Bulan Ramadhan yang merupakan salah satu bulan yang dimuliakan Allah SWT. telah datang, Dengan demikian, kedatangannya perlu disambut dan diisi dengan berbagai amal ibadah sebagaimana yang telah dicontohkan Rasulullah SAW. Hal itu agar berbagai keutamaan yang terdapat pada bulan Ramadhan dapat diraih. Selain itu, amal saleh kita yang lain pun jangan sampai diabaikan. Di antaranya tetap berbuat baik kepada kedua orangtua ketika mereka masih hidup, atau mendoakannya apabila keduanya telah meninggal, dan bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW. sebagai salah satu bukti cinta kita kepada beliau.

Berkaitan dengan hal itu, di dalam salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Hakim, Malaikat Jibril pernah berkata atau berdoa yang isinya mengutuk manusia yang menyia-nyiakan tiga amalan atau kesempatan penting. Perkataan Malaikat Jibril tersebut terangkum dalam hadits sebagai berikut yang artinya:

Dari Kaab bin Ujroh RA. berkata, Rasulullah SAW. bersabda,
"Mendekatlah kalian ke mimbar! Lalu kami pun mendekati mimbar itu. Ketika Rasulullah menaiki tangga mimbar yang pertama, beliau berkata, 'Amin.' Ketika beliau mendekati yang kedua, beliau pun berkata, 'Amin.' Ketika beliau menaiki tangga yang ketiga, beliau pun berkata, 'Amin.' Setelah Rasulullah SAW. turun dari mimbar, kami pun berkata, "Ya Rasulullah, sungguh kami telah mendengar dari engkau pada hari ini, sesuatu yang belum pernah kami dengar sebelumnya.' Rasulullah SAW. bersabda, 'Ketika aku menaiki tangga pertama, Jibril muncul di hadapanku dan berkata, celakalah orang yang mendapati bulan Ramadhan yang penuh berkah, tetapi tidak memperoleh ampunan.' Maka aku berkata amin. Ketika aku menaiki tangga yang kedua, Jibril berkata, celakalah bagi orang yang apabila namamu disebutkan, dia tidak bershalawat ke atasmu. Aku pun berkata amin. Ketika aku melangkah ke tangga yang ketiga, Jibril berkata, celakalah orang yang mendapati ibu bapaknya yang telah tua, atau salah satu dari keduanya, tetapi keduanya tidak menyebabkan orang lain masuk surga. Aku pun berkata amin." (HR Hakim)

Malaikat merupakan makhluk Allah yang suci dari salah, selalu taat, dan setia kepada Allah SWT. Apabila ia berkata atau berdoa seperti halnya dalam hadits di atas, sudah dipastikan doanya makbul dan diijabah oleh Allah SWT. Apalagi kemudian diaminkan pula oleh Rasulullah SAW.

Tiga doa di atas kalau dirinci sebagai berikut,

Pertama, celaka bagi orang yang bertemu dengan bulan Ramadhan, tetapi tidak mendapat keutamaannya. Hal itu karena bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh berkah dan ampunan. Hal itu sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW. yang artinya,
"Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, di mana Allah melimpahkan keberkahan, menurunkan rahmat, mengampuni dosa-dosamu, menerima doa-doamu, melihat atas perlombaan kamu (dalam kebaikan), dan membanggakan di hadapan para malaikat. Maka tunjukkanlah kepada Allah SWT. kebaikanmu. Sesungguhnya orang yang celaka adalah dia yang terhalang dari rahmat Allah pada bulan ini." (HR. Thabrani)

Agar Ramadan tidak berlalu begitu saja dan kita mendapatkan keutamaan di dalamnya, maka seluruh amal saleh yang biasa dilaksanakan dalam bulan Ramadhan jangan sampai dilewatkan. Beberapa amalan tersebut, yaitu: 
  1. Berpuasa dan menjauhi perbuatan yang dapat membatalkannya, misalnya makan, minum, dan melakukan hubungan suami istri (pada siang hari).
  2. Hindarkan perbuatan yang dapat mengurangi nilai puasa, seperti berbohong, memfitnah, gibah, sumah, berkhalwat antara wanita dan laki-laki yang bukan muhrim, menonton tayangan yang tidak bermanfaat, menyakiti orang lain, membuat kegaduhan atau berteriak-teriak, berkata yang tidak berguna, dan sebagainya.
  3. Tunaikan amalan wajib tepat waktu, seperti shalat wajib yang lima waktu dan zakat fitrah.
  4. Suburkan amalan sunah, seperti tadarus Al-Qur'an, shalat Tarawih, sahur, dzikir, infaq, memberi takjil kepada orang yang sedang berpuasa, membaca shalawat, dan sebagainya.
Kedua, celaka bagi orang yang tidak membaca shalawat kepada Nabi, ketika mendengar nama Nabi diucapkan. Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. sebagai salah satu bukti rasa cinta kita kepada beliau. Atas risalah beliau yang sampai kepada kita, hidup kita terasa bermakna. Hidup yang dijalani ini tidak saja untuk hidup di dunia, tetapi juga hidup guna mencari bekal untuk kehidupan kelak di akhirat.

Rasulullah SAW. begitu mencintai kita selaku umatnya. Beliau juga sangat khawatir terhadap keselamatan kita di dunia, terlebih di akhirat. Bahkan, ketika Rasulullah SAW. menjelang wafatnya, beliau masih ingat kepada kita. Hal yang sangat luar biasa, kecintaan murni seorang nabi kepada umatnya. Untuk itu, selayaknya kita selaku umatnya selalu berusaha menyempatkan waktu untuk bershalawat kepadanya. Bahkan Allah dan para malaikat pun membaca shalawat, sebagaimana dalam Al-Qur'an Surah Al-Ahzab ayat 56,

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Inna Allaha wamalaikatahu yusalloona AAala alnnabiyyi ya ayyuha allatheena amanoo salloo AAalayhi wasallimoo tasleeman

Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya."

