Kepemimpinan merupakan sunatullah yang telah ditetapkan kepada umat manusia. Hal ini tercermin dalam firman Allah SWT. dalam QS. Al-Baqarah (2): 30,

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Waith qala rabbuka lilmalaikati innee jaAAilun fee alardi khaleefatan qaloo atajAAalu feeha man yufsidu feeha wayasfiku alddimaa wanahnu nusabbihu bihamdika wanuqaddisu laka qala innee aAAlamu ma la taAAlamoona

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".

Amanah kekhalifahan (kepemimpinan) di muka bumi ini tentunya bukan amanah yang ringan. Namun, termasuk sesuatu masalah yang berat untuk diemban dan dipertanggungjawabkan.

إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنسَانُ ۖ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا

Inna AAaradna alamanata AAala alssamawati waalardi waaljibali faabayna an yahmilnaha waashfaqna minha wahamalaha alinsanu innahu kana thalooman jahoolan

Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat dzalim dan amat bodoh. (QS. Al-Ahzab (33): 72)

Dalam hadits Nabi Muhammad SAW. ditegaskan masing-masing kita adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya,
"Kullukum raa-in wakullukum mas-uulun 'an ra'iyyatihi."
Demikian bunyi lengkap haditsnya.

Pertanggungjawaban kepemimpinan tersebut sesuai dengan kapasitas dan tingkatan tiap individunya. Baik sebagai kepala negara, kepala daerah, pimpinan kantor, perusahaan, bahkan sebagai kepala rumah tangga.

Ada tiga tipe pemimpin yang patut menjadi renungan buat kita semua.

Pertama, pemimpin yang berkarakter 'sayyidul ummah' (majikan umat). Tipe pemimpin ini adalah tipe pemimpin yang berlaku sebagai tuan/majikan untuk masyarakat atau umatnya. Dia ingin selalu dilayani bawahannya, pekerjaannya di antaranya hanya memerintah dan menunjuk-nunjuk.

Sifat yang lainnya selalu gila jabatan dan gila hormat sehingga pada kenyataannya menjadi takut ketika berhadapan dengan masyarakatnya sendiri. Bahkan, perlu dikawal dan dilindungi bodyguardnya serta takut kalau kursi atau jabatannya ada yang merebutnya.

Kedua, pemimpin yang berkarakter 'khadimul ummah' (pelayan umat). Tipe pemimpin ini adalah tipe pemimpin yang berlaku sebagai pelayan umat/masyarakat. Dia memposisikan dirinya sebagai pelayan dan pembantu siapa pun yang memerlukannya. Bagi pemimpin seperti ini, jabatan bukanlah segala-galanya. Bahkan, dengan jabatan yang dia emban menjadi media untuk menghasilkan kemaslahatan bagi umat yang lain.

Gambaran seperti itulah yang telah diaplikasikan oleh Khalifah Umar bin Khattab RA. tatkala melakukan sidak ke rakyatnya. Suatu malam beliau sempat dibuat kaget melalui tindakan seorang ibu yang sedang memasak batu hanya karena untuk meredam tangisan anaknya yang kelaparan. Dengan sigap, Khalifah Umar langsung membawa sembako dari istananya untuk diberikan kepada warganya tadi. Itulah pemimpin yang menjadi pelayan umat sebenarnya.

Ketiga, pemimpin yang berkarakter 'aqdaamul ummah' (tangga kesuksesan umat). Jiwa pemimpin seperti ini memposisikan dirinya seperti anak tangga bagi yang lain. Dia tidak hanya menjadi pelayan bagi umatnya, tetapi lebih dari itu, bisa memperjuangkan dan menjadi fasilitator bagi kesuksesan rakyatnya.

Pengabdian yang dilakukan oleh pemimpin tipe ini adalah pemberdayaan umatnya. Dia bersikap adil dan profesional terhadap umat sendiri. Pada prinsipnya, yang penting umatnya bisa mencapai kesuksesan dan keberhasilan. Hal inilah yang dicontohkan Rasulullah SAW. kepada para sahabat pada khususnya dan kita semua pada umumnya.

Pada akhirnya, kita semua berharap mudah-mudahan masing-masing diri kita dan para pemimpin kita bisa memiliki tipe pemimpin yang kedua dan bahkan yang ketiga

Amin. ***

[Ditulis oleh IHSAN FAISAL, Penyuluh Agama Islam pada Kemenag Kabupaten Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi JUmat (Kliwon) 18 Oktober 2013/ 13 Zulhijah 1434 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]

by
u-must-b-lucky
Ada dua nabi yang mendapat pujian dan penegasan wajib dicontoh (uswah) dan diikuti (qudwah) bagi umat akhir zaman, yaitu Nabi Ibrahim AS. dan Muhammad SAW. Penegasan keteladanan Ibrahim AS. didapat pada firman Allah,

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ

Qad kanat lakum oswatun hasanatun fee ibraheema waallatheena maAAahu

Sesungguhnya telah ada keteladanan yang baik untuk kalian pada diri Ibrahim dan orang-orang yang mengikutinya. (QS. Al-Mumtahanah (60): 4)

Beberapa kali Allah memuji akhlaknya, ketabahannya, dan keyakinannya dalam mempertahankan akidah sehingga menjadi panutan umatnya.

Allah memberikan penegasan agama yang dianut Ibrahim AS. melalui firman-Nya,

مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلَا نَصْرَانِيًّا وَلَٰكِن كَانَ حَنِيفًا مُّسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

Ma kana ibraheemu yahoodiyyan wala nasraniyyan walakin kana haneefan musliman wama kana mina almushrikeena

Ibrahim bukan seorang Yahudi, juga bukan Nasrani, tapi seorang manusia yang benar menyerahkan dirinya kepada Allah (Muslim) dan dia tidak termasuk orang yang menyekutukan Allah. (QS. Ali Imran (3): 67)

Bahkan, Nabi Muhammad SAW. diperintahkan Allah secara langsung untuk mengikuti dan menguatkan ajaran yang dibawa Ibrahim AS.

ثُمَّ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا ۖ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

Thumma awhayna ilayka ani ittabiAA millata ibraheema haneefan wama kana mina almushrikeena

Kemudian kami mewahyukan kepadamu (Muhammad), ikuti agama Ibrahim, seorang manusia yang benar, dan ia tidak termasuk orang-orang yang menyekutukan Allah. (QS. An-Nahl (16): 123)

Ibrahim lahir dalam kultur masyarakat penyembah berhala, ayahnya juga penyembah berhala fanatik. Ibrahim lahir di Babilonia di bawah kekuasaan Raja Namruj. Dia hadir meluruskan segala bentuk peribadatan manusia dengan mengajarkan paham Tauhidisme, Tuhan yang tunggal, Tuhan bagi seluruh umat, yaitu Allah SWT. Tuhan yang diperkenalkan Ibrahim adalah Tuhan imanen (selalu ada dan selalu hadir) dalam setiap detak kehidupan. Tuhan yang menyertai ketika senang dan susah, ketika sedang menyendiri atau berkelompok, ketika sedang terbangun dan terjaga. Bahkan Tuhan yang paling dekat kepada hambanya, lebih dekat dari urat leher hamba tersebut.

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ

Waitha saalaka AAibadee AAannee fainnee qareebun

Dan apabila hambaku bertanya kepadamu tentang Aku, maka jawablah sesungguhnya Aku sangat dekat. (QS. Al-Baqarah (2): 186)

Ibrahim datang memberi contoh ketika kaumnya mengadakan persembahan sesajen berupa manusia untuk persembahan berhala. Hal itu ditentangnya, manusia terlalu tinggi nilainya untuk sekadar dijadikan persembahan kepada dewa. Namun, ketika Allah menguji dengan meminta Ismail, anak satu-satunya dari Siti Hajar untuk dikorbankan, dia sanggup melaksanakannya. Beruntung Allah menggantikannya sehingga menjadi syariat Kurban yang melegenda sampai saat ini.

Waibraheema allathee waffa

Dan Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji. (QS. an-Najm (53): 37)

Ibrahim AS. diutus membawa kabar gembira neraca keadilan yang diterima seluruh umat manusia, puncaknya akan diterima di akhirat kelak. Ibrahim AS. mengajarkan prinsip kemanusiaan yang universal, setiap manusia kedudukannya sama di hadapan Allah SWT. Prinsip keteladanan itu terwujud dalam praktik ibadah haji yang di kemudian hari diperkuat Rasulullah SAW. Seperti firman Allah,

وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِبْرَاهِيمَ ۚ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَّبِيًّا

Waothkur fee alkitabi ibraheema innahu kana siddeeqan nabiyyan

Ceritakanlah (hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam kitab Al-Qur'an sesungguhnya ia adalah orang yang sangat membenarkan dan seorang Nabi. (QS. Maryam (19): 41)

Persamaan derajat kemanusiaan mendapat tempat paling dominan dalam pelaksanaan ibadah haji. Dalam satu kasus, Allah menegur sekelompok manusia yang merasa punya kelebihan dibanding dengan yang lain, perasaan superioritas itu terjadi ketika pelaksanaan wukuf di Padang Arafah.

Refleksi dari keteladanan Nabi Ibrahim AS. hendaknya menjadi spirit agar lebih mawas diri. Di tengah merebaknya kemusyrikan modern, saat manusia menghambakan diri untuk berhala yang tidak hanya berupa patung, tetapi juga berupa isme, paham, tokoh, ajaran, dan konsep yang hanya didasarkan pada ro'yu (pikiran) serta nafsu, maka spirit Nabi Ibrahim hendaknya menjadi inspirasi untuk kembali kepada Allah, memurnikan tauhid dan menolak segala bentuk kemusyrikan.

Di tengah pelaksanaan hukum yang tidak lagi menjadi panglima, saat hukum dipermainkan, dan tidak lagi memberikan perlindungan terhadap hak-hak manusia maka spirit Nabi Ibrahim sebagai pengabar neraca keadilan Tuhan, hendaknya membuat kita sadar, bahwa hukum Allah akan berlaku di dunia sampai hari pembalasan nanti. Jalan yang ditempuh Nabi Ibrahim AS. adalah jalan yang lurus dan benar. Yang ditempuh Rasulullah juga jalannya para sodoqin (benar), sobirin (sabar) yang akan menyelamatkan manusia.

قُلْ إِنَّنِي هَدَانِي رَبِّي إِلَىٰ صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ دِينًا قِيَمًا مِّلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا ۚ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

Qul innanee hadanee rabbee ila siratin mustaqeemin deenan qiyaman millata ibraheema haneefan wama kana mina almushrikeena

Katakanlah sesungguhnya aku telah ditunjuk oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar (Islam), agama Ibrahim yang lurus dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang menyekutukan Allah (musyrik). (QS. Al-An'am (6): 161)

Wallahu'alam. ***

[Ditulis oleh H. AGUS ISMAIL, Khatib dan Imam Jumat di beberapa Masjid. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat Jumat (Pon) 11 Oktober 2013 / 6 Zulhijah 1434 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]

by
u-must-b-lucky
Doa adalah ungkapan permohonan dan pujian kepada Allah SWT. dengan cara-cara tertentu. Dalam Al-Qur'an, disebutkan beberapa pengertian doa, yaitu:

Pertama, doa diartikan sebagai permintaan,

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

Waqala rabbukumu odAAoonee astajib lakum inna allatheena yastakbiroona AAan AAibadatee sayadkhuloona jahannama dakhireena

Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". (QS. Ghaafir (40): 60)

Kedua, sebagai permohonan,

ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

OdAAoo rabbakum tadarruAAan wakhufyatan innahu la yuhibbu almuAAtadeena

Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (QS. Al-A'raaf (7): 55)

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

Waitha saalaka AAibadee AAannee fainnee qareebun ojeebu daAAwata alddaAAi itha daAAani falyastajeeboo lee walyuminoo bee laAAallahum yarshudoona

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (QS. Al-Baqarah (2): 186)

Ketiga, panggilan,

قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُم مِّن دُونِهِ فَلَا يَمْلِكُونَ كَشْفَ الضُّرِّ عَنكُمْ وَلَا تَحْوِيلًا

Quli odAAu allatheena zaAAamtum min doonihi fala yamlikoona kashfa alddurri AAankum wala tahweelan

Katakanlah: "Panggillah mereka yang kamu anggap (tuhan) selain Allah, maka mereka tidak akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya daripadamu dan tidak pula memindahkannya". (QS. Al-Israa (17): 56)

Keempat, sebagai pujian,

وَقُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُن لَّهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَلَمْ يَكُن لَّهُ وَلِيٌّ مِّنَ الذُّلِّ ۖ وَكَبِّرْهُ تَكْبِيرًا

Waquli alhamdu lillahi allathee lam yattakhith waladan walam yakun lahu shareekun fee almulki walam yakun lahu waliyyun mina alththulli wakabbirhu takbeeran

Dan katakanlah: "Segala puji bagi Allah Yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan Dia bukan pula hina yang memerlukan penolong dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya. (QS. Al-Israa (17): 111)

Allah SWT. senantiasa menyuruh hamba-Nya agar senantiasa berdoa di sela-sela waktu yang dimilikinya bahkan Rasulullah SAW. menganjurkan umatnya agar setiap hendak melakukan sesuatu diawali dengan berdoa. Allah tidak hanya menyuruh hamba-Nya berdoa, melainkan Ia juga menjamin untuk mengabulkan doa tersebut. Allah berfirman,

ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ

odAAoonee astajib lakum

Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. (QS. Ghaafir (40): 60)

Dalam surah lain Allah berfirman,

أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ

ojeebu daAAwata alddaAAi itha daAAani

Aku kabulkan permohonan orang-orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku" (QS. Al-Baqarah (2): 186)

Namun, sampai saat ini masih banyak di antara kita seakan-akan masih meragukan kebenaran ayat-ayat tersebut. Allah dengan rahman dan rahim-Nya tentu sangat memahami siapa diri kita yang sebenarnya. Ia akan memberikan yang terbaik untuk hamba-Nya sekalipun dalam pandangan manusia bisa jadi dianggap tidak atau kurang baik. Allah menegaskan dalam QS. Al-Baqarah (2) ayat 216,

وَعَسَىٰ أَن تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰ أَن تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

waAAasa an takrahoo shayan wahuwa khayrun lakum waAAasa an tuhibboo shayan wahuwa sharrun lakum waAllahu yaAAlamu waantum la taAAlamoona

Boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.

Untuk menambah keyakinan kita akan doa-doa yang kita panjatkan, ada baiknya kita perhatikan Hadits Qudsi berikut ini, "Dahulu ada seorang raja yang dalam kesehariannya hanya berbuat dzalim dan maksiat. Kemudian pada suatu hari ia jatuh sakit. Para tabib yang ada di negeri itu meminta agar raja bersiap-siap untuk menghadapi kematiannya, sebab ia tidak bisa disembuhkan kecuali dengan sejenis ikan dan pada saat itu bukan musimnya ikan itu muncul di permukaan laut. Tuhan mendengar itu, lalu memerintahkan para malaikat-Nya untuk menggiring ikan tersebut ke permukaan laut. Akhirnya raja dapat memakannya dan sembuh. Sementara pada saat bersamaan di negeri yang lain, ada seorang raja yang dalam kesehariannya selalu berbuat kebajikan dan amal saleh jatuh sakit. Para tabib juga mengatakan bahwa penyakit tersebut hanya dapat disembuhkan dengan ikan yang sama. Namun menurutnya tidak perlu khawatir karena ikan yang dimaksud pada saat ini dapat dengan jnudah diperoleh. Tuhan pun mendengar itu, lalu memerintahkan para malaikat-Nya untuk menggiring ikan-ikan tersebut pada sarangnya sehingga tidak tampak satu pun. Akhirnya raja yang saleh pun meninggal dunia."

Mengapa doa raja yang saleh tidak dipenuhi, sementara raja yang dzalim penuh maksiat dan bergelimang dosa, dikabulkan? Allah berfirman, "Kendatipun raja yang zalim itu banyak berbuat dosa, ia juga pernah berbuat kebaikan. Demi kasih sayang-Ku, Aku berikan pahala amal baiknya. Sebelum meninggal dunia masih ada amal baiknya yang belum Aku balas, karena itu Aku segerakan membalasnya agar dia datang menghadap-Ku hanya dengan membawa dosa-dosanya". Artinya sudah tidak ada lagi amal salehnya yang harus Aku balas. Demikian halnya dengan raja yang saleh, sekalipun ia banyak berbuat kebaikan, ia juga pernah melakukan kesalahan. Aku balas semua kesalahannya dengan musibah. Menjelang kematiannya masih ada dosa yang belum Aku balas. Karena itu, Aku tolak doanya untuk mendapat kesembuhan, agar ketika datang menghadap-Ku ia hanya membawa amal salehnya saja."

Selanjutnya dalam sebuah Hadits Qudsi Allah berfirman, "Di sebelah sana ada seorang hamba-Ku yang fasik dan gemar sekali berbuat dosa berdoa kepada-Ku, segera penuhi permintaannya karena Aku sudah bosan mendengar suaranya. Sementara di tempat lain ada seorang hamba-Ku yang saleh sedang berdoa kepada-Ku, maka tangguhkan permintaannya karena Aku senang dan rindu mendengar rintihannya."

Mencermati peristiwa tersebut, tentunya ada pelajaran yang sangat berharga yang dapat kita petik yaitu,
  • Pertama, tidak ada alasan bagi kita untuk meragukan akan kebenaran janji Allah.
  • Kedua, Setiap doa pasti didengar oleh Allah, dengan rahman dan rahim-Nya pasti Allah akan memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya.
  • Ketiga, janganlah berputus asa dengan doa-doa kita, perbanyaklah berdoa sebab Allah sangat senang dengan rintihan dan isak tangis kita.
Mudah-mudahan permohonan dan keluhan kita termasuk yang dirindukan oleh Allah SWT. ***

[Ditulis oleh ACEP ENCU, Kepala MAN 1 Garut. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Manis) 4 Oktober 2013 / 28 Zulkaidah 1434 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT".]

by
u-must-b-lucky
Tak terasa, kita akan kembali merayakan Hari Raya Iduladha atau yang sering disebut dengan Idul Kurban. Dalam hari tersebut, setelah disebutkan kenikmatan yang besar, Allah SWT. memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk mendirikan shalat dan berkurban sebagai bukti rasa syukur atas nikmat-nikmat itu.

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

Inna aAAtaynaka alkawthara
Fasalli lirabbika wainhar

Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka, dirikanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah. (QS. Al-Kautsar (108): 1-2)

Hal itu ditegaskan pula dalam QS. Al-Hajj (22): 34,

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنسَكًا لِّيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ

Walikulli ommatin jaAAalna mansakan liyathkuroo isma Allahi AAala ma razaqahum min baheemati alanAAami

Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan, penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka...

Saking pentingnya perintah berkurban, sehingga Rasulullah SAW. dengan tegas dan lugas bahkan disertai ancaman mengatakan,
"Barangsiapa yang mempunyai kemampuan tetapi ia tidak berkurban, maka janganlah mendekati tempat shalat kami." (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

Dalam hadits itu, Rasulullah SAW. melarang seseorang yang memiliki kelapangan harta untuk mendekati tempat shalat (masjid) jika ia tidak mau berkurban. Hal ini menunjukkan, seakan-akan tidak ada faedah mendekatkan diri kepada Allah bersamaan dengan meninggalkan perintah berkurban.

Berkurban pada hakikatnya tidak sekadar mengalirkan darah binatang, tidak hanya memotong hewan kurban, lebih dari itu, berkurban berarti ketundukan seorang hamba secara totalitas terhadap perintah-perintah Allah SWT. dan sikap menghindar dari hal-hal yang dilarang-Nya.

Berkurban juga berarti menyembelih sifat-sifat hewan yang melekat dalam diri setiap insan. Karena itu, sangatlah berat, tidak semua orang berkurban mampu melakukannya, kecuali mereka sadar, semua yang mereka miliki (harta, jabatan, keluarga, popularitas, dll) hanyalah titipan Allah SWT. yang tidak layak untuk disombongkan dan bisa diambil kapan saja jika Dia menghendaki.
Jika sikap tersebut telah dimiliki orang, niscaya akan tercipta keseimbangan dalam kehidupan bermasyarakat. Bagi pengusaha, ia akan berkurban dengan bisnis halal. Bagi yang berpunya, akan berkurban dengan banyak berderma. Bagi suami atau istri, akan berkurban dengan menjadikan rumah tangga sebagai ladang penyiapan generasi berbudi pekerti. Sebagai pendidik, akan berkurban dengan mengerahkan segala potensinya dalam menyiapkan calon pemimpin masa depan. Sebagai pengusaha akan berkurban dengan memberikan hak-hak kepada karyawannya sebelum keringatnya mengering.

Seorang politisi akan berkurban demi kemaslahatan bangsa dan negara, bukan malah sebaliknya, memanfaatkannya saat dibutuhkan dan menelantarkannya jika harapannya tercapai. Para pejabat akan berkurban untuk kesejahteraan rakyatnya, memperjuangkan nasib rakyatnya. Sebagai pemegang amanah negeri berkurban dengan berusaha mengelola negeri ini dengan kejujuran, bukan malah sebaliknya, melakukan korupsi atau mengeruk keuntungan untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya.

Bagi yang masih merasa gamang untuk berkurban ada baiknya kembali memahami hikmah di dalamnya,
Pertama, setiap helai bulu hewan kurban dibalas satu kebaikan. Rasulullah SAW. bersabda,
"Setiap satu helai rambut hewan kurban adalah satu kebaikan." Lalu sahabat bertanya, "Kalau bulu-bulunya?" Beliau menjawab, "Setiap helai bulunya juga satu kebaikan." (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
Kedua, sebagai ibadah yang paling dicintai Allah.
Ketiga, sebagai ciri keislaman seseorang.
Keempat, sebagai syiar agama Islam.
Kelima, mengenang ujian kecintaan Allah kepada Nabi Ibrahim AS. (QS. Ash-Shaffat (37): 102-107).
Keenam, sebagai misi kepedulian kepada sesama.

Rasulullah SAW. bersabda,
"Hari Raya Kurban adalah hari untuk makan, minum, dan dzikir kepada Allah SWT." (HR. Muslim)

Jika hakikat berkurban itu terus diselami, digali, dan diejawantahkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara niscaya bangsa ini akan dapat menjadi baldatun thayyibatun warubbun ghafur.

Semoga. ***

[Ditulis oleh IMAM NUR SUHARNO, Dosen Agama Islam Fakultas Hukum Universitas Kuningan, Jawa Barat. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Kliwon) 3 Oktober 2013 / 27 Zulkaidah 1434 H. pada Kolom "DIBALIK RITUS"]

by
u-must-b-lucky
Akhlak merupakan salah satu bagian terpenting dari kerangka pokok ajaraan Islam di samping akidah (keimanan kepada Allah SWT. Yang Maha Esa), dan syariah (hukum ibadah kepada Allah SWT.) Ketiga unsur pokok itu harus menyatu padu pada diri pribadi setiap Muslim, agar menjadi Mukmin dan Muslim sempurna. Kuat keimanan, taat beribadah, dan berakhlak mulia.

Bahkan misi kenabian dan kerasulan Nabi Muhammad SAW. ditandai dengan tugas penyempurnaan akhlak. Sebagaimana disabdakan beliau, dalam sebuah hadits sahih riwayat Imam Bukhari,
"Innama buitstu li utamimma makarimal ahlak" (Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.)

Urusan akhlak manusia Muslim dan Mukmin diatur dalam Al-Qur'an dan sunah Rasulullah. Mana akhlak mulia, terpuji (ahlaqul mahmudah), mana akhlak tercela (ahlaqul mazmumah), amat gamblang dijelaskan dalam banyak ayat Al-Qur'an, berupa perintah melaksanakan hal-hal baik yang bersumber dari perilaku amanah, peramah, pemurah, sabar, hemat, rendah hati, tobat, takwa, tawakal, malu, dan sebagainya yang harus ada pada diri setiap manusia beriman dan berislam. Juga berupa larangan agar dijauhi dan dicegah seperti perilaku egoistis (ananiah), dzalim, takabur, bakhil (kikir), marah, dengki, hasut, fitnah, dusta, gibah, dll. yang sangat merugikan.

Nabi Muhammad SAW. sebagai pembawa misi penyempurnaan akhlak manusia merupakan sosok yang mencerminkan akhlak mulia. Allah SWT. memuji kemuliaan akhlak Nabi Muhammad SAW.

وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ

Wainnaka laAAala khuluqin AAatheemin

Sesungguhnya engkau (Muhammad) memiliki akhlak mulia. (QS. Al-Qalam (68): 4)

Antara akidah, ibadah, dan akhlak, memang terdapat hubungan kuat yang saling berjalin berkelindan. Orang yang berakidah kuat, rajin beribadah, diharapkan berakhlak mulia, demikian pula sebaliknya. Namun, jika ternyata salah satu di antara ketiga unsur pokok itu terdapat kelemahan, sudah dipastikan ketiganya tidak akan berlangsung mulus. Orang berakhlak bejat, walaupun mengaku iman dan Islam, dapat dipastikan nilai keimanan dan keislamannya amat minim.

Zaman sekarang, masalah akhlak sudah dianggap sepele, tidak lagi diperhitungkan dalam kehidupan sehari-hari karena Al-Qur'an dan sunah sudah dianggap tidak layak lagi untuk mengukur akhlak atau moralitas seseorang. Akhlak dianggap sebagai wilayah pribadi yang tidak diperbolehkan dinilai oleh pihak lain, apalagi oleh dalil-dalil kitab suci. Akhlak dianggap hak asasi paling personal-indiviual sehingga tak boleh dikait-kaitkan dengan norma-norma kehidupan masyarakat luas, misalnya saja perzinahan yang diharamkan, bahkan untuk didekati sekalipun, pada masa kini tidak dianggap melanggar hukum agama atau batas akhlak jika dilakukan suka sama suka sekalipun tanpa ikatan nikah. Baru dianggap melanggar, jika ada unsur pemaksaan atau pemerkosaan oleh salah satu pihak.

Korupsi juga tidak dianggap sebagai bentuk akhlak buruk, melainkan hanya pelanggaran pidana atau penyimpangan hukum administrasi. Oleh karena itu, banyak pelaku korupsi tetap mendapat sanjung puja, penghormatan, dan "kepercayaan" dari khalayak.

Gibah alias gunjing menggunjing yang menjurus kepada fitnah dan namimah (adu domba) malah mendapat tempat terhormat di arena infotainment. Menjadi sejenis hiburan yang punya rating tinggi untuk mengeduk iklan pada setiap tayangan di televisi-televisi berdaya jangkau luas dan berpengaruh besar dalam membangun persepsi terhadap nilai-nilai akhlak.

Para ulama salafiish shalihin menyatakan, salah satu sumber kemerosotan akhlak pada diri setiap manusia adalah hilangnya rasa malu (al haya). Rasa malu yang merupakan bagian dari iman (al hay a minal iman), nyaris hilang musnah dari rasa dan nalar umat manusia masa kini. Tak ada lagi istilah malu untuk berbuat hal-hal yang melanggar hukum, termasuk hukum agama.

Kekuatan bangsa dan negara sebetulnya terletak dalam ketinggian dan kemuliaan akhlak setiap warga bangsa dan negara. Ketinggian dan kemuliaan akhlak menjadikan semua elemen bangsa dan negara memegang teguh kecintaan kepada tanah air yang bebas merdeka yang merupakan anugerah dari Allah SWT.

Kemerosotan akhlak menjadi pertanda kemerosotan hidup berbangsa dan bernegara. Salah satu penyebabnya adalah perbuatan dzalim. Perbuatan dzalim yang dilakukan secara massal menyeluruh merupakan pembuka jalan bagi Allah SWT. menghancurkan bangsa dan negara itu.

وَمَا كَانَ رَبُّكَ مُهْلِكَ الْقُرَىٰ حَتَّىٰ يَبْعَثَ فِي أُمِّهَا رَسُولًا يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِنَا ۚ وَمَا كُنَّا مُهْلِكِي الْقُرَىٰ إِلَّا وَأَهْلُهَا ظَالِمُونَ

Wama kana rabbuka muhlika alqura hatta yabAAatha fee ommiha rasoolan yatloo AAalayhim ayatina wama kunna muhlikee alqura illa waahluha thalimoona

Dan tidak adalah Tuhanmu membinasakan kota-kota, sebelum Dia mengutus di ibukota itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan tidak pernah (pula) Kami membinasakan kota-kota; kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezaliman. (QS. Al Qashash (28): 59)

Wallahu'alam. ***

[Ditulis oleh H. USEP ROMLI HM., Pengasuh Pesantren Anak Asuh Raksa Sarakan Cibiuk Garut, pembimbing Haji dan Umrah Mega Citra/KBIH Mega Arafah Kota Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Kliwon) 3 Oktober 2013 / 27 Zulkaidah 1434 H. pada Kolom "CIKARACAK"]

by
u-must-b-lucky