Dari Khabbab bin Arat, dia bercerita,
"Aku menemui Nabi Muhammad SAW. yang pada saat itu sedang berada di Kabah berselempangkan sorbannya. Pada saat itu, kami banyak mengalami penyiksaan dari kaum musyrikin. Aku berkata kepada beliau, 'Tidakkah engkau berdoa kepada Allah untuk kebaikan kami?' Lalu beliau duduk dan wajahnya tampak memerah, kemudian beliau bersabda, "Sesungguhnya orang-orang sebelum kamu mengalami siksaan fisik, tubuh mereka dicabik dengan sisir yang terbuat dari besi, sehingga cabikan tersebut tidak menyisakan daging bagi tulang mereka, tetapi semua itu tetap tidak mengeluarkan mereka dari agamanya. Kepala mereka dibelah dengan gergaji hingga menjadi dua bagian. Namun, itu juga tidak mengeluarkan mereka dari agamanya. Sungguh Allah akan menyempurnakan urusan ini (agama Islam), sehingga seorang pengendara yang melakukan perjalanan dari Shan'a ke Hadramaut tidak merasa takut kecuali hanya kepada Allah semata." (HR. Bukhari)

Hadits tersebut memberikan pelajaran (ibrah) bahwa setiap penyeru dakwah pasti akan menemui tantangan dan rintangan. Itulah sunnatullah dalam berdakwah. Oleh karena itu, kesabaran harus menjadi bekal utama bagi setiap dai, penyeru dakwah, setelah berbekal ketakwaan tentunya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

Ya ayyuha allatheena amanoo isbiroo wasabiroo warabitoo waittaqoo Allaha laAAallakum tuflihoona

Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung. (QS. Ali Imran: 200)

الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومَاتٌ ۚ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ ۗ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ ۚ وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ 

Alhajju ashhurun maAAloomatun faman farada feehinna alhajja fala rafatha wala fusooqa wala jidala fee alhajji wama tafAAaloo min khayrin yaAAlamhu Allahu watazawwadoo fainna khayra alzzadi alttaqwa waittaqooni ya olee alalbabi

(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal. (QS. Al-Baqarah: 197)

Sesungguhnya Allah SWT. menjadikan sabar sebagai kedermawanan yang tidak berhenti, pedang tajam yang tidak salah sasaran, pasukan yang tidak terkalahkan, dan benteng kokoh yang tidak runtuh dan tidak bisa ditembus. Sabar dan kemenangan adalah dua saudara kandung. Kemenangan itu beserta dengan sabar, jalan keluar itu bersama dengan kesulitan, dan kesulitan itu bersama dengan kemudahan. Sabar lebih digdaya menolong pelakunya tanpa senjata dan dukungan orang daripada bantuan pasukan. Posisinya terhadap kemenangan adalah sama seperti posisi kepala dengan tubuh.

Ketahuilah bahwa kesabaran tidak bersifat instan, tetapi diperoleh melalui usaha dan pengorbanan. Dalam kitab Uddatul ash-Shabirin, Ibnu al-Qayyim menyebutkan beberapa upaya menumbuh suburkan sifat sabar melalui berbagai amalan positif.

Di antara amalan tersebut adalah, 

Pertama, membiasakan diri mengerjakan (men-dawam-kan) shalat Tahajud (qiyamullail). Tahajud menjadi wahana bagi setiap dai (penyeru dakwah) untuk berkomunikasi secara langsung dengan Rabb-nya. Bagi dai sejati tidak akan pernah menyia-nyiakan kesempatan emas tersebut berlalu begitu saja.

Qiyamullail hendaknya sudah menjadi santapan rutin para dai sebagaimana yang telah diamanahkan oleh Nabi Muhammad SAW.,
"Hendaklah kalian ber-qiyamullail (shalat Tahajud), karena Sesungguhnya ia adalah kebiasaan orang-orang saleh yang hidup sebelum kalian, Ia (shalat Tahajud) adalah salah satu bentuk pendekatan diri kepada Allah, penghapus kesalahan, dan pencegah terjadinya perbuatan dosa." (HR. Tirmidzi)

Kedua, membiasakan diri dengan melakukan puasa sunah. Puasa adalah separuh dari kesabaran. Tidak heran jika Nabi Muhammad SAW. menamai bulan Puasa sebagai bulan sabar. Sabda Nabi Muhammad SAW.,
"Puasa di bulan sabar (Ramadhan) dan puasa tiga hari pada setiap bulan dapat menghilangkan penyakit hati." (HR. Bazzar)

Ketiga, membaca kisah dan mengunjungi orang-orang saleh. Dengan mengetahui berbagai musibah yang pernah menimpa mereka, kita bisa belajar bagaimana orang-orang saleh bersabar.
فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُولُو الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ

Faisbir kama sabara oloo alAAazmi mina alrrusuli

Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul. (QS. Al-Ahqaf: 35)

Keempat, membiasakan diri tidak berlebihan terhadap urusan dunia dan mencoba bersikap zuhud, seperti sederhana dalam makan, minum, pakaian, dan kendaraan. Urusan dunia mudah melalaikan siapa saja, termasuk para dai, yang tidak sabar menyikapinya.