Demikian pula apabila mendengar nama Nabi Muhammad SAW. disebutkan orang lain, kita dianjurkan untuk membaca shalawat. Bagi yang berat untuk mengucapkanya dianggap sebagai orang yang bakhil. Bagaimana tidak, Rasul mencintai kita selaku umatnya yang dibuktikannya dengan "berdarah-darah" membela kita, tetapi kita berat untuk bershalawat padanya. Orang seperti itu tentu layak disebut sebagai orang yang paling bakhil. Hal itu sebagaimana hadits berikut yang artinya,
"Orang yang paling bakhil adalah seseorang yang jika namaku disebut ia tidak bershalawat untukku." (HR. Nasa'i, Tirmidzi, dan Thabarani)

Ketiga, celaka bagi orang yang masih mempunyai ibu bapak atau salah satu di antaranya yang masih hidup, tetapi tidak menyebabkan dirinya masuk surga. Atas wasilah jasa kedua orang tua kita sehingga kita berada di dunia ini. Selain itu, ridha Allah berada pada ridha orangtua. Dengan demikian, selagi orangtua masih hidup merupakan kesempatan untuk meraih ridha Allah. Sebagaimana dalam hadits yang artinya, 

Dari Abdullah bin Amr, Rasulullah SAW. bersabda,
"Ridha Allah tergantung ridha kedua orangtua dan murka Allah tergantung murka kedua orangtua." (HR. Thabrani dan disahihkan oleh al-Albani)

Berbuat baik kepada kedua orangtua merupakan perintah Allah dan Rasulullah. Hal itu baik waktu kita masih kecil, remaja, atau sudah menikah, sudah mempunyai anak, bahkan saat kita sudah mempunyai cucu. Ketika kedua orangtua kita masih muda atau sudah lanjut usianya bahkan pikun, kita tetap wajib berbakti kepada keduanya. Berbuat baik itulah sebagai salah satu jalan mendapat surga kelak. 

Dengan demikian, semoga kita dapat memanfaatkan dan mendapatkan hikmah dari keutamaan bulan Ramadhan, berbuat baik kepada kedua orangtua, dan senantiasa gemar bershalawat untuk Nabi Muhammad SAW. Pada akhirnya, cita-cita kita yang hakiki dapat tercapai, yaitu mendapatkan kesejahteraan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak.

Amin ya rabbal alamiin.***

[Ditulis oleh ASEP JUANDA, DKM Takmir At-Taqwa, Cicalengka, Mekarmukti, Cihampelas, Bandung Barat. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Pahing) 27 Juli 2012 / 7 Ramadhan 1433 H pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]

by 

u-must-b-lucky
Seorang teman sedang tertidur pulas di sebuah masjid. Lalu, penulis bangunkan karena sudah akan memasuki shalat Ashar. "Tidur dari jam berapa?" tanya penulis. "Dari selepas shalat Dzuhur, Pak. Mau Ashar ya? Ternyata enak tidur saat puasa ya karena ibadah," jawabnya.

Apakah benar tidur seseorang yang sedang berpuasa apalagi puasa Ramadhan masuk kategori ibadah?

Padahal, kalau kita cermati sejarah perjuangan Nabi Muhammad SAW. saat berpuasa malah berperang dengan kaum kafir saat Perang Badar dan penaklukan Kota Mekah (fathul-Makkah). Ini semua petunjuk bahwa puasa bukan untuk menjadikan kita malas, melainkan puasa adalah spirit agar kita bisa memberikan yang lebih baik meskipun dengan keterbatasan diri kita.

Rujukan yang dijadikan pegangan bahwa tidurnya orang berpuasa adalah ibadah ialah hadits yang berbunyi,
"Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah. Diamnya adalah tasbih. Doanya adalah doa yang mustajab. Pahala amalannya pun akan dilipatgandakan."

Kalau kita cermati, ternyata perawi hadits ini adalah 'Abdullah bin Aufi. Hadits ini dibawakan oleh Al Baihaqi dalam Syu'abul Iman (Juz 3 halaman 1.437). Selain itu, dalam hadits ini terdapat nama Ma'ruf bin Hasan yang dinilai perawi yang daif (lemah).

Kelemahan hadits tersebut juga terdapat nama perawi Sulaiman bin Amr yang lebih daif daripada Ma'ruf bin Hasan. Dalam riwayat lain, perawinya adalah Abdullah bin 'Amr. Hadits tersebut dibawakan Al 'Iroqi dalam Kitab Takhrijul Ihya' (1/310) dengan sanad hadits yang daif. Jadi, hadits yang menyatakan tidurnya orang berpuasa adalah ibadah merupakan hadits yang lemah. Syaikh Al Albani dalam Silsilah Adh Dho'ifah No. 4696 mengatakan, hadits ini adalah hadits yang lemah.

Kalau kita baca sejarah, tidur siang merupakan kebiasaan masyarakat Arab dan beberapa orang saleh dan ulama terdahulu yang disebut qailulah bermakna tidur sebentar waktu siang.

Qailulah bukan hanya pada Ramadhan, melainkan juga pada hari-hari biasa, khususnya pada waktu musim panas. Tujuan dari tidur sebentar itu agar pada malam harinya bisa bangun untuk mendirikan shalat Tahajud. Dalam sebuah riwayat, Imam Abu Hanifah selama 40 tahun tidak pernah tidur malam karena malam harinya untuk shalat.

Imam Abu Hanifah hanya tidur pada siang hari antara shalat Dzuhur dan shalat Ashar. Kalau memang tujuannya agar bisa bangun malam untuk shalat Tahajud, Rasulullah juga pernah melakukannya.

Namun, apabila tidur siang hanya untuk bermalas-malasan, apalagi malam harinya juga tidak shalat Tahajud, tidur siang selama Ramadhan bisa jadi salah satu tanda kemalasan. Umat menjadikan sandaran hadits lemah tersebut untuk bermalas-malasan dengan alasan capek atau khawatir puasanya batal.

