Setiap perkara di dunia diciptakan dalam keadaan berpasangan. Ada gelap, ada terang. Ada susah, ada senang. Ada baik, ada buruk, dan seterusnya sesuai ketentuan Allah SWT. Termasuk kemudahan, kelancaran. Pasti diimbangi kesukaran, kesulitan.
Hal ini dijelaskan gamblang dalam Al-Qur'an, Surat Al-Lail (92) ayat 5-11,

فَأَمَّا مَنْ أَعْطَىٰ وَاتَّقَىٰ
وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَىٰ
 فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَىٰ
وَأَمَّا مَن بَخِلَ وَاسْتَغْنَىٰ
 وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَىٰ
فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَىٰ
وَمَا يُغْنِي عَنْهُ مَالُهُ إِذَا تَرَدَّىٰ

Faamma man aAAta waittaqa Wasaddaqa bialhusna Fasanuyassiruhu lilyusra Waamma man bakhila waistaghna Wakaththaba bialhusna Fasanuyassiruhu lilAAusra Wama yughnee AAanhu maluhu itha taradda

Adapun orang-orang pemurah, bertakwa, dan mengakui nilai-nilai kebaikan, akan Kami berikan kepadanya jalan yang mudah. Adapun orang-orang kikir, yang merasa serba cukup seraya mendustakan nilai-nilai kebaikan, akan Kami berikan kepadanya jalan yang sukar. Jika dia terjerumus, harta bendanya tidak akan dapat menolongnya sedikit pun.

Kalangan motivator sering menggunakan ayat ini untuk memecah kebuntuan yang menakutkan, yang membuat putus asa, dan kecil hati. Yaitu dengan mengoptimalkan sikap serta watak pemurah, takwa kepada Allah SWT., dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebaikan.

Pemurah atau penyantun adalah berjiwa dermawan. Suka menolong orang lain, terutama dengan memberikan sebagian harta benda miliknya melalui cara yang mendapat kredit poin tinggi dalam Islam. Semisal sedekah, infak kepada anak yatim, fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan pertolongan lainnya. Membantu usaha-usaha bersifat sosial, seperti rumah sakit, sekolah, masjid, dan panti asuhan. Memberikan tanah serta bangunan (wakaf), mengisinya dengan sarana-sarana kebutuhan operasional (jariah).

Dalam Al-Qur'an, banyak terdapat ayat yang memacu setiap Muslim berlaku pemurah, penyantun, dan dermawan. Menafkahkan sebagian rezeki yang dikaruniakan Allah SWT. untuk menunjang keberadaan tempat-tempat yang mengandung syiar Islam. Antara lain,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُم مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِيَ يَوْمٌ لَّا بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خُلَّةٌ وَلَا شَفَاعَةٌ ۗ وَالْكَافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Ya ayyuha allatheena amanoo anfiqoo mimma razaqnakum min qabli an yatiya yawmun la bayAAun feehi wala khullatun wala shafaAAatun waalkafiroona humu alththalimoona

Hai orang-orang beriman! Nafkahkanlah sebagian rezeki yang Kami berikan kepada kalian, sebelum datang hari di mana tak ada lagi jual beli, tak ada lagi persahabatan istimewa, dan tidak ada saling bantu. Orang-orang yang mengingkari, termasuk golongan orang-orang dzalim. (QS. Al-Baqarah (2): 254)

مَّثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ

Mathalu allatheena yunfiqoona amwalahum fee sabeeli Allahi kamathali habbatin

Orang yang menafkahkan harta di jalan Allah, laksana biji yang tumbuh menjadi tujuh tangkai, di setiap tangkai seratus buah. (QS. Al-Baqarah (2): 261)

Semuanya dilakukan ikhlas, tanpa pamrih, tanpa kenal musim, dan tidak ada motif lain di luar niat dan hasrat berbakti semata kepada Allah SWT.

Sifat dan sikap takwa adalah "memelihara diri sendiri dari segala hal yang merusakkan manusia dan berusaha mencapai tujuan mulia di dunia dan akhirat." (Syekh Mahmud Syaltut, Tafsir Quranul Karim). Tegasnya, menjauhi segala larangan Allah, sekaligus melaksanakan segala perintah-Nya.

Sifat dan sikap takwa menjadikan manusia mampu membedakan hal-hal yang baik dengan buruk. Membedakan hal-hal yang membawa manfaat maslahat, dengan yang membawa mudarat serta maksiat. Mendekatkan hubungan vertikal dengan Allah SWT. dan hubungan horizontal dengan sesama manusia. Serta memberi jalan keluar dari permasalahan rumit dan mendapatkan rezeki dari sumber tidak terduga.

فَإِذَا بَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ فَارِقُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ وَأَشْهِدُوا ذَوَيْ عَدْلٍ مِّنكُمْ وَأَقِيمُوا الشَّهَادَةَ لِلَّهِ ۚ ذَٰلِكُمْ يُوعَظُ بِهِ مَن كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ وَمَن يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا
وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ ۚ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا

Faitha balaghna ajalahunna faamsikoohunna bimaAAroofin aw fariqoohunna bimaAAroofin waashhidoo thaway AAadlin minkum waaqeemoo alshshahadata lillahi thalikum yooAAathu bihi man kana yuminu biAllahi waalyawmi alakhiri waman yattaqi Allaha yajAAal lahu makhrajan Wayarzuqhu min haythu la yahtasibu waman yatawakkal AAala Allahi fahuwa hasbuhu inna Allaha balighu amrihi qad jaAAala Allahu likulli shayin qadran

Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (QS. At-Thalaq (65): 2-3)

Orang yang pemurah dan bertakwa tak akan ragu mengakui nilai-nilai kebajikan dari segala perbuatan yang mereka lakukan. Dengan demikian, mempermudah jalan untuk mencapai kebaikan yang lebih tinggi dan lebih banyak lagi. Jauh berbeda dengan orang-orang kikir. Orang-orang menutup aliran nikmat Allah SWT. kepada objek-objek yang diridhai-Nya. Punya harta melimpah, tetapi pelit membaginya untuk keperluan amal dan kebutuhan bersama. Bahkan, terhadap diri sendiri dan keluarganya pun selalu kikir. Sabda Rasulullah SAW., sikap kikir menjauhkan manusia dari Allah, dari manusia, juga dari surga, dan mendekatkannya ke neraka. (Al-hadits)

Demikian pula orang yang merasa serbacukup sehingga merasa tidak perlu toleran terhadap orang lain karena tidak merasa bergantung kepada siapa pun. Walaupun dalam kenyataan, ia tetap membutuhkan bantuan orang lain. Terutama ketika dirinya ditimpa musibah, seperti kematian. Dia tidak dapat lagi mempertahankan ego keserbacukupannya karena jasa bantuan orang lain masih dibutuhkan disitu, orang-orang kikir dan merasa serbacukup itu sama sekali tidak menghargai nilai-nilai kebaikan.

Menurut Amir Yusuf Ali, penulis The Holly Quran, mereka lebih mementingkan diri sendiri dengan mengorbankan hak dan kepentingan orang lain, congkak takabur, melihat segala sesuatu dengan buruk sangka karena menganggap akan merugikan dirinya.

Jika manusia sudah dihinggapi ketiga macam watak kikir, merasa serbacukup, dan mendustakan nilai-nilai kebaikan, mereka terjerumus ke jurang kehancuran. Segala yang mereka miliki tak akan memberi pertolongan sedikit pun. Di dunia menderita tekanan batin, stres, paranoid, traumatik. Di akhirat kelak, akan mendapat siksa yang amat dahsyat. ***

[Ditulis oleh H. USEP ROMLI HM.,Pengasuh Pesantren Anak Asuh Raksa Sarakan Cibiuk Garut, pembimbing Haji dan Umrah Mega Citra/KBIH Mega Arafah Kota Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Kliwon) 29 Agustus 2013 / 22 Syawal 1434 H. pada Kolom "CIKARACAK"]

by
u-must-b-lucky
Tersebutlah nama Prof. Leopold Werner von Ehrenfels (1901-1980), seorang profesor ahli anatomi syaraf. Beliau masuk Islam lalu berganti nama menjadi Baron Omar Rolf Von Ehrenfels hanya gara-gara wudhu.
Ternyata tata cara wudhu yang terkesan sederhana dengan membasuh telapak tangan sampai pergelangan, mencuci mulut (berkumur), kepala, sampai kaki menarik bagi seorang guru besar anatomi syaraf itu. Lalu, apa kelebihan dan keajaiban dari wudhu?

Merujuk pada Al-Qur'an, terdapat beberapa ayat yang membahas tentang wudhu di antaranya,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا ۚ وَإِن كُنتُم مَّرْضَىٰ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِّنكُم مِّنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُم مِّنْهُ ۚ مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَجٍ وَلَٰكِن يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Ya ayyuha allatheena amanoo itha qumtum ila alssalati faighsiloo wujoohakum waaydiyakum ila almarafiqi waimsahoo biruoosikum waarjulakum ila alkaAAbayni wain kuntum junuban faittahharoo wain kuntum marda aw AAala safarin aw jaa ahadun minkum mina alghaiti aw lamastumu alnnisaa falam tajidoo maan fatayammamoo saAAeedan tayyiban faimsahoo biwujoohikum waaydeekum minhu ma yureedu Allahu liyajAAala AAalaykum min harajin walakin yureedu liyutahhirakum waliyutimma niAAmatahu AAalaykum laAAallakum tashkuroona

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempumakan nikmat-Nya bagimu supaya kamu bersyukur. (QS. Al-Maidah (5): 6)

Kalau kita memerinci gerakan-gerakan dari wudhu sungguh mengagumkan meski terlihat sederhana. Misalnya, berkumur dari hasil penelitian modern membuktikan berkumur dapat menjaga mulut dan tenggorokan dari radang dan menjaga gusi dari luka. Berkumur juga dapat menjaga dan membersihkan gigi dengan menghilangkan sisa-sisa makanan yang terdapat di sela-sela gigi setelah makan.

Bukan hanya manfaat yang ada di dalam mulut, namun berkumur juga bermanfaat dan penting dalam menguatkan sebagian otot-otot wajah dan menjaga kesegarannya. Berkumur merupakan latihan penting yang diakui oleh pakar dalam bidang olahraga, karena berkumur jika dilakukan dengan menggerakkan otot-otot wajah dengan baik dapat menjadikan jiwa seseorang tenang.

Demikian pula dengan membasuh hidung berdasarkan penelitian ilmu modern yang dilakukan tim kedokteran Universitas Alexandria, Mesir, menyatakan orang-orang yang secara rutin berwudhu, maka hidung mereka bersih dan bebas dari debu, bakteri dan mikroba. Tidak diragukan lagi kalau lubang hidung merupakan tempat yang rentan dihinggapi mikroba dan virus, tetapi dengan membasuh hidung secara kontinyu dan melakukan istinsyaq (memasukkan dan mengeluarkan air ke dan dari hidung di saat berwudhu), lubang hidung menjadi bersih dan terbebas dari radang dan bakteri.

Apabila hidung sebagai lubang masuknya penyakit bisa bersih dari bakteri dan virus, otomatis mencerminkan kesehatan tubuh secara keseluruhan. Proses ini dapat menjaga manusia akan bahaya perpindahan mikroba dari hidung ke anggota tubuh yang lainnya.

Dalam berwudhu juga diwajibkan membasuh wajah dan kedua telapak tangan sampai siku. Mengapa sampai siku? Gerakan membasuh muka dan tangan sampai siku memiliki manfaat yang sangat besar dalam menghilangkan debu dan mikroba sebagai pelengkap dari membasuh hidung.

Membasuh wajah dan kedua telapak tangan sampai ke siku juga akan menghilangkan keringat di permukaan kulit. Selain itu, manfaat lainnya dapat membersihkan kulit dari lemak yang ada di kelenjar kulit karena menjadi tempat favorit untuk berkembang biaknya bakteri.

Terakhir adalah membasuh kedua telapak kaki sampai mata kaki. Jangan lupa saat membasuh perlu melakukan pemijatan agar air merata. Manfaat memijat telapak kaki bisa mendatangkan perasaan tenang dan nyaman.

Seseorang yang sedang berwudhu terutama saat memijat telapak kakinya seakan-akan memijat seluruh tubuhnya satu per satu. Pemijatan ini merupakan salah satu rahasia timbulnya perasaan tenang dan nyaman yang dirasakan oleh seorang Muslim setelah berwudhu.

Pelajaran lain dari wudhu adalah anggota tubuh yang dibersihkan adalah anggota tubuh yang teramat vital dan kerap dipergunakan. Tangan sering untuk memukul atau memerintah dengan cara menunjuk Bisa jadi perintah itu tak benar atau tak menyenangkan bagi orang lain. Mulut juga kerap berbicara dusta, berjanji palsu, maupun ucapan-ucapan lainnya seperti bergunjing atau menghasut.

Demikian pula dengan kepala yang berisi pemikiran (otak) sebagai pusat pembuatan konsep, rencana, yang bisa jadi mendatangkan kebaikan sekaligus keburukan. Anggota lainnya seperti kaki juga kerap dipakai untuk hal-hal yang tidak disenangi Allah.

Belum lagi dengan mata, hidung, atau telinga yang juga ikut dibersihkan karena anggota tubuh tersebut kerap membuat dosa yang disadari atau tidak Wajarlah meski membuang air kecil atau besar membatalkan wudhu, namun yang dicuci malah anggota tubuh lainnya.

Wallahu a'lam. ***

[Ditulis oleh H. PUPUH FATHURRAHMAN, Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati dan Ketua Dewan Pembina Yayasan Pesantren Raudhatus Sibyan Sukabumi. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" edisi Kamis (Pon) 22 Agustus 2013 / 15 Syawal 1434 H. pada Kolom "CIKARACAK".]

by
u-must-b-lucky
Telah 68 tahun sebagai suatu bangsa kita hidup di alam kemerdekaan setelah berada dalam cengkeraman para penjajah. Dengan pertolongan dan rahmat Allah SWT. yang dianugerahkan kepada bangsa ini yang diikuti dengan tetesan keringat, darah, dan air mata, serta dengan pengorbanan harta benda dan nyawa dari para pejuang bangsa ini akhirnya pada 17 Agustus 1945 kita dapat meraih kemerdekaan.

Sejatinya, setelah sekian lama bangsa ini menghirup udara kemerdekaan, keadaan bangsa semakin makmur, kemiskinan dari tahun-tahun semakin berkurang, kehidupan kita semakin aman dan tenteram serta dapat menikmati kenikmatan-kenikmatan lainnya layaknya sebagai bangsa yang merdeka.
Namun, tidak dapat kita mungkiri yang terjadi saat ini karut-marut bangsa ini semakin menjadi, kemiskinan tak kunjung dapat diatasi, rasa aman sulit didapatkan bahkan kehidupan kita sebagai bangsa tak ubahnya seperti bangsa yang masih dijajah.

Pertanyaannya, mengapa hal ini bisa terjadi? Penyebab terbesarnya adalah karena kita tidak mensyukuri anugerah kemerdekaan ini. Bila kita bersyukur atas anugerah kemerdekaan, dipastikan kita akan memperoleh kemakmuran dan mendapatkan kenikmatan-kenikmatan lainnya. Hal ini dengas tegas dinyatakan oleh Allah SWT.,

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

Waith taaththana rabbukum lain shakartum laazeedannakum walain kafartum inna AAathabee lashadeedun

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih. (QS. Ibrahim (14): 7)

Dalam ayat lain,

مَّا يَفْعَلُ اللَّهُ بِعَذَابِكُمْ إِن شَكَرْتُمْ وَآمَنتُمْ ۚ وَكَانَ اللَّهُ شَاكِرًا عَلِيمًا

Ma yafAAalu Allahu biAAathabikum in shakartum waamantum wakana Allahu shakiran AAaleeman

Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman? Dan Allah SWT. adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui. (QS An-Nisaa (4): 147)

Kemerdekaan yang kita raih merupakan nikmat dari Allah SWT. Hal ini dapat kita pahami dari firman Allah SWT. yang termaktub dalam Al-Qur'an surat Al-Maidah (5) ayat 20,
وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِقَوْمِهِ يَا قَوْمِ اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ جَعَلَ فِيكُمْ أَنبِيَاءَ وَجَعَلَكُم مُّلُوكًا وَآتَاكُم مَّا لَمْ يُؤْتِ أَحَدًا مِّنَ الْعَالَمِينَ

Waith qala moosa liqawmihi ya qawmi othkuroo niAAmata Allahi AAalaykum ith jaAAala feekum anbiyaa wajaAAalakum mulookan waatakum ma lam yuti ahadan mina alAAalameena

Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan diberikan-Nya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorang pun di antara umat-umat yang lain.

Untuk itu, mari kita syukuri kemerdekaan bangsa ini dengan syukur yang sebenar-benarnya agar bangsa ini menjadi bangsa yang baldatun thayyibatun warabbun ghafur.

Wujud dari rasa syukur kita atas nikmat kemerdekaan harus ditujukan kepada Allah SWT. yang telah memberikan nikmat kemerdekaan kepada kita. Allah SWT. berfirman,

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ

Faothkuroonee athkurkum waoshkuroo lee wala takfurooni

Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku. (QS. Al-Baqarah (2): 152)

Dalam ayat lain,

وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ ۚ وَمَن يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ ۖ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ

Walaqad atayna luqmana alhikmata ani oshkur lillahi waman yashkur fainnama yashkuru linafsihi waman kafara fainna Allaha ghaniyyun hameedun

Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Lukman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barang siapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji. (QS. Lukman (31): 12)

Bersyukur kepada Allah dapat diwujudkan dengan mempergunakan nikmat kemerdekaan ini pada jalan yang diridai oleh Allah SWT.

Selain itu, dengan selalu menyucikan dan memuji Allah SWT. serta selalu beristighfar. Hal ini dapat kita pahami dari firman Allah SWT.,

إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ
وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا
 فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا

Itha jaa nasru Allahi waalfathu Waraayta alnnasa yadkhuloona fee deeni Allahi afwajan Fasabbih bihamdi rabbika waistaghfirhu innahu kana tawwaban

Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima tobat. (QS. An-Nashr (110): 1-3)

Selain itu, wujud dari rasa syukur atas nikmat kemerdekaan harus ditujukkan kepada para pejuang yang telah berjuang mere|but kemerdekaan bangsa ini. Hal ini dapat kita pahami dari firman Allah SWT. yang termaktub dalam Al-Qur'an surat Lukman (31) ayat 14,

أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

ani oshkur lee waliwalidayka ilayya almaseeru

Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.

Selain itu, dapat kita pahami dari sabda Rasulullah SAW.
"Siapa yang tidak mensyukuri manusia, maka dia tidak mensyukuri Allah."

Realisasi dari bersyukur kepada para pejuang kemerdekaan adalah dengan menghormati dan memuliakan para pejuang yang masih hidup dengan membantu kelangsungan hidup mereka. Adapun bersyukur kepada para mujahid yang telah wafat dapat direalisasikan dengan mendoakan mereka, memperhatikan kehidupan keluarganya yang masih hidup, dan meneruskan perjuangan mereka sesuai dengan kapasitas dan kemampuan kita.

Wallahua'lam. ***

[Ditulis oleh H. MOCH. HISYAM, Ketua DKM Al-Hikmah RW 7 Sarijadi Bandung, Ketua Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Ranting Sarijadi Kec. Sukasari Kota Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Pahing) 16 Agustus 2013 / 9 Syawal 1434 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]

by
u-must-b-lucky
Shaum Ramadhan mengandung nilai-nilai kemanusiaan sangat tinggi. Nilai solidaritas, nilai empati, nilai kedermawanan, nilai kesalehan sosial, nilai disiplin, nilai kesabaran, nilai kejujuran, nilai kerja keras, dan nilai toleransi. Nilai-nilai tersebut merupakan nilai-nilai dasar kemanusiaan yang akan sangat berguna dalam menjaga kualitas kehidupan bersama sesama manusia.

Inilah dimensi kemanusiaan atau hubungan antarmanusia (hablumminannas) dari shaum Ramadhan. Dimensi ilahiah atau hubungan manusia dengan Allah SWT. (hablumminallah) dari shaum Ramadhan adalah mewujudnya nilai ketaqwaan setiap insan yang melakukan shaum Ramadhan pada akhir Ramadhan, bulan-bulan setelah Ramadhan, hingga Ramadhan datang kembali. Taqwa dalam arti sebenar-benarnya taqwa, yakni menjalankan setiap perintah Allah SWT. dan menjauhi setiap larangan-Nya.
Nilai-nilai kemanusiaan dan nilai ilahiah shaum Ramadhan, hendaknya menjadi pendorong dan acuan peningkatan kualitas kepemimpinan. Terlebih bagi para pemimpin umat, rakyat, ataupun pemimpin dalam pemerintahan.

Nilai ilahiah ketaqwaan berupa kepatuhan terhadap berbagai norma. Norma hukum maupun norma sosial yang bersumber kepada nilai-nilai Islam. Bila ini menjadi rujukan dan landasan bagi setiap praktik kepemimpinan oleh para pemimpin, baik pemimpin formal maupun informal, niscaya kualitas kepemimpinan akan semakin meningkat.

Kesadaran ilahiah ini akan menjadi rem bagi para pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya. Kesadaran ini akan mendorong para pemimpin, bahwa menjadi pemimpin hakikatnya adalah menjalankan amanah. Amanah dari sesama manusia maupun amanah dari Allah SWT.

Menjadi pemimpin adalah pengabdian, menjadi pemimpin adalah jalan mendekatkan diri kepada sang Khalik, Allah SWT., menjadi pemimpin adalah panggilan (calling) dari Dzat Maha Pencipta, Allah SWT. Menjadi pemimpin adalah jalan pengorbanan untuk mencari ridha Allah SWT.

Menjadi pemimpin adalah melayani dan berempati terhadap yang dilayani yakni umat atau rakyat kebanyakan, terutama rakyat atau umat berkekurangan, rakyat miskin dan papa, rakyat tunakuasa. Setiap pemimpin harus berupaya agar kehadirannya membuat manusia menjadi optimis, merasa lega dengan adanya pemimpin, terarah hidupnya, dan lebih penting lagi merasa ringan, riang gembira di dalam menjalani kehidupan. Mereka tahu, pemimpinnya senantiasa siap memberi jalan terang bagi persoalan hidup para pengikutnya.

Nilai-nilai kemanusiaan dari shaum Ramadan seyogianya akan menjadi acuan dan menginspirasi setiap pemimpin untuk senantiasa meningkatan kualitas kepemimpinan lebih baik. Pemimpin berkualitas hendaknya berkomitmen kuat untuk merealisasikan nilai-nilai solidaritas, empati, kedermawanan, kesalehan sosial, disiplin, kesabaran, kejujuran, kerja keras, dan toleransi. Hanya pemimpin demikian yang akan mampu menjadi teladan dan memberi rahmat bagi alam semesta (rahmatanlilalamin). Itulah esensi pelajaran dari shaum Ramadhan yang kita lakukan sebulan penuh. Buah shaum Ramadhan harus dapat dipetik dan dipelihara sepanjang bulan-bulan setelah Ramadhan hingga akhirnya Ramadhan datang kembali menjumpai kita.

Harapannya, dari satu Ramadhan ke Ramadhan berikutnya kualitas ketaqwaan kita senantiasa meningkat hingga akhirnya kita menjadi manusia yang memiliki derajat ketaqwaan seperti yang diinginkan Allah SWT. Indikasi ketaqwaan kepada Allah SWT. sejatinya tercermin dari pemanfaatan kita bagi sesama manusia. Sebagaimana dimaksud dalam QS. Al-Fatihah 1-5.

Wallahua'lam. ***

[Ditulis oleh DEDDY MIZWAR, Wakil Gubernur Jawa Barat. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Pon) 2 Agustus 2013 / 24 Ramadhan 1434 H. pada Kolom "SYIAR RAMADAN"]

by
u-must-b-lucky
Sudah menjadi sunnatullah bahwa kehidupan selalu diwarnai oleh masalah. Terkait dengan kebaikan dan keburukan yang menimpa seseorang, ada beberapa tipe manusia, yaitu manusia yang mendapat kebaikan kemudian membalasnya dengan kebaikan serupa. Manusia yang mendapat kebaikan tetapi enggan membalasnya. Manusia yang mendapat kebaikan kemudian membalasnya dengan keburukan. Manusia yang mendapat keburukan membalasnya dengan keburukan serupa. Manusia yang mendapat keburukan tetapi membalas dengan kebaikan.

Apabila tipe-tipe tersebut dikaitkan dengan diri kita, termasuk ke dalam tipe manakah kita? Jika kita mendapat kebaikan kemudian membalasnya dengan kebaikan serupa, hal ini biasa. Ini namanya kebaikan berbalas kebaikan. Namun, hal yang paling sulit kita lakukan adalah saat kita mendapatkan perlakuan jahat dan buruk dari orang lain, kita membalasnya dengan kebaikan.
Secara naluriah, saat orang lain memperlakukan kita dengan buruk dan jahat, kita biasanya menanam dendam agar saat itu juga bisa membalas kejahatan dan keburukan yang mereka perbuat. Atau bila saat itu kita tidak melakukannya, kita sering cari-cari waktu agar bisa melampiaskan dendam kita suatu saat kelak. Akhirnya, terjadilah tawuran antar pelajar, permusuhan sesama keluarga, perkelahian antar warga, bentrok antar kampung, perselisihan antar suku, hingga pertikaian antara satu bangsa dengan bangsa lain. Alasannya hanya satu, demi menjaga harga diri yang merasa terinjak-injak dengan perlakuan buruk orang lain.

Padahal Allah SWT. telah mengingatkan melalui ayatnya,

ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ السَّيِّئَةَ ۚ نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَا يَصِفُونَ

IdfaAA biallatee hiya ahsanu alssayyiata nahnu aAAlamu bima yasifoona

Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan yang lebih baik. Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan. (QS. Al-Mukminun (23): 96)

Watak manusia memang sangat beragam dan terkadang tak sehaluan dengan apa yang kita inginkan. Secara manusiawi, kita menginginkan setiap orang berbuat baik kepada kita. Bahkan, ketika kita melakukan kejahatan terhadap orang lain, inginnya kita mendapat maaf dan kebaikan dari orang yang kita jahati. Terkait dengan hal ini, kita diingatkan dengan pepatah yang mengatakan,
"Ingatlah selalu kebaikan orang lain terhadap kita dan lupakanlah kebaikan kita terhadap orang lain. Lupakanlah kejahatan orang lain terhadap kita dan ingatlah selalu kejahatan kita terhadap orang lain."

Pepatah ini jelas menyaratkan kesabaran, keikhlasan, dan kebesaran jiwa seorang Muslim dalam merealisasikan ajaran Islam yang ramah dan santun, apalagi jika ini dialami oleh mereka yang berposisi sebagai pendakwah, dai, dan mubalig yang senantiasa menyampaikan kebenaran kepada masyarakat banyak. Begitulah esensi dakwah yang sesungguhnya seperti halnya dakwah yang dibumikan oleh Rasulullah SAW. Rasulullah telah banyak mengajarkan untuk menyebar kebaikan kepada sesama dan membalas kejahatan dengan kebaikan.

Sosok Rasulullah SAW. adalah teladan yang patut kita tiru, bagaimana beliau sering mendapat perlakuan buruk tetapi tidak pernah membalasnya dengan keburukan serupa bahkan seringkali membalasnya dengan kebaikan. Salah satunya kisah yang terjadi di sudut pasar Madinah Al-Munawarah.

Adalah seorang pengemis Yahudi buta yang setiap hari selalu mengumpat dan menjelek-jelekkan Rasulullah SAW. di hadapan orang banyak dengan umpatan gila, pembohong, tukang tipu, dan tukang sihir. Namun, tanpa disadari olehnya, setiap pagi Rasulullah SAW. mendatanginya dengan membawa makanan untuknya. Tanpa berkata sepatah kata pun, Rasulullah menyuapi pengemis buta tersebut dengan makanan yang dibawanya. Akan tetapi, pengemis Yahudi buta itu tak henti-hentinya mengumpat Rasulullah. Begitulah yang dilakukan Rasulullah SAW. setiap hari hingga beliau wafat.

Setelah Rasul wafat, kini tak ada lagi yang menyuapkan makanan untuk si pengemis buta itu. Suatu hari Abu Bakar berkunjung ke rumah anaknya, Aisyah. Beliau berkata kepada Aisyah, "Anakku, adakah sunnah Rasul yang belum aku kerjakan?" Aisyah menjawab, "Wahai ayahku, setiap pagi Rasulullah selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang berada di sana."

Keesokan harinya, Abu Bakar pergi ke pasar membawakan makanan untuk si pengemis buta dan mulai menyuapinya. Namun, saat beliau menyuapi si pengemis itu, si pengemis marah sambil berteriak, "Siapa kamu?" Abu Bakar menjawab, "Aku orang yang biasa menyuapi makanan untukmu."

"Bukan! Engkau bukan orang yang biasa datang padaku." Jawab si pengemis itu. "Apabila dia datang padaku, tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku tetapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut," lanjut si pengemis.

Abu Bakar tidak dapat menahan air matanya. Beliau menangis dan berkata, "Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu. Orang yang biasa datang padamu telah tiada, dialah Muhammad Rasulullah SAW." Akhir cerita, pengemis Yahudi buta itu sadar dan bersyahadat di hadapan Abu Bakar.

Kisah di atas kiranya memberi pelajaran kepada kita tentang buah dari sikap kebesaran jiwa untuk membalas kejahatan dengan kebaikan. Begitu mulianya sikap ini hingga bisa mengetuk hati sekeras batu. Tak semestinya kejahatan dibalas dengan kejahatan karena Allah menyukai kebaikan dan orang-orang yang selalu berbuat baik. ***

[Ditulis oleh OKI SOPIAWIGUNA, Khatib jum'at di beberapa Masjid di Kabupaten Bandung. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Jumat (Pon) 2 Agustus 2013 / 24 Ramadhan 1434 H. pada Kolom "RENUNGAN JUMAT"]

by
u-must-b-lucky
Di antara gangguan psikologis yang dialami manusia modern (catat: kita) adalah kesepian. Kesepian seperti diuraikan oleh Dr. Achmad Mubarok dalam bukunya "Jiwa dalam Alquran" bersumber dari hubungan antarmanusia yang tidak lagi tulus dan hangat.

Kegersangan ini terjadi karena masyarakat modern menggunakan topeng-topeng sosial untuk menutupi wajah kepribadiannya. Dalam komunikasi interpersonal, manusia modern tidak memperkenalkan dirinya, tetapi selalu menunjukkan diri sebagai seseorang yang sebenarnya bukan dirinya.

Akibatnya setiap manusia modern memandang orang lain juga sebagai orang yang tampil dengan topeng sosial, bukan wajah kepribadian yang sesungguhnya. Selanjutnya hubungan interpersonal berubah menjadi hubungan antartopeng dengan topeng. Akibatnya manusia modern merasa kesepian meskipun berada di keramaian. Persis seperti syair lagu Chrisye tahun '80-an tentang anak jalanan: Anak jalanan korban kemunafikan / Selalu kesepian di keramaian...

Sebagai manusia, manusia modern benar-benar sendirian karena yang ada di sekelilingnya hanyalah topeng-topeng. Ia tidak dapat menikmati senyuman orang lain karena ia mempersepsikan senyuman itu sebagai topeng, sebagaimana dia pun memasang topeng senyum di wajahnya.

Pujian orang kepadanya juga dipandang sebagai basa-basi yang sudah diprogram bahkan parahnya, ucapan cinta dari sang kekasih pun terdengar hambar karena ia memandang kekasihnya pun sebagai orang yang sedang mengenakan topeng cinta. Sungguh malang benar manusia modern.

Terselip di antara ayat tentang shaum Ramadhan adalah sebuah ayat yang penuh kasih, penuh empatik kepada mereka yang kesepian.

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

Waitha saalaka AAibadee AAannee fainnee qareebun ojeebu daAAwata alddaAAi itha daAAani falyastajeeboo lee walyuminoo bee laAAallahum yarshudoona

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, katakan Aku dekat, Aku ijabah setiap permohonan apabila permohonan itu ditujukan kepada-Ku. Hendaklah mereka memenuhi perintah-Ku dan beriman kepada-Ku agar memperoleh kebenaran. (QS. Al-Baqarah (2): 186)

Ayat ini seperti tidak berhubungan langsung dengan perintah shaum. Namun jika diperhatikan dengan mendalam, ayat ini adalah obat kesepian yang paling mujarab. Merasa tidak diperhatikan manusia berakibat kesepian, merasa tidak diperhatikan Tuhan, tentu akan berdampak pada kehampaan jiwa. Perasaan sepi dan disia-siakan yang teramat dalam. Mereka yang sakit tak sembuh-sembuh, mereka yang miskin berkepanjangan, mereka yang gagal berulang-ulang sepanjang hidupnya, sangat mungkin berteriak dalam diam ke manakah Tuhanku. Tidakkah Engkau menyaksikan kesulitanku, tidakkah Engkau dengar doa dan permohonanku?

Kepada mereka yang bertanya-tanya tentang keberadaan Allah, Allah menjawab dengan ayat di atas. Menegaskan, Allah dekat dan akan mengijabah setiap doa. Dalam bahasa hadits qudsi,
"Orang yang shaum mendapat pahala istimewa karena dia meninggalkan makan, minum, kenikmatan, dan istrinya demi Aku. Shaumlah karena ia (ibadah yang pahalanya) tak tertandingi. Mereka yang melakukan setiap langkahnya demi meraih cinta Allah tentu akan merasakan kedekatan yang sangat dengan Allah."

Merasakan kedekatan dan keintiman dengan Allah akan membuat kita mempunyai teman bahkan kekuatan untuk menghadapi apa pun persoalan yang kita hadapi. Orang yang shaum tak akan kesepian karena dia merasakan kehadiran Allah, dia mampu menghadirkan Allah dalam hidup dan dirinya, maka karenanya, dia akan merasakan kebahagiaan, kebahagiaan yang bersumber dari keyakinan akan adanya Dzat yang tak akan meninggalkannya sendirian menghadapi hidup. Allahu akbar. ***

[Ditulis oleh H. BUDI PRAYITNO, aktivis dakwah dan pembimbing Haji Plus dan Umrah Khalifah Tour. Tulisan disalin dari Harian Umum "PIKIRAN RAKYAT" Edisi Kamis (Kliwon) 25 Juli 2013 / 16 Ramadhan 1434 H. pada Kolom "SYIAR RAMADAN"]

by
u-must-b-lucky