Kelima, berperan aktif membantu orang lain yang membutuhkan bantuan. Di sinilah kita diuji kepekaan sosialnya. Setiap penyeru dakwah hendaknya memiliki ketajaman nurani saat melihat orang lain serba kekurangan. Karena ternyata derajat kemuliaan seseorang dapat dilihat dari sejauh mana dirinya punya nilai manfaat bagi orang lain. Nabi Muhammad SAW.,
"Sebaik-baik manusia di antaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain." (HR. Bukhari)

Hal lain yang dapat membantu menumbuh suburkan sifat sabar adalah dengan mengetahui keutamaan dari kesabaran itu sendiri. Keutamaan ini hanya dapat dirasakan secara langsung bagi mereka yang selalu menghiasi dirinya dengan kesabaran. Di antara keutamaan sabar itu adalah,

Pertama, pahalanya akan dilipatgandakan. Allah SWT. berfirman,

أُولَٰئِكَ يُؤْتَوْنَ أَجْرَهُم مَّرَّتَيْنِ بِمَا صَبَرُوا 

Olaika yutawna ajrahum marratayni bima sabaroo

Mereka itu diberi pahala dua kali disebabkan kesabaran mereka. (QS. Al-Qashash: 54)

Kedua, Allah SWT. akan selalu menyertainya.

إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ 

inna Allaha maAAa alssabireena

Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS. Al-Baqarah: 153)

Abu Ali Ad-Daqqaq pernah berkata, "Orang-orang yang sabar beruntung dengan kemuliaan dunia dan akhirat, karena mereka mendapatkan penyertaan Allah SWT."

Ketiga, Allah SWT. mengumpulkan tiga hal bagi orang sabar yang tidak diberikan kepada yang lain, yaitu shalawat Allah atas mereka; rahmat-Nya kepada mereka; dan petunjuk-Nya kepada mereka. Allah SWT. berfirman,

وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
أُولَٰئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ

wabashshiri alssabireena
Allatheena itha asabathum museebatun qaloo inna lillahi wainna ilayhi rajiAAoona
Olaika AAalayhim salawatun min rabbihim warahmatun waolaika humu almuhtadoona
 

Dan sampaikan berita gembira kepada orang-orang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka mengucapkan inna lillahi iva inna ilaihi rajiun. Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan (shalawat) dari Tuhan mereka dan rahmat, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al-Baqarah: 155-157)

Keempat, Allah SWT. mengaitkan ampunan dan pahala yang besar dengan sabar dan amal saleh. Allah SWT. berfirman,

إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَٰئِكَ لَهُم مَّغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ كَبِيرٌ 

Illa allatheena sabaroo waAAamiloo alssalihati olaika lahum maghfiratun waajrun kabeerun

Kecuali orang-orang yang sabar (terhadap musibah) dan mengerjakan amal-amal saleh, maka mereka itu memperoleh ampunan dan pahala yang besar. (QS. Hud: 11)

Kelima, Allah SWT. mengaitkan kemenangan dengan sabar dan takwa. Allah SWT. berfirman,

بَلَىٰ ۚ إِن تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا وَيَأْتُوكُم مِّن فَوْرِهِمْ هَٰذَا يُمْدِدْكُمْ رَبُّكُم بِخَمْسَةِ آلَافٍ مِّنَ الْمَلَائِكَةِ مُسَوِّمِينَ 

Bala in tasbiroo watattaqoo wayatookum min fawrihim hatha yumdidkum rabbukum bikhamsati alafin mina almalaikati musawwimeena

Ya (cukup), jika kalian bersabar dan bertakwa dan mereka datang menyerang kalian dengan tiba-tiba, niscaya Allah menolong kalian dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda. (QS. Ali Imran: 125)

Keenam, Allah SWT. menjadikan sabar dan takwa sebagai benteng dari tipu daya dan makar setan. Allah SWT. berfirman,

وَإِن تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا لَا يَضُرُّكُمْ كَيْدُهُمْ شَيْئًا

wain tasbiroo watattaqoo la yadurrukum kayduhum shayan

Jika kalian bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun tidak mendatangkan bahaya bagi kalian. (QS. Ali Imran: 120)

Dengan demikian, sabar menjadi tali bagi seorang mukmin. Sabar adalah batang keimanan dan keimanannya tidak mempunyai tempat pegangan kecuali dengan-Nya. Tidak ada keimanan bagi yang tidak memiliki kesabaran. Kalaupun mempunyai keimanan, itu minimal dan sangat lemah dan pemiliknya termasuk yang menyembah Allah sepotong-sepotong. Jika ia mendapatkan kebaikan, ia senang bukan kepalang dengannya, dan jika ia mendapatkan ujian, ia murtad. Ia kehilangan dunia dan akhirat, dan tidak mendapatkan apa-apa kecuali perdagangan yang merugikan.

Wallahualam.***

[Ditulis Oleh H. IMAM NUR SUHARNO, dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Hushul Khotimah, Kuningan. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Wage) 29 Juni 2012 / 9 Saban 1433 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]

by
u-must-b-lucky
Dunia ibarat taman indah jelita. "Ad dunya kal bustanunjamal," kata para cerdik cendekia, yaitu dilengkapi dengan sarana-sarana keindahan yang membuat penghuninya betah.
Imam an Nisaburi, dalam kitab tafsirnya, menguraikan lima jenis penghias keindahan taman, yaitu ilmul ulama (ilmu ulama), adlul umaro (keadilan para pemimpin), amanatut tujjari (kejujuran para pengusaha), ibadatul ujjadi (ibadahnya khalayak awam), dan nashihatul muhtarifin (ketulusan para aparat).

Yang dimaksud ilmu ulama adalah agama. Bagi kita, sudah tentu agama Islam. Kata Imam Malik, "La yashluhu amru hadzihil ummati ilia sholuhabihi awwaluha (Urusan umat masa kini, tidak akan dapat diselamatkan, kecuali dengan apa yang telah menyelamatkannnya di masa lampau)."

Sejarah perjuangan Nabi Muhammad SAW. menunjukkan, dengan ajaran Islam, beliau berhasil mengubah masyarakat jahiliah yang sangat hebat kekufuran dan kemunafikannya.

وَمِنَ الْأَعْرَابِ مَن يَتَّخِذُ مَا يُنفِقُ مَغْرَمًا وَيَتَرَبَّصُ بِكُمُ الدَّوَائِرَ ۚ عَلَيْهِمْ دَائِرَةُ السَّوْءِ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Wamina alaAArabi man yattakhithu ma yunfiqu maghraman wayatarabbasu bikumu alddawaira AAalayhim dairatu alssawi waAllahu sameeAAun AAaleemun

Di antara orang-orang Arab Badwi itu ada orang yang memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah), sebagi suatu kerugian, dan dia menanti-nanti marabahaya menimpamu, merekalah yang akan ditimpa marabahaya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. At-Taubah: 98)

Menjadi umat terbaik di muka bumi.

كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُم ۚ مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ
Kuntum khayra ommatin okhrijat lilnnasi tamuroona bialmaAAroofi watanhawna AAani almunkari watuminoona biAllahi walaw amana ahlu alkitabi lakana khayran lahum minhumu almuminoona waaktharuhumu alfasiqoona

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS. Ali Imran: 110)

Ajaran Islam dari Nabi SAW. diturunkan kepada para sahabat, para tabiin, para tabiit tabiin hingga para ulama yang disebut warasatul anbiya (para pewaris Nabi).

Keadilan para pemimpin ialah sifat bajik dan bijak dalam mengayomi rakyat, piawai menjalankan pemerintahan, sehingga tercipta kondisi subur makmur gemah ripah lohjinawi aman tengtrem kertaraharja, tiis ceuli herang mata, sepi paling towong rampog.

Kejujuran para pengusaha, berbentuk tanggung jawab dalam memelihara hubungan baik dengan masyarakat konsumen. Tidak mencari bati ku cara licik, neangan kauntungan ku cara basilat. Para pengusaha yang jujur justru mampu menumbuhkan jaringan ekonomi yang saling menguntungkan satu sama lain atas dasar kepercayaan dan tolong-menolong. Saling memberi dan saling menerima.

Ibadah kaum awam akan mendatangkan berkah di segala sektor. Keamanan, kebahagiaan, karena khalayak hidup dalam sua-sana ketakwaan. Tunduk patuh kepada segala aturan Allah SWT. Melaksanakan yang diperintahkan, meninggalkan yang dilarang. Berkat keimanan dan ketakwaan, terbentuklah masyarakat yang penuh curahan berkah dari langit dan bumi.

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِن كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Walaw anna ahla alqura amanoo waittaqaw lafatahna AAalayhim barakatin mina alssamai waalardi walakin kaththaboo faakhathnahum bima kanoo yaksiboona

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS. Al-A'raf: 96)

Ketulusan para karyawan adalah ketekunan menjalankan tugas, memberi pelayanan yang ikhlas, sehingga mampu menjadi tali pengikat kepercayaan, kesatuan, dan persatuan, satu sama lain. Semua berlangsung tulus dan transparan.

Betapa indah jalinan kelima unsur tadi. Menghiasi dunia, tempat manusia hidup dan berkiprah. Menabur amal kebaikan untuk bekal di akhirat kelak.

Namun, kondisi itu tidak disukai iblis atau setan dan kroni-kroninya. Mereka senantiasa berusaha merusak keindahan taman agar manusia sesat, hingar bingar, lupa pada jati dirinya sebagai makhluk Allah, yang harus tunduk patuh kepada aturan-Nya.

Betapa mudah setan menggoda manusia yang lemah iman sebab mampu berbiak bagai virus. Sabda Nabi Muhanimad SAW.,
"Innasy syaithanayajriy min ibniadami mdjra yadddm (Sesungguhnya setan itu hidup dalam tubuh manusia, mengikuti aliran darah)." (Hadits sahih riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim)

Dalam menyesatkan manusia, iblis menebar godaan, agar manusia mencari harta dengan cara tidak halal, membelanjakan harta di jalan yang tidak benar, serta menahan harta bukan pada haknya (hadits riwayat Abu Umamah). Oleh karena itu, memperoleh, menumpuk, dan menghamburkan harta menjadi tujuan hidup manusia. Segala daya upaya diarahkan semata-mata untuk mendapatkan harta sebanyak-banyaknya.

Untuk mencapai tujuan itu, datanglah iblis membawa hasadi farokazah, panji-panji hasad dan dengki kepada para ulama, agar tidak lagi menyiarkan ilmu untuk menerangi langkah hidup manusia, melainkan asyik berlomba-lomba mencari kedudukan. Saling sikut, saling sepak untuk mendapatkan harta dengan memanfaatkan ilmu yang mereka miliki.

Datang pula iblis membawa jaurifarakazah (panji-panji kedzaliman) kepada para pemimpin, sehingga para pemimpin tidak lagi menjunjung tinggi keadilan. Sebaliknya, mereka malah mengutamakan kedudukan, kolusi, korupsi, dan tindakan lain yang bertentangan dengan prinsip keadilan dan keberadaban. Melupakan nasib rakyat yang semula menjadi kekuasaan.

Kepada para pengusaha, iblis datang membawa khiyanatifarakazah (panji-panji khianat). Jiwa amanah para pengusaha pun berubah drastis menjadi penuh tipuan dan pemalsuan. Hak konsumen tidak lagi diperhatikan. Kewajiban produsen dilanggar. Yang penting, keuntungan terus menumpuk. Laba bertambah berlipat ganda tanpa memperhitungkan halal atau haram lagi.

Di hadapan ketaatan dan kekhusyukan ibadah masyarakat umum, iblis memancangkan riyaulfarakazah (panji-panji riya). Hilanglah kelembutan, kesopanan, baik sangka, berganti dengan keberingasan, huru-hara. Tidak lagi takut oleh Allah dan Rasul-Nya. Tak lagi gentar melanggar undang-undang dan norma tata tertib kehidupan.

Di sisi ketulusan aparat, iblis memancangkan ghassy farakazah (panji-panji kedustaan). Lenyaplah rasa ikhlas mengayomi, hilanglah bakti suci melayani. Segala sesuatu harus memakai imbalan di luar gaji resmi. Suap, sogok, patgulipat, menjadi kebiasaan sehari-hari dan hukum tidak tertulis yang harus dipatuhi oleh siapapun yang hendak memuluskan urusan.

Jika sudah demikian, meratalah kemaksiatan dan kejahatan. Rusaklah keindahan taman. Hancurlah dunia dan tata kehidupan manusia, kecuali jika mendapat pertolongan Allah SWT. Hanya kepada-Nya kita memohon perlindungan dari ketacauan dunia dan ancaman siksa neraka.***

[Ditulis oleh H. USEP ROMLI HM., pengasuh Pesantren Anak Asuh Raksa Sarakan Cibiuk, Garut, pembimbing haji dan umrah BPIH Megacitra/KBIH Mega Arafah Kota Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Pon) 28 Juni 2012 / 8 Saban 1433 H. pada Kolom "CIKARACAK"] 

by 
u-must-b-lucky
Ketika kita mendengar kata saudara, yang langsung terlintas di pikiran kita adalah orang-orang yang mempunyai hubungan kekerabatan/hubungan darah dengan kita. Padahal, yang dimaksud saudara ternyata bukan hanya mereka yang punya hubungan kekerabatan dengan kita, tetapi juga orang-orang yang mempunyai kesamaan akidah dan kesatuan keyakinan bahwa Allah adalah Tuhan mereka dan Nabi Muhammad SAW. adalah nabi dan utusan Allah. Dalam bahasa agama, persaudaraan semacam itu dikenal dengan istilah ukhuwah islamiah.

Allah SWT. berfirman,

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Innama almuminoona ikhwatun faaslihoo bayna akhawaykum waittaqoo Allaha laAAallakum turhamoona

Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Oleh karena itu, damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (QS. Al-Hujurat [49]: 10)

Kalau persepsi kita tentang saudara sudah bergeser dari sekadar orang-orang yang punya hubungan kekerabatan, tetapi juga yang punya kesamaan keyakinan, harapannya adalah bahwa perhatian, kepedulian, dan kasih sayang yang biasa kita curahkan kepada saudara yang mempunyai hubungan darah, kita lakukan juga kepada saudara kita yang mempunyai kesamaan keyakinan. Kalau hal itu sudah dilakukan, umat Islam di dunia, khususnya yang ada di Indonesia, akan hidup layaknya saudara, saling menyayangi, mengasihi, menyantuni, dan sebagainya.

Ada beberapa fakta yang seolah ingin menguatkan pentingnya ukhuwah islamiah.

Pertama, dalam berdoa, ajaran Islam mengajarkan agar kita tidak individualistik dengan hanya berdoa untuk diri sendiri, tetapi juga untuk saudara kita sesama Muslim. Oleh karena itu, mayoritas doa yang diajarkan dalam Al-Qur'an dan hadits menggunakan kata nahnu (kita/kami) daripada ana (saya), Rabbanaa (Tuhan kami) daripada Rabbii (Tuhanku), dan sebagainya.

Contohnya, terdapat dalam Al-Qur'an Surat Al-Fatihah ayat 6,

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
Ihdina alssirata almustaqeema

Tunjukanlah kepada kami jalan yang lurus. (QS. Al-Fatihah [1]: 6)

Dengan kata lain, seorang Muslim yang baik selain berdoa untuk kebaikan dirinya, juga selalu berdoa untuk saudaranya sesama Muslim.

Kedua, aspek lain yang menumbuhkan ukhuwah islamiah adalah bahwa setiap amal ibadah dalam Islam yang jika dilihat dari hakikat dan bentuknya sama, tetapi pahalanya berbeda, bahkan perbedaannya sangat mencolok. Misalnya shalat. Shalat yang dikerjakan secara berjemaah pahalanya 27 kali lipat dari shalat yang dikerjakan munfarid (sendiri).

Hal ini dapat kita lihat dalam sabda Rasulullah SAW.,
"Shalat berjemaah lebih utama dari shalat sendirian dengan meraih 27 derajat." (HR. Bukhari)

Ketiga, dalam sejarah peradaban Islam, banyak kasus nabi dan rasul yang lebih mementingkan hubungan keimanan dibandingkan hubungan kekerabatan. Misalnya Nabi Nuh AS. tidak,bisa menyelamatkan anaknya dari banjir besar yang melanda kaumnya waktu itu. Begitu juga Nabi Luth AS. yang tidak bisa menyelamatkan istrinya ketika azab Allah berupa hujan batu menimpa kaumnya, dan masih banyak lagi.

Selain fakla di atas, dalam beberapa haditsnya Rasulullah SAW. berusaha mengonfirmasi keutamaan persaudaraan antarsesama Muslim, di antaranya,
"Orang Islam itu ialah orang-orang Islam lainnya yang selamat dari gangguan lidahnya dan mulutnya." (HR. Bukhari)

Seorang Muslim yang baik adalah orang yang semua tingkah lakunya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, tidak pernah menyakiti sesama Muslim, sehingga mereka merasa aman berada di dekatnya. Dalam hadits lain, Rasulullah SAW. bersabda,
"Tidak beriman seseorang di antara kamu, sehingga mencintai saudaranya (sesama Muslim) seperti halnya mencintai dirinya sendiri." (HR. Bukhari)

Artinya, ukuran keimanan seorang Muslim, salah satunya ditentukan oleh sejauh mana cinta dan perhatiannya kepada saudaranya sesama Muslim.

Dalam hadits lain, Rasulullah SAW. menggambarkan model persaudaraan sesama Muslim dengan sabdanya,
"Orang mukmin yang satu bagi mukmin yang lain, bagaikan bangunan yang saling munguatkan satu dengan yang lainnya." (HR. Bukhari)

Beberapa fakta dan referensi normatif di atas seolah mengonfirmasi kita bahwa berjemaah itu lebih baik daripada berpecah belah. Hidup bersaudara lebih nikmat dan lebih berkah dibandingkan dengan hidup bermusuhan. Hidup bersama orang lain akan terasa lebih bermakna dibandingkan dengan hidup sendiri.

Dalam konteks ukhuwah islamiah, yang patut kita jadikan teladan adalah persaudaraan kaum Muhajirin dan kaum Anshar. Hal ini tergambar jelas dalam firman Allah,
وَالَّذِينَ تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِن قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِّمَّا أُوتُوا وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ ۚ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Waallatheena tabawwaoo alddara waaleemana min qablihim yuhibboona man hajara ilayhim wala yajidoona fee sudoorihim hajatan mimma ootoo wayuthiroona AAala anfusihim walaw kana bihim khasasatun waman yooqa shuhha nafsihi faolaika humu almuflihoona

Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin) dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. Al-Hasyr [59]: 9)

Di antara contoh praktis persaudaraan antara kaum Muhajirin dan Anshar yaitu kisah Abdurrahman bin Auf RA. dengan Sa'ad bin Rabi RA. Sa'ad berkata kepada Abdurrahman, "Aku adalah kaum Anshar yang paling banyak harta. Aku akan membagi hartaku setengah untukmu. Pilihlah di antara istriku yang kau inginkan, (dan) aku akan menceraikannya untukmu. Jika selesai masa idahnya, engkau bisa menikahinya." Mendengar pernyataan saudaranya itu, Abdurrahman menjawab, "Aku tidak membutuhkan hal itu. Adakah pasar (di sekitar sini) tempat berjual-beli?" Lalu Sa'ad menunjukkan pasar Qainuqa. Mulai saat itu, Abdurrahman sering pergi ke pasar untuk berniaga, sampai akhirnya ia berkecukupan dan tidak memerlukan lagi bantuan saudaranya.

Namun sayang, pelaksanaan ukhuwah islamiah pascagenerasi Rasulullah dan khulafa al-Rasyidin, dapat dikatakan kurang begitu baik. Masih banyak umat Islam yang melaksanakan ukhuwah islmaiah secara sempit dan terbatas. Artinya, mereka membangun persudaraan, tetapi persaudaraan tersebut hanya terbatas pada komunitas mereka sendiri yang sepaham.

Oleh karena itu, tidak heran berbagai kerusuhan dan permusuhan sering terjadi, bahkan di internal umat Islam. Mereka merasa bahwa tafsir mereka atas agama paling benar sehingga berhak menghakimi orang Islam lainnya yang berbeda tafsir. Pembakaran masjid dan musala, pembumihangusan pesantren, dan kekerasan fisik lainnya yang dilakukan oleh Muslim terhadap sesamanya menjadi berita paling sering kita lihat dan kita dengar.