Dalam sebuah riwayat diceritakan, Khalifah Umar bin Khattab pernah suatu hari melakukan inspeksi ke Iskandariah, Mesir, dengan Muawiyah bin Khudaij menjabat gubernur di kota itu. Umar datang ke kota itu waktu siang saat kebanyakan orang melakukan qailulah.

Umar menemukan Muawiyah tidak melakukan tidur siang. Lalu ia berkata, "Saya pikir kalian sedang tidur pada siang ini. Kalau kalian tidur siang hari, akan menelantarkan hak rakyat. Kalau kalian tidur malam, kalian menelantarkan hak Allah. Bagaimana kalian mengatur tidur antara dua hak ini wahai Mua'wiyah?"

Umar seperti mengingatkan manfaat waktu itu lebih penting daripada sekadar tidur siang. Intinya, harus proporsional dalam menggunakan waktu meskipun pada bulan Ramadhan.

Inti dari tidur agar tetap menjadi bagian dari ibadah adalah memperluas maknanya yakni "tidur" dari setiap perbuatan maksiat dan mungkar. Kita "tidur" selama Ramadhan dari bergunjing, menyebarkan fitnah, melihat gambar tak layak (pornografi), menyakiti orang lain, ataupun perbuatan maksiat lainnya.

Kalau tidur hanya untuk bermalas-malasan dan meninggalkan kewajiban serta menelantarkan tugas, tentu itu sangat bertentangan dengan makna ibadah puasa itu sendiri. Para sahabat Rasulullah SAW. menjalani puasa Ramadhan dengan tugas-tugas yang cukup berat.

Tidur bermakna ibahah atau mubah bermakna boleh dan merupakan kebutuhan seorang manusia layaknya makan dan minum pada hari-hari biasa, atau makan minum pada malam hari selama Ramadhan. Perkara yang mubah bisa mendapatkan pahala dan bernilai ibadah apabila diniatkan untuk melakukan ibadah. Sebagaimana An Nawawi dalam Syarh Muslim (6/16) mengatakan, "Sesungguhnya perbuatan mubah jika dimaksudkan dengannya untuk mengharapkan wajah Allah, dia akan berubah menjadi suatu ketaatan dan akan mendapatkan balasan (ganjaran)."

Ibnu Rajab pun menerangkan dalam kitab Lathoif Al Ma'arif, halaman 279-280 menyatakan, "Jika makan dan minum diniatkan untuk menguatkan badan agar kuat ketika melaksanakan shalat dan berpuasa, seperti inilah yang akan bernilai pahala. Sebagaimana pula apabila seseorang berniat dengan tidurnya pada malam dan siang harinya agar kuat dalam beramal, tidur seperti ini bernilai ibadah."

Semua amal bergantung niat. Jika niat tidurnya hanya malas-malasan sehingga tidurnya bisa seharian dari pagi hingga sore, tidur seperti ini adalah tidur yang sia-sia. Namun, jika tidurnya adalah tidur dengan niat agar kuat dalam melakukan shalat malam dan kuat melakukan amalan lainnya, tidur seperti inilah yang bernilai ibadah.***

[Ditulis oleh H. PUPUH FATHURRAHMAN, Sekretaris Senat Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Pesantren Raudhatus Sibyan Sukabumi. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Manis) 26 Juli 2012 / 6 Ramadhan 1433H pada Kolom "CIKARACAK"]

by
u-must-b-lucky
Ketetapan berpuasa di bulan Ramadhan merupakan salah satu rukun dari beberapa rukun dalam agama Islam. Puasa merupakan fardhu ain bagi setiap mukalaf yang diwajibkan sejak tahun kedua Hijriah.

Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi seorang Muslim dewasa untuk tidak berpuasa, kecuali mempunyai sebab-sebab yang dibenarkan, seperti seorang wanita haid atau nifas, sakit, wanita hamil yang hampir melahirkan, dan wanita yang sedang menyusui, atau sedang melakukan perjalanan, atau orang tua renta yang mendapatkan kesulitan dan kesukaran jika harus berpuasa. Itu pun tidak serta merta menggugurkan puasanya sebab harus diganti di waktu lain (kada) atau dengan cara membayar fidiah.

Pengalaman berpuasa di bulan Ramadhan bukanlah yang pertama bagi kita, berkali-kali kita mengalaminya. Tidak ada yang berubah dalam pelaksanaannya. Semuanya sama dari tahun ke tahun. Yang membatalkannya tetap sama tidak berubah, begitu pula waktu berbukanya sama, yakni sejak terdengar adzan Maghrib dan juga mulai berpuasanya sama sejak terdengar adzan Subuh. Shalat Tarawihnya sama, ada yang 11 rakaat atau 23 rakaat. Praktik ibadahnya tidak ada yang berubah. Namun, yang pasti, perubahan itu terjadi ketika kita menengok sebelah kanan-kiri kita ternyata ada di antara saudara, teman kita yang sudah tidak bersama lagi dengan kita dikarenakan telah mendahului kita ke alam baqa.

Tentu kita bersyukur ketika Allah SWT. masih memberikan kesempatan untuk menikmati hidangan-Nya, menjalani pendidikan-Nya selama satu bulan, yang tidak akan ditemukan di bulan-bulan lain selain di bulan Ramadhan. Di bulan ini kita diajak untuk kembali menata rohani kita yang boleh jadi selama 11 bulan tidak jelas tata letaknya. Ketika sudah tidak bisa lagi merasakan kepedihan orang lain yang teraniaya, tak lagi mampu mencucurkan air mata ketika melihat saudara kita yang sedang dilanda kesedihan, menjadi bukti ketidakjelasan rohani. Kita tidak lagi menjadi makhluk-Nya yang sempurna. Sempurna karena memiliki dua dimensi, yaitu dimensi jasmani dan rohani.

