terang dan bersinar bagaikan cahaya bulan.
  • Kelima, dzikir bisa mengangkat derajat hamba pada kedudukan yang paling tinggi. Tak ada manusia yang paling untung kecuali kedudukannya tinggi karena kesalehannya. Karena aktivitas dzikirnya yang senantiasa istiqamah dilakukan setiap saat tanpa berhenti. Orang-orang kurang dalam aktivitas dzikirnya tentu saja tidak akan mendapatkan kedudukan tinggi. Kedudukan tinggi dan mulia karena ibadah, akan didapatkan oleh orang-orang yang senantiasa mengingat Allah.
Senjata terakhir yaitu memohon pada Allah agar diberikan kekuatan untuk senantiasa istiqamah dalam aktivitas dzikir. Banyak orang setelah shalat tidak berdzikir. Padahal, dzikir itu perintah Allah agar kita jadi manusia takwa, manusia yang ingat pada pencipta, dan untuk menenteramkan kegundahan hati.

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ

Faothkuroonee athkurkum waoshkuroo lee wala takfurooni

Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku agar Aku juga ingat kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku. (QS. Al-Baqarah: 152)

Wallahu a'lam. ***

[Ditulis oleh FERI ANUGRAH, Kabid Dakwah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Cabang Kota Bandung periode 2010-2011. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Manis) 28 Desember 2012 / 14 Safar 1434 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]

by
u-must-b-lucky

0 comments: