As-Syuhhu atau serakah adalah bakhil atau kikir yang disertai sifat tamak. Bahaya yang akan ditimbulkan dari sifat serakah ini adalah saling berebut harta dan kedudukan di antara orang-orang. Yang diawali dengan saling curiga, saling fitnah, saling bersaing dalam hal menumpuk harta, saling jegal, sampai bisa terjadi perkelahian, tawuran, bahkan pertumpahan darah. Bahaya lain yang ditimbulkannya adalah menghalalkan segala cara demi memenuhi sifat serakah, dan rakusnya itu, tanpa menghiraukan aturan halal dan haram serta aturan negara.

Melihat fakta kehidupan kita sekarang ini, banyak orang yang senang mencari rezeki dengan cara haram. Mungkin dengan cara korupsi, suap-menyuap, rentenir, dengan cara menjilat, bahkan dengan cara yang kasar atau kekerasan sekalipun. Semua ini didorong oleh nafsu keserakahan yang terjadi di mana-mana, menjalar serta mewabah pada seluruh sektor kehidupan, baik dalam urusan birokrat, politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, bahkan sampai ke urusan agama.

Fakta-fakta inilah yang perlu kita renungkan. Kita wajib muhasabah, introspeksi, mawas diri karena mungkin saja keserakahan itu dilakukan oleh diri kita sendiri. Segeralah istighfar dan mohon perlindungan kepada Allah SWT. Sebagai bahan renungan, ada baiknya kita perhatikan dan resapi, serta tindak lanjuti nasihat Rasulullah SAW. kepada Suwaid Al-Azdi, ketika ia menghadapi Beliau untuk meminta nasihat.

Sebagaimana dikisahkannya, "Saya adalah orang yang ketujuh di antara tujuh orang utusan kaumku untuk menghadap Rasulullah SAW. Sesampainya di rumah Rasul, kami berbincang-bincang dengan Beliau. Lantas Beliau bertanya, 'Siapakah kalian ini?' Kami menjawab, 'Wahai Rasul kami orang-orang beriman.' Rasul bersabda, 'Setiap yang diucapkan itu harus sesuai dengan faktanya. Coba buktikan kebenaran ucapanmu dan buktikan pula kebenaran imanmu.' Kami menjawab, 'wahai Rasul, kami telah mengimani rukun iman, dan kami telah melaksanakan rukun Islam, dan kami telah melaksanakan lima akhlak yang baik semenjak zaman jahiliah. Jika engkau berkenan kami akan terus melaksanakannya, dan jika tidak, kami akan meninggalkannya. Adapun yang lima itu adalah, kami selalu bersyukur kepada Allah jika mendapat kenikmatan, bersabar jika ditimpa musibah, rela menerima takdir baik atau buruk, jujur dan teguh pendirian ketika berhadapan dengan musuh di waktu berperang, dan tidak pernah curang terhadap lawan."

Rasul bersabda, "Jika benar apa yang engkau katakan, maka engkau termasuk orang-orang yang bijaksana, termasuk ulama dan fukaha, bahkan mendekati sifat-sifat kenabian. Tapi untuk lebih sempurnanya lagi, apa yang dilakukan kalian, aku akan tambahkan lagi lima perkara, yaitu, 
  1. Janganlah kalian mengumpulkan sesuatu yang kalian sendiri tidak sempat untuk memakannya.
  2. Janganlah kalian membangun sesuatu yang sebetulnya kalian tidak akan dapat menempatinya.
  3. Janganlah kalian berlomba-lomba pada sesuatu yang kalian sendiri pada keesokannya akan kehilangan.
  4. Bertakwalah kepada Allah yang kalian akan kembali kepada-Nya, dan kalian akan dihisab di hadapan-Nya.
  5. Dan besemangatlah kalian pada sesuatu yang oleh kalian akan didahulukan (bagi bekal akhirat) nanti dan pada kalian dikekalkan."
Inti dari nasihat Rasullullah SAW. di atas, menurut para ulama adalah jangan menjadi orang yang serakah. Alangkah ruginya kalau hidup hanya mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya dengan menghalalkan segala cara. Lalu kita gunakan sekadar untuk kenikmatan sesaat, untuk secuil kemegahan yang semu. Sampai nekat atau berani melanggar ketentuan Allah atau Rasul-Nya dan meningalkan kewajiban agamanya. Setelah hartanya menumpuk ternyata tidak bisa dimanfaatkan. Jangankan untuk orang lain, untuk dirinya sendiri tidak sempat dinikmatinya. Akhirnya, disedekahkan tidak, dihadiahkan tidak, dinikmati sendiri juga tidak. Sungguh rugi, yang tinggal hanya capek, dan hati yang galau tidak menentu, akhirnya stres.

Tren masa kini banyak orang membeli tanah seluas-luasnya, lalu dibangun bangunan sebanyak-banyaknya, tetapi akhirnya tidak dapat ditempati olehnya. Dijual tidak laku karena harganya mahal, dipakai orang lain juga tidak, disedekahkan apalagi. Ujung-ujungnya rumah yang dibangun itu berantakan tidak terurus, mubazir.

Untuk apa berlomba-lomba pada sesuatu yang pada akhirnya akan hilang. Hilang karena disita yang berwajib karena melanggar hukum. Atau hilang karena jabatan dilengserkan karena tidak bisa melaksanakan amanat. Padahal, modal semula sangat besar dan dalam persaingan yang sangat ketat.

Sesungguhnya ajaran Islam tidak melarang hidup bergelimang dengan kemegahan, bahkan kita diperintahkan untuk bekerja keras mencari harta, ilmu, pengaruh, juga kedudukan. Asalkan semua yang kita usahakan itu dalam rangka mencari ridha Allah dan berada dalam koridor nilai-nilai kebenaran.
Nasihat Rasulullah SAW. kepada Suwaid al-Azdi dan teman-temannya, yang intinya nasihat untuk kita umatnya, agar kita bertakwa kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa, karena semuanya akan berpulang kepada-Nya, dan diminta tanggung jawabnya. Rasul memerintahkan kita agar berlomba-lomba dengan penuh semangat dalam hal-hal kebaikan, yaitu beramal saleh sebanyak-banyaknya untuk mempersiapkan bekal kelak di akhirat. Mesti diingat pula bahwa dunia dengan segala kesenangannya adalah fana, tidak kekal abadi.

Semoga kita dijauhkan dari sifat serakah yang hanya mendatangkan petaka yang jauh dari keberkahan dan hanya mendatangkan murka Allah SWT. Sebagaimana diingatkan Allah dalam salah satu firman-Nya,

حَتَّىٰ إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ
لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ


Hatta itha jaa ahadahumu almawtu qala rabbi irjiAAooni LaAAallee aAAmalu salihan feema taraktu

Ada orang yang sangat menyesal saat maut menjemput, hingga orang tersebut berteriak, Ya Tuhanku, kembalikan rohku ke dunia, agar aku bisa berbuat amal saleh. (QS. Al Mukminun: 99-100)

Penyesalan yang sia-sia. Nau'dzubillahi mindzalik!

Wallahu 'Alam.***

[Ditulis oleh H. EDDY SOPANDI, peserta majelis taklim di beberapa masjid, antara lain Al-Furqon UPI, Istiqomah, Viaduct, Salman ITB. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Pon) 30 November 2012 / 16 Muharam 1434 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]

by
u-must-b-lucky
Seorang guru bertanya kepada siswanya. "Ada berapa Lebaran di Indonesia?" Lalu, seorang anak menjawab, "Banyak Pak." "Apa saja?" tanya gurunya kembali. "Ada Lebaran Syawal, Lebaran haji, dan Lebaran yatim." Kok Lebaran yatim?

Bagi Anda yang baru mendengar kata Lebaran yatim tentu akan merasa janggal bahkan aneh. Padahal, tak sedikit kaum Muslimin yang dengan setia merayakan Lebaran yatim yang jatuh setiap 10 Muharam. Banyak lembaga pendidikan, masjid, yayasan, ataupun Muslimin secara pribadi menyerahkan bantuan dan santunan kepada anak-anak yatim dan yatim piatu dengan tujuan menggembirakan mereka.

Lalu, dari mana sejarah Lebaran yatim? Sesungguhnya agak sulit melacak sejarah Lebaran yatim. Namun, yang pasti momentum itu merupakan upaya penyadaran kaum Muslimin agar tak melalaikan kewajibannya menyantuni anak-anak yatim. Meskipun santunan itu tak hanya dalam sehari dalam setahun, melainkan setiap saat karena anak-anak yatim juga anak-anak Indonesia yang membutuhkan kasih sayang dan uluran tangan agar kehidupannya lebih baik.

Ada satu kisah menarik dari Kitab Durratun Nashihin (Mutiara Petuah Agama). Diceritakan riwayat Anas bin Malik RA., pada suatu pagi Idulfitri, Rasulullah SAW. bersama keluarga dan beberapa sahabatnya seperti biasanya mengunjungi rumah demi rumah untuk mendoakan Muslimin dan Muslimah agar merasa bahagia pada hari raya itu. Namun, tiba-tiba Rasulullah melihat di satu sudut ada seorang gadis kecil sedang duduk bersedih. Ia memakai pakaian tambal-tambal dan sepatu yang telah usang.

Rasulullah SAW. lalu bergegas menghampirinya. Gadis kecil itu menyembunyikan wajahnya dengan kedua tangannya, lalu menangis tersedu-sedu. Rasulullah SAW. meletakkan tangannya dengan penuh kasih sayang di atas kepala gadis kecil tersebut, lalu bertanya dengan suaranya yang lembut, "Anakku, mengapa engkau menangis? Bukankah hari ini adalah hari raya?"

Gadis kecil itu terkejut bukan kepalang. Tanpa berani mengangkat kepalanya dan melihat siapa yang bertanya, perlahan-lahan ia menjawab sambil bercerita, "Pada hari raya ini semua anak menginginkan agar dapat merayakannya bersama orangtua. Semua anak bermain dengan riang gembira. Aku teringat pada ayahku sehingga aku menangis. Ketika itu hari raya terakhir ayahku membelikanku gaun berwarna hijau dan sepatu baru. Waktu itu aku sangat bahagia. Lalu, suatu hari ayahku pergi berperang bersama Rasulullah SAW. membela Islam dan meninggal. Sekarang ayahku sudah tidak ada lagi. Aku telah menjadi seorang anak yatim Jika aku tidak menangis untuknya, lalu untuk siapa lagi?"

Setelah Rasulullah SAW. mendengar cerita itu, seketika hatinya diliputi kesedihan yang mendalam. Dengan penuh kasih sayang beliau membelai kepala gadis kecil itu sambil berkata, "Anakku, hapuslah air matamu. Angkatlah kepalamu dan dengarkan apa yang akan aku katakan kepada-mu. Apakah kamu ingin agar aku, Rasulullah menjadi ayahmu? Apakah kamu juga ingin Ali menjadi pamanmu? Apakah kamu juga ingin agar Fatimah menjadi kakak perempuanmu, Hasan juga Husein menjadi adik-adikmu, dan Aisyah menjadi ibumu? Bagaimana pendapatmu tentang usul dariku ini?"

Begitu mendengar kata-kata itu, gadis kecil itu langsung berhenti menangis. Ia memandang dengan penuh takjub orang yang berada tepat di hadapannya. Ia hanya dapat menganggukkan kepalanya perlahan sebagai tanda persetujuannya. Gadis yatim kecil itu lalu bergandengan tangan dengan Rasulullah SAW. menuju ke rumah. Hatinya begitu diliputi kebahagiaan yang sulit untuk dilukiskan.

Syahdan tatkala Nabi SAW. meninggal dunia, anak kecil itu keluar seraya menaburkan debu ke atas kepalanya, meminta tolong sambil berteriak, "Aku sekarang menjadi anak asing dan yatim lagi." Maka oleh Ali Bin Abi Thalib RA. (dalam riwayat lain Abu Bakar Ash Shiddiq RA.) anak itu dipungutnya.
Kalau kita kaji Al-Quran, kata yatim disebut sebanyak 23 kali, sedangkan kata pembesar disebut hanya 10 kali, dan itu pun dikaitkan dengan sifat-sifat negatif. Begitu tingginya Al-Qur'an mengangkat anak yatim, hingga kita dilarang untuk menghardik anak yatim, dan mengancamnya dengan ancaman yang berat kepada orang yang memakan harta benda anak yatim.

أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ
فَذَٰلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ

Araayta allathee yukaththibu bialddeeni
Fathalika allathee yaduAAAAu alyateema

Tahukah kamu orang yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim. (QS. Al-Maa'un: 1-2)

لَّيْسَ الْبِرَّ أَن تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا ۖ وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ ۗ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ

Laysa albirra an tuwalloo wujoohakum qibala almashriqi waalmaghribi walakinna albirra man amana biAllahi waalyawmi alakhiri waalmalaikati waalkitabi waalnnabiyyeena waata almala AAala hubbihi thawee alqurba waalyatama waalmasakeena waibna alssabeeli waalssaileena wafee alrriqabi waaqama alssalata waata alzzakata waalmoofoona biAAahdihim itha AAahadoo waalssabireena fee albasai waalddarrai waheena albasi olaika allatheena sadaqoo waolaika humu almuttaqoona

Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (QS. Al-Baqarah: 177)

Semoga kita bisa menjadi penyayang dan penyantun anak-anak yatim.***

[Ditulis oleh H. HABIB SYARIEF MUHAMMAD ALAYDRUS, Ketua Yayasan Assalam Bandung, mantan Ketua PW NU Jabar, dan mantan anggota MPR RI. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Pahing) 29 November 2012 / 15 Muharam 1434 H. pada Kolom "CIKARACAK"]

by
u-must-b-lucky
Rasulullah SAW. pernah bercerita,
Dahulu, sebelum zamanmu, ada tiga orang bepergian. Mereka berlindung ke dalam sebuah gua untuk bermalam. Tiba-tiba pintu gua tertutup oleh sebuah batu yang tergelincir dari atas bukit. Ketiganya berkata, "Tidak ada yang bisa menyelamatkan kita dari batu besar ini kecuali kita berdoa kepada Allah dengan menggunakan amal saleh yang pernah kita lakukan."

Salah seorang di antara mereka berkata, "Ya Allah, dahulu saya mempunyai dua orangtua yang telah berusia lanjut. Saya tidak pernah mengutamakan keluarga dan harta saya sebelum mereka berdua. Pada suatu hari, saya sedang pergi jauh mencari kayu dan saya tidak kembali kepada mereka berdua sehingga keduanya telah tertidur. Saya telah memerah susu untuk keduanya, tetapi saya tidak mau membangunkannya dan tidak mau pula memberi minum keluarga sebelum keduanya. Sementara itu, saya menunggu keduanya bangun, mangkuk susu tetap berada di tangan sehingga waktu fajar. Sementara itu, anak-anak terus merengek dan bergelayutan di kedua kaki saya. Namun, tetap tidak saya berikan minum kepada mereka sehingga kedua orangtua saya bangun dan minum susu. Ya Allah, jika perkara itu saya lakukan karena mencari ridha-Mu, bebaskanlah kami dari batu besar ini!" Tiba-tiba, batu itu pun bergerak dan membuka sedikit, tetapi mereka belum bisa keluar.

Lalu, salah seorang yang lainnya berdoa, "Ya Allah, dahulu saya mempunyai sepupu, seorang gadis anak pamanku yang sangat kucintai. Saya benar-benar telah berhasrat terhadapnya untuk berbuat zina, tetapi dia selalu menolak. Di suatu masa, saat kesulitan melanda, dia datang lalu saya berikan kepadanya 120 dinar dengan syarat ia menyerahkan dirinya kepada saya dan dia pun bersedia. Ketika dia sudah berada dalam kekuasaanku, aku telah duduk di antara kedua kakinya, tiba-tiba ia berkata, 'Bertakwalah kepada Allah, janganlah kau rusak kehormatan diriku kecuali dengan haknya (menikah)!' Aku langsung meninggalkannya walaupun ia adalah orang yang sangat kucintai. Dan, aku pun tidak meminta kembali emas yang kuberikan kepadanya. Ya Allah, jika apa yang telah kulakukan itu semata-mata untuk mencari ridha-Mu, bebaskanlah kami dari batu ini!" Batu itu pun bergeser sedikit, tetapi mereka masih belum bisa keluar.

Orang ketiga berkata, "Ya Allah, saya pernah mempekerjakan beberapa orang dan telah kuberikan upahnya kepada mereka, hanya seorang yang belum menerimanya karena ia telah pergi. Maka, upahnya itu kukembangkan sehingga menjadi harta yang banyak. Pada suatu hari orang itu datang dan berkata kepadaku, Wahai hamba Allah, tunaikanlah gajiku!' Maka aku berkata, "Semua yang kamu lihat berupa unta, sapi, kambing, dan budak penggembalanya adalah milikmu.' Orang itu berkata, Wahai hamba Allah, kamu jangan mengejekku!' Saya katakan kepadanya, 'Saya tidak mengejekmu!' Maka ia pun mengambil seluruhnya dan menggiringnya tanpa sedikit pun yang disisakan. Ya Allah, jika aku melakukan ini adalah semata-mata mencari keridhaan-Mu, bebaskanlah kami dari keadaan kami sekarang ini." Tiba-tiba batu itu pun bergeser sehingga mereka dapat keluar dari gua tersebut. (HR. Bukhari)

Ibnu Tin berkata, "Konsekuensi dari hadits tersebut memunculkan bahwa sekurang-kurangnya ada tiga amal saleh yang dapat memecahkan masalah yang dihadapi seseorang."

  • Pertama, menghormati dan menghargai kedua orangtua. Artinya, berbakti kepada keduanya merupakan amal saleh yang dapat menembus benteng ketika kita menghadapi masalah yang sangat besar.
    Orangtua yang merasa ditemani, disayangi, dan dicintai merupakan modal besar yang menambah kekuatan ijabah pada doa-doa yang kita panjatkan kepada Allah. Sebaliknya, orangtua yang hampa kasih sayang dan cinta anaknya, juga anak yang mengabaikannya akan melukai perasaan dan hati keduanya. Yang tidak sedikit orang tua menangis setiap hari karena tidak merasakan keberadaan anak-anaknya. Mereka lupa menyapa jiwa orangtuanya karena tersibukkan dengan teman dan aktivitasnya. Sungguh durhaka anak tersebut sehingga doa-doanya terhijab karena tidak ada kekuatan dari doa orangtuanya.
    Rasulullah SAW.
    bersabda,
    "Setiap dosa ditangguhkan (balasan-nya) oleh Allah sesuai kehendak-Nya hingga hari kiamat kecuali durhaka kepada kedua orangtua. Karena Allah mempercepat siksa-Nya terhadap pelakunya semasa hidup di dunia sebelum kematiannya." (HR. Al-Hakim)
    Bila keluarga kita ingin berkah, rezekinya berlimpah, dan cepat menemukan solusi dari setiap masalah, temanilah orangtua kita selagi hidup, cintailah sepenuh hati, dan berbaktilah sepenuh raga kita. Karena kedua orangtua adalah manusia paling jujur dan paling ikhlas doa-doanya bagi semua anaknya.
  • Kedua, bantulah orang yang membutuhkan tanpa pamrih. Ciri orang yang menolong tanpa pamrih adalah ia memiliki hati yang bersih serta suci dari sifat iri dan mengharapkan sesuatu dari orang yang dibantu sehingga melahirkan rasa takut kepada Allah.
    Sampaikanlah bantuan kepada mereka yang membutuhkan tanpa harus kita menunggu dia menghormati dan menghargai kita. Bukankah Rasulullah SAW mengingatkan kepada umatnya bahwa mempermudah kebutuhan orang lain dengan ikhlas dan karena takut kepada Allah, itu akan mengurai setiap masalah yang dihadapi.
    "Siapa yang memudahkan penyelesaian masalah saudaranya, Allah akan mudahkan baginya dari masalah-masalah dunia dan akhiratnya." (HR. Tirmidzi)
    Bagi calon para pemimpin, berikanlah bantuan bagi rakyatnya tanpa harus kita berniat agar mereka memilihmu karena niat yang salah akan membuahkan hasil yang bermasalah. Akan tetapi, bantulah orang yang membutuhkan dengan hati yang tulus dan jujur karena Allah, seraya berdoa kepada-Nya,
    "Ya Allah, bukalah hati mereka untuk selalu mencintai dan mendoakan kebaikan bagiku." (HR. An-Nasai)
  • Ketiga, amanah (tepercaya) terhadap apa yang bukan haknya. Amanah menurut Ibnu Mandzur memiliki makna ketenteraman hati. Dalam kesempatan lain ia berkata, "Amanah adalah segala sesuatu yang dipercayakan untuk dijaga, baik itu harta, kehormatan, maupun rahasia." (Al-Kulliyat:68)
    Jika seseorang dititipi harta yang bukan miliknya, dia harus berniat mengelola dan menyampaikannya kepada pemiliknya. Demikian juga apabila seseorang diberi amanah sebuah kepemimpinan, dia harus mampu menenteramkan hati rakyatnya, menjaga kehormatan bawahannya, dan menutupi kelemahan masyarakatnya. Pemimpin yang amanah, dialah yang tidak akan memperkaya dirinya dengan cara memiskinan orang. Siapa pun yang amanah, ia akan mendatangkan kemudahan untuk melewati kesulitan hidupnya, demikian pesan Nabi dalam hadits di atas.
Sungguh bagus perkataan Ali bin Abu Thalib RA. di depan Umar bin Khaththab RA. sebagai khalifah, "Seandainya ada seekor anak kambing lari ke pantai, niscaya Umar akan dihukum pada hari kiamat kelak lantaran kambing itu." (Asadul Ghabah, Ibnu At-sir:160)