Bulan Ramadhan mengondisikan kita untuk menjadi manusia sejati. Manusia yang sempurna dan paripurna, yang bisa mengetahui arti hakikat dan kesejatian dirinya sebagai makhluk mulia dibandingkan dengan makhluk lainnya. Bulan Ramadhan mampu membuat kita menjadi manusia saleh yang begitu meyakini Allah Maha Melihat, Maha Mengawasi. Oleh karena itu, hanya di bulan Ramadhan kita mampu untuk tidak makan, minum di siang hari meskipun kita bisa saja melakukannya tanpa seorang pun manusia mengetahuinya. Adzan dari waktu Dzuhur-Maghrib ditunggu-tunggu suaranya dan dengan gembira kita sambut pergantiannya, terlebih adzan Magrib. Padahal, di luar bulan Ramadhan, tak tebersit di hati untuk mendengarkannya. 

Di bulan Ramadhan Allah SWT. kembali menata rohani kita dengan kesabaran. Sabar dalam ketaatan kepada-Nya, sabar dari yang diharamkan-Nya, dan sabar dalam ketentuan-Nya. Ketiga kesabaran itu ada dalam puasa. Selama berpuasa kita terkondisikan untuk mentaati-Nya, taat untuk tidak makan, minum, dan melakukan hubungan syahwat. Kita dilatih mengharamkan yang halal. Hanya manusia yang berohani tinggi yang mampu tersenyum ketika menderita, menangis ketika memperoleh kebahagiaan. Kita dilatih untuk senantiasa bersabar atas penderitaan yang dirasakan orang berpuasa berupa haus dan lapar, lemahnya jiwa dan badan. Penderitaan seperti ini tidak lagi dianggap penderitaan melainkan kebahagiaan. Bahagia karena mengharapkan pahala dari-Nya.

Diriwayatkan secara marfu' oleh Ibn Khuzaimah dalam Shahihnya dari Salman tentang keutamaan bulan Ramadhan, bahwa ia merupakan bulan kesabaran dan pahala kesabaran adalah surga.

Hanya di bulan Ramadhan tidur pun bernilai ibadah, apalagi ibadah-ibadah lainnya tentu tak ternilai pahalanya. Oleh karena itu pula, Rasulullah SAW. dalam hadits Tirmidzi dari Anas,
Nabi SAW. ditanya, "Sedekah apakah yang lebih utama?" Nabi SAW. menjawab, "Sedekah di bulan Ramadhan." (HR. Tirmidzi)

Umrah di bulan Ramadhan sebanding dengan haji. Abu Bakar ibn Abi Maryam menyebutkan bahwa gurunya berkata, "Apabila datang bulan Ramadhan, maka lapangkanlah dengan nafkah, karena nafkah di dalamnya akan dilipatgandakan seperti nafkah di jalan Allah. Tasbih di dalamnya lebih utama daripada seribu tasbih di bulan lainnya, satu rakaat di dalamnya lebih utama daripada seribu rakaat, karena hanya di bulan Ramadhan ada malam seribu bulan (Lailatul Qadar)."

Disebutkan pula dalam Sunan Ibn Majah dari Ibn Abbas,
"Barang siapa yang menemui Ramadhan di Mekah kemudian berpuasa dan menjalankan shalat di dalamnya, maka Allah mencatat baginya 100.000 pahala bulan Ramadhan di tempat lain dan ditetapkan baginya pahala yang banyak."

Oleh karena itu pula, paket umrah di bulan Ramadhan lah yang paling banyak diminati orang, dan merupakan bulan penuh berkah bagi pengusaha di bidang jasa ini.

Puasa adalah ibadah yang tak bernilai kecuali hanya Allah Yang Maha Mengetahui berapa nilai puasa kita. Dalam Riwayat Muslim dikatakan,
"Setiap amal perbuatan anak Adam itu pahalanya dilipatgandakan. Satu kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat." Allah SWT. berfirman, "Kecuali puasa karena sesungguhnya puasa itu bagi-Ku dan Aku sendirilah yang akan membalasnya. Ia meninggalkan syahwat dan makan karena Aku. Bagi orang yang berpuasa itu ada dua kegembiraan yaitu gembira ketika berbuka dan gembira ketika bertemu dengan Tuhannya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa itu di sisi Allah lebih harum dari bau minyak kasturi."

Sungguh hanya puasa yang secara murni meninggalkan hasrat-hasrat nafsu dan syahwat yang dicenderungi oleh seseorang karena Allah semata, dibandingkan dengan berbagai ibadah lainnya. Orang yang sedang berihram tetap diperbolehkan makan dan minum. Shalat memang tidak boleh sambil makan dan minum, tetapi waktunya tidaklah panjang seperti puasa. Bahkan ketika seseorang shalat, ia tidak boleh menghasratkan makanan di hadapannya, artinya lebih baik makan terlebih dahulu. Puasa merupakan ibadah yang paling rahasia antara seorang hamba dengan Tuhannya. Hanya Dia yang melihatnya, karena puasa terungkap dari niat batin, yang hanya diketahui oleh Allah SWT. Ibadah puasa sangat terjaga dari riya. Ibadah yang ditujukan hanya karena Allah SWT. yang kelak bisa naik ke langit. Para ahli ibadah senantiasa menjaga ibadahnya terjaga dari sikap ingin terpuji. Mereka inilah yang kelak menjadi kekasih Allah SWT.

Puasa mampu mengantarkan kita menjadi kekasih-Nya. Tentu saja puasa yang bukan hanya sebatas mampu menahan makan dan minum, sebab bukan itu ukuran keberhasilan seseorang berpuasa. Bukanlah dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW. bersabda,
"Betapa banyak orang berpuasa tetapi tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya, kecuali lapar dan haus."

Salah satu keberhasilan puasa, ketika kita memiliki kepekaan rohani yang berimbas kepada kepekaan sosial. Ia harus peka terhadap penderitaan di sekitarnya, ia harus peduli kepada orang-orang lapar dan haus karena kemiskinannya, bahkan lebih dari itu puasa mengajarkan kita untuk rajin-rajin berdoa bagi orang lain. Sungguh tidaklah mudah kita bisa lulus dalam menjalani ibadah puasa selama bulan Ramadhan.

Orang yang berhasil di bulan Ramadhan adalah mereka yang memperoleh sertifikat takwa, yang kelak mengantarkan siapa pun untuk memasuki surga-Nya. Andaikan saja kita hanya baru mampu menahan makan dan minum, sedangkan telinga, mata, dan lidah kita belum bisa berpuasa. Hanya satu yang bisa kita lakukan, yakni memohon kepada Allah SWT.
"Ya Allah terimalah puasa kami yang apa adanya."

Wallahualam.***

[Ditulis oleh IDAT MUSTARI, Ketua Biro Agama DPD Golkar Jawa Barat. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Kliwon) 20 Juli 2012 / 30 Saban 1433 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]

by 
u-must-b-lucky
Ramadhan, bulan mulia sebentar lagi menyapa kaum Muslimin. Pada tahun ini kemungkinan besar ada yang memulai shaum (puasa) pada Jumat (20/7), tetapi sebagian lagi pada esok harinya, Sabtu (21/7). Kita berharap, perbedaan dalam penentuan awal Ramadhan ini menjadi rahmat, bukan malah musibah bagi Indonesia khususnya umat Islam.

Bulan mulia menjadi incaran pahala bagi kaum Muslimin apalagi semua pahala dilipat-gandakan Allah. Bahkan, seorang yang sedang shaum lalu beristirahat juga dicatat sebagai ibadah.

Sebenarnya Ramadhan merupakan bulan pembelajaran atau pendidikan bagi kaum Muslimin. Banyak amalan selama Ramadhan sebagai bekal bagi kita untuk diteruskan di bulan-bulan berikutnya.

Hanya, apabila Ramadhan telah berlalu, amalan-amalan juga anehnya juga berjalan begitu saja. Tidak ada bekas sama sekali. Padahal, keberhasilan seseorang dalam menjalankan ibadah shaum dilihat dari kualitas dan kuantitas ibadahnya setelah Ramadhan berakhir.

Syawal bermakna peningkatan merupakan bulan pertama setelah Ramadhan dan 1 dari 11 bulan tempat kita mengevaluasi kualitas keimanan sesuai dengan tujuan shaum. Shaum menjadikan kita orang yang bertakwa. Seseorang yang Ramadhannya berhasil tentu makin mantap dalam amalan-amalan kebajikan seperti shalat.

كَانُوا قَلِيلًا مِّنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ
وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
Kanoo qaleelan mina allayli ma yahjaAAoona
Wabialashari hum yastaghfiroona

Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar. (QS. Adz-Dzariyat: 17-18)

Kebiasaan bangun untuk sahur selama Ramadhan pada dini hari yang gelap dan menahan dinginnya udara hendaklah dijadikan kebiasaan bangun untuk mendirikan shalat Tahajud, baik itu yang panjangnya 8 rakaat plus 3 rakaat Witir maupun sekadar 2 rakaat plus 1 rakaat Witir. Shalat Tahajud kemudian dilanjutkan dengan memohon ampunan kepada Allah SWT.

Memohon ampunan dapat diwujudkan dengan dzikir dan istighfar. Misalnya, Subhanallahi wabihamdihi, subhanallahil 'adzhiim, astaghfirullah.

Dzikir dan istighfar bukan hanya terucap di mulut, tetapi juga dihayati dari sisi ruhiyah sebagai bersatu antara ucapan dan penghayatan. Dzikir juga tecermin dalam akhlak keseharian. Janganlah kita sok suci karena hanya Allah Yang Mahasuci. Janganlah kita gila pujian karena segala puji hanyalah milik Allah.

Sadar maupun tidak, sejak baligh hingga kini, kita banyak bergelimang dosa. Untuk itu, kita membutuhkan maaf dari sesama serta ampunan hanya dari Allah SWT.

Selain dididik untuk bangun malam dan melaksanakan shalat malam, Ramadhan juga mengajarkan kepedulian sosial.
الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنفِقُونَ
Allatheena yuminoona bialghaybi wayuqeemoona alssalata wamimma razaqnahum yunfiqoona

(Yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, melaksanakan shalat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka. (QS. Al-Baqarah: 3)

Kepedulian sosial tersebut hendaknya terwujud bukan hanya di saat lapang, tetapi juga di saat sempit.

وَسَارِعُوا إِلَىٰ مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَن يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَىٰ مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُونَ
أُولَٰئِكَ جَزَاؤُهُم مَّغْفِرَةٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَجَنَّاتٌ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ وَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ
WasariAAoo ila maghfiratin min rabbikum wajannatin AAarduha alssamawatu waalardu oAAiddat lilmuttaqeena
Allatheena yunfiqoona fee alssarrai waalddarrai waalkathimeena alghaytha waalAAafeena AAani alnnasi waAllahu yuhibbu almuhsineena
Waallatheena itha faAAaloo fahishatan aw thalamoo anfusahum thakaroo Allaha faistaghfaroo lithunoobihim waman yaghfiru alththunooba illa Allahu walam yusirroo AAala ma faAAaloo wahum yaAAlamoona
Olaika jazaohum maghfiratun min rabbihim wajannatun tajree min tahtiha alanharu khalideena feeha waniAAma ajru alAAamileena

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luas-nya seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun di waktu sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang, Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, sedangkan mereka kekal di dalamnya, dan itulah sebaik-baik pahala orang yang beramal. (QS. Ali-Imran: 133-136)

Dalam Hadits Qudsi, Allah SWT. berfirman, yang artinya,
"Berinfaklah kamu, niscaya Allah akan memberi belanja kepadamu." (Muttafaq-Alaih)

Bila ada yang meminta pertolongan kepada kita dan lingkungan sekitar, berebutlah untuk memberikan pertolongan karena sesungguhnya hal tersebut adalah lahan kebajikan. Harta yang kita infakkan juga tidak berkurang malah bertambah baik jumlah maupun kesuciannya.

لَن تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ وَمَا تُنفِقُوا مِن شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ
Lan tanaloo albirra hatta tunfiqoo mimma tuhibboona wama tunfiqoo min shayin fainna Allaha bihi AAaleemun

Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. (QS. Ali-Imran: 92)

Kalaulah kita tidak bisa memberikan pertolongan, setidaknya berusahalah menjadi pribadi yang mandiri dengan tidak bergantung kepada pertolongan orang lain. Tolong-menolong hendaknya hanya pada yang membawa kebaikan atau yang dapat mencegah kemungkaran.

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
wataAAawanoo AAala albirri waalttaqwa wala taAAawanoo AAala alithmi waalAAudwani

... Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan... (QS. Al-Ma'idah: 2)
Ahlan wasahlan ya Ramadhan. Bulan pendidikan untuk bekal 11 bulan kemudian. 

Selamat menikmati jamuan Allah selama Ramadhan. ***

[Ditulis oleh H MIFTAH FARIDL, Ketua Umum MUI Kota Bandung, Ketua Yayasan Ad Dakwah, serta pembimbing Haji Plus dan Umrah Safari Suci. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Wage) 19 Juli 2012 / 29 Saban 1433 H. pada Kolom "CIKARACAK"]

by
u-must-b-lucky
Dalam ajaran agama Islam, kedermawanan merupakan salah satu kunci kebaikan dan mulianya agama.

"Sesungguhnya inilah agama (Islam) yang Aku ridhai untuk diri-Ku. Dan tidak akan memperbaiki agama ini kecuali dengan kedermawanan dan akhlak yang baik, karena itu muliakan agama ini dengan kedua hal itu." (HR. Thabrani)

Kedermawanan adalah akhlak terpuji lagi mulia. Ia merupakan himpunan dari kebaikan, kemurahan, kekayaan  jiwa, dan keutamaan. Orang yang dermawan adalah orang yang senantiasa mencurahkan kebaikan kepada siapa pun yang membutuhkan uluran tangannya, tidak membedakan suku, ras maupun agama, baik di minta maupun tidak.

Orang yang dermawan juga adalah orang yang ikhlas dalam berderma, tidak ada niat untuk mencari sesuatu ataupun mendapatkan sesuatu, bahkan tidak berharap mendapatkan ucapan terima kasih sekalipun dari orang yang ditolongnya. Apa yang dilakukannya semata-mata hanya mengharap pahala dan keridhaan Allah SWT.

Allah SWT. berfirman,
وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا
إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا
WayutAAimona alttaAAama AAala hubbihi miskeenan wayateeman waaseeran
Innama nutAAimukum liwajhi Allahi la nureedu minkum jazaan wala shukooran

Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan. Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. (QS. Al-Insan: 8-9)

Al-Hasan RA. pernah ditanya, "Siapakah orang yang dermawan itu?" Beliau menjawab, "Yaitu orang yang seandainya dunia di tangannya maka ia akan menafkahkannya, kemudian setelah itu ia tidak melihat adanya hak baginya pada dunia itu." (Muhadharat Al Udaba' [1/648])

Hal ini terjadi karena kebaikan, kemurahan hati, dan keutamaan yang menghiasi dirinya yang bersumber dari keimanan yang benar dan niat yang ikhlas dalam beramal, sehingga jiwanya bersih dan hatinya bersinar. Dengan jiwanya yang bersih dan sinar hatinya tersebut menyebabkan kekikiran lenyap dan yang muncul kepermukaan adalah kasih sayang, kemurahan hati, dan kedermawanan.

Dengan kebaikan, kemurahan hati, keimanan, dan keikhlasannya, orang yang dermawan memiliki keutamaan dan berbagai macam kebaikan yang didapatkannya, di antaranya,

Pertama, menjadi orang yang dicintai oleh Allah SWT. Rasulullah SAW. bersabda,
"Sesungguhnya Allah itu dermawan yang menyukai kedermawanan, menyukai akhlak-akhlak mulia, dan membenci akhlak yang buruk." (Mutafaqun 'alaih)

Dalam hadits lain, Rasulullah SAW. bersabda,
"Allah tidak menarik kekasih-kekasih-Nya kecuali atas kedermawanan dan akhlak yang baik." (HR. Ibnu Hiban)

Kedua, dekat dengan Allah, dekat dengan manusia, dan jauh dari neraka. Dalam riwayat Abu Hurairah RA., Nabi SAW. diriwayatkan bersabda,
"Orang dermawan dekat dengan Allah, dekat dengan manusia, dan jauh dari neraka. Orang yang bakhil jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari surga."

Ketiga, akan mengantarkannya masuk surga. Rasulullah SAW. bersabda,
"Kedermawanan adalah pohon yang kokoh di surga. Tidak akan masuk surga kecuali orang yang dermawan. Kebakhilan adalah pohon neraka. Tidak akan masuk neraka kecuali karena kebakhilannya."

Aisyah RA. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. bersabda,
"Surga adalah kampung orang dermawan."

Keempat, Allah akan memberikan pahala dan mengganti harta yang ia dermakan dengan yang lebih baik dan lebih banyak. Allah SWT. berfirman,

مَّثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَن يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Mathalu allatheena yunfiqoona amwalahum fee sabeeli Allahi kamathali habbatin anbatat sabAAa sanabila fee kulli sunbulatin miatu habbatin waAllahu yudaAAifu liman yashao waAllahu wasiAAun AAaleemun

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang    yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 261)

Dalam ayat lain,

لَّيْسَ عَلَيْكَ هُدَاهُمْ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَن يَشَاءُ ۗ وَمَا تُنفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَلِأَنفُسِكُمْ ۚ وَمَا تُنفِقُونَ إِلَّا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ ۚ وَمَا تُنفِقُوا مِنْ خَيْرٍ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنتُمْ لَا تُظْلَمُونَ
Laysa AAalayka hudahum walakinna Allaha yahdee man yashao wama tunfiqoo min khayrin falianfusikum wama tunfiqoona illa ibtighaa wajhi Allahi wama tunfiqoo min khayrin yuwaffa ilaykum waantum la tuthlamoona

Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufik) siapa yang dikehendaki-Nya. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup, sedangkan kamu sedikit pun tidak akan dianiaya (dirugikan). (QS. Al-Baqarah: 272)

Dari Abu Hurairah RA. bahwa Rasulullah SAW. bersabda,
"Allah 'Azza wa Jalla berfirman, 'Berinfaklah engkau, niscaya Aku berinfak kepadamu." (Mutafaqun'Alaih)

Kelima, menjadikannya sehat lahir dan batin. Rasululllah SAW. bersabda,
"Obatilah orang-orang yang sakit di antara kalian dengan sedekah." (HR. Baihaki)

Keenam, Allah SWT. akan menutupi aib-aibnya. Dalam kitab Diwan Asy-Syafi'i halaman 16, Imam Syafi'i berkata, "Engkau tutupi dengan kedermawanan, karena setiap aib dapat ditutupinya."

Rasulullah SAW. adalah orang yang paling dermawan terlebih pada bulan Ramadhan. Sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitab shahihnya, Al-Manaqib (23, 4/165-166),
"Nabi SAW. adalah manusia yang paling dermawan, kedermawanan beliau lebih-lebih lagi pada bulan Ramadhan ketika ditemui oleh Jibril. Jibril AS. biasa menemui beliau setiap malam pada bulan Ramadhan untuk mengajarkan Al-Qur'an. Sungguh Rasulullah SAW. lebih dermawan dengan kebaikan daripada angin yang berembus."

Untuk itu, sebagai hamba Allah SWT. dan umat Rasulullah SAW., mari kita berusaha menanamkan dan menumbuhkan sifat kedermawanan pada diri kita. Dengan cara melatih dan membiasakan diri kita untuk mendermakan apa yang kita bisa dan kita miliki kepada siapa pun yang membutuhkan uluran tangan kita. Pasalnya, akhlak itu dapat melekat dan menghiasi diri kita dengan latihan dan pembiasaan diri.

Kita jadikan momentum Ramadhan ini sebagai sarana pendidikan kedermawanan dan sarana untuk meneladani kedermawanan Rasulullah SAW.
Akhirnya, kita bermohon kepada Allah SWT., agar Dia menganugerahkan berbagai macam potensi pada diri kita dan memberikan kemampuan kepada kita untuk mendermakannya kepada siapa pun yang membutuhkannya, serta menjauhkan diri kita dari sifat pengecut dan kebakhilan. Amin.

Wallahu'alam.***

[Ditulis oleh DIKY DILI, Ketua Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (FKDT), Kecamatan Sukasari, Kota Bandung, anggota Bidang Pendataan Siswa FKDT Kota Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Pon) 13 Juli 2012 / 23 Saban 1433 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]

by
u-must-b-lucky
Tak terasa kini kita berada pada bulan Saban dan tidak akan lama lagi kita akan menyongsong Ramadhan. Bulan yang dirindu kedatangannya oleh setiap orang beriman.
Pada hari-hari terakhir bulan Saban, Rasulullah SAW. biasa mengumpulkan para sahabat dan kaum Muslimin dan Muslimat dan beliau berkhotbah di hadapan mereka, menjelaskan keistimewaan dan keutamaan bulan Ramadhan. Tujuannya agar kaum Muslimin bergembira menyambut kedatangan Ramadhan dan memberi semangat kepada mereka untuk mengisi dan menghidupkan Ramadhan dengan berbagai amal kebaikan.

Oleh karena itu, sebagai orang beriman sudah sepantasnya kita bergembira dan bersyukur dengan akan datangnya Ramadhan. Ramadhan datang dengan membawa berbagai kebaikan dan keberkahan, seperti setiap amal kebaikan pahalanya dilipatgandakan oleh Allah SWT.

Rasulullah SAW. bersabda,
"Barang siapa ingin mendekatkan dirinya kepada Allah pada bulan ini dengan suatu amalan sunah, pahalanya seolah-olah dia melakukan amalan fardhu pada bulan-bulan lain. Dan barang siapa melakukan amalan fardu pada bulan ini, dia akan dibalas dengan pahala seolah-olah telah melakukan tujuh puluh amalan fardhu pada bulan yang lain." (HR. Ibnu Khuzaimah)

Dalam hadits lain, Rasulullah SAW. bersabda,
"Seandainya setiap hamba mengetahui apa yang ada dalam bulan Ramadhan, umatku akan berharap, seandainya setahun itu bulan Ramadan" (HR. Ibnu Khuzaimah)

Hal ini didasari karena kemuliaan dan keagungan Ramadhan itu sendiri dan berbagai amal yang terdapat di dalamnya, seperti puasa, shalat Tarawih, tadarus Al-Qur'an, sedekah, dan zakat fitrah.

Salah satu upaya yang harus kita lakukan sebagai upaya mempersiapkan diri menyonsong Ramadhan adalah melatih diri untuk bersikap sabar karena Ramadhan adalah bulan kesabaran.

Rasulullah SAW. bersabda,
"Inilah (Ramadhan) bulan kesabaran dan ganjaran bagi kesabaran yang sejati adalah surga." (HR. Ibnu Khuzaimah)

Hal ini kita lakukan agar ketika memasuki Ramadhan, diri kita mampu bersabar. Sabar melaksanakan berbagai ibadah dan sabar menghadapi musibah. Pasalnya, tidak jarang ketika Ramadhan tiba, kita tidak dapat bersikap sabar, seperti mudah emosi, malas melakukan ibadah, dan mengisi waktu dengan hal-hal tidak bermanfaat. Akibatnya, kita tidak mendapat apa pun dari Ramadhan.