Dengan demikian, sudah merupakan sunnatullah bahwa umat Islam disatukan oleh Allah oleh ikatan akidah (keyakinan), syariat, dan prinsip-prinsip muamalah. Oleh karena itu, segala persoalan yang timbul dalam hubungan sesama Muslim, jangan sampai mengoyak rasa persaudaraan dan persatuan karena hakikatnya sesama Muslim adalah satu dan bersaudara, ibarat sebuah bangunan yang bagian-bagiannya satu sama lain saling menguatkan.***

[Ditulis oleh ERICK HILALUDDIN, pernah nyantri di Pesantren Modern Mathla'ul-Huda Baleendah Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Pahing) 22 Juni 2012 / 2 Saban 1433 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"] 

by 
u-must-b-lucky
Salah satu oleh-oleh Isra' Mi'raj Rasulullah SAW. adalah shalat wajib lima kali dalam sehari dan semalam. Shalat bukan sebatas doa dan perbuatan yang dilaksanakan dari takbiratul ihram dan diakhiri salam, seperti pengertian ilmu fiqh melainkan juga pengaruh shalat yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 

لَّيْسَ الْبِرَّ أَن تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا ۖ وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ ۗ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
Laysa albirra an tuwalloo wujoohakum qibala almashriqi waalmaghribi walakinna albirra man amana biAllahi waalyawmi alakhiri waalmalaikati waalkitabi waalnnabiyyeena waata almala AAala hubbihi thawee alqurba waalyatama waalmasakeena waibna alssabeeli waalssaileena wafee alrriqabi waaqama alssalata waata alzzakata waalmoofoona biAAahdihim itha AAahadoo waalssabireena fee albasai waalddarrai waheena albasi olaika allatheena sadaqoo waolaika humu almuttaqoona

Bukanlah pokok-pokok kebaikan itu menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat, tetapi sesungguhnya pokok-pokok kebaikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan), dan orang-orang yang meminta-minta, dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya) dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-Baqarah: 177)

Apabila shalat lima waktu merupakan kewajiban setiap Muslim yang balig dan berakal sehat, di antara rahmat Allah SWT. kepada hamba-Nya adalah pada setiap kewajiban, Allah juga menurunkan amalan sunah. Ketika Allah mewajibkan shalat lima waktu, Allah juga menurunkan shalat sunah, seperti shalat Qiyamul Lail (tahajud), shalat rawatib, dan sebagainya.

Demikian juga dengan zakat. Ketika Allah mewajibkan zakat, Allah juga menyarankan umat-Nya untuk berinfak. Bahkan dalam memotivasi berinfak, Allah SWT. menegaskan dengan mengeluarkan infak, sedekah maupun amalan harta lainnya tidak akan membuat harta kita berkurang.

Tak jarang ada sebagian kaum Muslimin yang memilih dan memilah amalan kebaikan. Misalnya, amalan ini wajib, wajib kifayah, sunah, dan lain-lain. Padahal, kita tidak tahu ibadah kita yang mana yang diterima Allah.

Salah satu pembelajaran shalat adalah menepati janji dan disiplin waktu. Apalagi dalam ayat di atas juga ditegaskan kriteria kebaikan adalah menepati janji apabila berjanji. Menepati janji yang saat ini menjadi barang langka apalagi dalam beberapa tahun terakhir ketika politik menjadi panglima dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Untuk mengetahui kualitas keimanan seseorang dapat diukur dari ketepatannya dalam memenuhi janjinya. Kalau ada seseorang yang suka mempermainkan janji, tidak menepati janji, suka menunda-nuda pemenuhan janji, kita boleh mempertanyakan mutu keimanannya.

Ironisnya, ingkar janji banyak terjadi di masyarakat kita. Sering kali kita saksikan suatu acara yang dalam undangan disebutkan dimulai pukul 09:00 WIB. misalnya, tetapi ternyata molor sampai pukul 10:00 WIB. bahkan pukul 11:00 WIB. Kita sering memberikan alasan ketika menggelar acara yang tidak tepat waktu atau datang tidak tepat waktu. Kalau alasan yang menyebabkan keterlambatan tersebut termasuk alasan yang diterima secara syara, seperti ada kecelakaan atau motornya mogok di jalan, kita masih bisa memakluminya. Akan tetapi kalau alasannya tidak jelas, ini yang sangat memprihatinkan.

Apabila kita termasuk orang yang senang mengumbar alasan saat tidak menepati janji, bisa jadi masuk dalam golongan orang kafir.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ كَفَرُوا لَا تَعْتَذِرُوا الْيَوْمَ ۖ إِنَّمَا تُجْزَوْنَ مَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Ya ayyuha allatheena kafaroo la taAAtathiroo alyawma innama tujzawna ma kuntum taAAmaloona

Hai orang-orang kafir.janganlah kamu mengemukakan alasan (uzur) pada hari ini. Sesungguhnya kamu hanya diberi balasan menurut apa yang kamu kerjakan. (QS. At-Tahrim: 7)

Kita sering kali belum menganggap penting untuk menepati janji. Jauh-jauh hari sebelum kampanye pemilihan pemimpin baik tingkat RT, RW, desa, kabupaten/kota, provinsi, bahkan nasional, kita selalu menampilkan "pencitraan" yang baik. Janji-janji atau kerap dikatakan tekad diumbarnya. Ternyata setelah menjadi pemimpin, malah tidak menepati janji bahkan hilang dari peredaran. Bukankah ini sebuah musibah?

Sedemikian pentingnya janji ini, maka memenuhi janji termasuk pokok-pokok kebajikan. Kalau ada seseorang yang tidak memenuhi janjinya, berarti dia tidak mempunyai birran (kebajikan). Dengan senantiasa menepati janji dan tepat waktu, ini berarti kita juga telah mendakwahkan Islam. Pada dasarnya, setiap diri kita adalah "duta-duta" yang membawa nama baik Islam.

Kalau ada seorang aktivis Islam yang biasa terlambat, dia telah tampil menjadi orang yang tidak simpatik dan pada gilirannya akan mengganggu jalannya dakwah yang dilakukan. Demikian juga ketika seorang calon pemimpin atau pemimpin tak menepati janjinya, masyarakat jadi kurang simpati kepadanya.

Kekurangseriusan menepati waktu juga bisa dilihat dari adanya budaya afwan atau hapunten (maaf). Ini budaya yang tidak benar. Sekali-sekali kita memang bisa memaafkan kalau ada seorang saudara kita yang tak menepati janji, tetapi jangan sampai selalu meminta maaf.

Oleh karena itu, sebagai seorang Muslim yang ingin menjadikan Islam sebagai landasan hidup kita, tidak sepantasnya kita suka mengingkari janji yang kita buat. Seorang pemimpin akan dilihat kiprahnya dari pemenuhan janji-janji yang telah diucapkannya.***

[Ditulis oleh H. PUPUH FATHURRAHMAN, Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Pesantren Raudhatus Sibyan Sukabumi. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Manis) 21 Juni 2012 / 1 Saban 1433 H. pada Kolom "CIKARACAK"] 

by 
u-must-b-lucky
Allah SWT. sebagai pencipta dan pemelihara manusia memerintahkan kita agar senantiasa berlindung kepada-Nya dari gangguan setan, sebagaimana firman-Nya,

مِن شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ
الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ
Min sharri alwaswasi alkhannasi
Allathee yuwaswisu fee sudoori alnnasi
Kejahatan setan yang biasa bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia. (QS. An-Nas: 4-5)

Setan telah bersumpah di hadapan Allah, akan menjauhkan manusia dari jalan yang lurus dan akan menyesatkan manusia dari segala arah.

Setiap manusia sangat rentan terjerumus ke dalam jeratan setan karena Allah menyertakan setan pada setiap manusia, bahkan ia berada pada aliran darah. Sebagaimana dijelaskan Nabi dalam haditsnya, 
"Setiap dari kaum pasti didampingi setan." Para sahabat bertanya, "Bagaimana dengan engkau ya Rasulullah?" Nabi menjawab, 'Ya saya juga, hanya Allah menolong saya, dengan cara, setan yang mendampingi saya masuk Islam, sehingga ia selalu menyuruh pada kebaikan." (HR. Bukhari)

"Sesungguhnya setan berada dalam peredaran darah manusia dan aku khawatir, ia membisikkan keburukan pada hatimu." (HR. Bukhari, Muslim)

Kendati manusia memiliki jiwa hanif, yaitu condong pada nilai kebaikan, sebagai fitrah yang dianugerahkan Allah ketika ditiupkan roh kehidupan pada calon bayi pada usia empat bulan dalam kandungan ibunya. Bukti jiwa hanif, fitrah dari Allah itu, kalau kita melakukan kemaksiatan atau pelanggaran, akan ada perasaan menyesal dalam hati kita.

Jelaslah bahwa dalam diri manusia terdapat dua tarikan, tarikan positif (jiwa hanif), dan tarikan negatif (setan). Namun, karena setan telah memproklamasikan dirinya untuk menjerumuskan manusia dari jalan yang benar, fitrah hanif ini sering tak berdaya berhadapan dengan jeratannya.

Tantangan kehidupan kini kian berat dan teras melanda kita. Betapa tidak, arus globalisasi dan liberalisasi budaya telah menimbulkan dampak buruk yang sangat parah. Masyarakat Indonesia yang dikenal dengan pola hidup sederhana berubah drastis menjadi masyarakat yang hedonis dan konsumtif.

Dalam benak kebanyakan orang sekarang, bagaimana mencari harta guna mencapai kesenangan hidup di dunia. Yang ada dalam pikiran adalah bagaimana kerja keras mencari uang dan uang guna menggapai semua angan agar bisa hidup mewah, bila perlu dengan menghalalkan segala cara.

Dalam situasi seperti ini, setan sangat suka dan jeli membisikkan hati dan pikiran manusia. Begitu lengah, serta merta setan memanfaatkan peluang emas untuk membisikkan kejahatannya sehingga kita terjebak menjadi sahabat karibnya, dan akhirnya terjerebap dalam kehidupan nista dan maksiat.

Cobalah tengok fakta di sekeliling kita. Orang-orang pada sibuk kerja sampai lupa waktu. Di pasar-pasar sejak dinihari, para pedagang sayur dan para pembeli antre. Abang becak, sopir angkot yang bekerja full time.