Sungguh indah doa Nabi dalam menghadapi permasalahan hidup,

اَللَّـهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْـنَـَنا الَّذِيِ هُـَو عِـصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتِيْ فِـْيهَا مَعَـاشُنَا  وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَـَنا الَّتِيْ إِلَيْهَا مَعَـادِنَـا وَاجْعَـلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِيْ كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَـلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ
"Ya Allah, perbaikilah agama kami yang merupakan penjaga urusan kami, perbaikilah dunia kami yang merupakan tempat hidup kami, perbaikilah akhirat kami yang merupakan tempat kembali kami, dan jadikanlah kehidupan kami sebagai penambah kebaikan kami, serta jadikanlah kematian kami sebagai istirahat kami dari segala keburukan." (HR. Muslim)
***

[Ditulis oleh UCU NAZMUDIN, pengajar di Pesantren Tahdzibul Washiyah, Gumuruh-Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Manis) 23 November 2012 / 9 Muharam 1434 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]

by
u-must-b-lucky
Bulan Dzulhijjah atau orang Sunda menyebutnya Rayagung dikenal sebagai bulan pernikahan. Dalam sehari, khususnya pada Sabtu atau Minggu, undangan pemikahan bisa lebih dari dua tempat sehingga kerap membingungkan, apalagi kalau waktunya bersamaan dan lokasi berjauhan.

Tujuan pernikahan tentu membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, warrahmah atau kerap disebut sebagai samara. Kalimat sakinah, mawaddah, warrahmah yang hampir selalu tercetak di undangan pernikahan dan diambil dari pernyataan Al-Qur'an Surat Ar Ruum: 21,

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Wamin ayatihi an khalaqa lakum min anfusikum azwajan litaskunoo ilayha wajaAAala baynakum mawaddatan warahmatan inna fee thalika laayatin liqawmin yatafakkaroona
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.

Sakinah artinya tenang. Mawaddah bermakna cinta kasih, dan rahmah berarti sayang. Salah satu ciri keluarga ideal ialah keluarga yang tenang, tenteram, dan tidak ada pertengkaran sebagai buah dari terjalinnya cinta dan kasih yang tulus di antara suami dan istri.

Menurut ajaran Islam, cinta itu harus lestari dan bahkan membangun cinta dan kasih yang sebenarnya justru harus diwujudkan setelah mereka resmi menjadi suami istri. Bukan pacaran lama sebelum nikah dengan alasan agar bisa beradaptasi.

Untuk melestarikan cinta kasih yang abadi di antara suami istri bisa ditempuh dengan membiasakan beberapa sikap:
  • Pertama, ta'awun atau saling tolong yang tulus. Semakin banyak menolong istri atau suami akan semakin mantap cinta dan kasih di antara suami istri. Semakin malas tolong-menolong di antara suami istri, semakin besar peluang hilangnya cinta kasih.
  • Kedua, tasamuh atau toleransi dengan menghargai pendapat istri atau suami dan memaafkan ketika suami atau istri meminta maaf. Suami atau istri tidak saling dendam bahkan keduanya berusaha saling menyenangkan, saling membahagiakan, dan tidak menyinggung harga diri suami atau istri.
  • Ketiga, tarahum atau saling sayang menyayangi, tidak menghina, tidak mendiskreditkan, dan tidak membuka rahasia antara suami dan istri. Selain itu, sikap tarahum juga tercipta dengan tidak membuka aib, tidak meremehkan, tidak mencemooh, memanggil nama suami atau istri dengan nama yang baik, bahkan panggilan yang menyenangkannya.
  • Keempat, tabayyun dengan mengecek kebenaran apabila informasi yang tidak baik tentang suami atau istri. Jangan percaya apalagi menyebarluaskan kejelekan istri atau suami. Berikan yang terbaik kepada istri atau suami walaupun suami atau istri tidak memberikan yang terbaik kepada kita. Biasakan untuk ibadah bersama, seperti shalat, dzikir, pengajian di majelis taklim, umrah, bahkan haji. Bahkan saling mendoakan di antara suami istri.
Nabi bersabda,
"Sebaik-baik kamu adalah orang yang paling arif kepada istrinya. Seandainya dibolehkan manusia sujud kepada manusia lain, yang paling pantas adalah istri sujud kepada suaminya."

Salah satu persoalan yang kerap muncul di zaman modern ini adalah istri juga ikut bekerja. Bisa juga suami melarang istrinya untuk bekerja. Untuk menjawab hal itu, hal yang pertama yang harus diingat adalah suami sebagai pemimpin bahtera keluarga. Hal ini karena suami mempunyai salah satu kelebihan yang ada pada dirinya, yaitu kewajiban memberi nafkah lahir batin. Kebutuhan seperti papan, sandang, dan pangan dibebankan kepada suami atau ayah untuk memenuhinya.

Apabila suami sudah mampu memenuhi kebutuhan lahir dan batin itu, istri tidak wajib mencari nafkah. Namun, andaikata ada seorang istri yang mencari nafkah, dirinya harus mendapat izin dari suami serta ia tidak mengorbankan kewajiban utamanya sebagai istri dari suaminya dan sebagai ibu dari anak-anaknya. Kepergian seorang istri untuk mencari nafkah diharapkan tidak melakukan fitnah atau memunculkan fitnah. Seorang istri yang bekerja juga memberikan dampak negatif bagi keharmonisan rumah tangganya.

Ajaran Islam tidak melarang seorang istri mencari nafkah sepanjang hal tersebut benar-benar melahirkan kemaslahatan (kebaikan) bersama serta memberikan manfaat bagi kehidupan rumah tangga yang bersangkutan. Oleh karena itu, kasus yang dihadapi seorang istri yang bekerja di luar rumah harus bisa didiskusikan dengan baik di antara suami dan istri. Istri harus bisa meyakinkan suami bahwa keinginannya untuk mencari nafkah tambahan itu sebagai suatu solusi yang dapat dipertanggungjawabkan. Berikan penjelasan dan jaminan bahwa pekerjaan yang dilaksanakan itu baik, manfaat, dan maslahat.

Berdoalah kepada Allah agar kita dapat memperoleh jalan keluar yang terbaik serta suami pun ridha dan setuju dengan sikap dan keputusan istri tersebut. Kalau suami ridha, seorang istri akan ikhlas melakukan pekerjaanya sehingga Insya Allah akan membuahkan berkah bagi keluarga. Sebaliknya, kalau suami tidak ridha apalagi ada curiga dan buruk sangka, akhirnya rumah tangga jadi tidak nyaman, walaupun secara lahiriah penghasilan bertambah. ***

[Ditulis oleh KH. MIFTAH FARIDL, Ketua Umum MUI-Kota Bandung, Ketua Yayasan Ad Dakwah, dan pembimbing Haji Plus dan Umrah Safari Suci. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Kliwon) 22 November 2012 / 8 Muharam 1434 H. pada Kolom "CIKARACAK"]

by
u-must-b-lucky
Khathib, khuthbah, khithabah berasal dari kata khatb yang berarti perkara yang besar. Dengan demikian, seorang khatib adalah orang yang membawa perkara yang besar dan mengemban misi yang suci nan agung, yaitu mengajak manusia untuk menyembah Allah SWT. semata dan menyeru mereka untuk menjalankan segenap perintah Allah SWT.

Khatib Jumat adalah orang yang berkhotbah pada saat pelaksanaan ibadah shalat Jumat. Biasanya, mereka diangkat atau ditunjuk oleh pengurus masjid berdasarkan pemahamannya yang mendalam terhadap ajaran agama Islam dan memiliki kemampuan mengemban tugas sebagai khatib Jumat.

Namun, dalam beberapa kesempatan ketika penulis mengikuti shalat Jumat di beberapa masjid masih mendapati khatib Jumat yang menyamakan khotbah Jumat dengan ceramah biasa seperti adanya humor ataupun meninggalkan salah satu rukun khotbah.

Hal ini harus menjadi perhatian bagi kita sebab dalam pelaksanaan shalat Jumat; seorang khatib mempunyai peranan yang sangat besar dan menentukan. Ia merupakan penentu sah dan batalnya shalat Jumat. Tanpa kehadiran seorang khatib dan pengetahuannya terhadap rukun-rukun khotbah akan menjadikan tidak jadinya atau batalnya ibadah shalat Jumat. Dan ia menjadi orang yang paling bertanggung jawab terhadap hal tersebut. Oleh karena itu, tidak semua orang bisa menjadi seorang khatib. Untuk menjadi seorang khatib, seseorang harus memenuhi ketentuan-ketentuan yang disyaratkan oleh agama. Dikatakan, "Setiap khatib adalah mubalig, tapi tidak semua mubalig adalah khatib. Setiap khatib adalah dai, tapi tidak semua dai adalah khatib."

Khutbah Jumat berbeda dengan ceramah atau tablig biasa. Ada rukun-rukun yang harus dipenuhi oleh seorang khatib ketika ia berkhotbah, seperti membaca hamdalah, shalawat, membaca ayat Al-Qur'an, wasiat takwa, dan mendoakan kaum Muslimin. Tertinggalnya satu rukun dapat membatalkan khotbah Jumat. Lebih daripada itu, seorang khatib tidak hanya sebatas menunaikan tugas sesuai dengan syariat, tetapi diharapkan mampu menggerakkan dan mendorong jemaah melakukan ketaatan melalui materi yang dikemas dengan menarik, singkat, padat, ringkas, dan mudah dipahami serta dengan cara yang baik.
Dengan demikian, tugas dan tanggung jawab seorang khatib selain harus memenuhi rukun-rukun khotbah, ia juga harus mampu memicu dan memacu semua potensi yang terpendam dalam diri seseorang agar bisa terlepas dari jerat-jerat yang membelenggunya, lalu potensi ini berjalan bersama dengan pikiran sehatnya menuju pengaruh yang diharapkannya. (Al-Khithabah, Mahmud Imarah halaman 16)

Itulah di antara hikmah mengapa Allah SWT. memerintahkan kaum Muslimin untuk segera mendatangi shalat Jumat dan melarang berjual-beli serta muamalah lain pada saat itu agar dapat mendengarkan khotbahnya seorang khatib dan dapat merealisasikannya dalam kehidupannya, sebagaimana firman-Nya,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

Ya ayyuha allatheena amanoo itha noodiya lilssalati min yawmi aljumuAAati faisAAaw ila thikri Allahi watharoo albayAAa thalikum khayrun lakum in kuntum taAAlamoona

Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jumat, bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual-beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kalian mengetahui. (QS. Al-Jumu'ah: 9)

Selain itu, ketika khatib naik mimbar dan menyampaikan khotbahnya, ajaran agama tidak memperkenankan seorang pun untuk berbicara. Mereka diperintahkan agar menyimak dan menghayati materi khotbah yang disampaikan oleh khatib. Bila mereka berbicara dan melakukan perbuatan yang dapat melalaikan dari mendengarkan khotbah, shalat Jumatnya tidak berpahala.

Rasulullah SAW. bersabda,
"Perumpamaan orang yang berbicara pada hari Jumat, padahal imam menyampaikan khotbah, dia adalah bagaikan himar yang membawa lembaran kitab. Dan orang yang berkata, 'diamlah kamu' dia tidak mendapat Jumat." (HR Thabrani)

Bahkan, karena besarnya perkara khotbah Jumat yang disampaikan oleh seorang khatib, para malaikat pun turut mendengarkan dan menutup catatan orang-orang yang datang ke masjid.

Disebutkan dalam hadits Abu Hurairah, Rasulullah SAW. bersabda,
"Jika hari Jumat, pada setiap pintu dari pintu-pintu masjid terdapat malaikat-malaikat yang menulis orang pertama (yang hadir), kemudian yang pertama (setelah itu). Jika imam telah duduk (di mimbar untuk berkhotbah), mereka melipat lembaran-lembaran (catatan keutamaan amal) dan datang mendengarkan dzikir (khotbah)." (HR. Muslim)

Mengingat begitu besar peran seorang khatib bagi keabsahan shalat Jumat dan kemaslahatan umat, hendaknya seorang khatib memahami ajaran agama secara mendalam, khususnya ketentuan khotbah Jumat dan menguasai teknik bicara di hadapan massa sehingga mampu membimbing manusia dengan cahaya syariat menuju jalan yang lurus. Begitu pula, seorang khatib hendaknya memperhatikan keadaan dan persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat, kemudian mengingatkan mereka dari penyimpangan-penyimpangan dan dapat memberikan solusi.

Dan tak kalah pentingnya, seorang khatib harus menjadi teladan dalam melakukan suatu perintah, jangan sampaikan kita memerintahkan suatu amal, tetapi kita tidak pernah melaksanakannya. Oleh karena itu, kesuksesan seorang khatib tidak dilihat dari berapa banyak ia mengisi khotbah di berbagai masjid, tetapi dilihat dari seberapa besar kesungguhannya menjalankan ajaran agama dan kemampuannya menggugah jemaah untuk menjalankan ajaran agama melalui materi khotbah yang menarik dan penyampaiannya yang mempesona.

Begitu pula, bagi pengurus atau takmir masjid yang ditugaskan mencari dan menunjuk khatib, hendaknya tidak mengangkat khatib dilihat dari gelar, kedudukan, dan jabatannya semata, tetapi harus dilihat dari pemahaman dan pengamalannya menjalankan perintah agama. Menjadi khatib bukan bagi-bagi jatah atau bagi-bagi kekuasaan, melainkan suatu tugas yang berat yang menentukan sah atau tidaknya ibadah shalat Jumat dan bagaimana membangun kecenderungan umat menjalankan syariat agama.

Wallahu a'lam.***

[Ditulis oleh H. MOCH HISYAM, Ketua DKM Al-Hikmah RW.7 Sarijadi Bandung, anggota Komisi Pendidikan dan Dakwah MUI Kel. Sarijadi, Kec. Sukasari, Kota Bandung.. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Pahing) 9 November 2012 / 24 Zulhijah 1433 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]

by
u-must-b-lucky
Beberapa hari ke depan, umat Islam akan kembali memperingati peristiwa pergantian tahun baru Hijriah. Peristiwa pergantian tahun baru ini sejatinya mengingatkan bahwa jatah hidup kita di dunia ini semakin berkurang, meskipun secara angka usia kita bertambah.

Seorang ulama besar, Imam Hasan Al-Basri berkata, "Wahai anak Adam, sesungguhnya Anda bagian dari hari, apabila satu hari berlalu, berlalu pulalah sebagian hidupmu."

Dengan makna seperti itu, seharusnyalah setiap pergantian tahun, baik Hijriah maupun Masehi, justru mesti kita manfaatkan untuk mengevaluasi (muhasabah) diri, bukan untuk berhura-hura.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Ya ayyuha allatheena amanoo ittaqoo Allaha waltanthur nafsun ma qaddamat lighadin waittaqoo Allaha inna Allaha khabeerun bima taAAmaloona

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Hasyr: 18)

Khalifah Umar bin Khaththab RA. pernah menyatakan, "Evaluasilah diri kalian sebelum kalian dievaluasi. Timbanglah amal-amal kalian sebelum ditimbang. Bersiaplah menghadapi hari yang amat dahsyat. Pada hari itu segala sesuatu yang ada pada diri kalian menjadi jelas, tidak ada yang tersembunyi."

Rasulullah SAW. bersabda,
"Tidaklah melangkah kaki seorang anak Adam di hari kiamat sebelum dievaluasi empat perkara: tentang umurnya untuk apa dihabiskan, tentang masa mudanya untuk apa digunakan, tentang hartanya dari mana diperoleh dan ke mana dihabiskan, dan tentang ilmunya untuk apa dimanfaatkan." (HR. Tirmidzi)

Terkait dengan usia itu, Rasulullah SAW. menjelaskan,
"Sebaik-baiknya manusia ialah yang panjang umurnya dan baik amalnya, sedangkan seburuk-buruknya manusia adalah yang panjang umurnya tetapi buruk amal perbuatannya." (HR. Tirmidzi)

Pergantian tahun juga mengingatkan manusia tentang hakikat waktu. Imam Syahid Hasan Al-Banna berkata, "Siapa yang mengetahui arti waktu berarti mengetahui arti kehidupan. Sebab, waktu adalah kehidupan itu sendiri."

Dengan begitu, orang-orang yang selalu menyia-nyiakan waktu dan umurnya adalah orang yang tidak memahami arti hidup.

Ulama karismatik, Dr. Yusuf Qardhawi, dalam kitab Al- Waqtufi Hayatil Muslim menjelaskan tiga ciri waktu.
  • Pertama, waktu itu cepat berlalu.
  • Kedua, waktu yang berlalu tidak akan mungkin kembali lagi.
  • Ketiga, waktu itu adalah harta yang paling mahal bagi seorang Muslim.
Jika waktu itu cepat berlalu dan tidak mungkin kembali lagi, serta harta yang paling mahal, apakah kita masih pantas menyia-nyiakannya?

KEUTAMAAN BERHIJRAH
"Barangsiapa yang berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya, hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Sebaliknya, barangsiapa berhijrahnya karena dunia yang ingin diperoleh atau karena wanita yang ingin dinikahinya, ganjarannya sekadar apa yang diniatkan dalam hijrahnya." (HR. Bukhari)

Dalam berhijrah, Allah SWT. telah memberikan dua pilihan kepada manusia dalam kehidupan ini, menuju kebaikan (al-khair) atau keburukan (asy-syar). Dr Ahzami Samiun Jazuli dalam bukunya Hijrah Dalam Pandangan Al-Qur'an menyatakan bahwa hijrah bukan berarti perpindahan tempat dari satu negeri ke negeri yang lain. Hijrah juga bukan perjalanan mencari sesuap nasi dari negeri yang gersang menuju negeri yang subur. Sesungguhnya hijrah adalah perjalanan yang dilakukan oleh setiap Mukmin karena kebenciannya terhadap berbagai bentuk penjajahan, belenggu yang menghalangi kebebasan untuk mengekspresikan keimanan, serta untuk kemaslahatan.

Semangat hijrah hendaknya tetap hidup dalam jiwa setiap manusia, menjulang tinggi dalam hatinya, dan menghiasi setiap pandangan matanya. Berhijrah dari kejahatan menuju kebaikan, dari kebodohan menuju ilmu, dari kekerasan menuju keramahan, dari kebohongan menuju kejujuran, dari kesewenang-wenangan menuju keadilan, dari kelembekan menuju ketegasan, dan begitu seterusnya.

Oleh karena itu, dengan berhijrah itulah seseorang akan memperoleh banyak keutamaan. Di antaranya,
Pertama, diberikan keluasan rezeki.

وَمَن يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَجِدْ فِي الْأَرْضِ مُرَاغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً ۚ وَمَن يَخْرُجْ مِن بَيْتِهِ مُهَاجِرًا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

Waman yuhajir fee sabeeli Allahi yajid fee alardi muraghaman katheeran wasaAAatan waman yakhruj min baytihi muhajiran ila Allahi warasoolihi thumma yudrikhu almawtu faqad waqaAAa ajruhu AAala Allahi wakana Allahu ghafooran raheeman

Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kema-tian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), sung-guh telah tetap pahalanya di sisi Allah, dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. An-Nisa: 100)

Kedua, dihapuskan kesalahan-kesalahannya.

فَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَأُخْرِجُوا مِن دِيَارِهِمْ وَأُوذُوا فِي سَبِيلِي وَقَاتَلُوا وَقُتِلُوا لَأُكَفِّرَنَّ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَلَأُدْخِلَنَّهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِن تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ثَوَابًا مِّنْ عِندِ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عِندَهُ حُسْنُ الثَّوَابِ

faallatheena hajaroo waokhrijoo min diyarihim waoothoo fee sabeelee waqataloo waqutiloo laokaffiranna AAanhum sayyiatihim walaodkhilannahum jannatin tajree min tahtiha alanharu thawaban min AAindi Allahi waAllahu AAindahu husnu alththawabi

Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Kuhapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masukkan mereka ke surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. Pada sisi-Nya pahala yang baik. (QS. Ali Imran: 195)

Ketiga, ditinggikan derajatnya di sisi Allah dan mendapatkan jaminan surga-Nya.

الَّذِينَ آمَنُوا وَهَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِندَ اللَّهِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ
يُبَشِّرُهُمْ رَبُّهُم بِرَحْمَةٍ مِّنْهُ وَرِضْوَانٍ وَجَنَّاتٍ لَّهُمْ فِيهَا نَعِيمٌ مُّقِيمٌ
خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ إِنَّ اللَّهَ عِندَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ

Allatheena amanoo wahajaroo wajahadoo fee sabeeli Allahi biamwalihim waanfusihim aAAthamu darajatan AAinda Allahi waolaika humu alfaizoona  
Yubashshiruhum rabbuhum birahmatin minhu waridwanin wajannatin lahum feeha naAAeemun muqeemun
Khalideena feeha abadan inna Allaha AAindahu ajrun AAatheemun

Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat dari padanya, keridhaan dan surga, mereka memperoleh di dalamnya kesenangan yang kekal. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar. (QS. At-Taubah: 20-22)

Keempat, diberikan kemenangan dan keridhaan Allah SWT.

وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

Waalssabiqoona alawwaloona mina almuhajireena waalansari waallatheena ittabaAAoohum biihsanin radiya Allahu AAanhum waradoo AAanhu waaAAadda lahum jannatin tajree tahtaha alanharu khalideena feeha abadan thalika alfawzu alAAatheemu

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. (QS. At-Taubah: 100)

Untuk itu, momentum pergantian tahun baru Islam ini, hendaknya kita jadikan sebagai titik tolak untuk merancang dan melaksanakan hidup secara lebih baik.

Selamat tinggal tahun 1433 H., dan selamat datang tahun baru 1434 H.

Wallahu a'lam. ***

[Ditulis oleh H. IMAM NUR SUKARNO, dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Husnul Khotimah, Kuningan. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Kliwon) 2 November 2012 / 17 Zulhijah 1433 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]

by
u-must-b-lucky
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَأَنزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَّكُمْ

Allahu allathee khalaqa alssamawati waalarda waanzala mina alssamai maan faakhraja bihi mina alththamarati rizqan lakum wasakhkhara lakumu alfulka litajriya fee albahri biamrihi wasakhkhara lakumu alanhara

Allahlah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezeki untukmu; (QS. Ibrahim: 32)


Alhamdulillah, hujan sudah mulai turun di beberapa tempat. Memupus kemarau panjang yang telah menimbulkan kesusahan bagi kebanyakan orang. Seperti diberitakan, selama kemarau, tak sedikit orang menderita kekurangan air. Untuk kebutuhan makan, minum, dan mandi cuci sehari-hari, terpaksa menggunakan air comberan atau air bercampur limbah. Bahkan, itu pun harus dicari jauh dari tempat tinggal. Menempuh jalan kaki berkilo-kilo meter.

Semoga hujan yang mulai turun sekarang ini, hujan yang penuh berkah. Bersumber dari tiupan angin sebagai pembawa berita gembira, dan turun ke bumi menjadi rahmat. Menyuburkan kawasan-kawasan tandus, sehingga dari situ tumbuh berbagai macam buah-buahan.

وَهُوَ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ بُشْرًا بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ ۖ حَتَّىٰ إِذَا أَقَلَّتْ سَحَابًا ثِقَالًا سُقْنَاهُ لِبَلَدٍ مَّيِّتٍ فَأَنزَلْنَا بِهِ الْمَاءَ فَأَخْرَجْنَا بِهِ مِن كُلِّ الثَّمَرَاتِ ۚ كَذَٰلِكَ نُخْرِجُ الْمَوْتَىٰ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Wahuwa allathee yursilu alrriyaha bushran bayna yaday rahmatihi hatta itha aqallat sahaban thiqalan suqnahu libaladin mayyitin faanzalna bihi almaa faakhrajna bihi min kulli alththamarati kathalika nukhriju almawta laAAallakum tathakkaroona

Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. (QS. Al A'raaf: 57)

Insya Allah, hujan yang turun sekarang, bukanlah hujan pembawa azab, seperti yang menimpa umat Nabi Nuh AS. ribuan tahun lalu. Karena umat Nabi Nuh AS., memiliki sifat keras hati. Sulit menerima seruan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.

Umat Nabi Nuh AS., setiap diajak agar beriman dan bertakwa, serta mendapat ampunan Allah SWT., selalu memasukkan anak jari mereka ke lubang telinganya, dan menutupkan baju ke mukanya. Mereka teramat ingkar dan menyombongkan diri.

وَإِنِّي كُلَّمَا دَعَوْتُهُمْ لِتَغْفِرَ لَهُمْ جَعَلُوا أَصَابِعَهُمْ فِي آذَانِهِمْ وَاسْتَغْشَوْا ثِيَابَهُمْ وَأَصَرُّوا وَاسْتَكْبَرُوا اسْتِكْبَارًا

Wainnee kullama daAAawtuhum litaghfira lahum jaAAaloo asabiAAahum fee athanihim waistaghshaw thiyabahum waasarroo waistakbaroo istikbaran

Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (kemukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat. (QS. Nuh: 7)

Padahal, waktu itu mereka sedang didera kemarau panjang. Nabi Nuh AS. pun berkata kepada mereka,
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا
يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُم مِّدْرَارًا
وَيُمْدِدْكُم بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَارًا
مَّا لَكُمْ لَا تَرْجُونَ لِلَّهِ وَقَارًا

Faqultu istaghfiroo rabbakum innahu kana ghaffaran 
Yursili alssamaa AAalaykum midraran  
Wayumdidkum biamwalin wabaneena wayajAAal lakum jannatin wayajAAal lakum anharan
Ma lakum la tarjoona lillahi waqaran

maka aku katakan kepada mereka: "Mohon ampunlah kepada Allah, sesungguhnya Dia Maha Pengampun. Niscaya dia akan mengirimkan hujan lebat, dan membanyakkan harta serta anak-anak kalian, serta menyediakan bagai kalian kebun-kebun dan aliran sungai-sungai. Mengapa kalian tidak memercayai kebesaran Allah?" (QS. Nuh: 10-13)

Karena tetap membandel, maka Allah SWT. menurunkan hujan amat lebat, disertai angin topan selama empat puluh hari terus-menerus. Nabi Nuh AS. dan orang-orang yang mengikuti petunjuknya terselamatkan. Sementara para pembangkang ditenggelamkan.

مِّمَّا خَطِيئَاتِهِمْ أُغْرِقُوا فَأُدْخِلُوا نَارًا فَلَمْ يَجِدُوا لَهُم مِّن دُونِ اللَّهِ أَنصَارًا

Mimma khateeatihim oghriqoo faodkhiloo naran falam yajidoo lahum min dooni Allahi ansaran

Disebabkan kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke neraka, maka mereka tidak mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Allah. (QS. Nuh: 25)

Itulah contoh nyata, suatu rahmat, anugerah pembawa nikmat, dapat berubah menjadi azab, bagi orang-orang yang ingkar terhadap Maha Pemberi Rahmat tersebut.

Demikian pula dengan tiupan angin pembawa kabar gembira berupa awan mendung yang akan menjadi curahan hujan, penyubur tanah tandus (QS. Al A'raf: 57). Janganlah berubah menjadi angin kering, dan topan yang meniupkan hawa dingin. Membekukan tubuh. Serta menghancurleburkan suatu bangsa dan negara, seperti dialami kaum 'Ad. Mereka memiliki kebudayaan amat tinggi pada zamannya. Mampu membuat bangunan-bangunan megah mewah. Kota Iram, kebanggaan kaum 'Ad, amat elok. Penuh gedung pencakar langit yang tidak pernah ada tandingan dan bandingannya dengan kota-kota lain.

أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِعَادٍ
إِرَمَ ذَاتِ الْعِمَادِ
الَّتِي لَمْ يُخْلَقْ مِثْلُهَا فِي الْبِلَادِ

Alam tara kayfa faAAala rabbuka biAAadin
Irama thati alAAimadi
Allatee lam yukhlaq mithluha fee albiladi

Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum 'Aad? (yaitu) penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi, yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu, di negeri-negeri lain, (QS. Al Fadjar: 6-8)

Namun kaum 'Ad sangat angkuh. Merasa kuat kuasa. Kejam dan bengis terhadap siapa saja yang mereka anggap musuh. Dalam menjatuhkan hukuman, sewenang-wenang tanpa rasa kemanusiaan. Hasil peradaban yang mereka wujudkan secara material-finansial, tidak sejalan dengan kebiadaban yang menguasai karakter mereka.

Ajakan Nabi Hud AS., agar kaum 'Ad berperilaku baik terhadap sesama, serta beriman dan bertakwa kepada Allah SWT., tidak diindahkan. Bahkan, mereka menantang Nabi Hud AS., agar meminta kepada Allah SWT. menurunkan bencana apa saja, sebab mereka percaya, tidak akan mendapat azab apa-apa.

وَإِلَىٰ عَادٍ أَخَاهُمْ هُودًا ۚ قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُم مِّنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ ۖ إِنْ أَنتُمْ إِلَّا مُفْتَرُونَ
يَا قَوْمِ لَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا ۖ إِنْ أَجْرِيَ إِلَّا عَلَى الَّذِي فَطَرَنِي ۚ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
وَيَا قَوْمِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُم مِّدْرَارًا وَيَزِدْكُمْ قُوَّةً إِلَىٰ قُوَّتِكُمْ وَلَا تَتَوَلَّوْا مُجْرِمِينَ
قَالُوا يَا هُودُ مَا جِئْتَنَا بِبَيِّنَةٍ وَمَا نَحْنُ بِتَارِكِي آلِهَتِنَا عَن قَوْلِكَ وَمَا نَحْنُ لَكَ بِمُؤْمِنِينَ

Waila AAadin akhahum hoodan qala ya qawmi oAAbudoo Allaha ma lakum min ilahin ghayruhu in antum illa muftaroon
Ya qawmi la asalukum AAalayhi ajran in ajriya illa AAala allathee fataranee afala taAAqiloona
Waya qawmi istaghfiroo rabbakum thumma tooboo ilayhi yursili alssamaa AAalaykum midraran wayazidkum quwwatan ila quwwatikum wala tatawallaw mujrimeena
Qaloo ya hoodu ma jitana bibayyinatin wama nahnu bitarikee alihatina AAan qawlika wama nahnu laka bimumineena

Dan kepada kaum 'Ad (Kami utus) saudara mereka, Huud. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Kamu hanyalah mengada-adakan saja. Hai kaumku, aku tidak meminta upah kepadamu bagi seruanku ini. Upahku tidak lain hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Maka tidakkah kamu memikirkan(nya)?" Dan (dia berkata): "Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa". Kaum 'Ad berkata: "Hai Huud, kamu tidak mendatangkan kepada kami suatu bukti yang nyata, dan kami sekali-kali tidak akan meninggalkan sembahan-sembahan kami karena perkataanmu, dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kamu. (QS. Hud: 50-53)

Maka kepada kaum 'Ad ditimpakan bencana. Mula-mula berupa gumpalan awan tebal, dan tiupan angin kencang selama tujuh hari delapan malam. Menebar maut. Membuat kaum 'Ad yang ingkar membangkang mati bergelimpangan bagai pohon kurma terbakar hangus (tafsir Abu Su'ud).

Alhamdulillah, azab-azab yang ditimpakan kepada umat-umat terdahulu, yang menolak ajakan iman dan takwa dari Nabi-nabi serta Rasul-rasul mereka, telah sirna seiring dengan kedatangan Nabi Muhammad SAW., sebagai rahmatan lil alamin.

Firman Allah SWT.,

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ

Wama arsalnaka illa rahmatan lilAAalameena

Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam. (QS. Al Anbiya: 107)

Misi risalah Nabi Muhammad SAW. adalah sesuai dengan wahyu Allah SWT. kepadanya. Yaitu mengajak manusia mengakui tak ada lagi sembahan selain Allah, dan memerintahkan kita untuk berserah diri kepada-Nya.

قُلْ إِنَّمَا يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ ۖ فَهَلْ أَنتُم مُّسْلِمُونَ

Qul innama yooha ilayya annama ilahukum ilahun wahidun fahal antum muslimoona

Katakanlah: "Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku adalah: "Bahwasanya Tuhanmu adalah Tuhan Yang Esa. maka hendaklah kamu berserah diri (kepada-Nya)". (QS. Al Anbiya: 108)

Para mufasir menyebutkan, rahmatan lil alamin (rahmat bagi semesta alam), hanya akan mampu diterima oleh orang-orang yang beriman kepada Allah SWT. dan kerasulan Muhammad SAW., serta taat dan patuh mengikuti perintah-Nya sekaligus menjauhi larangan-Nya. Itulah yang menjadi sarana pengantar kepada rahmatan lil alamin dan penghalang dari azab-Nya yang maha pedih. Kita bersyukur sudah berada dalam naungan nubuwah (kenabian) Muhammad Rasulullah sebagai rahmatan lil alamin. Jadi segala fenomena alam yang terjadi, termasuk musim hujan sekarang ini, akan benar-benar terwujud menjadi rahmat dan nikmat. Bukan azab dan laknat, seperti yang pernah menimpa umat-umat terdahulu, seperti diuraikan di atas.

Amin ya Robbal Alamin. ***

[Ditulis oleh H. USEP ROMLI HM., pengasuh Pesantren Anak Asuh Raksa Sarakan Cibiuk, Garut, pembimbing Haji dan Umrah BPIH Megacitra/KBIH Mega Arafah Kota Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Wage) 1 November 2012 / 16 Zulhijah 1433 H. pada Kolom "CIKARACAK"]

by
u-must-b-lucky