Rasulullah SAW. bersabda,
"Ketika aku menaiki tangga pertama, Jibril muncul di hadapanku dan berkata, 'Celakalah orang yang mendapati bulan Ramadhan yang penuh berkah, tetapi tidak memperoleh ampunan.' Maka aku berkata, "Amin." (HR. Hakim)

Sabar adalah menahan kecenderungan jiwa terhadap tuntutan akal dan syara. Orang yang bersabar adalah orang yang selalu menepati jalan Allah SWT. dan konsisten berada di jalan-Nya.

Dalam ajaran Islam, sabar memiliki kedudukan yang tinggi lagi mulia. Ia merupakan kunci untuk memperoleh akhlak mulia dan sikap luhur, kunci untuk meraih kesuksesan dunia dan akhirat, dan penghilang seluruh kegelapan, kesulitan, dan penderitaan sebab sabar merupakan sinar yang menerangi kehidupan.

Rasulullah SAW. bersabda,
"Sabar adalah cahaya penerang." (HR Muslim, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Imam Ahmad)

Di dalam Al-Qur'an, Allah SWT. memerintahkan kita bersabar, sebagaimana firman-Nya,

فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُولُو الْعَزْمِ مِنَ الرُّسُلِ وَلَا تَسْتَعْجِل لَّهُمْ
Faisbir kama sabara oloo alAAazmi mina alrrusuli wala tastaAAjil lahum kaannahum yawma yarawna ma yooAAadoona lam yalbathoo illa saAAatan min naharin balaghun fahal yuhlaku illa alqawmu alfasiqoona

Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka. (QS. Al-Ahqaf: 35)

Dalam ayat lain,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا
Ya ayyuha allatheena amanoo isbiroo wasabiroo

Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu. (QS. Ali Imran: 200)

Juga dalam Surat Huud ayat 49,

فَاصْبِرْ ۖ إِنَّ الْعَاقِبَةَ لِلْمُتَّقِينَ
faisbir inna alAAaqibata lilmuttaqeena

Maka bersabarlah, sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.

Ketika seseorang telah sampai pada tingkat shaabirin (orang-orang sabar), Allah SWT. akan memberikan berbagai kebaikan, di antaranya,

Pertama, senantiasa ada dalam pertolongan Allah SWT. sebagaimana firman Allah SWT.,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
Ya ayyuha allatheena amanoo istaAAeenoo bialssabri waalssalati inna Allaha maAAa alssabireena

Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS. Al-Baqarah: 153)

Kedua, balasan yang lebih baik dan pahala tanpa batas, sebagaimana firman Allah SWT.

مَا عِندَكُمْ يَنفَدُ ۖ وَمَا عِندَ اللَّهِ بَاقٍ ۗ وَلَنَجْزِيَنَّ الَّذِينَ صَبَرُوا أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Ma AAindakum yanfadu wama AAinda Allahi baqin walanajziyanna allatheena sabaroo ajrahum biahsani ma kanoo yaAAmaloona

Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya, Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang telah mereka kerjakan. (QS. An-Nahl: 96)

Dalam ayat lain,

قُلْ يَا عِبَادِ الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا رَبَّكُمْ ۚ لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هَٰذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ ۗ وَأَرْضُ اللَّهِ وَاسِعَةٌ ۗ إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ
Qul ya AAibadi allatheena amanoo ittaqoo rabbakum lillatheena ahsanoo fee hathihi alddunya hasanatun waardu Allahi wasiAAatun innama yuwaffa alssabiroona ajrahum bighayri hisabin

Katakanlah: 'Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertakwalah kepada Tuhanmu.' Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (QS. Az-Zumar: 10)

Ketiga, akan mendapatkan kepemimpman dalam agama. Allah SWT. berfirman,

وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا ۖ وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ
WajaAAalna minhum aimmatan yahdoona biamrina lamma sabaroo wakanoo biayatina yooqinoona

Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami. (QS. As-Sajdah: 24)

Untuk itu, selagi masih ada waktu dan kesempatan, mari kita bina diri kita menjadi pribadi penyabar agar kita mendapatkan keberkahan Ramadhan.

Upaya yang harus kita lakukan, selain dengan bermujahadah meraih kesabaran dan membiasakan diri mematuhi ajaran-ajaran Allah SWT., adalah dengan memohon kepada Allah SWT. untuk menganugerahkan kesabaran kepada diri kita. Sebagaimana Allah SWT. berfirman,

وَاصْبِرْ وَمَا صَبْرُكَ إِلَّا بِاللَّهِ ۚ وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ وَلَا تَكُ فِي ضَيْقٍ مِّمَّا يَمْكُرُونَ
Waisbir wama sabruka illa biAllahi wala tahzan AAalayhim wala taku fee dayqin mimma yamkuroona

Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan. (QS. An-Nahl: 127)

Rasulullah SAW. bersabda,
"Barang siapa meminta sabar, maka Allah menyabarkannya. Seseorang tidak diberi pemberian yang lebih baik dan lebih luas daripada pemberian berupa sabar." (HR. Muslim)

رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
rabbana afrigh AAalayna sabran wathabbit aqdamana waonsurna AAala alqawmi alkafireena

Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, kokohkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami dari orang-orang kafir. (QS Al-Baqarah: 250)

Akhirnya, mari kita songsong Ramadan dengan penuh kegembiraan dan kesyukuran.

Semoga kita diberi kekuatan untuk dapat mengisinya dengan berbagai amal kebaikan. Amin.

Wallahu a'lam. ***

[Ditulis oleh H. MOCH. HISYAM, Ketua DKM Al-Hikmah RW 7 Sarijadi Bandung, anggota Komisi Pendidikan dan Dakwah MUI Kelurahan Sarijadi, Kecamatan Sukasari, Kota Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Manis) 6 Juli 2012 / 16 Saban 1433 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]

by
u-must-b-lucky