Para buruh pabrik yang bekerja penuh waktu di pabrik-pabrik Para pejabat dan birokrat yang minta dipilih oleh rakyat tetapi banyak yang khianat kepada rakyat. Para pengusaha yang sibuk sepanjang hari sampai lembur mencari objek proyek.

Para pekerja hiburan, artis, dan selebriti, yang kini banyak diminati remajai, bekerja siang dan malam. Karena kesibukan pekerjaan, mereka sampai melupakan shalat. Kalau toh melakukan shalat, sebagian hanya gugur kewajiban. Padahal, shalat yang baik dan benar berfungsi mencegah perbuatan keji dan mungkar

اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ۖ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ
Otlu ma oohiya ilayka mina alkitabi waaqimi alssalata inna alssalata tanha AAani alfahshai waalmunkari walathikru Allahi akbaru waAllahu yaAAlamu ma tasnaAAoona
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS Al-Ankabut: 45)

Hal ini terbukti dari banyaknya kasus korupsi di negeri ini sudah seperti lingkaran setan tak berujung pangkal, tidak pernah tuntas karena tidak ditindaktegas.

Maraknya perbuatan amoral, perzinaan di mana-mana, akibat tontonan yang mengumbar seks bebas, porno aksi, dan pornografi. Remaja yang terlibat geng motor akibat broken home, dan lain-lain.

Bagaimana agar tarikan hanif (kebaikan) lebih dominan, dan tarikan setan bisa kita lemahkan? Allah SWT. mengingatkan kita, 

وَمَن يَعْشُ عَن ذِكْرِ الرَّحْمَٰنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ
Waman yaAAshu AAan thikri alrrahmani nuqayyid lahu shaytanan fahuwa lahu qareenun
Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al-Qur'an), Kami adakan baginya setan (yang menyesatkan). Maka, setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya). (QS Az-Zukhruf: 36)

Setan mempunyai dua target, yaitu memperbudak manusia dan mengondisikan untuk lupa kepada Allah. 

اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ فَأَنسَاهُمْ ذِكْرَ اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ حِزْبُ الشَّيْطَانِ ۚ أَلَا إِنَّ حِزْبَ الشَّيْطَانِ هُمُ الْخَاسِرُونَ
Istahwatha AAalayhimu alshshaytanu faansahum thikra Allahi olaika hizbu alshshaytani ala inna hizba alshshaytani humu alkhasiroona
Setan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah golongan setan. Ketahuilah bahwa sesungguhnya golongan setan itulah golongan yang merugi. (QS. Al Mujadilah: 19)

Merujuk pada Surat An-Nas: 6

مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ
Mina aljinnati wa alnnasm
dari (golongan) jin dan manusia.

Setan itu ada dua jenis, ada dari golongan jin dan manusia. Yang dimaksud setan dari golongan jin adalah setan yang tak terlihat, tetapi kalau jeli kita bisa merasakannya. Keburukan yang tebersit dalam pikiran adalah bisikan setan dari golongan jin. Sementara setan dari golongan manusia yang menjerumuskan dan mengajak pada kemaksiatan dan dosa.

Untuk menangkal gangguan setan, baik dari golongan jin maupun manusia, kita diperintahkan oleh Allah SWT. untuk selalu memohon perlindungan-Nya, mengamalkan segala perintah-Nya, dan menjauhi segala yang dimurkai-Nya. Sebagaimana firman-Nya

وَإِمَّا يَنزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ ۚ إِنَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَوْا إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِّنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُوا فَإِذَا هُم مُّبْصِرُونَ
Waimma yanzaghannaka mina alshshaytani nazghun faistaAAith biAllahi innahu sameeAAun AAaleemun
Inna allatheena ittaqaw itha massahum taifun mina alshshaytani tathakkaroo faitha hum mubsiroona
Dan jika kami ditimpa sesuatu godaan setan, maka berlindunglah kepada Allah (maksudnya membaca ta'awudz: A'udzubillahi minasy-syaithaanir-rajiim). Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa waswas dari setan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya. (QS Al-A'raf: 200-201)

Rasulullah SAW. juga memerintahkan umatnya agar banyak beribadah, antara lain shaum sunat di samping shaum wajib, membaca Al-Qur'an dengan memahami makna dan mengamalkannya, serta istighfar.

Imam Ibnu Katsir dalam buku tafsirnya, merangkum empat cara, kiat menangkal godaan setan.
  • Pertama, orang yang sanggup mengendalikan hawa nafsunya ketika diberi kesenangan.
  • Kedua, mampu sabar ketika menerima sesuatu yang tidak disenangi. 
  • Ketiga, sanggup mengendalikan diri ketika ada rasa takut. 
  • Keempat, sanggup mengendalikan emosi ketika kita sedang marah.
Semoga Allah SWT. memberikan kekuatan kepada kita untuk selalu dapat menghadapi godaan setan, baik dari golongan jin maupun manusia. 

Amin. 

Wallahu a'lam.***

[Ditulis oleh H. EDDY SOPANDI, peserta majelis taklim di beberapa masjid, antara lain Al Furqon UPI, Istiqomah, Viaduct, dan Salman ITB. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Kliwon) 15 Juni 2012 / 25 Rajab 1433 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]

by
u-must-b-lucky